TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
A. Konsep Konstruktivisme
Konstruktivisme (contructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan yang dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diangkat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Untuk itu siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dibenak mereka.
Teori ini berkembang dari teori kerja Piaget, Vygotsky, teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif lainnya, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur dan Trianto, 2007 : 13) Esensi dari teori konstruktivisme bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivitas yang lebih enekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan :
a. Menjadikan pengetahuan lebih bermakna dan relevan bagi siswa;
b. Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri;
c. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka dalam belajar.
Konstruktivisme dapat diartikan sebagai kedudukan psikologi yang berpegang teguh kepada kebenaran yang kebanyakan terjadi pada makna yang konkrit. Ini bermakna bahwa ilmu pengetahuan dibina oleh individu-individu melalui pengamatan kepada fenomena alam. Konstruktivisme memberikan penekanan kepada peserta didik untuk membina pengetahuan melalui proses psikologi yang aktif. Ilmu pengetahuan dibina ke dalam struktur kognitif anak dari hasil pengalaman mereka dengan alam. Struktur pengetahuan ini kadang-kadang menjadi penghalang yang kuat kepada pembelajaran dan perubahan konseptual peserta didik. Dari perspektif konstruktivis makna pembelajaran adalah dibina di dalam diri peserta didik hasil pengalaman pancainderanya dengan alam. Peserta didik akan bertindak kepada pengalamanpengalaman pancaindera dengan cara membina di dalam pikiran mereka dalam bentuk skema atau struktur kognitif yang akan membentuk makna dan kepahaman mereka.
Individu-individu akan memberi makna kepada situasi atau fenomena dan mengakibatkan pembentukan proses yang mengambil tempat dalam pikiran individu tersebut. Konstruktivisme merupakan respon terhadap berkembangnya harapanharapan baru yang berhubungan dengan proses pembelajaran yang menginginkan peran aktif siswa dalam merekayasa dan memprakarsai pembelajaran secara mandiri.
Glaserfeld dan Kitchener dalam Aunurrahman (2009) memberikan penekanan tentang 3 hal mendasar berkaitan dengan pemahaman terhadap gagasan konstruktivisme, yaitu:
1. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek
2. Subjek membentuk kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang yang membentuk pengetahuan, dan konsepsi itu berlaku bila berhadapan dengan pengalamanpengalaman seseorang.
Saat ini teori konstruktivisme ini sudah banyak diterapkan dalam proses pembelajaran, tujuannya adalah untuk mengembangkan kemampuan berfikir siswa berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Mengapa teori ini sedang trend diterapkan dalam proses pembelajaran, karena selama ini proses pembelajaran cenderung bersifat pasif sehingga kemampuan berfikir kritis cenderung diabaikan. Sekarang mari kita simak bagaimana implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran.
B. Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya konstruktivisme memandang belajar sebagai suatu proses mengkonstruksi pengetahuan melalui keterlibatan fisik dan mental secara aktif. Belajar juga merupakan suatu proses asimilasi dan menghubungkan bahan yang dipelajari dengan pengalaman-pengalaman yang dimiliki seseorang sehingga pengetahuan yang dimilikinya menjadi semakin kuat. Menurut Aunurahman terdapat beberapa hal prinsip yang berkaitan dengan pemahaman tentang belajar, yaitu:
1. Belajar berarti membentuk makna, dimana makna tersebut terbentuk dari hasil pengalaman siswa yang bersumber dari apa yang mereka lihat, rasakan, dan mereka alami sendiri.
2. Konstruksi berarti suatu proses yang berlangsung secara dinamis. Setiap kali seseorang berhadapan dengan fenomena atau pengalaman baru, maka siswa tersebut melakukan rekonstruksi.
3. Secara substansial, belajar bukanlah hanya sekedar aktivitas menghimpun fakta atau informasi, akan tetapi lebih kepada upaya pengembangan pemikiran-pemikiran baru.
4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi ketika skema pemikiran seseorang dalam keraguan yang menstimulasi pemikiran lebih lanjut sebagai upaya mendorong siswa belajar lebih meningkat.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa tentang lingkungannya
6. Hasil belajar siswa tergantung dari apa yang telah ia ketahui, baik berkaitan dengan pengertian, konsep, formula atau lainnya.
Jika kita cermati bahwa peran aktif siswa yang sangat penting di dalam pembelajaran konstruktivisme, ada baiknya kita bandingkan dengan pandangan behaviorisme yang memandang bahwa belajar merupakan aktivitas pengumpulan informasi yang diperkuat oleh lingkungannya, sedangkan konstruktivisme mengemukakan bahwa pengetahuan itu adalah kegiatan aktif siswa meneliti lingkungannya (Bettercourt dalam Aunurahman: 2009). Karena siswa aktif berperan membangun pengetahuan dan pemahamannya sendiri, maka setiap siswa harus mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Siswa hendaknya memahami karakteristik gaya belajarnya.
Sebagai contoh terdapat sebagian siswa yang merasa sangat terbantu mengingat suatu informasi atau konsep tertentu jika yang dia pelajari dibuat dalam bentuk skema, gambar atau symbol tertentu, sedangkan siswa yang lain sangat terbantu memahami suatu konsep jika mereka diberi kesempatan membuat kesimpulan yang mereka susun sendiri.
Menurut Suparno dalam Aunurrahman (2009) dalam kegiatan pembelajaran fungsi guru sebagai mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa bentuk tugas, yaitu:
1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggungjawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian
2. Memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan serta ide ilmiahnya.
3. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran-pemikiran siswa dapat didorong secara aktif.
Untuk itu guru perlu melakukan beberapa tindakan spesifik untuk mengoptimalisasikan perannya dalam proses pembelajaran (Aunurrahman:2009), yaitu:
a. Untuk meningkatkan kecermatan guru dalam memahami apa yang sudah diketahui oleh siswa, maka diperlukan interaksi antara guru dan siswa yang lebih intensif.
b. Tujuan pembelajaran dan aktivitas di kelas sebaiknya dibicarakan bersama dengan siswa agar mereka mendapat peran aktif dalam kegiatan-kegiatan tersebut dan mendapat pengalaman belajar melalui keterlibatan langsung di kelas.
c. Guru perlu berupaya secara intensif untuk mengetahui pengalaman-pengalaman belajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Untuk itu perlu ada pembinaan komunikasi antara guru dan siswa harus terus dikembangkan.
d. Guru perlu berupaya mendorong tumbuhnya rasa percaya diri siswa, bahwa mereka memiliki kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
e. Guru harus bersifat fleksibel, membina keakraban dengan siswa sehingga semakin dapat memahami pemikiran-pemikiran siswa serta kebutuhan belajar apa yang diperlukan siswa.
Dari uraian dan contoh yang dipaparkan tersebut, terdapat beberapa prinsip dasar pembelajaran konstruktivisme, yaitu:
1) Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif
2) Tekanan proses pembelajaran terletak pada siswa (student oriented)
3) Kegiatan mengajar adalah kegiatan membantu siswa belajar
4) Penekanan dalam proses pembelajaran lebih kepada proses bukan hasil akhir
5) Kurikulum menekankan partisipasi siswa
6) Guru adalah fasilitator.
DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Briggs,
Leslie J. (1977). Instructional Design, Principles and Applications, New Jersey: Educational Technology Publications Englewood Cliffs.
Masitoh, Laksmi Dewi. (2009) Strategi Pembelajaran. Jakarta: Modul Dual Mode Depag
Sagala, Syaiful. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Surya, Mohamad.(2003). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bakti Winaya
Smith, Mark K, dkk. (2009). Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Jogjakarta: Mirza Media Pustaka.
Sudjana, Nana.(1985) Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana IKIP Jakarta
Trianto.(2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pakar Raya.
No comments:
Post a Comment