Ketaksaan (ambiguitas)
dapat timbul dalam berbagai variasi tulisan atau tuturan. Sehubungan dengan ketaksaan ini
Kempson (1977) yang dikutip oleh Ullmann
(1976) dalam Djajasudarma (1993) menyebutkan tiga bentuk utama ketaksaan, ketiganya berhubungan dengan
fonetik, gramatikal, dan leksikal. Ketaksaan
ini muncul bila kita sebagai pendengar atau pembaca sulit untuk menangkap pengertian yang kita baca, atau
yang kita dengar. Berikut akan dibahasa
ketiga jenis ketaksaan yang disebutkan terdahulu,
yaitu ketaksaan fonetis, ketaksaan gramatikal, dan ketaksaan leksikal.
1.
Ketaksaan Fonetis
Ketaksaan pada tataran fonologi
(fonetik) muncul akibat berbaurnya bunyi-bunyi
bahasa yang dilafalkan. Kata-kata yang membentuk kalimat bila dilafalkan terlalu cepat, dapat mengakibatkan
keragu-raguan akan maknanya. Mis.,
[beruang] 'mempunyai uang' atau ‘nama binatang’; di dalam bahasa Inggris a near (nomina) 'sebuah
ginjal' atau ‘sebuah telinga'; di dalam bahasa
Sunda pigeulisna ‘giliran cantiknya' atau pigeu lisna ‘bisu
Lisna'. Ketaksaan fonetik ini terjadi
pada waktu pembicara melafalkan ujarannya.
Seorang kapten pesawat terbang dapat merasa ragu, apakah fifteen ataukah fifty, yang dapat membahayakan pesawat
dan seluruh awaknya, serta penumpangnya.
Oleh karena itu, untuk menghindari ketaksaan, si pendengar memohon kepada pembicara untuk mengulangi apa
yang diujarkannya.
2.
Ketaksaan Gramatikal
Ketaksaan
gramatikal muncul pada tataran morfologi dan sintaksis. Dengan demikian, ketaksaan gramatikal ini dapat
dilihat dengan dua alternatif. Pertama,
ketaksaan yang disebabkan oleh peristiwa pembentukan kata secara
gramatikal. Misalnya, pada tataran
morfologi (proses morfemis) yang mengakibatkan perubahan makna, prefiks peN-+pukul :
pemukul bermakna ganda: 'orang yang memukul' atau 'alat untuk memukul'. Alternatif kedua adalah ketaksaan pada
frasa yang mirip. Setiap kata membentuk
frasa yang sebenarnya sudah jelas, tetapi kombinasinya mengakibatkan maknanya dapat diartikan lebih dari satu
pengertian.
Misalnya,
di dalam bahasa Indonesia, frase orang
tua dapat bermakna ganda 'orang yang tua' atau 'ibu-bapak', demikian pula kalimat "Tono anak Tata
sakit." dapat menimbulkan ketaksaan
sehingga memiliki alternatif:
2. Tono, anak, Tata, sakit (tiga orang yang sakit)
3. Tono! anak Tata sakit (Anak Tata sakit) dst.
Download Isi Lengkap dari Makalah Ini :
No comments:
Post a Comment