Aristoteles, sebagai pemikir Yunani yang
hidup pada masa 384-322 SM, adalah pemikir
pertama yang menggunakan istilah “makna” lewat batasan pengertian kata yang menurut Aristoleles adalah “satuan terkecil
yang mengandung makna”. Dalam hal ini, Aristoteles
juga telah mengungkapkan bahwa makna kata itu dapat dibedakan antara makna yang hadir dari kata itu sendir secara
otonom, serta makna kata yang hadir akibat
terjadinya hubungan gramatikal.
Bahkan Plato (429-347 SM) dalam Cratylus menungkapkan bahwa bunyi-bunyi bahasa itu
secara implisit mengandung makna-makna tertentu.
Hanya saja memang, pada masa itu batas antara etimologi, studi makna, maupun studi makna kata, belum jelas. Salah seorang ahli bahasa klasik yang bernama
Reisig pada tahun 1825 mengungkapkan
konsep baru tentang grammar (tata bahasa) yang meliputi tiga unsur utama, yaitu etimologi, studi asal-usul kata
yang berhubungan dengan perubahan bentuk
maupun makna; sintaksis, tata kalimat; dan semasiologi, ilmu tanda
(makna). Istilah semasiologi yang
dikemukakan Reisig sebagai ilmu baru pada 1820-1925 belum disadari sebagai semantik.
Semantik baru dinyatakan sebagai ilmu makna pada tahun
1890-an dengan munculnya Essai de
Semantique karya Breal, yang kemudian disusul oleh karya dari Stern pada tahun 1931. Sebelum karya
Stern, di Jenewa telah lahir sebuah karya dari
Ferdinand de Saussure berjudul Cours de Linguisticque Generale yang
merupakan kumpulan bahan kuliah.
Pandangan Saussure ini merupakan pandangan aliran strukturalisme. Menurut pandangan ini, bahasa
merupakan satu sistem yang terdiri atas unsur-unsur
yang saling berhubungan, merupakan satu kesatuan (the whole unified). Selanjutnya, pandangan ini dijadikan titik
tolak penelitian yang sangat kuat mempengaruhi
berbagai penelitian, terutama di Eropa (Djajasudarma, 1993).
Para ahli linguistik mencoba menjelaskan tiga hal yang
berhubungan dengan makna, yaitu:
1. makna kata secara alamiah (makna
inheren);
2. mendeskripsikan makna kalimat
secara alamiah (makna kategori); dan
3. menjelaskan proses
komunikasi.
Dalam bahasa Indonesia, linguistik (bahasa Inggris linguistic)
memiliki dua pemahaman, sebagai
terjemahan dari bahasa Inggris linguistics, yaitu (1) ilmu bahasa dan (2) bahasa sebagai objek ilmu bahasa
(linguistik). Jadi, objek linguistik sebagai ilmu bahasa adalah linguistik (bahasa). Bila
dilihat berdasarkan konsep kajian kebahasaan de
Saussure, sign ‘tanda’ terbagi menjadi signans sebagai
komponen terkecil dari tanda, dan signatum
sebagai makna yang diacu oleh signans. Lain lagi dengan istilah yang digunakan Kaum Stoik, sign ‘tanda’
dibagi menjadi signifiant dan signifie.
Download Isi Lengkap dari Makalah Ini :
No comments:
Post a Comment