Abstract
INDONESIA:
Perkembangan Unit Jasa Keuangan Syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem alternatif dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah dalam menyediakan jasa keuangan yang sehat. Salah satu produk syariah yang paling populer di kalangan masyarakat saat ini adalah pembiayaan murabahah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pembiayaan murabahah dan perhitungan tingkat margin pembiayaan murabahah pada UJKS el-Dinar UIN Maliki Malang.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Dimana data yang diperoleh berupa data primer berupa hasil wawancara dengan pihak UJKS el-Dinar, yaitu Manager Operasional dan Kepala Bagian, serta 1 pihak nasabah pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumtif sedangkan data sekunder yang berupa data olahan yang dapat dipertanggungjawabkan dari sumber yang dapat dipercaya dengan melakukan wawancara.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi sistem perhitungan tingkat margin keuntungan murabahah pada UJKS el-Dinar benar- benar menganalisa kelayakan nasabahnya dalam memberikan besarnya pembiayaan. Analisa yang digunakan UJKS el-Dinar adalah 5C, persetujuan pimpinan dan bendahara serta masa kerja nasabah. Sedangkan perhitungan tingkat margin pembiayaan murabahah pada UJKS el-Dinar mempertimbangkan tiga faktor yaitu margin keuntungan rata-rata bank syariah (DCMR), bagi hasil dana pihak ketiga (ECRI), biaya overhead (biaya administrasi, biaya asuransi, dan biaya notaris). Sedangkan dalam penerapannya, UJKS el-Dinar menggunakan pendekatan tukang sayur (tawar menawar) dan lending rate yaitu pendekatan prosentase seperti bank konvensional. Adapun perhitungan yang ditetapkan selama ini adalah menggunakan metode flat.
ENGLISH:
The development of Islamic Financial Services Unit in Indonesia is a manifestation of social demand for an alternative system using sharia principles in providing healthy financial services. One of the most popular Islamic products in the community today is murabaha financing. This study aims to determine the application of murabaha financing and calculation of murabaha financing margin rate in UJKS el-Dinar UIN Maliki Malang.
The research used a qualitative research method with a descriptive approach. It employed primary data obtained from interviews with UJKS el- Dinar, the Operations Manager and Head of Section, as well as 1 client of customer financing and consumer financing. The secondary data consisted of reliable processed data from the interviews.
The results of this study shows that the implementation of murabaha profit margin rate calculation in UJKS el-Dinar completely analyzes its customer’s feasibility in granting the amount of the financing. UJKS el-Dinar usus analysis of 5C, the approval from its leader and treasurer, and customer tenure. The murabaha profit margin rate calculation in UJKS el-Dinar considers three factors: the average profit margin of Islamic banks (DCMR), profit sharing for the third-party funds (ECRI), overhead costs (administrative costs, insurance costs and notarial fees). In the implementation, UJKS el-Dinar users greengrocer approach (bargaining method) and the lending rate is the percentage approach similiar to approch used by conventional bank. It employs a flat rate as the calculation tool.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Sejarah Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia
tidak lepas dari undangundang yang pernah dibuat oleh pemerintah No.7 Tahun
1992. Undang-undang ini dianggap sebagai payung hukum bagi lahirnya lembaga
keuangan syariah. Undang-undang ini menyebutkan kemungkinan berdirinya sebuah
bank dengan sistem bagi hasil. UU ini lalu menjadi dasar lahirnya Bank Muamalat
Indonesia. Undang-undang ini kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang No.10
Tahun 1998 tentang Perbankan yang memungkinkan beroperasinya dual banking
sistem dalam sistem perbankan nasional. Akibatnya, sejumlah bank konvensional
di Indonesia membuka divisi syariah dalam sistem pelayanan mereka kepada para
nasabah. Pada tahun 2005 telah berdiri 3 Bank Umum Syariah (BUS) seperti: Bank
Muamalat Indonesia (BMI), Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Syariah Mega
Indonesia (BSMI). Selain itu sedikitnya terdapat 19 Unit Usaha Syariah (UUS)
seperti: IFI, Bukopin, Danamon, Niaga, BNI, BRI, BII, HSBC, BTN, Bank DKI, Bank
Jabar, BPD Sumut, BPD Riau, BPD Kalsel, BPD Aceh, BPD NTB, BPD Kalbar, dan BPD
Sumsel. Selain Unit Usaha Syariah ini, telah beroperasi 92 BPR Syariah. Seiring
dengan bertambahnya jumlah bank yang menyediakan layanan syariah, bank-bank ini
juga membuka jaringan kantornya di beberapa wilayah di 2 Indonesia. Penyebaran
jaringan perkantoran di beberapa wilayah ini tentu saja mengikuti tingkat
aktifitas bisnis yang berada di wilayah-wilayah tersebut. Dewasa ini
kantor-kantor bank syariah ini sudah menyebar di hampir seluruh pelosok tanah
air. (Nasution, 2007:291-292) Sekalipun pada tahun 2007 jumlah BUS masih sama
dengan tahun 2005 tetapi jumlah Unit Usaha Syariah meningkat menjadi 23 UUS dan
532 kantor cabang (termasuk Kantor Cabang Pembantu (KCP), Unit Pelayanan
Syariah (UPS), dan Kantor Kas (KK) dan 106 BPR Syariah. Aset perbankan syariah
per Mei 2007 lebih dari Rp 29 triliun dengan jumlah Dana pihak ketiga mencapai
Rp 22,5 triliun. Sekalipun jumlah aset perbankan syariah baru berkisar 1,63%
dan dana pihak ketiga yang terhimpun baru mencapai 1,69% dari total aset
perbankan nasional (per 2007), namun diprediksikan pertumbuhan dan
perkembangannya sangat menjanjikan di masa yang akan datang. (Antonio,
2001:46-57) Tiga tahun berikutnya, menurut data statistik yang dirilis Bank
Indonesia, pada akhir tahun 2010, jumlah bank umum syariah (BUS) yang
beroperasi di Indonesia telah mencapai 11 bank dan 23 unit usaha syariah serta
150 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). (http://www.bwi.or.id) Sejarah
perkembangan BMT di Indonesia dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di
Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syariah
bagi usaha kecil. Kemudian BMT lebih diberdayakan oleh ICMI sebagai sebuah
gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis
Usaha Kecil (PINBUK). BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan
dengan prinsip bagi hasil (syariah), menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan
kecil dalam rangka mengangkat 3 derajat dan martabat serta membela kepentingan
kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi: Baitul Tamwil
(Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta) – melakukan kegiatan
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas
ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung
dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal =
Harta) – menerima titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta mengoptimalkan
distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
(http://www.zarchisme.wordpress.com) Sedangkan perkembangan jumlah BMT di
Indonesia dari tahun ke tahun semakin berkembang. Hal ini dikarenakan BMT
ditangani secara serius, profesional dan kepercayaan masyarakat terhadap BMT
sangat besar. Dari tahun 2005-2010 jumlah BMT di seluruh Indonesia sekitar
3.307 unit dengan aset sekitar Rp 3,6 triliun. (http://www.kabarbisnis.com)
Meningkatnya jumlah lembaga keuangan syariah beberapa tahun belakangan
menunjukkan betapa prospek lembaga keuangan ini sangat menjanjikan di masa yang
akan datang. Setidaknya terdapat dua faktor yang melatar belakangi peningkatan
jumlah lembaga keuangan syariah beberapa tahun terakhir di Indonesia. Faktor
pertama adalah faktor eksternal. Faktor ini berkaitan dengan perkembangan
ekonomi yang terjadi di luar negeri. Beberapa negara di luar negeri baik yang
mayoritas penduduknya muslim maupun tidak telah mengembangkan sistem ekonomi
syariah. Maraknya usaha pengembangan kegiatan ekonomi syariah di beberapa
negara ini sangat sejalan dengan munculnya kesadaran 4 tentang pentingnya
memiliki identitas baru perekonomian negara mereka. Kesadaran baru inilah yang
pada gilirannya memberikan inspirasi bagi para pelaku ekonomi di tanah air
untuk mengembangkan sistem ekonomi yang sesuai dengan identitas mayoritas umat
Islam Indonesia. Sedangkan faktor internal yang menjadi pemicu berkembangnya lembaga
keuangan syariah di Indonesia adalah terkait dengan kondisi sosiologis bangsa
Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah Islam. Selain itu, Indonesia juga
merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Kenyataan sosiologis
inilah yang mendorong para cendekiawan dan praktisi ekonomi muslim Indonesia
untuk mendirikan lembaga keuangan yang sesuai dengan identitas keberagamaan
mereka. Pertimbangan bisnis juga menjadi pendorong tumbuhnya lembaga keuangan
syariah di Indonesia. Pangsa pasar muslim yang sangat besar di Indonesia
menjadi pertimbangan bisnis tersendiri bagi para pelaku ekonomi untuk
mengembangkan dan menyediakan layanan ekonomi yang sesuai dengan prinsip
keyakinan umat Islam. Faktor politik Indonesia yang kondusif turut memicu perkembangan
lembaga keuangan syariah di Indonesia. Harmonisasi hubungan antara Islam dan
negara di penghujung milineum memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi
tumbuhnya lembaga keuangan syariah di Indonesia. Selain faktor politik, faktor
keberagamaan masyarakat juga menjadi pendorong berdirinya lembaga keuangan
syariah di Indonesia. Munculnya kelas menengah muslim perkotaan yang religius
dan terdidik menjadi daya tarik tersendiri bagi lembaga keuangan syariah di
Indonesia. Kesadaran keberagamaan 5 kelompok ini bukan hanya dalam wilayah
ibadah mahdlah tapi juga menuju kesadaran bahwa keberagamaan harus meliputi
segala aspek kehidupan termasuk dalam kegiatan ekonomi. Daya tahan sistem
ekonomi syariah terhadap terpaan badai krisis ekonomi tahun 1997-1998 menjadi
faktor pendorong berdirinya lembaga keuangan syariah di Indonesia. Ketika
industri keuangan di Indonesia rontok akibat terpaan badai krisis keuangan,
bank syariah terbukti mampu bertahan di tengah terpaan badai krisis ekonomi
yang meluluh lantakkan hampir semua bank nasional maupun internasional. Apalagi
di era globalisasi saat ini, marak berbagai kecurangan bisnis yang
mengakibatkan terjadinya transformasi nilai untuk kembali ke fitrah manusia.
Ada pergeseran dari nilai intelektual ke emosional dan kemudian ke spiritual.
Agama Islam telah mengajarkan kepemilikan mutlak ada di tangan Allah. Semua
kegiatan perekonomian atau bisnis, mesti dilakukan dengan sikap hati-hati,
bersih, dan berazas kejujuran. Karena, kejujuran adalah kekuatan dan akhlak
resource, yang amat menentukan bagi perusahaan, dan termasuk langka di dapat,
pada hakikatnya menjadi sumber keunggulan bersaing, yang sangat kuat bagi
setiap usaha. (http://www.alkamil.co.id)
Lembaga
Keuangan Syariah yang ruang lingkupnya mikro yaitu Unit Jasa Keuangan Syari’ah
(UJKS) juga semakin menunjukkan eksistensinya. Seperti halnya bank syariah,
kegiatan Unit Jasa Keuangan Syari’ah (UJKS) adalah melakukan penghimpunan
(prinsip wadiah dan mudharabah) dan penyaluran dana (prinsip bagi hasil, jual
beli dan ijarah) kepada masyarakat. Penyaluran dana dengan prinsip jual beli
dilakukan dengan akad murabahah, salam, ataupun 6 istishna. Penyaluran dana
dengan prinsip jual beli yang paling dominan adalah murabahah. Begitu pun juga
yang dilakukan di UJKS el-Dinar. UJKS el-Dinar cukup menarik untuk dijadikan
obyek penelitian, karena jumlah pembiayaan di UJKS el-Dinar mengalami
perkembangan yang pesat dari awal berdiri sampai akhir tahun 2012. Perkembangan
tersebut selain memberikan pilihan yang semakin beragam kepada masyarakat
terhadap kebutuhannya, juga memberikan kontribusi yang sangat positif terhadap
dunia usaha dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Maka dari itu UJKS
el-Dinar digunakan sebagai objek dalam penelitian ini. Tabel 1.1. Perkembangan
Jumlah Pembiayaan di UJKS el-Dinar Jenis Pembiayaan Jumlah Pembiayaan 2011
Jumlah Pembiayaan 2012 Jumlah Nasabah 2011 Jumlah Nasabah 2012 Jumlah Nominal
2011 Jumlah Nominal 2012 Murabahah 64 94 61 89 536.234.800 804.352.200 Ijarah
20 30 20 30 123.088.000 184.632.000 Hiwalah 9 14 8 12 15.088.800 22.633.200
Qordh 1 1 1 1 1.120.000 1.680.000 Jumlah 94 139 90 132 675.531.600
1.013.297.400 Sumber: UJKS el-Dinar Berdasarkan tabel 1.1. di atas dapat
dilihat bahwa tercatat dari tahun 2011- 2012 pembiayaan di UJKS el-Dinar mengalami
peningkatan. Dari 4 pembiayaan yang ada di UJKS el-Dinar, pembiayaan murabahah
merupakan paling favorit di UJKS el-Dinar. Dari jumlah 233 pembiayaan
keseluruhan, 158 atau 67,81% diantaranya memakai akad murabahah. 7 Hal ini
sesuai dengan apa yang telah dikutip Karim (2006:113) bahwasanya murabahah
merupakan salah satu produk penyaluran dana yang cukup digemari oleh
masyarakat. Karena murabahah merupakan bentuk penjualan pembayaran yang ditunda
dan perjanjian komersil murni. Dimana murabahah merupakan akad jual beli barang
dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati. Di
sini karakteristik murabahah adalah si penjual memberitahu pembeli berapa harga
beli dan jumlah keuntungan yang ditambahkan dalam biaya tersebut. Murabahah adalah
akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin)
yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk
natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required
rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh). Para ulama mazhab berbeda
pendapat tentang biaya apa saja yang dapat dibebankan kepada harga jual barang
tersebut. Misalnya, ulama mazhab Maliki membolehkan biaya-biaya yang langsung
terkait dengan transaksi jual beli itu dan biaya-biaya yang tidak langsung
terkait dengan transaksi tersebut, namun memberikan nilai tambah pada barang
itu. (A Dawsk Hasheite, dalam Karim, 2006:114) Ulama mazhab Syafi’i membolehkan
membebankan biaya-biaya yang secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli
kecuali biaya tenaga kerjanya sendiri karena komponen ini termasuk dalam
keuntungannya. Begitu pula biayabiaya yang tidak menambah nilai barang tidak
boleh dimasukkan sebagai komponen biaya. (Al-Syarbini, dalam Karim, 2006:114)
Ulama mazhab
Hanafi membolehkan membebankan biaya-biaya yang secara umum timbul dalam suatu
transaksi jual beli, namun mereka tidak membolehkan biaya-biaya yang memang
semestinya dikerjakan oleh si penjual. (Al-Kasani, dalam Karim, 2006:114) Ulama
mazhab Hambali berpendapat bahwa semua biaya langsung maupun tidak langsung
dapat dibebankan pada harga jual selama biaya-biaya itu harus dibayarkan kepada
pihak ketiga dan akan menambah nilai barang yang dijual. (Al-Bahuti, dalam
Karim, 2006:114) Jadi dapat disimpulkan keempat ulama tersebut bahwa jual beli
murabahah sah menurut hukum walaupun tidak mempunyai rujukan atau referensi
langsung dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Jual beli murabahah merupakan jual
beli amanah, karena pembeli memberikan amanah kepada penjual untuk
memberitahukan harga pokok barang tanpa bukti tertulis. Atau dengan kata lain
dalam jual beli tidak diperbolehkan berkhianat. Aplikasi konsep murabahah dalam
perbankan syariah ini menimbulkan pendapat yang kontroversial di kalangan ulama
tentang halal tidaknya. Karena salah satu penyebab perbedaan pendapat itu
adalah dalam pengambilan keuntungan pada transaksi jual beli murabahah. (Ubay
Harun, 2006 dalam Khoiriyah:2012) Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Mukhlisoh (2008) yang meneliti tentang Aplikasi Manajemen Risiko Pembiayaan
Murabahah pada BMT Syariah Pare Kediri didapati bahwa manajemen risiko
pembiayaan murabahah pada BMT Syariah Pare Kediri telah tersusun dengan rapi,
hal ini bisa dilihat dari sedikitnya risiko yang tidak bisa ditangani. Manajemen
risiko pada BMT Syariah Pare Kediri diawali dengan identifikasi, klasifikasi
nasabah, penanganan, evaluasi dan hapus 9 buku. Adapun strategi yang dilakukan
untuk mengatasi risiko adalah analisa atau survei dengan 5C, memberi pembiayaan
pada usaha yang tidak berisiko tinggi, seleksi nasabah, memperbanyak jumlah
nasabah, pemerataan usaha, cek fisik dan foto jaminan serta menilai barang
jaminan dengan harga yang tidak tinggi. Sedang kendala yang dihadapi dalam
aplikasi manajemen risiko pembiayaan murabahah adalah faktor intern; yakni
karyawan yang kurang teliti, dan fakor ekstern yakni nasabah yang kurang
komunikatif dan barang jaminan yang tidak ada. Nurhayati (2010) menyatakan
bahwa berdasarkan rasio aktivitas dapat diketahui bahwa kadangkala tingkat
perputaran piutang murabahah tidak begitu baik, jumlahnya dalam tiga tahun
terakhir justru semakin bertambah. Kenyataan yang ada menimbulkan persepsi
bahwa pada dasarnya ada tiga faktor yang mempengaruhi kelancaran penyaluran
pembiayaan, yaitu: faktor bank secara intern, faktor ekonomi makro, dan juga
faktor debitur secara intern.
Untuk mengatasi
masalah yang dihadapi BMT Syariah Pare dapat dilakukan perbaikan dalam sistem
pengawasan pemberian pembiayaan. Selain itu perusahaan juga harus membuat
kebijakan penarikan piutang yang lebih tegas untuk mengatasi pembiayaan
bermasalah. Khoiriyah (2012) juga mengungkapkan bahwa dalam penerapan
pembiayaan murabahah bank BRI Syariah benar-benar menganalisa kelayakan
nasabahnya dalam memberikan besarnya pembiayaan. Dalam menentukan margin
keuntungan bank BRI Syariah mempertimbangkan lima faktor yaitu margin
keuntungan rata-rata bank syariah (DCMR), suku bunga yang ditetapkan bank
konvensional (ICMR), bagi hasil dana pihak ketiga (ECRI), biaya overhead (biaya
administrasi, biaya asuransi dan biaya notaris), keuntungan yang diinginkan 10
(profit target) dengan mempertimbangkan inflasi dan suku bunga pasar. Sedangkan
dalam perhitungannya, bank BRI Syariah menggunakan pendekatan tukang sayur
(tawar menawar) dan lending rate yaitu pendekatan prosentase seperti bank
konvensional. Adapun perhitungan yang diterapkan selama ini adalah menggunakan
metode annuitas. Berbicara masalah margin keuntungan dalam pembiayaan
murabahah, kita sebagai umat Islam masih sering bertanya-tanya. Tetapi satu hal
yang harus kita ingat bahwa murabahah merupakan jual beli, dimana jual beli
memang dianjurkan dalam Islam dan jika melakukan transaksi jual beli sudah
pasti pihak penjual akan mengambil keuntungan dari transaksi tersebut. Walaupun
dibolehkan, dalam pengambilan keuntungan tresebut tidak boleh melebihi batas
yang telah disyariatkan oleh Islam. Dari sinilah peneliti ingin menentukan
margin dan faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan
prosentase margin. Peneliti memilih tempat penelitian di UJKS el-Dinar karena
UJKS el-Dinar merupakan lembaga keuangan mikro yang ruang lingkupnya lebih
kecil dari bank. Dari uraian di atas penulis mengambil judul “Penerapan Sistem
Perhitungan Tingkat Margin Dalam Pembiayaan Murabahah (Studi Pada UJKS el-Dinar
UIN Maliki Malang)”.
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana
implementasi sistem perhitungan tingkat margin keuntungan murabahah pada UJKS
el-Dinar?
2. Bagaimana perhitungan
tingkat margin pembiayaan murabahah pada UJKS el-Dinar? 1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan
implementasi sistem perhitungan tingkat margin keuntungan murabahah pada UJKS
el-Dinar.
2. Untuk mendeskripsikan
perhitungan tingkat margin pembiayaan murabahah pada UJKS el-Dinar.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Akademik Hasil
penelitian ini dapat dijadikan referensi lebih lanjut dalam rangka menentukan
margin murabahah di lembaga keuangan syariah dan juga dapat dijadikan bahan
perbandingan antara teori dan realita.
2. Bagi UJKS El-Dinar Hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai salah satu sarana dalam mengambil keputusan terkait dengan
produk pembiayaan murabahah di masa mendatang.
3. Bagi Nasabah Berguna
untuk mengetahui penerapan UJKS el-Dinnar dalam menentukan margin keuntungan
pada produk murabahah-nya.
1.5.
Batasan Penelitian Masalah ini dibatasi pada penerapan sistem perhitungan
margin keuntungan murabahah dengan pertimbangan beberapa faktor dan untuk
mengenali lebih mendalam tentang pelaksanaan perhitungan margin keuntungan pada
akad murabahah.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Manajemen :Penerapan sistem perhitungan tingkat margin dalam pembiayaan murabahah: Studi pada UJKS El-Dinar UIN Maliki Malang. Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment