Abstract
INDONESIA:
Tingkat kesehatan perusahaan sangatlah penting artinya bagi perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dalam menjalankan usahanya, sehingga kemampuan untuk memperoleh keuntungan dapat ditingkatkan yang akhirnya dapat menghindari adanya kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan. Salah satu indikator kebangkrutan suatu perusahaan adalah delisting dari BEI. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manakah diantara model Altman, Springate, Zmijewski, Ohlson dan Grover yang paling tepat sebagai detektor kebangkrutan pada perusahaan.
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan yang telah delisting dari Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014 dengan menggunakan pendekatan studi laporan keuangan tiga tahun sebelum perusahaan tersebut di delisting. Teknik pengambilan objek dalam penelitian ini adalah dengan purposive sampling. Dalam penelitian ini sampel yang dipakai sebanyak 12 perusahaan dari 17 perusahaan yang didelisting selama periode penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model Altman memiliki tingkat akurasi sebesar 58,33%, Springate memiliki tingkat akurasi sebesar 66,67%, Zmijewski memiliki tingkat akurasi sebesar 33,33%, Ohlson memiliki tingkat akurasi sebesar 8,33% dan Grover memiliki tingkat akurasi sebesar 41,67%. Dari kelima model analisis kebangkrutan yang digunakan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model Springate merupakan model yang paling tepat digunakan sebagai detektor kebangkrutan dengan tingkat akurasi sebesar 66,67%. Hal ini karena perusahaan yang mengalami kebangkrutan memiliki kecenderungan menghasilkan modal bersih yang kecil dari total asetnya, kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dari aktivanya semakin kecil, semakin kecilnya tingkat penjualan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktivanya, dan semakin kecil kemungkinan laba sebelum pajak dapat menutupi hutang lancar yang dimiliki perusahaan.
ENGLISH:
The level of corporate health is very important for the company to improve efficiency in the operations, so the ability to make a profit can be improved which can eventually avoid the possibility of bankruptcy of a company. The bankruptcy of a company begins with the emergence of financial difficulties (financial distress). The aim of this study was to determine which of the Altman model, Springate, Zmijewski, Ohlson and Grover most accurate in predicting financial distress at the company who have delisted from the Indonesia Stock Exchange in 2010-2014.
This research use qualitative descriptive method. The object of this research are companies that have been delisted from the Indonesia Stock Exchange in 2010-2014 by using a three-year study of the financial statements before the company delisted. The object of this study used purposive sampling method. In which 12 companies from 17 companies which delisted during the study period is used as the sample in this study.
The results showed that the model Altman has an accuracy rate of 58.33%, Springate has a 66.67% accuracy rate, Zmijewski has an accuracy rate of 33,33%, Ohlson has an accuracy rate of 8.33% and an accuracy Grover amounting to 41.67%. Of the five bankruptcy analysis model used in this study can be concluded that the model Springate is the most appropriate model is used as detector of bankruptcy with a level of accuracy of 66.67%. This is because corporate bankruptcies have a tendency to produce a net capital smaller than total assets, the company's ability to generate earnings before interest and tax of assets is getting smaller, the small level of the selling company with all its assets, the smaller profit will be got by the company before the tax which covered the debt that the company had.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, ekonomi global sedang mengalami
pergolakan. Pergolakan tersebut memiliki dampak negatif terhadap negara-negara
berkembang tak terkecuali Indonesia. Seperti yang diungkapkan oleh Christine
Lagarde (Managing Director IMF) dalam kuliah umum di Universitas Indonesia
sebagai berikut, “Seperti banyak negara berkembang lain, Indonesia saat ini
sedang diterpa serangan lain dari gejolak keuangan global. Dalam empat tahun
terakhir, ekonomi Indonesia telah melambat dan baru-baru ini turun di bawah 5%,
yang merupakan level terendah untuk pertama kalinya sejak krisis keuangan
global” (cnnindonesia.com). Melihat kondisi perekonomian Indonesia yang cukup
tidak stabil karena masih sangat terpengaruh oleh keadaan ekonomi dan politik
dunia, tidak dipungkiri bahwa setiap perusahaan akan dibayang-bayangi dengan
adanya pendatang baru yang lebih kompetitif dan turunnya kinerja atau performa
(inovasi) perusahaan yang bisa mengakibatkan bangkrutnya usaha mereka karena
berbagai faktor. Untuk itu diperlukan sebuah penilaian kondisi kesehatan
perusahaan sebagai antisipasi terjadinya kebangkrutan suatu perusahaan. Tingkat
kesehatan perusahaan sangatlah penting artinya bagi perusahaan untuk
meningkatkan efisiensi dalam menjalankan usahanya, sehingga kemampuan 2 untuk
memperoleh keuntungan dapat ditingkatkan yang akhirnya dapat menghindari adanya
kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan. Kebangkrutan suatu perusahaan akan
menimbulkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan pemilik maupun
karyawan yang harus kehilangan pekerjaannya. Hal ini sebenarnya tidak akan
menimbulkan permasalahan yang lebih besar kalau proses kebangkrutan pada suatu
perusahaan dapat diprediksi lebih dini sehingga dapat mengurangi risiko
terjadinya kebangkrutan tersebut. Risiko kebangkrutan bagi perusahaan
sebenarnya dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangan, dengan cara
melakukan analisis terhadap laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahan
yang bersangkutan. Analisis laporan keuangan merupakan alat untuk mengetahui
posisi keuangan serta hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan. Analisis
kebangkrutan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat
apakah perusahaan tersebut nantinya akan bangkrut atau tidak. Analisis ini
sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk melakukan antisipasi yang diperlukan
dari peringatan awal kebangkrutan. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan
tersebut ditemukan, semakin baik bagi pihak manajemen, karena dapat melakukan
perbaikan sejak awal (Hanafi, 2003:263). Indikator perusahaan bangkrut di pasar
modal adalah perusahaan delisting (Fatmawati, 2012). Semua kewajiban perusahaan
yang telah dikeluarkan dari bursa sebagai perusahaan tercatat akan terhapus
juga, termasuk kewajiban untuk menerbitkan laporan keuangan. Bagi perusahaan go
public yang telah mencatatkan sahamnya, delisting ini merupakan suatu kerugian.
Hal ini terjadi 3 karena perusahaan tersebut tidak bisa lagi menjual sahamnya
untuk mendapatkan dana dari masyarakat. Bagi investor, perusahaan yang sudah
delisted adalah identik dengan bangkrut, karena sudah tidak bisa lagi investasi
di perusahaan tersebut.(Fatmawati, 2012) Terjadinya delisting beberapa
perusahaan go-public di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang disebabkan karena
kesulitan likuiditas juga merupakan bukti dari fenomena bahwa suatu perusahaan
cenderung akan mengalami financial distress bahkan bisa terjadi kebangkrutan.
Menurut Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor : Kep- 308/BEJ/07-2004
tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting)
Saham di Bursa, “Penghapusan pencatatan (Delisting) adalah penghapusan efek
dari daftar efek yang tercatat di bursa sehingga efek tersebut tidak dapat
diperdagangkan di bursa”. Delisting atas suatu saham dari daftar Efek yang
tercatat di bursa dapat terjadi karena dua hal yaitu permohonan delisting saham
yang diajukan sendiri oleh perusahaan tercatat, atau delisting karena efek
dihapus pencatatan sahamnya oleh bursa. Salah satu hal yang dipertimbangkan
oleh BEI dalam penentuan perusahaan yang didelisting atau tidak adalah laporan
keuangan perusahaan tercatat. Laporan keuangan merupakan cerminan keadaan suatu
perusahaan. Analisis laporan keuangan merupakan alat yang penting untuk
memperoleh informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan serta
hasil yang telah dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang
telah diterapkan. Melakukan analisis laporan keuangan dan mengetahui rasio
keuangan perusahaan bertujuan untuk mengetahui tingkat kesehatan dan kondisi
keuangan 4 perusahaan dari tahun ke tahun apakah mengalami peningkatan atau
penurunan kinerja. Analisis diskriminan dilakukan untuk memprediksi
kebangkrutan suatu perusahaan dua sampai lima tahun sebelum perusahaan tersebut
diprediksi bangkrut. Hal ini yang mendorong perlunya peringatan dini adalah
munculnya problematika keuangan yang mengancam operasional perusahaan. Faktor
modal dan risiko keuangan mempunyai peranan penting dalam menjelaskan fenomena
kepailitan / tekanan keuangan perusahaan tersebut. Penelitian mengenai alat
deteksi kebangkrutan telah banyak dilakukan sehingga memunculkan berbagai model
dalam menghitung apakah perusahaan tersebut nantinya akan bbangkrut atau tidak
yang digunakan sebagai alat untuk memperbaiki kondisi perusahaan sebelum
perusahaan mengalami kebangkrutan (Endri, 2009). Seperti yang dinyatakan Nidhi
dan Saini (2013) bahwa keadaan keuangan perusahaan dapat dinilai menggunakan
rasio keuangan standar. Beberapa alat deteksi kebangkrutan yang dapat digunakan
yaitu model Altman Zscore (1968), model Springate (1978), model Zmijewski
(1983), model Ohlson (1980) serta model Grover (2003). Altman (1968) menguji
manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan Altman menggunakan
multivariate discriminant analysis dalam menguji manfaat lima rasio keuangan
dalam memprediksi financial distress. Menurut Altman teknik pengunaan MDA
mempunyai kelebihan dalam mempertimbangkan karakteristik umum dari perusahaan
yang relevan, termasuk interaksi antar perusahaan tersebut dan mengkombinasikan
berbagai rasio menjadi 5 suatu model prediksi yang berarti dan dapat digunakan
untuk seluruh perusahaan, baik perusahaan publik, pribadi, manufaktur, ataupun
perusahaan jasa dalam berbagi ukuran. Hasil analisis menunjukkan bahwa rasio
keuangan (profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas) bermanfaat dalam
memprediksi kebangkrutan dengan keakuratan yang cenderung menurun untuk periode
waktu yang lebih lama. Hadi dan Anggraeni (2008) melakukan penelitian tentang
pemilihan prediktor delisting terbaik (perbandingan antara the zmijewski model,
the altman model dan the springate model). Hasil dari penelitian tersebut
menyatakan bahwa model Altman merupakan prediktor terbaik di antara ketiga
prediktor yang dianalisa yaitu model Altman Z-score, model Zmijewski dan model
Springate. Springate (1978) menghasilkan model penentu kebangkrutan yang dibuat
dengan mengikuti prosedur model Altman (Prihanthini dan Sari, 2013). Dengan
mengikuti prosedur yang dikembangkan Altman, Springate mengunakan step– wise
multiple discriminate analysis untuk memiih empat dari 19 rasio keuangan yang
popular sehingga dapat membedakan perusahaan yang berada dalam zona bangkrut
atau zona aman, dengan menggunakan 40 perusahaan sebagai sampelnya. Imanzadeh,
et.al. (2011) dalam penelitiannya yang berjudul A Study of the Application of
Springate and Zmijewski Bankruptcy Prediction Models in Firms Accepted in
Tehran Stock Exchange menghasilkan bahwa model Springate lebih konservatif
daripada model Zmijewski. Dimana rasio keuangan yang digunakan model Springate
lebih mencerminkan keadaan pada saat penelitian dibandingkan dengan rasio
keuangan yang digunakan dalam model Zmijewski. 6 Zmijewski (1984), dalam
Fatmawati (2012) metode Zmijewski (X-Score) menggunakan analisis rasio yang
mengukur kinerja, leverage, dan likuiditas suatu perusahaan untuk model
prediksinya. Zmijewski menggunakan probit analisis yang diterapkan pada 40
perusahaan yang telah bangkrut dan 800 perusahaan yang masih bertahan saat ini.
Fatmawati (2012) melakukan penelitian tentang tentang penggunaan the zmijewski
model, the altman model, dan the springate model sebagai prediktor delisting.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa model Zmijewski merupakan model yang
lebih akurat daripada model Altman Zscore dan model Springate. Salah satu Studi
Empiris Kebangkrutan Metode MDA adalah metode Ohlson. Ohlson (1980) mendeteksi
perusahaan bangkrut dengan menggunakan model analisis logit. Ohlson dalam
penelitiannya menggunakan sampel 105 perusahaan bangkrut serta 2058 perusahaan
yang tidak bangrut pada periode 1970-1976. Berbeda dengan penelitian
sebelumnya, Ohlson menggunakan analisis logit kondisional untuk menghilangkan
analisis MDA. Variabel rasio keuangan yang digunakan adalah size (log (total
asssets/GNP Price-level index)), total liabilities/total assets, working
capital/total assets, current liabilities/current assets, net income/total
assets, funds from operations/total liabilities. Penelitian Ohlson ini
menggambarkan model logit secara tepat dan penyampelan yang sesuai dengan
populasi antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut dengan ketepatan
prediksi untuk seluruh variabel rasio keuangan sebesar 96,3%. Wulandari, et al
(2014) mendukung penelitian yang dilakukan Ohslon yang menyatakan bahwa 7 model
Ohlson adalah model analisis yang paling efektif dan akurat dalam perusahaan
Food and Beverages di BEI pada periode 2010-2012. Model Grover (2003) merupakan
model yang diciptakan dengan melakukan pendesainan dan penilaian ulang terhadap
model Altman Z-Score. Jeffrey S. Grover menggunakan sampel sesuai dengan model
Altman Z-score pada tahun 1968, dengan menambahkan tiga belas rasio keuangan
baru. Sampel yang digunakan sebanyak 70 perusahaan dengan 35 perusahaan yang
bangkrut dan 35 perusahaan yang tidak bangkrut pada tahun 1982 sampai 1996.
Prihatini dan Sari (2013) menyatakan hal yang sama bahwa model Grover merupakan
model yang paling sesuai diterapkan pada perusahaan Food and Beverage yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) karena model ini memiliki tingkat
keakuratan yang paling tinggi dibandingkan dengan model prediksi lainnya yaitu
sebesar 100%. Melihat perbedaan hasil penelitian di atas, maka penelitian kali
ini mengkaji tentang perbedaan model Altman Z-score, model Springate, model
Zmijewski, model Ohlson dan model Grover untuk melakukan analisis kebangkrutan.
Karena dari penelitian-penelitian terdahulu, masih belum menemukan model
prediksi yang paling tepat. Penelitian tentang kebangkrutan suatu perusahaan
telah banyak dilakukan di dunia tak terkecuali di Indonesia.
Akan tetapi penelitian tentang
perusahaan delisted serta analisis ketepatan model yang tepat masih sangat
terbatas. Padahal apabila kita telaah dengan seksama, perusahaan yang delisted
sangatlah tepat apabila dijadikan objek pada penelitian tentang model analisis
kebangkrutan. 8 Perusahaan yang delisted dari BEI sudah dapat dipastikan
mengalami kesulitan keuangan. Hal ini dapat dicermati dalam Keputusan Direksi
PT Bursa Efek Jakarta Nomor : Kep- 308/BEJ/07-2004 bahwa bursa menghapus
pencatatan saham perusahaan tercatat apabila perusahaan tercatat mengalami
kondisi salah satunya laporan keuangan memperoleh pendapat disclaimer selama 3
(tiga) tahun berturut-turut dan laporan keuangan adverse untuk tahun buku
terakhir. BEI melakukan pemantauan terhadap perusahaan-perusahaan yang terdaftar
sebagai perusahaan efek di Indonesia setiap periodenya (6 bulanan). Pada setiap
periodenya apabila ada perusahaan yang mengalami kondisi yang telah ditentukan
peraturan diatas, maka BEI akan mendelisting perusahaan tersebut. Tidak setiap
periode ada yang didelisting, seperti tahun 2010 tidak ada perusahaan yang
didelisting tetapi pada tahun berikutnya yaitu 2011 ada 5 perusahaan yang
didelisting. Berikut tabel perusahaan yang didelisting dari BEI selama periode
2010-2014. Tabel 1.1 Jumlah Perusahaan Delisting di BEI Periode 2010-2014 No.
Tahun Jumlah Perusahaan Delisting 1 2010 0 perusahaan 2 2011 5 perusahaan 3
2012 4 perusahaan 4 2013 7 perusahaan 5 2014 1 perusahaan Sumber: idx.co.id
Selain itu perusahaan yang delisted memenuhi kriteria perusahaan yang akan
mengalami kebangkrutan dengan tanda-tanda yaitu penurunan laba secara
terus-menerus dan perusahaan mengalami kerugian. Berikut grafik yang 9
menunjukkan bahwa beberapa perusahaan delisted mengalami penurunan bahkan
sampai minus. Gambar 1.1 Grafik laba perusahaan tiga tahun sebelum mengalami
delisting Sumber: Data diolah peneliti, 2015 Dari grafik diatas dapat diketahui
bahwa perusahaan yang delisting dari Bursa Efek Indonesia terbukti mengalami
salah satu gejala kebangkrutan. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ketepatan Model Altman, Springate,
Zmijewski, Ohlson dan Grover Sebagai Detektor Kebangkrutan (Studi Kasus pada
Perusahaan yang Delisting di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2010-2014)”. Th -3
Th -2 Th -1 ASIA -8852 -6387 -804 PTRA -4 -246 -36 SIIP -947 -987 -7389 -10000
-9000 -8000 -7000 -6000 -5000 -4000 -3000 -2000 -1000 0 ASIA PTRA SIIP 10
1.2 Rumusan Masalah
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi hasil model Altman,
Springate, Zmijewski, Ohlson dan Grover sebagai detektor kebangkrutan
perusahaan?
2. Manakah diantara model Altman,
Springate, Zmijewski, Ohlson dan Grover yang paling tepat sebagai detektor
kebangkrutan perusahaan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah
dipaparkan, tujuan penelitian ini adalah:
1.
Mengetahui
implementasi hasil model Altman, Springate, Zmijewski, Ohlson dan Grover
sebagai detektor kebangkrutan perusahaan
2. Mengetahui model yang
paling tepat diantara model Altman, Springate, Zmijewski, Ohlson dan Grover
sebagai detektor kebangkrutan perusahaan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Perusahaan
Diharapkan penelitian ini menjadi bahan pertimbangan dalam menggunakan model
analisis kebangkrutan yang tepat untuk menilai kondisi keuangan perusahaan yang
berpotensi mengalami kebangkrutan dengan didelistingnya perusahaan dari Bursa
Efek Indonesia.
1.4.2 Bagi Investor
Diharapkan penelitian ini menjadi bahan pertimbangan dalam menggunakan model
yang tepat untuk menilai kondisi keuangan perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan investasi di masa yang akan datang. 1.4.3 Bagi Akademisi
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan dan informasi
tentang model-model analisis kebangkrutan sebagai detektor kebangkrutan
perusahaan serta sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.4.4 Bagi Penulis Penelitian ini dapat memperluas wawasan penulis
di bidang keuangan secara khusus dalam analisis menggunakan model analisis
kebangkrutan Altman, Springate, Zmijewski, Ohlson dan Grover sebagai detektor
kebangkrutan perusahaan yang terancam delisting pada perusahaan yang telah go
public
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Manajemen : Analisis ketepatan model altman, springate, zmijewski, ohlson dan grover Sebagai detektor kebangkrutan: Studi kasus pada perusahaan yang delisting di bursa efek Indonesia (BEI) Periode 2010-2014. Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment