Abstract
INDONESIA:
Budaya organisassi kerja-kekeluargaan (work-family culture) yang masih erat kaitannya dengan budaya organisasi kolektivisme yang dikemukakan oleh Hofstede ini berkembang di wilayah timur yang memiliki ciri khusus yaitu bekerja berkelompok dan rasa kekerabatan yang masih kental khususnya pada suku jawa. PT. Gunung Mas Gondanglegi Malang sebagian besar memiliki karyawan yang berasal dari suku jawa, maka dengan adanya penelitian ini bertujuan utuk menganalisis budaya organisasi kerja-kekeluargaan (work-family culture) yang ada pada PT. Guung Mas Gondanglegi Malang berdasarkan persepsi anggota organisasi.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dan pendekatan etnografi yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan memberikan gambaran yang mendalam tentang budaya kerja-kekeluargaan yang berkembang pada perusahaan PT. Gunungmas Gondanglegi Malang. Data-data penelitian diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan ketentuan sesuai dengan metode pendekatan etnografi.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa implementasi budaya organisasi kerja-kekeluargaan (work-family culture) yang ada pada PT. Gunung Mas Gondanglegi Malang masih dirasa sangat kental, hal ini ditandai dengan tingginya rasa gotong royong antar karyawan, rasa paseduluran yang kuat, dan suasana kerja yang nyaman dan tidak mengikat. Penerapan budaya organisasi semacam ini tidak lepas dari latar belakang perusahaan sebagai perusahaan keluarga dan karyawan yang kebanyakan memiliki hubungan kekeluargaan.
ENGLISH:
Work-family culture are closely related to the organizational culture of collectivism proposed by Hofstede which developed in the eastern region that have specific characteristics such as work in groups and have a strong sense of kinship, especially in Java tribe. PT. Gunung Mas Gondanglegi Malang have a lot of employees who come from Java tribe, this research will be analyze the work-family culture at PT. Gunung Mas Gondanglegi Malang based on the perception of the organization's members.
This research uses descriptive qualitative and ethnographic approach. The aims of this research to describe and provide in-depth description about the work- family culture that developed at PT. Gunung Mas Gondanglegi Malang. Data were obtained through observation, interviews, and documentation in accordance with the provisions of the ethnographic approach.
The results of this study indicate that the work-family culture at PT.Gunung Mas Gondanglegi Malang still exists. It is characterized by a high sense of mutual cooperation among employees, strong brotherhood, and a comfortable working environment. This occurs because the background of the company as a family company and employees who mostly have a familial relationship.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sebagian besar organisasi maupun perusahaan yang telah berdiri akan
mempunyai budaya organisasi yang berbeda tergantung dari lingkungan perusahaan
dan jenis perusahaan tersebut. Budaya organisasi adalah sebagai identitas
sebuah organisasi maupun perusahaan dikarenakan masing-masing organisasi akan
memiliki budaya yang berbeda, maka dari itu perbedaan budaya organisasi
tersebut mampu memberikan keragaman budaya yang nantinya akan memberikan efek
yang positif bagi organisasi atau bahkan sebaliknya akan memberikan dampak yang
buruk terhadap organisasi tersebut.
Budaya organisasi
berpengaruh besar pada kemampuan perusahaan untuk mengubah arah strategisnya
yakni budaya perusahaan yang kuat cenderung untuk menolak perubahan karena
adanya keinginan untuk mempertahankan pola perilaku yang stabil. Budaya yang
optimal adalah budaya yang dapat mendukung dengan baik misi dan strategi
perusahaan yang merupakan bagian didalamnya, sehingga budaya organisasi harus
mengikuti strategi yang telah ditetapkan perusahaan (Hunger dan Wheelen dalam
Sudiro, 2011:44). Budaya organisasi dapat berpengaruh terhadap perilaku anggota
atau individu serta kelompok di dalam suatu organisasi, dengan demikian
perilaku ini dapat berpengaruh pula pada pencapaian prestasi individu, kelompok
maupun organisasi tersebut, hal ini secara langsung akan meningkatkan efektif
atau tidaknya pencapaian tujuan organisasi, produktif atau tidaknya kinerja
anggota organisasi yang ada, dan tinggi atau rendahnya 2 komitmen organisasi
para anggota organisasi tersebut (Siswanto dan Sucipto, 2008:146). Budaya
organisasi secara umum memiliki peran sebagai pemberi identitas organisasi
kepada anggota organisasi dan memberikan ciri khusus kepada organisasi tersebut
sebagai corak pembeda antara budaya yang satu dengan yang lain, hal ini
diperkuat dengan teori Robbins (2006:725), berpendapat bahwa budaya memiliki
beberapa peran di antaranya adalah budaya sebagai tapal batas, yang artinya
bahwa budaya menciptakan pembedaan antara satu organisasi dengan organisasi
yang lain, budaya dapat dijadikan sebagai identitas yang dimiliki oleh
anggotanya, budaya dapat menjadi perekat hubungan dan mempermudah timbulnya
komitmen para anggotanya, budaya sebagai perekat sosial para anggotanya
sehingga dapat dijadikan tolok ukur dalam interaksi para anggotanya,yang
terakhir dari fungsi budaya adalah budaya sebagai pengendali dan pemandu
perilaku para anggotanya. Baik ataupun buruknya budaya organisasi akan sangat
dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang ada dalam organisasi ataupun perusahaan
tersebut. Berhasil atau tidaknya suatu perusahaan dalam mencapai kinerja yang
baik sangat ditentukan oleh seorang pemimpin. Suatu perusahaan dalam melakukan
aktivitasnya diisyaratkan memiliki pemimpin handal yang mampu mengantisipasi
masa depan organisasi dan mengambil peluang dari perubahan yang ada sehingga
dapat mengarahkan organisasi untuk sampai pada tujuannya. Sebuah budaya akan
selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat maupun berorganisasi. Dalam menjalani
hidup bermasyarakat maka akan memiliki budaya 3 yang khas, masing-masing
masyarakat yang satu dengan yang lain akan berbeda, dan budaya tersebut akan
menjadi identitas yang akan membedakan antara masyarakat yang satu dengan yang
lain. Budaya dalam organisasi tidak jauh berbeda dengan budaya yang ada dalam
masyarakat. Pengembangan budaya dalam sebuah organisasi akan memberikan sebuah
identitas yang bertujuan untuk pembeda antara organisasi yang satu dengan yang
lain. Kebudayaan tersebut secara sadar atau tidak akan mempengaruhi sikap dan
perilaku dalam berbagai aspek kehidupan berorganisasi (Wirawan, 2007). Pendapat
yang dikemukakan oleh Hofstede (1986:21), bahwa budaya merupakan berbagai
interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang mempengaruhi kelompok-kelompok orang
dalam lingkungannya, terdapat 5 (lima) dimensi organisasi yang dikemukakan oleh
Hofstede yaitu individualisme, kolektivisme, jarak kekuasaan, penghindaran
ketidakpastian, dan maskulinitas. Berdasarkan konsep umum budaya organisasi
dari Hofstede (2001), titik awal setiap budaya organisasi dan budaya sub
anggota menunjukan adanya pola fikir yang seragam, berkomunikasi dan
berperilaku seragam. Perkembangan budaya organisasi pada saat ini telah menjadi
perhatian yang serius dan menjadi perbincangan yang menarik. Dari beberapa
jenis budaya organisasi yang berkembang terdapat budaya organisasi kekeluargaan
yang mana budaya organisasi tersebut menitik beratkan bahwa suatu organisasi
menganggap anggota organisasinya sebagai sebuah keluarga. Pernyataan tersebut
diperkuat dengan teori dari Thompson et al., (1999:394) mendefinisikan bahwa
budaya kekeluargaan sama halnya dikemukakan dengan pernyataan dibawah ini: 4
“the shared assumptions, beliefs, and values regarding the extent to which an
organization supports and values the integration of employees’ work and family
life” Pernyataan diatas mengandung arti bahwa asumsi, keyakinan, dan
nilai-nilai bersama mengenai sejauh mana organisasi mendukung dan menghargai integrasi
pekerjaan dan keluarga hidup karyawan dan menjelaskan bahwa budaya kerja
kekeluargaan sebagai tindakan berbagi pendapat, kepercayaan, dan saling
menghormati antar karyawan di suatu perusahaan. Warren (1995:157) dalam Aminah
(2010) menyatakan bahwa sebuah perusahaan dengan budaya kekeluargaan sebagai
salah satu karakteristik yang menyeluruh atau kepercayaan yang tinggi terhadap
kebutuhan keluarga karyawan dan mendukung karyawan untuk menggabungkan peran
pekerjaan dan peran keluarga. Aminah dan Zoharah (2010:840) menggambarkan
hubungan yang terkait dengan budaya kerja kekeluargaan dapat digunakan untuk
mendukung persepsi global yang membentuk perasaan karyawan mengenai sejauh mana
organisasinya itu adalah sebuah keluarga. Budaya organisasi kekeluargaan
sebagai pokok pembahasan penting karena dalam hal ini karyawan yang mendapatkan
perhatian khusus akan memberikan sesuatu yang lebih terhadap organisasi ataupun
perusahaan.
Pernyataan ini didukung oleh
(Huntington, Hutchison, & Sowa, 1986), jika para pekerja merasa bahwa
organisasi mereka menunjukkan kepedulian dan kepekaan terhadap personil dan
kebutuhan mereka dan nilai-nilai, termasuk kebutuhan kerja-keluarga, mereka
akan membalas dengan menunjukkan kerja yang lebih baik motivasi dan
kesejahteraan mereka meningkat. Penelitian ilmiah ini terfokus pada dimensi 5
budaya kekeluargaan yang merupakan salah satu dimensi dari budaya organisasi
secara umum. Dalam budaya kekeluargaan ini terdapat beberapa dimensi yaitu
dukungan manajerial dari organisasi, konsekuensi karir yang diharapkan, dan
tuntutan waktu organisasi. Ketiga representasi dalam kaitannya dengan jam
kerja, dukungan manajer, dan konsekuensi karir yang diharapkan akan membentuk
inti dari budaya organisasi kekeluargaan sebagai fenomena bersama yang didekati
di tingkat organisasi dan menjadi pembahasan utama dalam penelitian ini. Dengan
demikian penelitian ini terfokus pada pembahasan tentang dimensi-dimensi yang
mendasari terbentuknya budaya organisasi kekeluargaan (work-family culture)
berdasarkan persepsi para anggota organisasi. Jurnal ilmiah dari Tjipto Susana
yang berjudul Evaluasi Terhadap Asumsi Teoritis Individualisme dan
Kolektivisme: Studi Meta Analisis yang menjelaskan tentang peringkat nilai
indeks individualisme, misalnya dari 74 negara yang diteliti, Amerika Serikat
menduduki peringkat pertama indeks individualisme, kemudaian disusul dengan
Australia. Jerman menduduki peringkat ke-18, Jepang menduduki peringkat
ke-33-35, Indonesia menduduki peringkat ke-68-69, dan Guatemala menduduki peringkat
ke terakhir (ke-74). Para ahli antropologi menyimpulkan bahwa perbedaan pola
interaksi dalam masyarakat, menyebabkan tingkat kolektivisme atau
individualisme. Masyarakat yang mengandalkan perburuan sebagai tonggak ekonomi
lebih sederhana dibandingkan dengan masyarakat aggraris, dan masyarakat
aggraris lebih sederhana dibandingkan dengan dibandingkan dengan masyarakat
industri ataupun informasi. Semakin kompleks maasyarakat, maka akan semakin
sulit untuk melakukan interaksi yang mendalam 6 dan semakin sedikit tuntutan
terhadap kepatuhan pada kelompok. Oleh karena itu, pada umumnya semakin
sederhana suatu masyarakat, maka semakin erat hubungan kekerabatannya, sehingga
semakin tinggi pula tingkat kolektivitasnya. Jadi semakin modern suatu
masyarakat, maka semakin tinggi pula tingkat individualnya. Penelitian ini
mengarah pada teori Hofstede yang menjelaskan tentang dimensi kolektivisme yang
menjelaskan tentang kecenderungan akan kerangka sosial yang terjalin ketat
dimana individu dapat mengharapkan kerabat, suku, atau kelompok lainnya
melindungi mereka sebagai ganti atas loyalitas mutlak. Isu utama dalam dimensi
kolektivisme ini adalah derajat saling-ketergantungan suatu masyarakat diantara
anggota-anggotanya. Dimensi ini sangat cocok dengan budaya yang berkembang di
Indonesia khususnya pada PT. Gunung Mas Gondanglegi Malang yang kebanyakan
bersuku jawa ini menitik beratkan pada kerja berkelompok, kerukunan, keakraban
masing-masing individu, dan saling bergotong royong dalam penyelesaian tugas
kerja khususnya pada kalangan suku jawa yang mana hal ini diperkuat dengan
munculnya ungkapan-ungkapan seperti “aja nggugu karepe dhewe” (jangan semaunya
sendiri), “aja nuhoni benere dhewe” (jangan menganggap benar sendiri), “aja
mburu menange dhewe” (jangan minta menang sendiri)” (Soetrisno:2007). Studi
lapangan yang dilakukan pada PT. Gunung Mas Gondanglegi Malang menjelaskan
bahwa organisasi tersebut adalah sebuah perusahaan yang berjalan dibidang
manufaktur yang memproduksi berbagai jenis bak truk dan beduk. Dalam operasinya
PT. Gunung Mas Gondanglegi Malang bisa dikatakan tidak memiliki penanam modal
dari pihak luar, hal ini dikarenakan PT. Gunung Mas Gondanglegi 7 Malang adalah
suatu perusahaan keluarga. Dengan kata lain modal dan aset perusahaan itu
sendiri dimiliki oleh pihak-pihak keluarga. Dalam sistem operasinya PT. Gunung
Mas Gondanglegi Malang mempekerjakan kurang lebihnya 154 karyawan yang terdiri
dari sebagian besar laki-laki dan sebagian kecil perempuan. Hal semacam ini
menjadi pertimbangan pemilik perusahaan dikarenakan pekerjaan yang diemban oleh
para pekerja sebagian besar adalah pekerjaan yang membutuhkan tenaga yang lebih
maka dengan pertimbangan tersebut pekerja lakilaki dirasa sangat cocok untuk
pekerjaan tersebut. Sebagian besar karyawan yang bekerja pada PT. Gunung Mas
Gondanglegi Malang tersebut telah memiliki komitmen organisasi yang kuat pada
perusahaan tersebut, hal ini disebabkan perusahaan menerapkan sistem
kekeluargaan dalam operasional perusahaannya yang menjunjung tinggi kerjasama,
kekerabatan, dan gotong royong dalam mengemban sebuah pekerjaan. Dengan
demikian segala macam perbedaaan status yang melekat pada settiap karyawan akan
memudar karena sistem kekeluargaan tersebut. Peraturan perusahaan yang tidak
mengikat juga memberikan efek yang positif terhadap produktivitas karyawan.
Menurut para karyawan PT. Gunung Mas Gondanglegi Malang untuk dapat menumbuhkan
komitmen organisasi tersebut dibutuhkan implementasi dari budaya organisasi
yang selaras dengan kepribadian para karyawan itu sendiri, sehingga mampu
memberikan timbal balik yang positif terhadap optimalisasi kinerja maupun
produktivitas perusahaan itu sendiri. Sedangkan dalam pandangan para manajemen
tingkat atas sebuah organisasi yang ada pada perusahaan akan membentuk suatu
hubungan yang baik antar masing-masing strata dalam sebuah perusahaan tersebut,
8 dengan demikian tingkat kesenjangan antar individu yang satu dengan yang lain
akan berkurang dan tingkat toleransi akan bertambah. Tren positif yang ada pada
budaya organisasi ternyata juga memiliki tren negatif yang menyangkut variabel
ini, sebanyak 74% organisasi maupun perusahaan hancur harena tidak dapat
memelihara budaya organisasi yang positif, tidak menutup kemungkinan terdapat
sebagian kecil organisasi yang masih telah menerapkan keselarasan tersebut,
jika kita nominalkan hanya 25%-35% saja dari keseluruhan organisasi maupun
perusahaan yang ada di indonesia menerapkan keselarasan antara budaya
organisasi yang bersifat positif, selebihnya organisasi tersebut menggunakan
pertimbangan profit sehingga organisasi tersebut akan terkesan otoriter dan
menekan terhadap karyawannya.
Tetapi disisi lain banyak organisasi maupun perusahaan yang
menerapkan sistem otoriter dan berorientasi pada provit malah lebih cepat
berkembang dibandingkan dengan organisasi yang menerapkan budaya organisasi
secara kekeluargaan. Dan itu artinya tidak semua budaya organisasi akan bejalan
selaras dengan karakteristik para karyawan yang mengemban pekerjaan dalam
organisasi maupun perusahaan tersebut. Pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa
budaya organisasi kekeluargaan dapat berkembang pada sebuah organisasi. Dari
budaya organisasi kekeluargaan tersebut nantinya akan dianalisis beberapa
dimensi yang dipaparkan oleh para peneliti terdahulu dan membandingkan dengan keadaan
yang terjadi di lapangan. Dari hasil tersebut maka akan diketahui berbagai
jenis persepsi tentang budaya organisasi kekeluargaan yang ada pada PT. Gunung
Mas Gondanglegi Malang. Dari beberapa persepsi yang didapat, penulis ingin
memahami seberapa pentingkah 9 budaya organisasi tersebut bagi anggota
organisasi dan bagaimana peran budaya organisasi kekeluargaan tersebut dalam
operasional perusahaan sehingga dapat diketahui pula nilai-nilai yang mendasari
terbentuknya budaya organisasi kekeluargaan pada PT. Gunung Mas Gondanglegi
Malang tersebut. Dengan adanya latar belakang yang menyebutkan pentingnya
budaya organisasi kekeluargaan sebagai landasan operasional perusahaan PT.
Gunung Mas Gondanglegi Malang yang nantinya diharapkan akan memberikan efek yang
positif terhadap perusahaan tersebut, peneliti terinspirasi untuk mengembangkan
teori tentang budaya organisasi kekeluargaan lewat penelitian ilmiah dengan
pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode etnografi sebagai alat untuk
meneliti serta menganalisis perilaku-perilaku manusia berkaitan dengan
perkembangan teknologi komunikasi dalam seting sosial dan budaya tertentu
sehingga diangkatlah penelitian ilmiah ini yang berjudul “Budaya Organisasi
Kerja-Kekeluargaan (work-family culture) pada PT. Gunung Mas Gondanglegi
Malang”
1.2
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang yang
sudah dijelaskan diatas tentang karakteristik budaya organisasi yang sangat
erat kaitannya dengan sebuah identitas organisasi dan persepsi sebuah
organisasi mempunyai bahwa anggota organisasinya adalah satu keluarga, maka
penelitian ini dapat dirumuskan masalah bagaimanakah budaya organisasi
kerja-kekeluargaan (work-family culture) yang ada pada PT. Gunung Mas
Gondanglegi Malang berdasarkan persepsi anggota organisasi.
1.3
Tujuan
penelitian
Dari pemaparan rumusan
masalah diatas dapat ditarik tujuan penelitian ilmiah ini yaitu untuk
menganalisis budaya organisasi kerja-kekeluargaan (work-family culture)
terhadap budaya organisasi yang ada pada PT. Gunung Mas Gondanglegi Malang
berdasarkan persepsi anggota organisasi.
1.4
Manfaat
Penelitian
Dalam penelitian ini ada beberapa manfaat yang terkandung,
diantaranya:
1. Bagi Peneliti
a. Penelitian ini diharapkan
dapat menjadi pengembangan ilmu pengetahuan maupun, perluasan wawasan dan
pengalaman tentang kondisi nyata dari lapangan, serta peningkatan cara berfikir
yang kritis terhadap sebuah dinamika yang terjadi dalam organisasi khususnya
dalam bidang sumber daya manusia.
b. Sebagai bentuk pengaplikasian dari dari ilmu yang telah
diperdalam pada proses perkuliahan.
2. Bagi Pembaca
a. Sebagai penambah pengetahuan untuk memberikan pemahaman baru
tentang pentingnya budaya organisasi.
b. Memperdalam wawasan para pembaca dalam realita lain yang terjadi
tentang budaya organisasi dalam sebuah organisasi. 11 3. Bagi Universitas a.
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh hasil yang maksimal sehingga dapat
digunakan sebagai refrensi tentang perkembangan kurikulum yang ada.
b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur dalam pengadaan
penelitian yang akan datang.
4. Bagi Perusahaan.
a.
Dengan hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi lebih
terkait dalam bidang sumber daya manusia khusunya terfokus pada budaya
organisasi sehingga berguna untuk penentuan kebijakan yang tepat bagi pihak
manajer tingkat atas. b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan untuk evaluasi dan pertimbangan dalam menentukan langkah untuk meneruskan
daur hidup perusahaan tersebut.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Manajemen : Budaya organisasi kerja-kekeluargaan (work-family culture) pada PT. Gunungmas Gondanglegi Malang. Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment