Abstract
INDONESIA:
Indikator keberhasilan manajemen dalam suatu perusahaan dinilai dari keberhasilan dalam memperoleh laba yang diinginkan. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi besar kecilnya laba yaitu biaya, harga jual dan volume penjualan. untuk memahami hubungan antara biaya, volume, dan laba maka dibutuhkan suatu alat analisis yaitu Break even Point. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perencanaan laba pada perusahaan rokok Djagung Prima, realisasi dari perencanaan laba dan bagaimana perhitungan break even point dalam menentukan perencanaan laba tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode campuran kualitatif- kuantitatif, tujuannya adalah untuk memperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliabel dan obyektif. Subyek penelitian ini yaitu pada bagian Akuntansi dan bagian Produksi pada perusahaan rokok Djagung Prima. Data dikumpulkan dengan cara wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan rumus break even point dan margin of safety.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan beralih dari metode Bottom up ke metode BEP karena tidak ada diferensiasi produk. Metode Bottom up lebih banyak menghabiskan biaya, tenaga dan waktu sehingga pemilihan analisis Break even Point sebagai alat perencanaan laba diperlukan untuk efesiensi biaya. Berdasarkan perhitungan BEP pada tahun 2013 BEP dicapai pada tingkat penjualan Rp 1.011.570.200. Sementara untuk tingkat Margin of Safety yang diperoleh perusahan pada tahun 2014 yaitu sebesar 82,02%. Dari hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jika perencanaan laba tahun 2014 yang dianggarkan tidak dapat dicapai, yaitu sebesar Rp 5.645.140.000, maka maksimum penurunan penjualan yang boleh terjadi adalah sebesar 82,02% dari perencanaan penjualan tersebut.
ENGLISH:
Indicators of success in the management enterprise is a successful to obtaining profit. There are three factors that can affect the size of profit is cost, selling price, and sales volume. to understand the correlation between cost, volume, and profits then needed an analytical tool that is called Break-even Point. The purpose of this research was to determine how the profit planning on Djagung Prima cigarette companies, the realization of profit planning and how the calculation of Break-even Point to determining the profit planning.
This research uses mixed methods approach of qualitative and quantitative, the goal is to obtained more comprehensive, valid, reliable and objective data. The subject of this research is in the Accounting and production department in the Djagung Prima cigarettes companies. Data were collected by interviews and documentation. The Data Analysis using a formula of break even point and margin of safety.
The results of the research show that the company used the bottom up method and change into BEP method because there is no more product differentiation. Bottom-up methods need more cost, energy and time so that the selection of Break-even Point analysis as a profit planning tool is needed for cost efficiency. The Break even Point analysis calculate in 2013 reached that the level of sales is Rp 1,011,570,200. As for as the level of Margin of Safety acquired the company in 2014 that is equal to 82.02 %. From these results it can be concluded that if the planning of the sales forecast in 2014 can not be achieved, amounting to Rp 5,645,140,000, the maximum drop in sales that may occur is equal to 82.02 % of the sales plan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Masalah Mendirikan suatu usaha pada dasarnya memiliki beberapa
tujuan, untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu didukung oleh kemampuan
manajemen dalam melihat kemungkinan dan potensi usaha di masa yang akan datang.
Beberapa tujuan utama didirikannya suatu usaha menurut Martono dan Harjito
(2005: 2) adalah sebagai berikut : “Tujuan perusahaan yang pertama adalah untuk
mencapai keuntungan maksimal atau laba yang sebesar-besarnya.
Tujuan perusahaan yang kedua adalah ingin memakmurkan pemilik
perusahaan atau para pemilik saham. Sedangkan tujuan perusahaan yang ketiga
adalah memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin pada harga sahamnya.
Ketiga tujuan perusahaan tersebut sebenarnya secara substansial tidak banyak berbeda.
Hanya saja penekanan yang ingin dicapai oleh masing-masing perusahaan berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya”. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
sumber daya ekonomi yang dimiliki perusahaan harus dimanfaatkan secara efektif
dan efisien, Efektif berarti apabila sumberdaya ekonomi tersebut benar-benar
dipakai untuk tujuan perusahaan dalam memperoleh laba, efesien berarti
penggunaan sumber daya tersebut sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan atau tidak
ada bahan baku yang terbuang.
Dengan demikian, sangat diperlukan peranan manajemen untuk
menerapkan prinsip efisien dan efektif ini bagi perusahaan, untuk mengukur hal
ini maka diperlukan suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui
seberapa efektif dan seberapa efisien kegiatan yang telah dilakukan di dalam
suatu perusahaan. Jumlah laba yang diperoleh merupakan indikator keberhasilan
bagi perusahaan yang orientasinya mencari laba. agar laba yang diperoleh sesuai
dengan yang dikehendaki, perusahaan perlu menyusun perencanaan laba. Sebelum
menyusun perencanaan laba tersebut terlebih dahulu perusahaan menyusun anggaran
penjualan yang mencerminkan jumlah aktivitas untuk merealisasikan perencanaan
laba tersebut. Didalam merencanakan anggaran perlu juga mengamati kemungkinan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laba perusahaan.
Sementara itu menurut (Halim dan Supomo, 1990: 48) Ada tiga faktor
yang dapat mempengaruhi laba perusahaan yaitu : “Biaya, harga jual dan volume
(penjualan dan produksi). Biaya yang timbul dari perolehan atau untuk
pengolahan suatu produk atau jasa akan mempengaruhi harga jual produk yang
bersangkutan. Harga jual produk akan mempengaruhi besarnya volume penjualan
produk atau jasa yang bersangkutan. sedangkan besarnya volume penjualan
berpengaruh terhadap volume produksi produk atau jasa tersebut. Selanjutnya
pada gilirannya volume produksi akan mempengaruhi besar kecilnya biaya
produksi.
dengan demikian faktor-faktor yang terkait diatas saling terkait
antara satu dengan yang lain” Analisis titik impas (Break even point) digunakan
untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk yang diperlukan hanya
untuk menutup semua biaya yang terjadi selama periode tersebut. titik impas
adalah titik dimana biaya dan pendapatan adalah sama, tidak ada laba maupun
rugi pada titik impas (Carter dan Usry, 2005: 272). Sebelum memulai kegiatan
produksi suatu produk, biasanya pada awal tahun perusahaan sudah terlebih
dahulu merencakan laba yang diinginkan pada tahun tersebut. Ketika menjalankan
usaha maka tentunya akan mengeluarkan biaya produksi, maka dengan analisis
titik impas dapat diketahui pada tingkat harga dan jumlah produksi tertentu
penjualan yang dilakukan tidak menjadikan usaha tersebut rugi dan mampu
menetapkan penjualan dengan harga dan laba yang diinginkan.
Hal tersebut dikarenakan biaya
produksi sangat berpengaruh terhadap harga jual, harga jual berpengaruh
terhadap volume penjualan, dan volume penjualan berhubungan dengan biaya
produksi. Hadist Rasulullah yang disampaikan oleh Imam Bukhari dan Muslim salah
satunya juga berkaitan dengan masalah titik impas seorang pedagang yang di
dapat dari modal pokoknya. Rasulullah bersabda “Seorang mukmin itu bagaikan
seorang pedagang; dia tidak akan menerima laba sebelum ia mendapatkan modal
pokoknya. Demikian juga, seorang mukmin tidak akan mendapatkan amalan-amalan
sunnahnya sebelum ia menerima amalanamalan wajibnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits ini, Rasulullah mengumpamakan seorang mukmin dengan seorang
pedagang, maka seorang pedagang tidak akan mendapatkan laba sebelum dia
mendapatkan modal pokok dari barang yang dijualnya. Dalam suatu perusahaan yang
memiliki aktivitas produksi seperti perusahaan manufaktur biasanya memiliki
biaya semivariabel atau biaya campuran. Dalam menentukan analisis break even
point (BEP) biaya campuran yang muncul harus dipisahkan menjadi biaya tetap dan
biaya variabel. Menurut Nafarin (2004: 203) “Biaya semivariabel adalah biaya
yang jumlahnya berubah tidak secara proporsional dengan perubahan volume
kegiatan. Biaya semivariabel mempunyai unsur biaya tetap dan unsur biaya
variabel, sehingga biaya semivariabel disebut juga dengan biaya campuran (Mixed
cost). Biaya variabel perlu dipisahkan berdasarkan komponen biaya tetap dan
biaya variabel”. Artinya apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya
variabel, maka tidak akan muncul masalah break even dalam perusahaan tersebut
karena biaya yang dikeluarkan akan selalu mengikuti perubahan volume
produksinya.
Masalah break even baru muncul apabila suatu perusahaan disamping
mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel
secara keseluruhan akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan jumlah volume
produksi, sedangkan besarnya biaya tetap secara keseluruhan tidak akan
berpengaruh terhadap perubahan volume produksi. Manajemen hendaknya juga dapat
mengetahui segala sesuatu yang sedang atau telah terjadi pada perusahaannya,
disamping ia juga harus mampu mengetahui dengan pasti, bahwa bisnisnya
dioperasikan dengan berdasarkan pada tujuan atau sasaran yang rasional dan
objektif (M. Sadeli dan Siswanto, 2004: 15). Berdasarkan pernyataan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa manajemen di dalam suatu perusahaan harus mampu
memperoleh dan mengolah informasi yang akurat baik yang sedang terjadi ataupun
yang sudah terjadi di masa lalu, informasi ini memungkinkan bagi manajemen
untuk melakukan perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang. Pada dasarnya
kinerja perusahaan dalam memcapai target labanya tidak akan lepas dari faktor
kebijakan internal maupun eksternal, faktor internal mungkin bisa dikendalikan,
namun faktor eksternal tidak akan bisa dihindari perusahaan, diantaranya adalah
kebijakan pemerintah. Salah satu peraturan yang tergolong memberatkan bagi
perusahaan rokok kecil dan menengah adalah peraturan baru penggolongan
perusahaan rokok oleh Dirjen Bea dan Cukai berdasarkan jenis tembakau dan
jumlah produksinya .
Penghapusan golongan IV pada peraturan baru Dirjen Bea dan Cukai
tahun 2012 memberikan dampak luas bagi perusahaan rokok kecil, selain kenaikan
tarif cukai tentunya perusahaan kecil golongan IV juga dipaksa bersaing dengan
perusahaan golongan III. Ketatnya persaingan perusahaan rokok kecil diperparah
dengan adanya ekspansi perusahaan besar yang mendirikan perusahaan-perusahaan
rokok kecil guna mendapatkan harga cukai yang lebih murah. bagi Perusahaan
Rokok Djagung Prima yang termasuk perusahaan kecil tidak mungkin bisa terjun ke
pasar dengan kondisi yang sama seperti tahun sebelumnya, pihak manajemen
perusahaan harus memikirkan opsi peningkatan volume produksi atau peningkatan
harga jual, namun keduanya tidak bisa ditingkatkan begitu saja tanpa
menggunakan alat perhitungan yang tepat, selain membutuhkan penambahan sumber
daya baru atau dengan kata lain menambah biaya tetap dan biaya variabel untuk
meningkatkan volume produksi, penentuan harga jual rokok juga dibatasi oleh
pemerintah.
Alasan inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian di perusahaan Rokok Djagung Prima. 0 100 200 300 400 2009 2010 2011
2012 2013 Gambar 1.1 Jumlah Perusahaan Rokok Kecil di Kota Malang Periode
2009-2013 Sumber: Malang-post.com
Secara umum kondisi perusahaan rokok kecil di kota Malang mengalami
penurunan dari tahun ke tahun (Grafik 1.1), hal ini tidak lepas dari beberapa
faktor yang mempengaruhi diantaranya kenaikan tarif cukai, pengenaan pajak
baru, ekspansi perusahaan besar, kenaikan harga tembakau dan beberapa kebijakan
lainnya yang memberatkan perusahaan rokok, namun kondisi ini tidak sepenuhnya
membuat industri rokok dianggap tidak memiliki potensi berkembang yang baik
karena dari data tahun 2012 yang diperoleh dari website Dirjen Bea dan Cukai
diketahui peningkatan permintaan rokok di Indonesia naik hampir 8% setiap
tahunnya.
Pada perusahaan rokok Djagung Prima juga terdapat peningkatan
volume penjualan yang signifikan setiap tahunnya, masalahnya adalah peningkatan
volume penjualan ini tidak diikuti dengan peningkatan laba yang seimbang, untuk
mengetahui hubungan antara pengaruh perubahan biaya terhadap laba dan volume
penjualan maka diperlukan suatu alat analisis yang disebut analisis Break even
Point. Pada bulan oktober 2013, wakil menteri keuangan Bambang Ps Bodjonegoro
menyatakan, pemerintah memastikan untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok pada
tahun 2014, namun pengenaan pajak tambahan daerah sebesar 10% dari cukai rokok
tetap akan dilakukan. (http://m.suaramerdeka.com). Pengenaan pajak tambahan ini
tentunya akan mempengaruhi perencanaan penjualan bagi perusahaan Rokok Djagung
prima, baik dari segi perubahan harga rokok per unit maupun peningkatan volume
produksi. Berdasarkan alasan tersebut, pentingnya analisis Break even Point
untuk diterapkan pada Perusahaan Rokok Djagung Prima sebagai dasar kebijakan
penetapan harga dan perencanaan laba guna mendapatkan laba yang memuaskan. Pada
perusahaan rokok Djagung prima penyusunan perencanaan laba menggunakan metode
Bottom up, metode ini melibatkan semua lini dan keputusan tergantung pada
pendapat (judgement) dalam perencanaan tersebut.
Pada tahun 2012 manajemen memutuskan untuk menggunakan analisis
Break even Point dalam perencanaan laba seiring dengan perubahan kebijakan
penjualan dari tiga jenis produk yaitu Rokok djagung prima hijau, Rokok djagung
prima istimewa dan Rokok djagung prima premium menjadi satu jenis produk saja.
Pengambilan keputusan hanya memproduksi satu jenis produk yaitu Djagung prima
hijau disebabkan karena tingginya biaya variabel dari produk Djagung premium
dan Djagung istimewa, pada kondisi ini penerapan metode Bottom up dirasa tidak
cocok digunakan jika perusahaan tidak memiliki bauran produk lagi sehingga
proses perencanaan laba tidak perlu melibatkan semua lini. Metode Bottom up
lebih banyak menghabiskan biaya, tenaga dan waktu dibanding dengan nilai
manfaatnya sehingga pemilihan analisis Break even Point sebagai alat
perencanaan laba adalah hal yang dinilai tepat dilakukan oleh manajemen.
Rencana manajemen mengenai kegiatan di masa yang akan datang pada umumnya
dituangkan dalam bentuk anggaran, yang berisi taksiran pendapatan yang akan
diperoleh dan biaya yang akan dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Bila mengadakan analisis secara langsung informasi yang tercantum dalam
anggaran tersebut manajemen akan mengalami kesulitan untuk memahami hubungan
antara biaya, volume dan laba.
Pada perusahaan rokok Djagung prima peningkatan volume penjualan
pada tahun 2010 cukup tinggi yaitu mencapai 63,83% sedangkan pada tahun 2011
sebesar 61.06 % meningkatnya volume penjualan ini tentunya juga akan
meningkatkan jumlah laba dan biaya produksi total, untuk memahami hubungan
antara biaya, volume, dan laba pada Perusahaan Rokok Djagung Prima maka
dibutuhkan suatu alat analisis yang tepat.
Bedasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan mengambil judul “PENERAPAN ANALISIS BREAK EVEN
POINT SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PERUSAHAAN ROKOK DJAGUNG PRIMA DI KOTA
MALANG”
1.2
Rumusan
Masalah
Salah
satu langkah manajemen untuk mencapai tujuan usaha adalah adanya perencanaan
yang akan dilakukan dengan menggunakan analisis break even point atau analisis
impas. Dalam analisis ini dapat diketahui pada tingkat penjualan berapa
perusahaan memperoleh laba sama dengan nol. Dari uraian di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perencanaan laba pada Perusahaan
Rokok Djagung Prima di tahun 2012, 2013 ?
2.
Bagaimana realisasi perencanaan laba yang di terapkan pada Perusahaan Rokok
Djagung Prima di tahun 2012, 2013 ?
3.
Bagaimana perhitungan break even point dalam menentukan perencanaan laba pada
Perusahaan Rokok Djagung Prima tahun 2014 ?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1.
Untuk mengetahui perencanaan laba pada Perusahaan Rokok Djagung Prima di tahun
2012, 2013.
2. Untuk mengetahui realisasi dari perencanaan
laba yang dilakukan Perusahaan Rokok Djagung Prima di tahun 2012, 2013.
3.
Untuk menghitung tingkat Break even Point dalam menentukan perencanaan laba
pada perusahaan Rokok Djagung prima tahun 2014.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1.
Bagi Penulis Dapat menambah pengetahuan dalam penerapan ilmu teoritis yang
telah dipelajari dalam perkuliah khususnya masalah manajemen laba.
2.
Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan manajemen mengenai break even point dan pengukuran keadaan
perusahaan dalam kegiatan operasionalnya.
3. Bagi Pihak
Lain Penelitian ini diharapkan bisa dimanfaatkan sebagai informasi dan bahan
pertimbangan dalam penelitian berikutnya dengan permasalahan yang sama.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi : Penerapan analisis break even point sebagai alat perencanaan laba pada perusahaan rokok Djagung Prima Malang" silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment