Abstract
INDONESIA:
Perhitungan harga pokok produksi merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan. Ketidaktepatan perhitungan harga pokok produksi membawa dampak merugikan bagi perusahaan dimana tujuan perusahaan adalah untuk melakukan pertumbuhan serta meningkatkan profitabilitas dari waktu ke waktu dalam persaingan global yaitu pada strategi penetapan harga jual, keputusan manajerial lainnya. Tujuan penelitian yaitu, menganalisis perbandingan harga pokok produksi dengan menggunakan metode tradisional dan metode ABC, serta manfaat yang dihasilkan dari penerapan metode ABC dalam perhitungan harga pokok terutama terkait dengan usaha peningkatan keunggulan kompetitif.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif dengan metode studi kasus komparatif. Subyek penelitian ada tiga produk perusahaan yaitu Kereta Ekonomi (K3) AC, Kereta Ekonomi (K3) Green Car, Kereta Ekonomi (KMP3) AC. Data dikumpulkan dengan cara observasi, interview, dokumentasi.
Dari hasil penelitian, diketahui PT. INKA (Persero) Madiun menggunakan metode tradisional dalam perhitungan harga pokok produksinya menggunakan jam tenaga kerja langsung sebagai dasar penentuan biaya overhead masing-masing produk, hasil harga pokok produksi Kereta (K3) Ekonomi AC sebesar Rp. 2.522.926.538, Kereta Ekonomi (K3) Green Car sebesar Rp. 363.126.214, Kereta Ekonomi (KMP3) AC sebesar Rp. 3.145.136.617. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC untuk harga pokok produksi Kereta (K3) Ekonomi AC sebesar Rp. 2.727.987.080, Kereta Ekonomi (K3) Green Car sebesar Rp. 360.001.314, Kereta Ekonomi (KMP3) AC sebesar Rp. 3.383.215.414. Perbandingan antara metode tradisional dan metode ABC, metode tradisional menentukan harga pokok produksi lebih rendah (undercosted) untuk Kereta Ekonomi (K3) AC sebesar Rp. 205.060.541 dan Kereta Ekonomi (KMP3) AC sebesar Rp. 238.078.797. Sedangkan Kereta Ekonomi (K3) Green Car metode tradisional menentukan harga pokok produksi lebih tinggi (overcosted) dibanding metode ABC yaitu sebesar Rp. 3.124.899. Manfaat penggunaan ABC terkait dengan peningkatan keunggulan kompetitif adalah membantu pihak manajemen dalam mengambil keputusan tentang penetapan harga jual, penetapan strategi cost leadership, dan pelaksanaan manajemen berbasis aktivitas atau Activity Based Manajemen (ABM).
ENGLISH:
The cost calculation of goods manufactureis crucial for a company. Incorrect calculation may cause financial loss for the company since the aims of the company are to develop and increase the profit from time to time in global competition on determining the price and/or other managerial decision.
The purposes of this research are to analyze the comparison of cost of goods manufacture by using traditional and ABC methods, and to analyze the advantage of their application in calculating the cost of goods manufacture especially related to increasing the competitive superiority.
This research uses descriptive qualitative approach with comparative case study method. The research subjects are three company’s products which are Economy Class Train (K3) AC, Economy Class Train (K3) Green Car, and Economy Class Train (KMP3) AC. The data is collected by doing observation, interview and documentation.
The result shows that PT. INKA (Persero) Madiun uses traditional method in calculating the cost of goods manufacture. It calculates direct hours of the employees as the basis of determining the overhead fund of each product. The result of Economy Class Train (K3) AC is IDR 2,522,926,538, Economy Class Train (K3) Green Car is IDR 363,126,214, and Economy Class Train (KMP3) AC is IDR 3,145,136,617. The calculation using ABC method shows that cost of goods manufacture of Economy Class Train (K3) AC is IDR 2,727,987,080, Economy Class Train (K3) Green Car is IDR 360,001,314, and Economy Class Train (KMP3) AC is IDR 3,383,215,414. For comparison, traditional method determine lower cost of goods manufacture (undercosted), for Economy Class Train (K3) AC is IDR 205,060,541 and Economy Class Train (KMP3) AC is IDR 238,078,797. While in Economy Class Train (K3) Green Car, traditional method determines higher cost of goods manufacture (overcosted) compare to the calculation of ABC method which is IDR 3,124,899.
The advantage of ABC method related to the development of competitive superiority is to help the management in making decision of determining the price, determining the strategy of cost leadership, and implementing the Activity Based Management (ABM).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tujuan suatu perusahaan
adalah untuk dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan, melakukan pertumbuhan
serta dapat meningkatkan profitabilitas dari waktu ke waktu dimana ketiganya
adalah pedoman menuju arah strategis semua organisasi bisnis (Warren, Reeve
& Fess 2006: 236). Semakin derasnya arus teknologi dan informasi, menuntut
setiap perusahaan untuk lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidup
perusahaan tersebut dalam persaingan global. Strategi-strategi yang dilakukan
oleh perusahaan agar dapat bersaing dalam bisnis global ini adalah dengan
efisiensi biaya, meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas produk dan
meningkatkan kemampuan untuk memberi respons terhadap berbagai kebutuhan
pelanggan (Chatell, 1995: 366).
Dengan demikian, agar perusahaan dapat mengelola usahanya dengan
efektif dan efisien membutuhkan sistem informasi yang sistematik untuk dapat
terus bertahan guna menghadapi persaingan global yang pesat dan kompleks. Dalam
pembuatan sebuah produk, terdapat aktivitas-aktivitas di dalamnya.
Aktivitas-aktivitas tersebut memanfaatkan sumber daya yang berarti menimbulkan
biaya khususnya biaya tidak langsung, yang merupakan hal penting bagi manajemen
dalam pengambilan keputusan baik mengenai produk maupun dalam mengelola 2
aktivitas-aktivitas sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha
(Khairuna, 2007: 11). Perhitungan harga pokok produksi merupakan semua biaya
produksi yang digunakan untuk memproses suatu bahan baku hingga menjadi barang
jadi dalam suatu periode waktu tertentu. Ketidaktepatan dalam perhitungan harga
pokok produksi membawa dampak yang merugikan bagi perusahaan, karena harga
pokok produksi berfungsi sebagai dasar untuk menetapkan harga jual dan laba,
sebagai alat untuk mengukur efisiensi pelaksanaan proses produksi serta sebagai
dasar untuk pengambilan keputusan bagi manajemen perusahaan.
Dalam perhitungan biaya produk untuk menentukan harga pokok
produksi / jasa masih banyak perusahaan yang menggunakan sistem tradisional
metode full costing (Mulyadi, 2001: 83). Pembebanan biaya overhead pabrik dalam
sistem tradisional dilakukan dengan menggunakan tarif overhead pabrik tunggal
atau tarif departemen berdasarkan volume output. Tarif ini menghasilkan biaya
produk yang tidak akurat apabila sebagian besar overhead pabrik tidak
berhubungan dengan volume dan jika perusahaan menghasilkan produk yang
bermacam-macam dengan volume, ukuran yang berbeda-beda. Pembebanan biaya
overhead pabrik dilakukan dengan menggunakan alokasi yang bersifat sembarang
(arbriter), sehingga harga pokok produk yang dihasilkan tidak akurat. (Ardani,
2009: 4). Pada umumnya perusahaan manufaktur masih menggunakan akuntansi biaya
tradisional yang dalam mengalokasikan biaya overhead, dialokasikan semua biaya
berdasarkan ukuran volume produk. Dasar yang biasa digunakan adalah volume unit
3 produksi, jam kerja langsung, jam mesin, atau luas lantai. Padahal tidak
semua biaya berhubungan dengan volume atau jumlah unit yang diproduksi sehingga
pembebanan biaya tersebut ke produk dengan menggunakan satu cost driver (pemicu
biaya) berdasarkan jumlah unit dapat menimbulkan distorsi dalam perhitungan
biaya atau subsidi silang. Subsidi silang ini dapat terjadi karena tiap produk
tersebut sebenarnya tidak mengkonsumsi biaya secara proporsional berdasarkan
volume produksi.
Oleh karena itu, diperlukan pembebanan biaya secara tepat.
Penetapan harga pokok produksi yang tidak menggambarkan penyerapan sumber daya
secara tepat akan menyesatkan manajemen dalam mengambil keputusan. Distorsi
yang timbul akan menjadi parah jika perusahaan memproduksi beranekaragam kombinasi
produk. Makin tinggi keragaman produk, kualitas sumber daya yang diperlukan
untuk menangani aktivitas transaksi dan penunjang semakin meningkat sehingga
memperbesar distorsi biaya yang dihasilkan (Ardani, 2009: 4). Kondisi seperti
ini mengakibatkan kekeliruan dalam perhitungan harga pokok produksi yang
berimbas pada strategi penetapan harga jual, keputusan manajerial yang tepat,
alokasi sumber daya yang tidak efektif, bahkan hilangnya keunggulan kompetitif.
Ketatnya persaingan global, dimana perusahaan tidak hanya menghadapi pesaing
lokal tetapi juga pesaing internasional, telah menciptakan perubahan dalam
model dan praktek manajemen. Kondisi ini menjadikan manajer yang bertanggung
jawab untuk menentukan strategi perusahaan, memerlukan manajer yang handal
dalam mengambil keputusan-keputusan strategik yang berorientasi untuk
menjadikan perusahaannya yang terdepan (Ardani, 2009: 2). Oleh karena itu,
muncul metode baru 4 dalam perhitungan harga pokok produksi yang dikenal dengan
nama Activity-Based Costing (ABC) System.
Activity-Based Costing System merupakan metode perbaikan dari
sistem tradisional. Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas atau Activity-Based
Costing (ABC) System didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan biaya di
mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu
dialokasikan menggunakan dasar yang memasukkan satu atau lebih faktor yang
tidak berkaitan dengan volume (Kusnadi dkk, 2002: 334). Activity-Based Costing
System ini merupakan metode perhitungan biaya yang akan membantu pihak
manajemen untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik yang lebih akurat dan
relevan (Hongren, 2008: 201).
Fokus dari Activity-Based Costing (ABC) System adalah aktivitas.
Identifikasi aktivitas menjadi langkah pertama dalam perancangan Activity-Based
Costing (ABC) System. Aktivitas berarti tindakan-tindakan yang diambil /
pekerjaan yang dilakukan. Identifikasai aktivitas mencangkup observasi dan
mendaftar pekerjaan yang dilakukan dalam suatu organisasi, pekerjaan / tindakan
yang diambil menyangkut konsumsi sumber daya (Hensen & Mowen, 2000: 146).
Pada metode ini, seluruh biaya tidak langsung / biaya overhead dikelompokkan
sesuai dengan aktivitas masing-masing, kemudian masing-masing kelompok biaya
(cost pool) tersebut dihubungkan dengan masing-masing aktivitas dan
dialokasikan berdasarkan aktivitasnya masing masing. Cost driver digunakan
untuk menghitung biaya sumber daya dari setiap unit aktivitas, kemudian setiap
biaya sumber daya dibebankan ke produk / jasa dengan mengalikan biaya setiap aktivitas
dengan kuantitas setiap 5 aktivitas yang dikonsumsi pada periode tertentu
(Blocher, 2011: 121). Dasar alokasi yang digunakan adalah jumlah aktivitas
dalam setiap cost pool tersebut. Metode ini menggunakan jenis pemicu biaya yang
lebih banyak sehingga dapat mengukur sumber daya yang digunakan oleh produk
secara lebih akurat.
Activity-Based Costing
System ini berfokus pada proses penentuan product costing (biaya produk), yaitu
dengan cara menentukan aktivitas-aktivitas yang diserap produk tersebut selama
proses produksi (Cooper & Kaplan, 2000: 286). PT. INKA (persero) Madiun
adalah suatu perusahaan BUMN yang bergerak dalam bisnis manufaktur kereta yang
mengelola dari bahan baku menjadi barang jadi. PT. INKA (persero) Madiun adalah
satu-satunya perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang perkeretaapian di
Indonesia, perusahaan ini juga merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. PT.
INKA (Persero) Madiun merupakan perusahaan manufaktur, dimana aktivitas yang
dilakukan berdasarkan pesanan yang diterima dari pemberi proyek. PT. INKA
(Persero) Madiun terlebih dahulu menentukan pelaksana yang akan bertugas
melaksanakan jalannya proyek. Pelaksana yang ditunjuk kemudian mengestimasi
bahan-bahan, mengestimasi jumlah tenaga kerja serta biayabiaya yang diperkirakan
akan timbul saat proyek dilaksanakan. Hasil estimasi tersebut dipergunakan
sebagai anggaran biaya proyek. Perusahaan ini merupakan sebuah perusahaan
manufaktur yang proses produksinya menggunakan bahan baku utama salah salah
satunya adalah Plate SS 400 kemudian diolah menjadi produk yang dipesan
misalnya kereta penumpang. Antara lain melalui beberapa tahap yaitu dimulai
dari proses pengerjaan plat, proses perakitan, proses pengecatan, proses 6
pemasangan komponen, proses permesinan, proses interior dan quality control,
proses perencanaan dan pengendalian produksi, serta proses quality assurance.
Proses produksi produk tersebut melalui beberapa departemen. Saat ini, dalam
melakukan perhitungan harga pokok produksinya, perusahaan masih meggunakan
sistem tradisional, yakni dengan menggunakan dasar alokasi yang terkait dengan
tingkat unit yang diproduksi dalam rangka pembebanan biaya overhead. Perusahaan
memiliki jenis produk yang beraneka ragam. Produk-produk perusahaan tersebut
dibuat berdasarkan spesifikasi permintaan tertentu dari setiap pelanggan.
Dengan demikian, setiap jenis produk memiliki jumlah volume
produksi, tingkat kompleksitas dan karakteristik yang berbeda-beda. Kondisi ini
mengakibatkan sistem tradisional yang selama ini digunakan perusahaan kurang
dapat memberikan informasi harga pokok produksi dengan akurat. Hal ini
disebabkan karena biaya overhead perusahaan tidak hanya terkait dengan volume
produksi, melainkan biayabiaya tersebut juga berkaitan dengan aktivitas
produksi yang dilalui untuk setiap jenis produk. Dengan demikian perusahaan
membutuhkan suatu metode perhitungan harga pokok produksi yang dapat
membebankan biaya overhead dengan lebih tepat sehingga akan memberikan
informasi harga pokok produksi dengan lebih akurat. Kebutuhan akan informasi
yang lebih akurat tersebut terutama terkait dengan kondisi persaingan yang
sedang terjadi dan akan terus meningkat pada era globalisasi dalam berbagai
bidang.
Alasan penulis memilih menggunakan ABC sebagai metode alternatif
dari metode perusahaan dari pada menggunakan metode lainnya seperti: TQM dan
JIT 7 adalah karena perusahaan memiliki jenis produk yang beraneka ragam dengan
kompleksitas dan karakteristik yang berbeda-beda berdasarkan pesanan serta
dengan menggunakan banyak aktivitas produksi, dan produksi produk menggunakan
fasilitas yang sama. Hal ini sangat cocok apabila menggunakan metode ABC dalam
perhitungan harga pokok produksinya, dengan menggunakan banyak cost driver yang
tidak hanya terkait dengan tingkat unit yang diproduksi dalam rangka pembebanan
biaya overhead nya. Metode perhitungan biaya produksi berdasarkan aktivitas /
ABC yang akan membantu pihak manajemen untuk mengalokasikan biaya overhead
dengan lebih akurat. ABC mampu mengurangi kelemahan sistem tradisional, karena
metode ABC tidak hanya memandang biaya sebagai suatu yang harus dialokasikan,
tetapi harus dipahami kegiatan yang menjadi penyebab terjadinya biaya.
Dengan demikian, penggunaan metode ABC ini akan mampu memberikan
informasi harga pokok produksi yang lebih akurat dalam rangka peningkatan
keunggulan kompetitif.
Berdasarkan uraian di atas, Maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian pada PT. INKA (Persero) Madiun. Penulis ingin mengkaji lebih jauh
lagi dengan mengadakan penelitian dengan judul “Activity Based Costing System
sebagai Metode Alternatif Perhitungan Harga Pokok Produksi dalam Rangka
Peningkatan Keunggulan Kompetitif pada PT. INKA (Persero) Madiun Tahun 2010.”
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah:
1. Bagaimana perbandingan harga pokok produksi
PT. INKA (Persero) Madiun tahun 2010 dengan menggunakan metode tradisional dan
metode ABC di tahun 2010?
2.
Bagaimana manfaat yang dihasilkan dari penerapan metode ABC dalam perhitungan
harga pokok produksi terutama terkait dengan usaha peningkatan keunggulan
kompetitif?
1.3
Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis perbandingan harga pokok
produksi pada PT. INKA (Persero) Madiun tahun 2010 dengan menggunakan metode
tradisional dan metode ABC tahun 2010.
2.
Untuk mengetahui manfaat yang dihasilkan dari penerapan metode ABC dalam
perhitungan harga pokok terutama terkait dengan usaha peningkatan keunggulan
kompetitif.
1.4
Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, penelitian diharapkan dapat
memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai perhitungan harga pokok
produksi dengan metode Activity 9 Based Costing serta untuk mengaplikasikan
teori yang selama ini didapatkan di bangku perkuliahan.
2.
Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang dapat
digunakan oleh perusahaan tentang metode alternatif perhitungan harga pokok
produksi dengan metode Activity Based Costing.
3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan
dapat digunakan sebagai acuan dan pembanding bagi peneliti selanjutnya.
1.5
Batasan Penelitian
Sehubungan
dengan banyaknya produksi perusahaan pada tahun 2010, penulis membatasi ruang
lingkup peneliti hanya akan meneliti Activity-Based Costing System sebagai
metode alternatif perhitungan harga pokok produksi dalam rangka peningkatan
keunggulan kompetitif pada PT. INKA (Persero) Madiun tahun 2010 pada produk
unggulan perusahaan yang mana produk ini rutin dipesan setiap tahun yaitu
Kereta Ekonomi (K3) AC, Kereta Ekonomi (K3) Green Car, dan Kereta Ekonomi
(KMP3) AC pada tahun 2010.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi : Activity-based costing system sebagai metode alternative perhitungan harga pokok produksi dalam rangka peningkatan keunggulan kompetitif pada PT. INKA (Persero) Madiun Tahun 2010" Ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment