Abstract
INDONESIA:
Pihak manajemen suatu perusahaan berkepentingan untuk menyajikan laporan keuangan sebagai suatu gambaran prestasi kerja mereka. Laporan ini berpotensi dipengaruhi kepentingan pribadi, sementara pihak ketiga, yaitu pihak eksternal selaku pemakai laporan keuangan sangat berkepentingan untuk mendapatkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Di sinilah peran akuntan publik sebagai pihak yang independen untuk menengahi kedua pihak (agen dan prinsipal) dengan kepentingan yang berbeda tersebut. Meningkatnya kebutuhan jasa audit berpengaruh terhadap perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia. Bertambahnya jumlah kantor akuntan publik (untuk selanjutnya disebut KAP) yang beroperasi dapat menimbulkan persaingan antara KAP yang satu dengan lainnya, sehingga memungkinkan perusahaan untuk berpindah dari satu KAP ke KAP lain. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan klien, opini audit, ukuran KAP, pergantian manajemen terhadap auditor switching pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan auditan perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2009-2013. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Berdasarkan kriteria yang di tentukan diperoleh sampel sebanyak 70 pengamatan. Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik SPSS versi 15 yang terdiri dari tahapan statistik deskriptif dan pengujian hipotesis penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran KAP dan pergantian manajemen berpengaruh terhadap auditor switching pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013, sedangkan ukuran perusahaan klien, opini audit tidak berpengaruh terhadap auditor switching.
ENGLISH:
The management of a company's interest to present the financial statements as a description of their job performance. This report potentially affected private interests, while the third party, there is external users of financial statements as very interested to get reliable financial statements. Here, the role of public accountants as an independent party to mediate the two parties (principal and agent) with the different interests. the growing need for audit services influential the development of the public accounting profession in Indonesia. Increasing the amount of public accounting firms (furthermore referred to as KAP) which operates can lead to competition between KAP with one another, thus allowing the company to move from one KAP to another KAP, and also to maintain and enhance the independence and objectivity of the auditor to the information presented. This Research aims to know the effect of Client Size, Audit Opinion, Accountant Firm Size, Management Changes to Auditor Switching (Empirical Study on Banking Business which Listing on Indonesia Stock Exchange period 2009-2013).
The data used are secondary data in the form of the financial report banking business audit registered on the Indonesia Stock Exchange 2009-2013. Sample obtained by the method purposive sampling with 14 samples late based on predetermined criteria obtained 70 observations. Data analysis technique used is logistic regression analysis who consist of stages of descriptive statistics and hypothesis testing research.
The result show that the size of the public accountant and management changes effect on auditor switching on banking business which listing on Indonesia Stock Exchange period 2009-2013, whereas the audit opinion and management change have no effect on auditor switching, while the client size, the audit opinion does not affect the auditor switching.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Setiap perusahaan yang go
public mempunyai kewajiban untuk melaporkan laporan keuangan. Laporan keuangan
merupakan laporan yang menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang digunakan
sebagai alat komunikasi untuk pihak-pihak yang berkepentingan dengan data
keuangan atau aktivitas perusahaan (Sundjaja dan Berlian, 2001). Laporan
keuangan tersebut nantinya akan digunakan sebagai dasar dalam menentukan posisi
dan kegiatan keuangan dari suatu perusahaan. Laporan keuangan adalah alat utama
untuk menginformasikan informasi keuangan perusahaan kepada pihak internal dan
pihak eksternal suatu badan usaha. Laporan ini menampilkan sejarah, kejadian,
maupun peristiwa dalam perusahaan yang dikuantifikasi dalam nilai moneter.
Menurut PSAK nomor 1 (revisi 2012), laporan keuangan adalah suatu
penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja, dan perubahan posisi keuangan suatu entitas yang bermanfaat
bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan dan sebagai
pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya oleh
para pemegang saham. Laporan keuangan disusun dan disajikan dalam bentuk
neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan modal, dan laporan arus kas, dan
catatan atas laporan keuangan. Dimana setiap laporan keuangan tersebut memiliki
unsur penrting dalam pengambilan keputusan ekonomik. Laporan keuangan tersebut
harus dipersiapkan secara periodik untuk pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak
yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan terbagi dua,
yaitu pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal diantaranya manajemen
dan pemilik perusahaan, sedangkan pihak eskternal diantaranya investor,
kreditor, pemerintah, dan karyawan. Mengingat banyaknya pihak yang
berkepentingan terhadap laporan tersebut, maka sebelum laporan keuangan
dipublikasikan, laporan keuangan tersebut harus di audit untuk memastikan
kewajarannya apakah telah disusun sesuai dengan standar yang berlaku umum di
Indonesia dan dapat menggambarkan atau memberikan informasi yang relevan dan
andal mengenai aktifitas, operasi, kegiatan perusahaan agar tidak menyesatkan
para pemakainya sehingga kebutuhan masing-masing pengguna laporan dapat
terpenuhi. Laporan keuangan memiliki karakteristik kualitatif sebagai ciri khas
yang menjadikan informasi di dalam laporan keuangan bermanfaat bagi
penggunanya. Karakteristik kualitatif tersebut terdiri dari empat, yaitu :
dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat diperbadingkan. Informasi yang
dapat dipahami memberikan kemudahan bagi penggunanya. Sedangkan informasi
yangmemiliki kualitas relevan harus dapat mempengaruhi keputusan ekonomi yang
diambil pengguna dengan membantu mereka dalam mengevaluasi peristiwa masa lalu,
masakini, atau masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi
pengguna dimasa lalu (IAI, 2007 : 5). Laporan keuangan merupakan media
pertanggungjawaban manajemen perusahaan kepada pihak yangberkepentingan
(stakeholder). Jika reliabilitas dan akseptabilitas informasi laporan keuangan
diperlukan maka dapat dilakukan audit atas laporan keuangan oleh pihak independen
atau akuntan publik (Herbert, 1979:4). Sebagaimana hadis Nabi yang diriwayatkan
oleh Darimi Artinya
”Rasulullah Saw bersabda:”Bertakwalah pada Allah dimana saja berada, gantilah
yang jelek dengan yang baik, bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang
bagus.”(Diana, 2012: 160) Hadis di atas mengajarkan bahwa seseorang harus
selalu berbuat baik dengan perilaku yang baik pula. Untuk mewujudkan hal
tersebut, maka diperlukan adanya pengawasan baik dari diri sendiri, namun
sebagaimana layaknya manusia yang selalu khilaf atau salah, maka diperlukan
pengawasan dari orang lain dengan cara saling menasihati sesama teman, rekan
kerja. Sebagaimana hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhariل Artinya “Jarir bin Abdillah berkata:”Aku baiat pada Rasulullah
untuk menegakkan sholat, mengeluarkan zakat dan saling menasihati sesama
saudara muslim.”(Diana, 2012: 161) Pengawasan dalam pandangan Islam adalah
untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang
hak. Oleh sebab itu Al-Qur’an menganjurkan untuk saling menasihati satu sama
lain sebagai upaya mengingatkan jika terjadi kesalahan atau kealpaan sebagai
manusia sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Ashr ayat satu sampai Artinya “demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.” Dari hadis di atas, dapat dipahami bahwa
pengawasan (controlling) paling tidak terbagi menjadi dua hal: 1. Kontrol yang
berasal dari diri sendiri yang bersumber dari tauhid dan keimanan kepada Allah
SWT. Seseorang yakin bahwa Allah pasti mengawasi hamba-Nya, maka ia akan
bertindak hati-hati. Ini adalah hadis yang paling efektif yang berasal dari
dalam diri sendiri. 2. Sebuah pengawasan akan lebih efektif jika sistem
pengawasan tersebut dilakukan dari luar diri sendiri. Sistem pengawasan dapat
terdiri dari luar mekanisme pengawasan dari pimpinan yang berkaitan
penyelesaian tugas yang telah didelegasikan, kesesuaian antara penyelesaian dan
perencanaan tugas, dan lain-lain. Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang
telah built in ketika menyusun sebuah program, harus sudah ada unsur kontrol di
dalamnya.
Tujuannya adalah agar sseseorang yang melakukan sebuah pekerjaan
merasa bahwa pekerjaan itu diperhatikan oleh atasan atau juga bawahan, bukan
pekerjaan yang diacuhkan. Atasan dan bawahan harus saling mengawasi (Diana,
2012: 162). Pihak manajemen suatu perusahaan berkepentingan untuk menyajikan
laporan keuangan sebagai suatu gambaran prestasi kerja mereka. Laporan ini
berpotensi dipengaruhi kepentingan pribadi, sementara pihak ketiga, yaitu pihak
eksternal selaku pemakai laporan keuangan sangat berkepentingan untuk
mendapatkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Di sinilah peran akuntan
publik sebagai pihak yang independen untuk menengahi kedua pihak (agen dan
prinsipal) dengan kepentingan berbeda tersebut (Damayanti dan Sudarma, 2007),
yaitu untuk memberi penilaian dan pernyataan pendapat (opini) terhadap
kewajaran laporan keuangan yang disajikan. Eko, dkk. (2006) mengemukakan bahwa
diperlukannya pihak ketiga yang bersifat independen sebagai mediator antara prinsipal
dan agen. Pihak ketiga berfungsi untuk memonitor perilaku manajemen (agen)
apakah sudah melakukan tindakan sesuai dengan keinginan pihak pemegang saham
(prinsipal). Independensi auditor adalah kunci utama dari profesi audit,
termasuk untuk menilai kewajaran laporan keuangan. Secara umum, ada dua bentuk
independensi auditor: independence in fact dan independence in appearance.
Independence in fact menuntut auditor agar membentuk opini dalam laporan audit
seolah-olah auditor itu pengamat profesional, tidak berat sebelah. Independence
in appearance menuntut auditor untuk menghindari situasi yang dapat membuat
orang lain mengira bahwa dia tidak mempertahankan pola pikiran yang adil
(Nasser et al., 2006). Menurut Boynton (2008:19), auditor independen di Amerika
biasa disebutdengan Certified Public Accountant (CPA) bertindak sebagai
praktisi perseorangan ataupun anggota kantor akuntan publik yang memberikan
jasa auditing professional kepada klien.
Menurut Agoes (2004), akuntan publik adalah akuntan yang memiliki
izin dari menteri keuangan atau pejabat yang berwenang lainnya untuk
menjalankan praktik akuntan publik. Pentingnya peran akuntan publik membuat
kebutuhan akan jasa dari akuntan publik semakin banyak dibutuhkan, terlebih
lagi dengan berkembangnya perusahaan publik. Meningkatnya kebutuhan jasa audit
berpengaruh terhadap perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia.
Bertambahnya jumlah kantor akuntan publik (untuk selanjutnya disebut KAP) yang
beroperasi dapat menimbulkan persaingan antara KAP yang satu dengan lainnya,
sehingga memungkinkan perusahaan untuk berpindah dari satu KAP ke KAP lain
(Damayanti dan sudarma, 2007: 2).
Keberadaan KAP salah satunya adalah menyediakan jasa umum atas
laporan keungan yaitu untuk mengaudit laporan keuangan klien dan memberikan
opini terhadap kewajaran laporan keuangan yang telah diaudit. Untuk meyakinkan
bahwa laporan keuangan suatu perusahaan tersebut mempunyai kredibilitas yang
berguna bagi pihak-pihak pemakai laporan keuangan, maka laporan keuangan
tersebut harus diaudit oleh auditor yang independen agar auditor dapat bersikap
obyektif dan independen terhadap informasi yang disajikan. Obyektifitas dan
independensi ini dimaksudkan untuk meningkatkan keandalan laporan keuangan
perusahaan sehingga masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat dan dapat
digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Melalui Standar auditing,
seorang auditor diwajibkan bersikap independen, dalam arti tidak mudah
dipengaruhi, Independen disini berarti akuntan publik lebih mengutamakan
kepentingan publik di atas kepentingan manajemen atau kepentingan auditor itu
sendiri dalam membuat laporan auditan. Oleh sebab itu, keberpihakan auditor
dalam hal ini seharusnya lebih diutamakan pada kepentingan publik (IAI, 2001).
Nasser et al., (2006) menyatakan kemandirian/independensi auditor ini sering
disebut sebagai landasan profesi audit karena merupakan dasar kepercayaan
publik terhadap profesi akuntansi.
Independensi mutlak harus
ada pada diri auditor ketika ia menjalankan tugas pengauditan yang mengharuskan
ia memberi atestasi atas kewajaran laporan keuangan kliennya. Independensi
merupakan syarat utama yang harus ada pada setiap diri auditor ketika ia
menjalankan tugasnya dalam mengaudit laporan keuangan dimana ia diharuskan
untuk memberikan jasa atestasi atas kewajaran laporan keuangan kliennya. Sikap
independensi bermakna bahwa auditor tidak mudah dipengaruhi (Standar
Profesional Akuntan Publik/SPAP 2001), sehingga auditor akan melaporkan apa
yang ditemukan selama ia melakukan pengauditan. Winarna(2005) menyatakan bahwa
independensi akuntan publik mencakup dua aspek yaitu: 1) independence in fact
berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan publik dalam mempertimbangkan
fakta-fakta dan tidak memihak dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. 2)
Independence in appearance berarti adanya persepsi orang lain bahwa akuntan
publik bertindak independen sehingga akuntan publik harus menghindari
keadaankeadaan atau faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan
independensinya, misalnya pemberian bingkisan oleh klien.. Nasser et. al.
(2006) dalam Martina (2010) berpendapat bahwa independensi seorang auditor akan
hilang apabila auditor terlibat dalam hubungan pribadi dengan klien, karena hal
ini dapat mempengaruhi sikap mental dan opini mereka ketika melakukan
pekerjaan. Salah satu ancamannya adalah audit tenure yang panjang. Audit tenure
yang panjang dapat menyebabkan auditor untuk mengembangkan “hubungan nyaman”
serta kesetiaan yang kuat atau hubungan emosional dengan klien mereka yang
dapat mencapai tahap dimana independensi auditor terancam. Audit tenure yang
panjang juga memberikan hasil familiaritas yang tinggi sehingga dapat
menyebabkan kualitas dan kompetensi kerja auditor dapat menurun ketika mereka
mulai untuk membuat asumsi-asumsi yang tidak tepat dan bukan evaluasi objektif
dari bukti saat ini. Nasser et al. (2006) juga percaya bahwa hubungan yang
panjang bisa menyebabkan auditor memiliki kecenderungan kehilangan
independensinya. Auditor yang memiliki hubungan yang lama dengan klien diyakini
akan membawa konsekuensi ketergantungan tinggi atau ikatan ekonomik yang kuat
antara auditor terhadap klien. Semakin tinggi keterikatan auditor secara
ekonomik dengan klien, makin tinggi kemungkinan auditor membiarkan klien untuk
memilih metode akuntansi yang ekstrim. Kekhawatiran ini memiliki bukti yang
kuat yaitu Enron. Hubungan yang panjang bisa menyebabkan auditor memiliki
kecenderungan kehilangan independensinya (Nasser et al. ,2006 dalam Martina,
2010). Auditor yang memiliki hubungan yang lama dengan klien diyakini akan
membawa konsekuensi ketergantungan tinggi atau ikatan ekonomik yang kuat antara
auditor terhadap klien. Semakin tinggi keterikatan auditor secara ekonomik
dengan klien, makin besar kemungkinan auditor untuk membiarkan klien memilih
metode akuntansi yang ekstrim. Kekhawatiran ini memiliki bukti yang kuat yaitu
Enron, salah seorang klien dari KAP Arthur Anderson di Amerika Serikat. KAP
Arthur Anderson merupakan salah satu KAP besar yang masuk dalam jajaran Big
five yang terlibat kecurangan yang dilakukan oleh Enron dan menyebabkan KAP
tersebut runtuh pada tahun 2001 karena kehilangan independensinya. Sebagaimana
hadis nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari ّ َ رضي اّلل
ة َ ير َ ر ُ َالُل بن Artinya “Rasulullah saw bersabda:”Apabila amanat
di sia-siakan maka tunggulah saat kehancurannya, “Abu Hurairah r.a
bertanya:”Bagaimana menyia-nyiakan amanat wahai Rasulullah? “Apabila suatu
urusan tidak diserahkan pada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat
kehancurannya.” (Diana, 2012: 182). Akibat dari kasus ini, lahirlah The
Sarbanes Oxley Act (SOX) pada tahun 2002 yang digunakan untuk memperbaiki
struktur pengawasan terhadap KAP dengan menerapkan pergantian KAP dan auditor
secara wajib. Dalam entitas atau perusahaan go public, manajemen memiliki
peranan penting dalam memilih KAP yang akan mengaudit perusahaan tersebut.
Pihak manajemen ingin mempengaruhi keputusan pemilihan auditor untuk kepentingan
mereka sendiri (Chadegani et al., 2011:161). Dengan adanya pergantian
manajemen, manajemen yang baru akan memilih auditor yang dapat mengakomodasi
pilihan mereka dalam kebijakan akuntansi (Chadegani et al., 2011:161). Oleh
karena itu, untuk menjaga kepercayaan publik dalam fungsi audit dan untuk
melindungi objektivitas auditor, melalui serangkaian ketentuan, profesi auditor
dilarang memiliki hubungan pribadi dengan klien mereka yang dapat menimbulkan
konflik kepentingan potensial. Salah satu anjuran adalah memiliki rotasi wajib
auditor (AICPA, 1978a; AICPA 1978b dalam Nasser et al., 2006) karena dapat
meningkatkan kemampuan auditor dalam melindungi publik melalui peningkatan
kewaspadaan untuk setiap kemungkinan ketidaklayakan, peningkatan kualitas pelayanan
dan mencegah hubungan yang lebih dekat dengan klien (Nasser et al., 2006).
Indonesia merupakan salah satu negara yang memberlakukan adanya pergantian
wajib KAP dan auditor. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 359 /KMK.06/2003 pasal 2 tentang “Jasa
Akuntan Publik” (Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor
423/KMK.06/2002).
Peraturan ini menyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas
laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk
5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama
untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Peraturan tersebut kemudian
diperbaharui dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 tentang “Jasa Akuntan Publik”. Perubahan yang
dilakukan diantaranya adalah, pertama, pemberian jasa audit umum atas laporan
keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun
buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga)
tahun buku berturut-turut kepada satu klien yang sama (pasal 3 ayat 1). Kedua,
akuntan publik dapat menerima kembali penugasan audit umum untuk klien yang
sama setelah 1 (satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan
keuangan klien tersebut (pasal 3 ayat 2). Ketiga pemperian jasa audit umum atas
laporan keuangan dapat diberikan kembali pada klien yang sama melalui KAP
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 setelah 1 (satu) tahun buku tidak diberikan melalui
KAP tersebut (pasal 3 ayat 3). Namun, ada yang menentang gagasan rotasi wajib
auditor yang dianjurkan oleh AICPA karena mereka percaya bahwa biaya lebih
besar daripada manfaat. Rotasi dan switching yang sering akan mengakibatkan
peningkatan fee audit sebagai manfaat yang bisa diperoleh dari biaya yang lebih
rendah berikutnya setelah tahun-tahun awal dari setiap audit tidak akan
sepenuhnya direalisasikan. Kelemahan lain adalah bahwa pengetahuan yang
diperoleh selama meningkatkan kualitas pekerjaan audit akan sia-sia dengan
pengangkatan seorang auditor baru (Nasser et al., 2006). Ketika auditor pertama
kali diminta mengaudit satu klien, yang pertama kali harus mereka lakukan
adalah memahami lingkungan bisnis klien dan risiko audit klien. Bagi auditor yang
sama sekali buta dengan kedua masalah itu, maka biaya start-up menjadi tinggi
sehingga bisa menaikkan fee audit. Kedua, penugasan yang pertama terbukti
memiliki kemungkinan kekeliruan yang tinggi. Litigasi terhadap auditor umumnya
terjadi pada tiga tahun pertama tugas pengauditan dan menunjukkan tren
penurunan setelah masa penugasan bertambah. Risiko litigasi terhadap KAP besar
lebih tinggi dibandingkan dengan risiko pada KAP kecil karena, salah satunya,
"kantong tebal" KAP besar tersebut. Oleh karena itu, PWC (2002) dalam
Nasser et al. (2006) menentang sama sekali pertukaran auditor secara wajib yang
sedang diusahakan oleh legislator di AS melalui SOX saat itu. Mereka, dan
pendukung yang lain, berpendapat bahwa hubungan yang panjang antara auditor
dengan klien akan membuat auditor menjadi ahli dan sangat paham terhadap bisnis
klien. Sehingga, auditor lebih awas terhadap perilaku manajemen yang ekstrim
dan paham dengan pilihan-pilihan akuntansi yang ada di dalam bisnis itu.
Artinya, mereka tidak menyetujui bahwa perilaku Arthur Andersen akan juga
menjadi perilaku auditor yang lain.
Perbedaan pendapat ini
menarik untuk diteliti. Sebenarnya faktor apa yang mempengaruhi auditor
switching pada perusahaan di Indonesia, mengingat terdapat pihak yang masih pro
dan kontra terhadap peraturan yang ada. Beberapa peneliti telah menguji
faktor-faktor yang mempengaruhi auditor switching dan memiliki hasil empiris
yang berbeda-beda, Perusahaan akan melakukan auditor switching karena total
audit tenure yang dilakukan oleh Sihombing (2012) pada perusahaan Go Public
sektor manufaktur di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
tahun 2008-2010. Penelitian yang dilakukan oleh Prahartari (2013) pada
perusahaan Real Estate dan Properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) selama periode 2006-2012 menunjukkan hasil bahwa faktor yang berpengaruh
secara signifikan dengan arah negatif terhadap auditor switching adalah ukuran
perusahaan klien. Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2010) pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
2004-2008 menunjukkan hasil bahwa ukuran KAP dan fee audit berpengaruh
signifikan terhadap auditor switching. Penelitian yang dilakukan oleh Astrini
(2013) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
tahun 2009-2012 menunjukkan hasil bahwa faktor yang berpengaruh secara
signifikan terhadap auditor switching secara voluntary adalah audit tenure.
Penelitian yang dilakukan olehMeryani dan Mimba (2012) pada perusahaan
Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008-2011
menunjukkan hasil bahwa faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap
auditor switching adalah management changes yang diproksikan dengan pergantian
dewan komisaris. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara auditor switching dengan faktor-faktor yang digunakan dalam
penelitian yang bersangkutan masih inkonsisten dan belum bisa disimpulkan
secara konklusif sehingga menarik perhatian peneliti untuk mengetahui tentang
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi auditor switching pada perusahaan
perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2013 dengan
menggunakan variabel ukuran perusahaan klien, opini audit, ukuran KAP,
pergantian manajemen. Nilai tambah dari penelitian ini adalah penelitian
dilakukan pada perusahaan perbankan yang masih sangat relatif sedikit ditemui
mengingat sebagian besar penelitian mengenai auditor switching dilakukan pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian
ini menggunakan perusahaan perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI)
karena sektor perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang memiliki
posisi strategis dalam menunjang kelancaran dan stabilitas perekonomian di Indonesia
sebagai lembaga intermediasi (Arthesa dan Edia, 2009). Triandaru dan Totok
(2009), sektor perbankan merupakan sektor bisnis yang tergolong dalam industri
kepercayaan karena dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan. Bank juga
merupakan unit usaha khusus yang menjalankan kegiatan operasionalnya tergantung
sumber dana dari masyarakat. Oleh karena itu, kelangsungan hidup suatu bank
ditentukan juga dengan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.
Merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap bank akan membawa akibat yang buruk
terhadap kelangsungan hidup bank yang bersangkutan. Weiss (2002) dalam Wilujeng
(2011) menemukan bahwa dari 228 perusahaan publik yang mengalami kebangkrutan,
Enron dan 95 perusahaan lainnya menerima opini wajar tanpa pengecualian pada
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan. Reputasi sebuah Kantor Akuntan Publik
dipertaruhkan ketika opini yang diberikan ternyata tidak sesuai dengan kondisi
perusahaan yang sesungguhnya. De Angelo dalam Kusharyanti (2003:25)
mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan (joint probability) dimana
seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem
akuntansi kliennya. Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji
tergantung pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan
melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor. Sementara itu AAA
Financial Accounting Commite (2000) dalam Christiawan (2002:83) menyatakan
bahwa “Kualitas audit ditentukan oleh 2hal yaitu kompetensi dan independensi.
Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas audit”. Bank Century
yang saat ini bernama Bank Mutiara yang hingga saat ini kasusnya masih ramai
diperbincangkan di publik. Menurut Pradjoto, kebangkrutan bank Century
dikatakan sistemik oleh beberapa orang dalam surat kabar dikarenakan pengaruh
dari krisis global yang ada pada saat itu.
Dalam beberapa pemberitaan
media massa, diduga dalam kasus bank Century pihak auditor tidak bertindak
secara profesional dalam auditnya, adanya persekongkolan antara pihak dalam
dengan pihak auditor. Agustin dan Iman (2010) melakukan penelitian dengan
menggunakan model prediksi kebangkrutan Altman Z-score pada bank Century dan
hasil penelitian menunjukkan bank Century mengalami kebangkrutan dengan
menggunakan metode Altman Z-score dan perhitungan dengan menggunakan tingkat
kesehatan bank menurut Bank Indonesia, bank tersebut dianggap sebagai bank yang
tidak sehat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada
obyek penelitian, yaitu penelitian ini dilakukan pada perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengingat sebagian besar dari
penelitian sebelumnya dilakukan di perusahaan manufaktur dan periode lamanya
penelitian, serta atas latar belakang terjadinya kasus Bank Century yang
sekarang menjadi Bank Mutiara bahwa sebelum perusahaan terkena kasus likuidasi
bank tersebut mendapat opini WTP dari auditor independen yang menggambarkan
bahwa kelemahan keberanian auditor dalam menyampaikan opini. Selain itu juga
untuk menghindari adanya industrial effect, yaitu resiko industri yang berbeda
antara sektor industri yang satu dengan yang lain. Perbedaan yang lain dalam
penelitian ini terletak pada variabel penelitian yang merupakan variabel
campuran (mixing) dari variabel penelitian sebelumnya yang saling
menyempurnakan dengan penelitian sebelumnya.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan diatas dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1.
Apakah ukuran perusahaan klien berpengaruh secara signifikan terhadap Auditor
Switching pada perusahaan perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
2.
Apakah opini audit berpengaruh secara signifikan terhadap Auditor Switching
pada perusahaan perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
3.
Apakah ukuran Kantor Akuntan Publik berpengaruh secara signifikan terhadap
Auditor Switching pada perusahaan perbankan yang listing di Bursa Efek
Indonesia (BEI)?
4.
Apakah pergantian manajemen berpengaruh secara signifikan terhadap Auditor
Switching pada perusahaan perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
1.3
Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui apakah ukuran perusahaan klien berpengaruh secara signifikan
terhadap Auditor Switching pada perusahaan perbankan yang listing di Bursa Efek
Indonesia (BEI)
2. Untuk mengetahui apakah opini audit
berpengaruh secara signifikan terhadap Auditor Switching pada perusahaan
perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
3.
Untuk mengetahui apakah ukuran Kantor Akuntan Publik berpengaruh secara
signifikan terhadap Auditor Switching pada perusahaan perbankan yang listing di
Bursa Efek Indonesia (BEI).
4.
Untuk mengetahui apakah pergantian manajemen berpengaruh secara signifikan
terhadap Auditor Switching pada perusahaan perbankan yang listing di Bursa Efek
Indonesia (BEI) . 1.3.2 Kegunaan Penelitian
1.
Bagi Praktisi
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan kontribusi praktik bagi auditor dan untuk
mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan klien melakukan auditor switching
serta sebagai referensi agar auditor dapat selalu menjaga profesionalitas serta
independensinya saat melakukan hubungan kerja dengan klien.
2. Bagi Teoritis
Penelitian ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam bidang akuntansi khususnya di
bidang auditing dengan memberikan bukti empiris diharapkan dapat memberikan
gambaran secara real mengenai praktik auditor switching yang telah dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi : Pengaruh ukuran perusahaan klien, opini audit, ukuran KAP, pergantian manajemen terhadap auditor switching: Studi empiris pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia." silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment