Abstract
INDONESIA:
Penelitian ini dilatar-belakangi oleh adanya peranan pemimpin dalam sebuah perusahaan terkait peningkatan kinerja. Dimungkinkan terdapat hubungan yang berbeda antara pimpinan dengan karyawan. Tingkat kedekatan hubungan ini biasa disebut dengan Leader Member Exchange. Dalam Peningkatan kinerja dari aspek kepemimpinan Leader Member Exchange mempunyai peranan yang penting demi terciptanya kinerja Perusahaan yang tinggi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-analitis dan jenis penelitian ini adalah kuantitatif, yang mengkaji pengaruh Leader Member Exchange yang terdiri dari variabel (X1) afeksi, (X2) loyalitas, (X3) kontribusi, dan (X4) penghormatan professional berpengaruh terhadap (Y) kinerja Perusahaan Umum Jasa Tirta I Malang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling, dimana jumlah sampel yang diteliti adalah 83 responden. Instrumen penelitian ini berupa kuisioner, kemudian data yang diperoleh diolah dengan menggunakan statistik deskriptif, regresi linear berganda serta regresi parsial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Leader Member Exchange yang terdiri dari variabel (X1) afeksi,(X2) loyalitas, (X3) kontribusi, dan (X4) penghormatan professional berpengaruh terhadap (Y) kinerja Perusahaan Umum Jasa Tirta I Malang dengan koefisien korelasi (R) sebesar 0.747 (74.7%) dan tingkat signifikansi 0,05 serta nilai F hitung sebesar 24,663. Selain itu nilai Adjusted R Square yang diperoleh adalah sebesar 0.536 atau 53.6%. Variabel yang berpengaruh dominan terhadap kinerja Perusahaan Umum Jasa Tirta I Malang yaitu Penghormatan Profesional (X4), dengan nilai t hitung sebesar 3.415. Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Leader Member Exchange yang terdiri dari variabel (X1) afeksi, (X2) loyalitas, (X3) kontribusi, dan (X4) penghormatan professional berpengaruh terhadap (Y) kinerja Perusahaan Umum Jasa Tirta I Malang. Oleh karena itu hendaknya Perusahaan Umum Jasa Tirta I Malang memperhatikan keempat variabel untuk meningkatkan kinerja karyawan.
ENGLISH:
This research is motived by the role of leader in a company related to performance improvement. There are different possible relationship between the leadership of the employee. In improving the performance of the leadership aspect of leader member exchange has an important role for the creation of high performance company.
It was a quantitative research which used descriptive-analytic approach. It is studied the influenced of Leader Member Exchange which consisted of four variables. The variables are affection (X1), loyalty (X2), contribution (X3), and (X4) professional honor on the (Y) Jasa Tirta I Malang company performance. The sample was taken by simple random sampling with 83 respondents. The instrument of the research was questionnaire. The data from the questionnaire was processed using descriptive-statistic, the double linear regression and the partial regression.
The result of the study shows that Leader Member Exchange which consisted of affection (X1), loyalty (X2), contribution (X3), and (X4) professional honor on the (Y) performance of the public enterprises Jasa Tirta I Malang has the correlation coeffisient (R) 0.747 (74.7%) and the level of significance was 0, 05 and the value of the Adjusted R Square was 0.536 or 53.6%. The dominant variable which has the important influence on the public enterprise Jasa Tirta I Malang was the professional honor (X4) with the value t-count 3.415. The conclusion of the research is that Leader Member Exchange which consisted affection (X1), loyalty (X2), contribution (X3), and (X4) professional honor influenced on the (Y) performance of public enterprise Jasa Tirta I Malang. It is suggested the public enterprise Jasa Tirta I Malang has to pay more attention to the four variables to improve the employee performance.
BAB I
PENDAHULUAN
1.
1
Latar Belakang
Kepemimpinan merupakan tulang
punggung pengembangan organisasi, karena tanpa kepemimpinan yang baik akan
sulit untuk mencapai tujuan organisasi. Pola kepemimpinan memainkan peranan
penting, dalam meningkatkan kinerja karyawan. Bagaimana tidak, karena sesungguhnya
seluruh faktor eksternal yang dapat meningkatkan kinerja individual karyawan
itu datang dari penampilan dan pola kepemimpinan. Hubungan antara pemimpin
dengan karyawan atau pegawai merupakan hubungan saling ketergantungan yang pada
umumnya tidak seimbang. Bawahan pada umumnya merasa lebih tergantung kepada
pemimpin daripada sebaliknya. Dalam proses interaksi yang terjadi antara
pemimpin dan bawahan, berlangsung proses saling mempengaruhi dimana pemimpin
berupaya mempengaruhi bawahannya agar berperilaku sesuai dengan harapannya.
Dari interaksi inilah yang menentukan derajat keberhasilan pemimpin dalam
kepemimpinannya di dalam suatu organisasi. Pada sekelompok pemimpin lainnya
menerapkan pola kepemimpinan yang berorientasi pada manusia (human oriented).
Pemimpin memusatkan perhatiannya pada kegiatan dan masalah kemanusiaan yang
dihadapi, baik bagi dirinya maupun bagi karyawan. Kepemimpinan pada golongan
ini lebih populis dibanding pola yang terdahulu, karena dipandang memperhatikan
masalah-masalah riil yang dihadapi karyawan. Dari masalah anak sakit sampai
dengan kondisi keluarga. Dari 2 masalah stamina sampai dengan nonton bola.
Akibatnya, lingkungan kerja dapat mengarah pada budaya gosip, tetapi
mengesampingkan penyelesaian tugas dan standar kinerja. Mutu kepemimpinan yang
terdapat dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat dominan dalam
keberhasilan organisasi tersebut dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya
terutama terlihat dalam kinerja para pegawainya (Siagian, 2006). Esensi kepemimpinan
dalam setiap organisasi apapun sangat diperlukan kehadiran dan perannya,
sekalipun dalam organisasi itu telah ditata struktur dan mekanisme kerja
sedemikian sempurna. Kepemimpinan berperan untuk menserasikan kepentingan antar
berbagai pihak. Hakekat kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi
orang-orang agar terarah ke titik tujuan akhir organisasi menurut (George
R.Terry,1960). Untuk mengetahui apa yang dipikirkan karyawan mengenai
perusahaan, pemimpin perlu mengadakan komunikasi aktif dengan para karyawannya.
Sikap pemimpin akan menentukan perkembangan tim dalam organisasi
perusahaan serta perkembangan yang
dicapai yang pada akhirnya akan mempengaruhi pencapaian produktifitas kerja
karyawan. Keahlian mengembangkan tim oleh seorang pemimpin merupakan kunci
sukses keberhasilan kegiatan perusahaan. Kinerja individu adalah bagaimana
seorang karyawan melaksanakan pekerjaannya atau untuk kerjanya. Kinerja
karyawan yang meningkat akan turut mempengaruhi/meningkatkan prestasi
organisasi tempat karyawan yang bersangkutan bekerja, sehingga tujuan
organisasi yang telah ditentukan dapat dicapai (Sedarmayanti, 2009: 53). 3 Hal
ini mengindikasikan bahwa bawahan akan memiliki kinerja melebihi apa yang
diisyaratkan oleh organisasi jika kepemimpinan efektif. Kinerja bawahan tinggi
dengan sendirinya akan berimbas pada kinerja organisasi yang tinggi pula,
karenanya organisasi akan mampu bertahan dalam lingkungan persaingan yang
semakin ketat. Pola atau tipe kepemipinan yang efektif dalam hal ini adalah
mampu meningkatkan kinerja organisasi. Sumber daya manusia yang baik merupakan
hal penting bagi kelangsungan hidup organisasi. Bila organisasi ingin
berkembang dengan pesat, organisasi harus mempunyai sumber daya manusia yang
mampu menampilkan kinerja yang baik. Kinerja Karyawan yang tinggi akan membuat
karyawan semakin loyal terhadap organisasi, semakin termotivasi untuk bekerja,
bekerja dengan rasa senang dan yang lebih penting kepuasan kerja yang tinggi
akan memperbesar kemungkinan tercapainya produktivitas dan kinerja yang tinggi
pula. Robbins (2003) mengungkapkan bahwa teori kepemimpinan yang terkait dengan
eratnya hubungan atasan bawahan mengasumsikan bahwa pemimpin memperlakukan para
pengikut atau bawahan secara sama. Pemimpin mempergunakan suatu gaya yang sama secara
adil terhadap individu dalam unit kerjanya masing-masing. Namun demikian,
sebagaimana telah diungkapkan di atas (Emerson dalam Lee, 2000), dalam
realitasnya teori hubungan atasanbawahan berpandangan bahwa karena adanya
tekanan waktu, pemimpin seringkali menciptakan hubungan khusus dengan kelompok
pengikutnya. Truckenbrodt (2000) mengungkapkan bahwa fokus dari hubungan
atasanbawahan adalah dimaksudkan untuk memaksimumkan keberhasilan organisasi 4
melalui interaksi kedua belah pihak.
Temuan penelitiannya membuktikan
bahwa peningkatan kualitas hubungan atasan-bawahan akan meningkatan derajat
kepuasan kerja, dan komitmen dari bawahan, serta perilaku warga organisasi.
Pemeliharaan dan pengembangan hubungan antara kedua belah pihak secara dewasa
tidak hanya bermanfaat bagi keduanya, namun yang lebih penting adalah bagi
organisasi secara keseluruhan dalam pencapaian kinerja, pertumbuhan, serta
keberhasilan. Graen dan Cashman (dalam Truckenbrodt, 2000), mengungkapkan bahwa
sebagai konsekuensi tingginya kualitas hubungan atasan-bawahan, untuk
tugastugas yang tak terstruktur, pihak bawahan seringkali melakukan secara
sukarela me!alui penyelesaian, pekerjaan ekstra, ataupun mengambil tanggung
jawab tambahan. Sebaliknya, dari sisi atasan, seringkali seringkali demikian
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan, pemberian tugas-tugas, penetapan
otonomi lingkup pekerjaan, dukungan, maupun perhatian sebagai balikan dari
kinerja bawahan terhadap penyelesaian tugas-tugas yang tak terstruktur atau di
luar tugas utama. Lebih lanjut ha1 tersebut membangkitkan adanya rasa percaya
secara timbal balik (mutual trust), dukungan positif, saling tergantung secara
informal, komunikasi yang lebih terbuka, kepuasan bersama, maupun loyalitas.
Derajat keeratan hubungan atasan-bawahan membawa akibat kepada tingkat komitmen
pekerja terhadap pimpinan, dan secara positif membangkitkan motivasi pekerja.
Konsekuensinya adalah menyangkut pada tingkat kualitas layanan yang diberikan
kepada para pelanggan atau pengguna organisasi, sehingga rnereka memiliki
persepsi yang baik terhadap organisasi (Polly, 2002). 5 Hal tersebut sejalan
dengan temuan Lee (2000). yang menunjukkan bahwa hubungan atasan-bawahan secara
tidak langsung berpengaruh terhadap rendahnya kcinginan pekerja untuk keluar
dari pekerjaannya, yakni melalui intermeditasi dari keadilan organisasional,
kepuasan kerja, serta komitmen. Dengan kata lain, kuatnya hubungan
atasan-bawahan membawa pengaruh positif terhadap komitmen keberlanjutan dari
pekerja untuk tetap bertahan pada organisasi dimana dia bekerja. Selain itu,
persepsi yang muncul di kalangan pekerja mengenai positihya hubungan
atasan-bawahan akan berpengamh terhadap peningkatan kinerja. Pada akhirnya,
perilaku-perilaku hubungan atasan-bawahan lebih dapat diprediksikan melalui rutinitas
peran. Hubungan ini terjaga setiap saat melalui proses kolaborasi ada
tugas-tugas yang berlainan. Hubungan kedua belah pihak yang mengembangkan
perilaku bertautan mencakup dimensi-dimensi adanya rasa kepercayaan, saling
perhatian, loyalitas, kesukaan, dukungan, dan kualitas. Sumber sumber hubungan
dari atasan untuk mengkolaborasikan tugas-tugas dengan bawahan dikontrol oleh
harapan timbal balik. Namun demikian, sebagaimana diungkapkan oleh Robbins
(2003), bahwa karena keterbatasan ketersediaan sumber-sumber bagi atasan untuk
melakukan hubungan dan diperlukan kecukupan waktu, maka seringkali kualitas
hubungan yang baik antara atasan dan bawahan cenderung dikembangkan dan
dipertahankan dalam lingkup terbatas (Graen dan Cashman; Graen dan Sandura,
dalam Lee, 2000), dan oleh karenanya akan tercipta in-groups dan out-groups
(Robbins, 2003).
Dalam sebuah organisasi,
dimungkinkan terdapat hubungan yang berbeda antara pimpinan dengan karyawan
yang menjadi anak buahnya. Tingkat kedekatan hubungan ini biasa disebut dengan
Leader Member Exchange. Menurut William teori leader member exchange
menempatkan konsep hubungan sebagai dasar penilaian terjadinya leader member
exchange. Dalam lingkungan organisasi, maka leader member exchange ini mengarah
pada hubungan antara pimpinan dengan karyawan yang menjadi pengikut pimpinan.
Menurut Yukl (1998) Leader Member Exchange (LMX) sebelumnya disebut sebagai
Vertical Dyad Linkage Theory karena fokus hubungan atasan dan bawahan ini
terfokus pada proses-proses timbal balik yang terjadi dalam dyad. Dyad
merupakan dua bagian yang berupa kesatuan yang saling berinteraksi. Teori
tersebut menyelidiki baik hubungan-hubungan ke bawah maupun hubungan ke atas
yang dibuat oleh seorang pemimpin yang mempunyai implikasi bagi efektivitas dan
kemajuan pemimpin tersebut dalam organisasi. Sementara menurut Robbins (2007)
Leader Member Exchange (LMX) dapat didefinisikan sebagai: “The creation by
leaders of in-groups and out-groups; subordinates with in group status will
have higher performance ratings, less turnover, and greater job satisfaction.”
(Robbins, 2007: 369). Sehubungan dengan definisi tersebut, dapat dilihat bahwa
dalam LMX ditemukan perbedaan sikap yang diterima bawahan dari atasannya.
Perbedaan itu membentuk kelompok terpisah yang menerangkan hubungan antara
atasan dan bawahan yang disebut dengan in-group dan out-group. Pada in-group,
pemimpin lebih mempercayakan penyelesaian tugas kepada mereka, berinteraksi
lebih sering misalnya apabila ada suatu
berita atau kejadian penting, bawahan yang termasuk dalam in-group yang akan
dipanggil terlebih dahulu dan memberikan banyak dispensasi terhadap
ketentuan-ketentuan yang sudah ada.
Hal ini cenderung dilakukan oleh
atasan dikarenakan bawahan memiliki persamaan sikap dan karakteristik pribadi dengan
atasan atau bawahan yang tergabung dalam in-group ini memiliki kompetensi yang
lebih baik dibandingkan dengan bawahan yang tergabung dalam out-group. Pada
in-group, bawahan lebih dipercaya, mendapatkan perhatian dalam porsi yang lebih
besar dari atasan, dan mendapatkan hak-hak khusus (Robbins, 2007:368). Menurut
Landy dan Conte (2007) hubungan in-group ini dapat mengurangi jumlah
pengunduran diri bawahan dari organisasi karena adanya hubungan yang baik
antara atasan dan bawahan. Dengan demikian kemungkinan dapat membentuk komitmen
yang besar dari bawahan terhadap atasan pada khususnya dan organisasi pada
umumnya. Karena hubungan dan ikatan yang baik dan kuat antara atasan dengan
bawahan, biasanya terdapat kecenderungan dari bawahan untuk turut mengajukan
pengunduran diri dan ikut serta dengan atasannya pada saat atasan tersebut
sudah tidak berada di organisasi. Bawahan yang tergabung dalam out-group
mendapatkan waktu yang terbatas dari atasannya dan hubungan antara atasan dan
bawahan berdasarkan pada hubungan formal yang biasanya dapat dilihat dari
penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi (Robbins, 2007: 368). Yukl (1998)
menyebutkan bahwa LMX menjelaskan bagaimana pemimpin dan bawahan mengembangkan
hubungan yang saling mempengaruhi satu sama 8 lain dan menegosiasikan peran
bawahan di dalam suatu organisasi. LMX tidak hanya melihat sikap dan perilaku
pemimpin dan pengikutnya tetapi menekankan pada kualitas hubungan yang
terbentuk. Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta didirikan berdasarkan Peraturan
Pemerintah No.5/1990 tanggal 12 Pebruari 1990 dan berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 93/1999 tanggal 13 Oktober 1999 berubah menjadi Perusahaan Umum
(Perum) Jasa Tirta I. Wilayah kerja Perum Jasa Tirta I bertambah sesuai
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 129 tahun 2000 tentang Penambahan
Wilayah Kerja Perum Jasa Tirta I di Wilayah Sungai Bengawan Solo yang mulai
beroperasi 1 April 2002. Perum Jasa Tirta I adalah Badan Usaha Milik Negara
sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang No.19/2003, dimana seluruh modalnya
dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan
umum berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang bermutu dan sekaligus
memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang bidang
usahanya meliputi pengelolaan SDA Wilayah Sungai Kali Brantas dan Wilayah
Sungai Bengawan Solo. Perusahaan memperlakukan karyawan secara adil (fair) dan
tidak membedakan suku, agama, ras dan jenis kelamin (gender) dalam segala
aspek. Perusahaan menyadari bahwa karyawan mempunyai peranan dan kedudukan yang
sangat penting sebagai pelaku dan tujuan Perusahaan. Oleh karena itu, antara
Perusahaan dan karyawan dituntut untuk selalu menjalin hubungan yang dinamis,
harmonis, selaras, serasi dan seimbang.
Sistem penilaian kinerja dan remunerasi
(penggajian) Perum Jasa Tirta I telah diatur dan dituangkan dalam pedoman umum
sistem penggajian, dengan Keputusan Direksi No: KP.225/KPTS/DA/2004. Salah satu
tujuan utama dari para karyawan bekerja adalah mendapatkan penghasilan yang layak
dan dianggap adil. Oleh karenanya merupakan kewajiban perusahaan untuk
senantiasa memperhatikan hal tersebut, sehingga tujuan perusahaan dan tujuan
pegawai sama-sama tercapai. Dalam pemberian penghasilan ini Perusahaan sudah
menerapkan system merit, yaitu pemberian imbalan prestasi yang dikaitkan dengan
prestasi kerja yang dicapai, baik secara individual maupun kelompok. Semakin
tinggi prestasi yang dicapai, penghasilan yang diterima semakin tinggi pula.
Dengan pola system merit seperti di atas, selain memenuhi kriteria prinsip
kelayakan dan keadilan, diharapkan pula dapat meningkatkan motivasi,
produktivitas dan prestasi kerja karyawan. Prinsip yang dianut dalam pemberian
penghasilan adalah prinsip kelayakan dan keadilan. Media dan pola komunikasi
Perum Jasa Tirta I Malang yaitu merupakan sarana komunikasi baik satu arah
maupun dua arah yang sangat diperlukan untuk menginformasikan hal-hal yang
terkait dengan kegiatan perusahaan. Komunikasi yang dibangun antara atasan dan
bawahan di lingkungan perusahaan adalah komunikasi dua arah dari atas ke bawah
dan sebaliknya. Selain melakukan komunikasi dalam rapat, Dewan Pengawas harus
membina komunikasi non formal seperti mailing list, coffee morning, gathering
dengan pemilik modal dan Direksi untuk membahas berbagai masalah perusahaan.
Dan juga Sekretaris 10 perusahaan membangun komunikasi yang efektif antara
perusahaan dengan Pemilik Modal dan stakeholders lainnya. Sebagai salah satu
perusahaan BUMN, pola dan model-model kepemimpinan sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan kinerja karyawan. Hubungan antara atasan dan bawahan perlu dijaga
demi keharmonisan dan kestabilan organisasi. Perusahaan ini bergerak dibidang
pelayanan umum secara otomatis kinerja dari perusahaan dilihat langsung oleh
masyarakat. Pada struktur organisasi perusahaan dipimpin oleh Direktur Utama
yang membawahi empat direktur lainnya yaitu Direktur Perencanaan &
Pengembangan Teknik, Direktur Pengelolaan, Direktur SDM dan Umum, dan Direktur
Keuangan. Dan setiap direktur membawahi beberapa biro, dari biro baru ke
karyawan. Hubungan antara manajemen puncak dengan yang ada di bawah semakin
jauh. Sehingga dibutuhkan komunikasi kultural untuk lebih meningkatkan kinerja
karyawan. Sesuai dengan Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-100/MBU/2002 tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN dari Aspek Operasional
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Analisis
Pengaruh Leader Member Exchange (LMX) Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus di
Perusahaan Umum Jasa Tirta I Malang)”.
1.
2
Rumusan Masalah
Dari
uraian latar belakang, masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah Leader Member Exchange yang terdiri
dari: Afeksi (X1), Loyalitas (X2), Kontribusi (X3), dan Penghormatan
Profesional (X4) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Kinerja (Y)
karyawan ?
2. Apakah
Leader Member Exchange yang terdiri dari: Afeksi (X1), Loyalitas (X2),
Kontribusi (X3), dan Penghormatan Profesional (X4) berpengaruh signifikan
secara simultan terhadap Kinerja (Y) karyawan ?
3.
Variabel manakah yang dominan berpengaruh terhadap kinerja (Y) karyawan ?
1. 3
Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang diuraikan, tujuan
dari kajian masalah ini diantaranya:
1. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan
secara parsial antara Leader Member Exchange (LMX) yang terdiri dari:
Afeksi(X1), Loyalitas (X2), Kontribusi (X3), dan Penghormatan Profesional (X4)
dengan Kinerja (Y) karyawan. 2. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan
secara simultan antara Leader Member Exchange (LMX) yang terdiri dari:
Afeksi(X1), Loyalitas (X2), Kontribusi (X3), dan Penghormatan Profesional (X4)
dengan Kinerja (Y) karyawan. 3. Untuk mengetahui variabel mana dominan
berpengaruh terhadap Kinerja(Y) karyawan.
1.4
Manfaat Penelitian
1. Bagi Perum Jasa Tirta I
a. Penelitian ini dapat memberikan informasi
tentang sejauh mana pengaruh Leader Member Exchange (LMX) dengan kinerja
karyawan.
b.
Sebagai sumber informasi yang dapat dijadikan dasar oleh organisasi untuk
pengambilan kebijakan tentang pelaksanaan Leader Member Exchange (LMX) dan
kinerja.
2.
Bagi Peneliti
a. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan
untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam mengamati permasalahan serta
membantu memberikan sumbangan pikiran bagi organisasi/perusahaan.
b.
Penulis dapat mengaplikasikan ilmunya secara langsung dengan menghadapi kondisi
secara nyata di lapangan dan mengasah kemampuan peneliti dalam melakukan
penelitian dengan metode ilmiah.
3.
Bagi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
a.
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber utuk mengembangkan
kegiatan keilmuan dan pendidikan, khususnya untuk Fakultas Ekonomi Jurusan
Manajemen.
b. Sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang
berkepentingan untuk mengkaji lebih lanjut tentang permasalahan sejenis.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi :Analisis pengaruh leader member exchange (LMX) terhadap kinerja karyawan: Studi kasus di Perusahaan Umum Jasa Tirta 1 Malang. Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment