Abstract
INDONESIA:
Selama rentang kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir sampai meninggal, banyak fase perkembangan dan pertumbuhan yang harus dilewati. Dari semua fase perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase yang penting dan menjadi pusat perhatian adalah fase remaja. Dalam proses perkembangan remaja yang juga dikenal sebagai masa strom dan stress, remaja membutuhkan perhatian dan bantuan dari orang-orang yang dekat dengannya, terlebih orang tua ataupun keluarga. Melihat peranan orang tua ataupun keluarga yang begitu besar dalam perkembangan remaja, tidaklah salah apabila pemenuhan fungsi keluarga menjadi faktor penting. Namun terkadang fungsi tersebut justru tidak berjalan dengan maksimal, hal tersebut terlebih karena terjadinya broken home yang kemudian sedikit banyak akan berdampak pada perkembangan remaja itu sendiri. Namun dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh remaja dengan latar belakang keluarga broken home tersebut tidak lantas membuatnya terpuruk dan jauh dari kebahagiaan.
Berpijak dari uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1.konsep kebahagiaan sejati (authentic happiness) pada remaja dengan latar belakang keluarga broken home di panti asuhan Nurul Abyadh Malang berdasarkan teori Seligman 2.konsep kebahagiaan sejati (authentic happiness) pada remaja dengan latar belakang keluarga broken home di panti asuhan Nurul Abyadh Malang berdasarkan perspektif subyek sendiri. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif dan merupakan suatu studi kasus tunggal. Dalam mengumpulkan data digunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Data yang terkumpul dan digunakan adalah berupa kata-kata, dokumen, serta laporan yang semuanya diperoleh dari salah satu anak asuh panti asuhan selaku subyek penelitian, teman dekat subyek, dan pengurus panti asuhan. Tehnik analisis data dilakukan dengan cara mereduksi data, meyajikannya, kemudian melakukan verivikasi guna menarik suatu kesimpulan. Untuk keabsahan data dilakukan Authencity dan Analisis triangulasi.
Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa: 1.subyek telah dapat mencapai kebahagiaan sejati berdasarkan teori Seligman, walaupun dirasa masih belum optimal. Hal tersebut tergambar dari bagaimana subyek mempunyai optimisme terhadap masa depan yang baik dan juga kebahagiaan pada masa sekarang yang diperolehnya sehingga membuat subyek dapat memperoleh pleasure dan gratification. Namun hal tersebut masih belum didukung dengan kepuasan subyek terhadap masa lalu yang dirasa belum optimal. Disamping itu kebahagiaan sejati dapat diraih oleh subyek melalui beberapa faktor dari lingkungan (circumstances), diantaranya adalah faktor kehidupan sosial, emosi positif, agama, usia dan pendidikan. Sedangkan faktor uang, kesehatan, iklim, ras dan jender dianggap oleh subyek sebagai faktor yang tidak terlalu berkontribusi terhadap kebahagiaan sejati yang dirasakan. 2. Kebahagiaan sejati menurut subyek merupakan sebuah kebahigaan yang dapat di ukur melalui beberapa aspek, yaitu sosial, psikologis, fisiologis, dan spiritual. Disamping itu kebahagiaan yang dirasakan oleh subyek meliputi kebahagiaan pada masa lalu dan kebahagiaan pada saat ini.
ENGLISH:
Over the span of human life which begins from birth to death, many phases of development and growth that must be overcome. Of all the phases of development and growth, one important phase and the center of attention is the adolescent phase. In the process of adolescent development, also known as the time and stress strom, teens need attention and assistance from the people close to him, especially the elderly or families. See the role of parents and family were so great in adolescent development, it is not wrong for a family function fulfillment is an important factor. But sometimes the function is just not working optimally, it is especially because of the broken home and then to some extent will have an impact on adolescent development itself. But of the various problems faced by adolescents with a family background broken home does not necessarily make it sank and away from happiness.
On the basis of the description above, the purpose of this study is to determine: 1. concept true happiness (authentic happiness) in adolescents with a family background of broken home in Orphanage Abyadh Nurul Malang by Seligman`s theory. 2. concept true happiness (authentic happiness) on teen with a family background broken home in Orphanage Abyadh Nurul Malang based on own perspective subjects. The approach used in this study is a qualitative research approach and the descriptive method is a single case study. In gathering the data used interviews, observation and documentation.
Data is collected and used in the form of words, documents, and reports which are derived from one orphanage foster children as research subjects, a close friend of the subject, and orphanage administrators. Technical analysis of the data is done by reducing the data, present it, and then perform verification in order to draw a conclusion. To do authencity and validity of the data analysis triangulation.
From research conducted found that: 1.subject have been able to achieve true happiness by Seligman's theory, although it is still not optimal. It illustrated how the subject has optimism for the future happiness and well obtained in the present so as to make the subject can gain pleasure and gratification. But it is still not supported by the subject to the satisfaction of the past that are still not optimal. Besides that true happiness can be achieved by the subject through some of the environmental factors (circumstances), including the factor of social life, positive emotions, religion, age and education. While the factor of money, health, climate, race and gender are considered by the subjects as a factor that is not overly contribute to true happiness is felt. 2. True happiness is a happiness by subject that can be measured in several aspects, social, psychological, physiological, and spiritual. Besides the happiness felt by the subject in the past include happiness and joy at this time.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Selama rentang kehidupan manusia
yang dimulai sejak lahir sampai meninggal, banyak fase perkembangan dan
pertumbuhan yang harus dilewati. Dari semua fase perkembangan dan pertumbuhan
tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat perhatian adalah fase
remaja. Hal tersebut terlebih dikarenakan pada fase ini adalah merupakan masa
transisi, peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa transisi
inilah menjadikan emosi remaja kurang stabil yang kemudian dikenal sebagai masa
storm dan stress. Masa transisi ini juga memungkinkan untuk dapat menimbulkan
krisis karena pada masa inilah seseorang sedang mencari identitasnya. Dalam
proses perkembangan remaja yang juga dikenal sebagai masa strom dan stress
tersebut, remaja membutuhkan perhatian dan bantuan dari orang-orang yang dekat
dengannya, terlebih orang tua ataupun keluarga. Hal tersebut karena
bagaimanapun keluarga merupakan media bagi berbagai pemenuhan kebutuhan dan
sekaligus merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan. Berdasarkan
pada peranan orang tua ataupun keluarga yang begitu besar dalam perkembangan
remaja, tidaklah salah apabila pemenuhan fungsi keluarga menjadi faktor
penting, Namun terkadang fungsi tersebut justru tidak berjalan dengan maksimal,
hal ini terlebih karena terjadinya “Broken Home” yang kemudian sedikit banyak
akan berdampak pada perkembangan masa remaja. Broken home diartikan sebagai
kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang
rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan
yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian. Dari keluarga
broken home akan lahir anak-anak yang mengalami krisis kepribadian, sehingga
perilakunya sering salahsuai. Mereka mengalami gangguan emosional dan bahkan
neurotic. (Willis, 2009). Hal ini juga seperti yang berusaha dijelaskan oleh
Bowlby , (dalam Seligman, 2005) bahwa perkembangan anak yang jauh dari ibunya,
ditemukan bahwa perkembangan mereka buruk dan banyak dari mereka yang melakukan
pencurian. Diantara anak-anak yang mencuri, pada awal kehidupan mereka banyak
yang pernah terpisah lama dari ibu mereka. Selain itu, Seligman (2005)
mengungkapkan bahwa anak-anak dari pasangan dengan pernikahan “langgeng” lebih
baik dalam semua kriteria yang kita ketahui dibandingkan dengan anak-anak dari
pasangan lain. Sebagai contoh, dari anak-anak yang tinggal bersama kedua orang
tua kandungnya, yang pernah tidak naik kelas jumlahnya hanya sepertiga atau
seperdua dari jumlah anak yang tidak tinggal bersama orang tuanya. Salah satu
temuan yang paling mengejutkan adalah diketahui bahwa anak-anak dari perkawinan
yang stabil lebih lambat matang dalam hal seksual. Mereka menunjukkan lebih
banyak sikap positif terhadap orang yang potensial menjadi pasangan hidup.
Mereka juga lebih tertarik pada hubungan jangka panjang dari pada anak-anak
yang orang tuanya bercerai. (Seligman, 2005) Sejalan dengan pernyataan di atas,
Peranan keutuhan keluarga terhadap perkembangan anak dapat ditafsirkan dari
beberapa hasil penelitian sebagai berikut. R. Stury melaporkan pada tahun 1938
bahwa 63% dari anak nakal dalam suatu lembaga pendidikan anak-anak delinkuen berasal
dari keluarga yang tidak teratur, tidak utuh, atau mengalami tekanan hidup yang
terlampau berat. Maud A. Merril, Boston, 1949 mendapatkan bahwa 50% dari anak
delinkuen (anak-anak yang menyeleweng) berasal dari keluarga broken home.
Demikian pula sekurang-kurangnya 50 % dari anak nakal di prayuwana dan penjara
anak-anak ditangerang berasal dari keluarga yang tidak utuh, menurut hasil
penelitian lembaga penyelidikan pendidikan IKIP Bandung tahun 1959 dan 1960.
(Ahmadi, 2007). Dari penelitian-penelitian tersebut dapat menggambarkan
bagaimana dampak negatif dari ketidak utuhan keluarga atau broken home pada
perkembangan anak. Bagaimanapun seorang anak mempunyai kebutuhan yang harus
terpenuhi oleh keluarga baik itu kebutuhan secara fisiologis, psikologis,
maupun sosial. Peranan penting keluarga dalam proses perkembangan seorang anak
seolah sudah tidak dapat dipungkiri lagi, karena bagaimanapun keluarga adalah
merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga
merupakan sebuah kelompok kecil yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan
wanita, perhubungan yang sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan
membesarkan anak-anak. Disamping itu keluarga merupakan kelompok sosial yang
pertama dalam kehidupan manusia, tempat anak belajar dan menyatakan diri
sebagai manusia sosial. Sedikit banyak dalam keluarga anak belajar tentang
pembentukan norma-norma sosial, belajar memperhatikan keinginan orang lain,
belajar bekerja sama, dan bertingkah laku. Keluarga menjadi salah satu faktor
penting dalam perkembangan anak terlebih dikarenakan keluarga merupakan salah
satu media bagi pemenuhan kebutuhan anak. Diantaranya adalah Kebutuhan akan
makan, minum, rasa aman, cinta, dan kasih sayang. Apabila kebutuhan-kebutuhan
tersebut tidak dapat terpenuhi maka akan dapat berpengaruh terhadap
perkembangan dan pembentukan kepribadian anak. Hal ini sejalan dengan teori
kebutuhan bertingkatnya Maslow. Menurut Maslow (dalam Koswara, 1991), anak-anak
akan memperoleh rasa aman yang cukup apabila mereka berada dalam ikatan dengan
keluarganya. Sebaliknya jika ikatan itu tidak ada atau lemah, maka anak akan
merasa kurang aman, cemas, dan kurang percaya diri, yang akan mendorong anak
untuk mencari area-area hidup dimana dia bisa memperoleh ketentraman dan kepastian
atau rasa aman. (Koswara, 1991). Maslow dalam (Koswara, 1991) juga
mengungkapkan apabila anak-anak diasuh dalam suasana aman, hangat, dan
bersahabat, maka anak-anak itu akan mampu menjalani proses
perkembangan-perkembangannya dengan baik. Pendek kata, dibawah kondisi yang
sehat, perkembangan akan terangsang dan individu akan terdorong untuk menjadi
yang terbaik sebisa-bisanya. Sebaliknya apabila anak-anak itu berada dalam
kondisi yang buruk (mengalami hambatan dalam memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasarnya),
maka mereka akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan potensi-potensinya.
(Koswara, 1991) Keluarga yang tidak
utuh atau broken home juga berdampak pada perkembangan masa remaja. Karena
bagaimanapun orang tua adalah panutan dan teladan bagi perkembangannya,
terutama pada perkembangan psikis dan emosi, orang tua adalah pembentuk
karakter yang terdekat. Jika remaja dihadapkan pada kondisi “broken home”
dengan orang tua mereka yang tidak lagi menjadi panutan bagi dirinya maka akan
berdampak besar pada perkembangannya. Diantara dampak psikis yang dialami oleh
remaja yang mengalami broken home adalah remaja menjadi lebih pendiam, pemalu
bahkan depresi berkepanjangan. Sebagian besar peneliti sepakat menyatakan bahwa
anak-anak dan remaja yang berasal dari keluarga yang orang tuanya bercerai
memperlihatkan penyesuaian diri yang lebih buruk dibandingkan rekan-rekannya
yang berasal dari keluarga utuh. Dalam riset Hetherington ditemukan bahwa 25
persen dari anak-anak dan remaja yang berasal dari keluarga bercerai
memperlihatkan masalah-masalah emosi yang serius dibandingkan dengan 10 persen
dari anak-anak yang berasal dari keluarga utuh, tidak pernah bercerai
(Santrock, 2007). Remaja yang berasal dari keluarga yang orang tuanya bercerai
memiliki resiko yang lebih besar dibandingkan dengan remaja yang berasal dari
keluarga utuh. Remaja yang berasal dari keluarga dengan perceraian orang tua
memperlihatkan masalah akademis, masalah yang bersifat eksternalisasi (seperti
bertingkah dan kenakalan remaja) serta masalah yang bersifat internalisasi
(seperti kecemasan dan depresi), kurang memiliki tanggung jawab sosial, kurang
kompeten dalam relasi karib, putus sekolah, aktif secara seksual di usia dini,
mengonsumsi obat terlarang, bergabung dengan kawankawan yang anti sosial,
memiliki harga diri yang lebih rendah (Santrock, 2007). Berdasarkan kondisi
yang mungkin dihadapi oleh remaja yang mempunyai latar belakang keluarga broken
home seperti yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dimunculkan sebuah
pertanyaan, dapatkah mereka yang menghadapi situasi dan kondisi kehidupan
keluarga seperti itu mengalami kebahagiaan sejati? Menurut Seligman (2005)
kebahagiaan sejati (Authentic Happiness) dapat dicapai ketika individu
mengalami emosi positif terhadapa masa lalu, pada masa kini, dan terhadap masa
depannya, memperoleh banyak gratifikasi dengan menggerakkan kekuatan pribadinya
dan menggunakan kekuatan pribadinya tersebut untuk mendapatkan sesuatu yang
lebih besar dan lebih penting demi memperoleh makna hidupnya. Dijelaskan pula bahwa
pada dasarnya Kebahagiaan merupakan konsep yang subjektif karena setiap
individu memiliki tolak ukur kebahagiaan yang berbeda-beda. Setiap individu
juga memiliki faktor yang berbeda sehingga bisa mendatangkan kebahagiaan
untuknya. Berdasarkan pada penjelasan di atas, maka tidak menutup kemungkinan
remaja dengan latar belakang keluarga broken home akan dapat merasakan
kebahagiaan sejati (authentic happiness). Hal tersebut terlebih dikarenakan
setiap individu memiliki pandangan dan ukuran kebahagiaan bagi dirinya sendiri.
Disamping itu, setiap individu juga memiliki faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap kebahagiaan sejatinya, baik itu secara internal maupun eksternal. Dari
hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 6 dan 9 februari
di salah satu panti asuhan Jl. Bendungan Sigura-gura I No.8 Malang jam 15.00
WIB dan jam 19.00 WIB. UH adalah salah satu anak asuh panti asuhan tersebut
yang saat ini berusia 19 tahun. UH tinggal di panti asuhan ini sudah 3 tahun
sejak kelas 1 SMA. UH sebelumnya pernah tinggal di salah satu pondok pesantren
di Malang selama kurang lebih 4 bulan dan disalah satu tempat rehabilitasi yang
juga kurang lebih selama 4 bulan. Dalam kehidupannya bersama keluarga, UH
adalah salah satu anak dengan latar belakang keluarga broken home. UH sudah
terpisah dari ibu kandungnya sejak bayi, tepatnya pada usia 3 bulan.
Setelah itu UH tinggal bersama ayah dan ibu
tirinya. Ketika tinggal bersama ayah dan ibu tirinya tersebut, UH kerap kali
mengalami kekerasan yang dilakukan oleh ayah kandungnya. UH menempuh pendidikan
sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) di Kalimantan. Setelah
lulus SMP ayahnya sakit, dan ketika itu pula perekonomian keluarga menjadi
hancur. Setelah itu UH bersama dengan keluarga pindah ke jawa. Ketika di jawa
UH akan dijadikan TKW tepatnya pada usia 15 tahun. Dikarenakan adanya pemalsuan
dokumen oleh oknum tertentu, maka UH ditangkap polisi dan di amankan di LSM
perlindungan anak dan pemberdayaan wanita Surabaya. Ketika di Surabaya UH juga
pernah merasakan dunia jalanan kurang lebih selama 3 bulan. Setelah itu UH
dirujuk ke salah satu tempat rehabilitasi di Malang, dan akhirnya mendapatkan
kesempatan untuk sekolah di Malang dan tinggal di pondok pesantren. Namun
karena tidak kerasan di pondok pesantren tersebut UH akhirnya pindah ke panti
asuhan tempat dia tinggal sampai sekarang. Dari hasil obervasi dan wawancara
maka dapat dimunculkan sebuah pertanyaan “apakah anak tersebut bisa merasakan
kebahagiaan sejati (authentic happiness) dengan latar belakang kehidupan
seperti yang digambarkan di atas?”, karena bagaimanapun dibesarkan di dalam
keluarga broken home pasti tidaklah mudah bagi yang mengalaminya apalagi mereka
yang harus tinggal disebuah panti asuhan. Kondisi keluarga yang tidak
mendukung, kemudian harus hidup dengan kondisi yang terbatas di dalam panti
asuhan, belum lagi beban yang harus mereka pikul sebagai anak dengan status
keluarga broken home yang pasti sedikit banyak akan mempengaruhi keadaan
psikologis anak. Dari berbagai uraian yang telah dikemukakan di atas maka
peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh dengan mengadakan penelitian
dengan judul “Kebahagiaan Sejati (Authentic Happiness) Remaja Dengan Latar
Belakang Keluarga Broken Home (Studi Kasus di Panti Asuhan Nurul Abyadh Malang)”.
Alasan peneliti untuk mengadakan penelitian dengan judul di atas terlebih
karena ketertarikan peneliti terhadap konsep kebahagiaan sejati (authentic
happiness) pada salah satu anak asuh di panti asuhan Nurul Abyadh Malang yang
mempunyai latar belakang kehidupan seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.
Di samping itu penelitian tentang
kebahagiaan sejati (authentic happiness) pada remaja dengan latar belakang
keluarga broken home di panti asuhan juga belum pernah dilakukan, sehingga
peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian ini. Adapun alasan peneliti
memilih usia remaja sebagai subyek penelitian, terlebih dikarenakan pada usia
ini seseorang dianggap telah mencapai perkembangan kognitif, psikososial, dan
emosi yang lebih baik dari sebelumnya sehingga kemampuan penalaran dan analisis
yang sudah dimiliki diharapkan akan dapat mempermudah dalam pengungkapan data
terkait kebahagiaan sejati (authentic happiness) yang dirasakannya. Hal
tersebut sesuai dengan yang dijelaskan oleh Mussen, Conger & Kagan (dalam
Desmita, 2009), bahwa pada masa remaja seseorang telah mencapai suatu periode
kehidupan dimana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara
efisien mencapai puncaknya. Disamping itu pula pada masa remaja ini juga
terjadi reorganisasi lingkaran saraf prontal lobe (belahan otak bagian depan
sampai pada belahan atau celah sentral). Perkembangan prontal lobe tersebut
sangat berpengaruh terhadap kemampuan kognitif remaja, sehingga mereka
mengembangkan kemampuan penalaran yang memberinya suatu tingkat pertimbangan
moral dan kesadaran sosial yang baru.
B.
Fokus
Penelitian
Berdasarkan latar konteks
penelitian dan hasil wawancara yang sudah dipaparkan di atas, maka fokus utama
penelitian ini adalah “kebahagiaan sejati (authentic happiness) pada remaja
dengan latar belakang keluarga broken home” studi kasus di panti asuhan Nurul
Abyadh Malang. Sedangkan sub fokus penelitian ini adalah:
1. Konsep kebahagiaan sejati (authentic happiness) pada remaja
dengan latar belakang keluarga broken home di panti asuhan Nurul Abyadh Malang
berdasarkan teori Seligman.
2. Konsep kebahagiaan sejati (authentic happiness) pada remaja
dengan latar belakang keluarga broken home di panti asuhan Nurul Abyadh Malang
berdasarkan perspektif subyek sendiri.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang
yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep kebahagiaan sejati (authentic happiness) pada
remaja dengan latar belakang keluarga broken home
di panti asuhan Nurul Abyadh Malang berdasarkan teori Seligman?
2. Bagaimana konsep
kebahagiaan sejati (authentic happiness) pada remaja dengan latar belakang
keluarga broken home di panti asuhan Nurul Abyadh Malang berdasarkan perspektif
subyek?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah
yang telah diuraikan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui konsep kebahagiaan sejati (authentic happiness) pada
remaja dengan latar belakang keluarga broken home di panti asuhan Nurul Abyadh
Malang berdasarkan teori Seligman.
2. Mengetahui konsep
kebahagiaan sejati (authentic happiness) pada remaja dengan latar belakang
keluarga broken home di panti asuhan Nurul Abyadh Malang berdasarkan perspektif
subyek sendiri.
E. Manfaat Penelitian
1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan bagi keilmuan psikologi terutama kajian tentang psikologi positif
yang saat ini mulai banyak dikaji secara mendalam, khususnya terkait dengan
kebahagiaan sejati (authentic heppiness). Selain itu penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan sumbangan pada kajian psikologi anak dan psikologi
perkembangan terutama mengenai anak-anak dengan latar belakang keluarga yang
tidak utuh atau broken home.
2. Dari segi praktis,
diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran bagaimana kondisi psikologi
anak, terlebih kebahagiaan sejati (authentic happiness) pada remaja dengan
latar belakang keluarga broken home. Sehingga penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi dan solusi pada instansi atau pihak-pihak tertentu yang
menangani anak-anak dengan latar belakang keluarga broken home.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi :Kebahagiaan sejati (authentic happiness) remaja dengan latar belakang keluarga broken home: Studi kasus di Panti Asuhan Nurul Abyadh Malang. Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment