Abstract
INDONESIA:
Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu serta menjadi unsur dari rukun Islam. Zakat merupakan pilar utama dalam Islam khususnya dalam perannya pada aspek sosial-ekonomi yang sangat besar. Secara eksplisit dalam Al-Quran disebutkan bahwa ada banyak ayat yang menerangkan tentang urgensi zakat. Dan jika dicermati lebih lanjut, perintah untuk berzakat selalu diiring dengan perintah mendirikan sholat. Oleh karena itu para ulama berpendapat bahwa tidak ada sholat jika tidak ada zakat. Standar akuntansi yang diimplementasikan organisasi pengelola zakat harus sesuai dengan standar akuntansi zakat serta peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Terbitnya PSAK No. 109 tentang akuntansi zakat, infak/sedekah merupakan jawaban atas pedoman pengelolaan dan pelaporan keuangan pada organisasi pengelola zakat. Standar akuntansi zakat mengatur tentang bagaimana suatu transaksi diakui atau dicatat, kapan harus diakui, bagaimana mengukurnya, serta bagaimana mengungkapnya dalam laporan keuangan.
Tujuan dari penelitian ini untuk meneliti serta mengetahui bagaimana PSAK 109 dilihat dari perspektif syariah, serta implementasi PSAK 109. Berdasarkan pemaparan tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat penelitian tentang “Implementasi PSAK 109 Tentang Pengelolaan Zakat (Studi Kasus Pada Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Hidayatullah Cabang Malang)”.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dimana tujuannya adalah untuk menggambarkan secara sistematis tentang fokus penelitian yang meliputi kedisiplinan dan prestasi kerja karyawan. Subyek penelitian ada lima orang. Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan hasil olahan data, sehingga mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan. Data dikumpulkan dengan cara observasi, interview (wawancara), dokumentasi. Analisa datanya melalui tiga tahap: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (verifikasi).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam PSAK 109 ada beberapa hal penting yang belum bisa sesuai dalam konteks syariah. Beberapa hal penting tersebut meliputi: pertama, penerima dan penerimaan zakat, kedua, penyaluran zakat, ketiga, dana non halal. Akuntansi terhadap dana zakat yang dilakukan BMH Malang dilakukan berdasarkan nilai dasar tunai (cash basic). Dan dalam proses pelaporannya BMH Malang hanya membuat laporan sumber dan penggunaan dana, karena BMH Malang belum mempunyai asset sendiri seperti tanah dan bangunan, sehingga BMH Malang belum melakukan lima laporan keuangan menurut PSAK No. 109 diantaranya adalah neraca, laporan sumber dan penggunaan dana, laporan perubahan dana asset kelolaan, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Oleh karena itu BMH Malang belum diaudit oleh akuntan publik dan belum sesuai dengan PSAK No. 109.
ENGLISH:
Zakat is an obligation for every Muslim who can afford as well as an element of the pillars of Islam. Zakat is the main pillar of Islam, particularly in its role in socio-economic aspects is enormous. Explicitly mentioned in the Quran there are many verses that explain the urgency of charity. And if examined further, the command to pay zakat is always accompanied by order sholat. Therefore, the scholars argue that there is no sholat if there is no zakat. Accounting standards implemented zakat organizations must comply with the accounting standards charity and regulations issued by the government. The issuance of PSAK 109 on accounting of zakat, infaq, and shodaqoh is the answer to the management and financial reporting guidelines on zakat organization. Zakat accounting standard governs how a transaction is recognized or recorded, when to be recognized, how to measure it, and how to disclose in the financial statements. The purpose of this study was to examine and find out how PSAK 109 viewed from the perspective of Sharia, as well as the implementation of PSAK 109.
Based on the exposure of the authors are interested to raise research on "Implementation of PSAK 109 On Zakat Management (Case Study at the Institute Amil Zakat Baitul Maal Hidayatullah Branch Malang)".
This research uses descriptive qualitative approach which portrays systematically the research focus including the employee work discipline and performances. There are five persons as research subjects. The data analysis is conducted in purpose to simply the data, so the data can be read and interpreted easily. The data are collected by observation, interview, and documentation. The data analysis through three steps: data reduction, data presentation and concluding (verification).
The results showed that in PSAK109 there are some important things that can not fit within the context of sharia. Some things peting include: first, the receiver and zakat, the second, the distribution of zakat, the third, non-halal funds. Accounting of the zakat funds made BMH Malang conducted by the cash value basis (cash basic). And in the process of reporting BMH Malang only report the sources and uses of funds, because BMH Malang not yet have its own assets such as land and buildings, so BMH Malang not do five financial report in accordance with PSAK 109 of which are balance sheet, report the sources and uses of funds, assets managed by fund report changes, statement of cash flows, and notes to the financial statement. Therefore BMH Malang not been audited by a public accountant and not in accordance with PSAK 109.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Masalah Zakat merupakan
kewajiban bagi setiap muslim yang mampu serta menjadi unsur dari rukun Islam.
Zakat merupakan pilar utama dalam Islam khususnya dalam perannya pada aspek
sosial-ekonomi yang sangat besar. Secara eksplisit dalam Al-Quran disebutkan
bahwa ada banyak ayat yang menerangkan tentang urgensi zakat. Dan jika
dicermati lebih lanjut, perintah untuk berzakat selalu diiring dengan perintah
mendirikan sholat. Oleh karena itu para ulama berpendapat bahwa tidak ada
sholat jika tidak ada zakat. Membayar zakat adalah kewajiban yang sangat
penting bagi umat muslim, bahkan agama Islam sangat menganjurkan kepada umat
muslim untuk menjadi demawan dalam membelanjakan setiap kekayaannya, namun
demikian, dalam menjalankan kewajiban zakat, umat muslim tetap harus hatihati dan
bisa memastikan bahwa asset dan pendapatan yang dihitung tidak berlebihan atau
kewajibannya tidak dikurangi (Mahmudi, 2009: 14).
Zakat dipungut terhadap
pendapatan (laba/keuntungan), kepemilikan barang-barang tertentu seperti emas
dan perak (disertakan dengan uang), hewan ternak, hasil pertanian dan juga laba
dari kegiatan usaha. Hal ini memerlukan konsep yang jelas untuk menetapkan
dasar dan besarnya zakat yang harus di bayarkan (Triyuwono & As‟udi, 2001:
19). 2 Melihat pentingnya zakat dan bagaimana Rasulullah Shallalahu „alaihi
wassallam telah mencontohkan tata cara mengelolanya, dapat disadari bahwa
pengelolaan zakat bukanlah suatu hal yang mudah dan dapat dilakukan secara
individual. Agar maksud dan tujuan zakat, yakni pemerataan kesejahteraan, dapat
terwujud, pengelolaan dan pendistribusian zakat harus dilakukan secara
melembaga dan terstruktur dengan baik. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar
berdirinya berbagai Organisasi Pengelola Zakat di berbagai negara, termasuk di
Indonesia. Tujuan dalam akuntansi syari‟ah berdasarkan pada tujuan ekonomi
Islam, yaitu pemerataan kesejahteraan bagi seluruh ummat. Kesejahteraan
seharusnya didistribusikan kepada seluruh masyarakat dan tidak hanya
diperuntukkan hanya untuk seseorang atau segolongan saja.
Oleh karena itu, Islam menyediakan sarana untuk pemerataan
kesejahteraan dengan sistem zakat, infaq, maupun sodaqoh. Adapun tujuan
akuntansi yang utama pada mulanya adalah untuk mengetahui hasil-hasil
perdagangan di akhir tahun, sehingga mempermudah bagi mereka untuk mengetahui
berapa besar modal pokok murni, keuntungan murni, maupun kerugiannya (Harahap,
2004: 14). Lebih mendalam tujuan akuntansi syariah adalah sebagai dasar dalam
perhitungan zakat, sebagai dasar dalam pembagian keuntungan, distribusi
kesejahteraan dan pengungkapan terhadap kejadian dan nilai-nilai, serta unutk
meyakinkan bahwa usaha yang dilakukan perusahaan bersifat Islami dan hasil yang
diperoleh tidak merugikan masyarakat. 3 Dari tujuan tersebut terdapat gambaran
bahwa akuntansi berkaitan erat dengan kewajiban zakat. Tidak mungkin rasanya
kewajiban zakat ini terpenuhhi tanpa mengetahui metode perhitungan zakat atas
harta atau penghasilan. Akuntansi syariah muncul sebagai jawaban atas konsep
perhitungan sekaligus pencatatan pengelolaan dana zakat. Dalam konsep akuntansi
syariah, proses yang dilaksanakan tidak hanya sebagai perhitungan dan
pencatatan semata, akan tetapi lebih mendalam adalah cakupan akuntabilitas dari
pengelolaannya terhadap publik dan Allah Swt (Adnan, 2005: 21).
Dalam mewujudkan pemerataan pendapatan ekonomi masyarakat serta
terciptanya pengelolaan dana zakat dengan baik maka diperlukan keaktifan
lembaga-lembaga pengelola zakat (amil) dengan tujuan meningkatkan pelayanan
terhadap masyarakat dalam menunaikan zakat, meningkatkan fungsi dan peran
pranata agama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial
serta meningkatkan hasil dan daya guna zakat. Di Indonesia, pengelolaan dana
ZIS telah diatur Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
UU ini mengatur tentang Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang boleh beroperasi
di Indonesia.OPZ yang disebutkan dalam UU tersebut adalah Badan Amil Zakat
(BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Sistem distribusi zakat yang dikelola oleh
OPZ harus memiliki sasaran dan tujuan. Sasaran di sini adalah pihak-pihak yang
diperbolehkan menerima zakat, yaitu mengangkat keadaan ekonomi pihak-pihak
tertentu yang lebih 4 membutuhkan (mustahik) yang terdiri dari delapan ashnaf.
Sedangkan tujuannya adalah sesuatu yang dapat dicapai dari alokasi hasil zakat
dalam kerangka sosial ekonomi, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dalam bidang perekonomian sehingga memperkecil kelompok masyarakat miskin, yang
pada akhirnya meningkatkan kelompok muzakki (Mahmudi, 2009: 39). Salah satu bentuk
transparansi dan akuntabilitas organisasi pengelola zakat adalah adanya laporan
keuangan.
Laporan keuangan merupakan
media yang menyajikan informasi yang diperlukan oleh para pihak yang
berkepentingan baik pihak intern maupun ekstern untuk digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan. Hal terpenting yang harus diperhatikan oleh organisasi
pengelola zakat adalah akuntabilitas dan transparansi. Untuk itu manajemen yang
profesional dari lembaga amil zakat merupakan suatu keniscayaan. Upaya untuk
mewujudkan Institutusi pengelola zakat yang akuntabel dan transparan tidak
terlepas dari akuntansi dan pelaporan dana zakat. Untuk mendapatkan laporan
keuangan yang berkualitas, organisasi pengelola zakat disyaratkan memiliki
sistem akuntansi. Kualitas laporan keuangan organisasi pengelola zakat sangat
dipengaruhi oleh seberapa bagus sistem akuntansi yang digunakan. Standar
akuntansi yang diimplementasikan organisasi pengelola zakat harus sesuai dengan
standar akuntansi zakat serta peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Terbitnya PSAK No. 109 tentang akuntansi zakat, infak/sedekah merupakan jawaban
atas pedoman pengelolaan dan pelaporan 5 keuangan pada organisasi pengelola
zakat. Standar akuntansi zakat mengatur tentang bagaimana suatu transaksi
diakui atau dicatat, kapan harus diakui, bagaimana mengukurnya, serta bagaimana
mengungkapnya dalam laporan keuangan. Akuntansi untuk zakat menjadi penting
karena amil (orang yang mengumpulkan zakat) bertanggung jawab terhadap harta
yang diamanahkan kepadanya. Disamping itu karena peruntukkan harta zakat adalah
untuk kemaslahatan ummat, maka amil juga bertanggung jawab kepada publik dan
pemerintah.
Dengan kata lain, akuntansi merupakan alat bagi amil untuk
menunjukkan akuntabilitasnya (Mursyidi, 2003: 24). Dari fenomena tersebut
dilakukan penelitian terhadap penerapan akuntansi zakat yang dilakukan lembaga
pengelolaan zakat, tidak mungkin rasanya kewajiban zakat tersebut dapat
diwujudkan dengan optimal tanpa adanya pengelolaan yang baik termasuk
didalamnya pencatatan (fungsi akuntansi) yang menjamin terlaksananya prinsip
keadilan terhadap pihakpihak yang terlibat baik oleh lembaga amil zakat maupun
badan amil zakat, serta mencakup di dalamnya prinsip-prinsip yang sesuai
syari‟ah. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan untuk mengadakan penelitian
yang berkaitan dengan akuntansi zakat serta pengimplementasiannya. Dalam hal
ini penulis akan mencoba mengkaji PSAK 109 dalam konteks syari‟ah, dan
bagaimana standar akuntansi yang digunakan oleh 6 Lembaga Amil Zakat Baitul
Maal Hidayatullah (BMH) Cabang Malang sudah sesuai dengan kaidah syari‟ah.
Baitul Maal Hidayatullah adalah salah satu lembaga amil zakat Nasional resmi
dengan jaringan komunitas pesantren terbesar di Indonesia yang telah
mendapatkan SK dari Menteri Agama No. 538 tahun 2001. Baitul Maal Hidayatullah
cabang Malang sebagai bagian tak terpisahkan dengan Kantor pusat di Jakarta,
hadir di Malang sejak tahun 2003 hingga sekarang. Lebih dari 18.000 donatur
telah mempercayakan dananya baik secara rutin maupun insidentil. Dalam
kiprahnya BMH berhak menggali dana dari pemerintah, BUMN, swasta atau
masyarakat secara umum dan bertanggung jawab menyalurkan kembali kepada yang
berhak menerima. Dengan programprogram yang berkaitan dengan mengelola dana
masyarakat, fungsi akuntansi sangat dibutuhkan didalamnya. Sistem akuntansi
zakat yang sesuai dengan PSAK yang berlaku akan memberikan perspektif positif
dari masyarakat terhadap akuntabilitas pengelolaannya.
Berdasarkan pemaparan tersebut maka penulis tertarik untuk
mengangkat penelitian tentang “IMPLEMENTASI PSAK 109 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
(Studi Kasus Pada Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Hidayatullah Cabang Malang)”.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas,
maka muncul permasalahan yang harus dipecahkan. Dan untuk memperjelas arah
penelitian, maka rumusan masalah yang diangkat adalah bagaimana PSAK 109
ditinjau dari perspektif syariah, serta implementasi PSAK 109 tentang
pengelolaan zakat pada Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Hidayatullah (BMH)
Malang.
1.3
Tujuan
Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan
penelitian yang hendak dicapai adalah: Untuk meneliti serta mengetahui
bagaimana PSAK 109 dilihat dari perspektif syariah, serta implementasi PSAK 109
pada Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Malang
1.4 Manfaat Penelitian
Kegunaan
Teoritis: Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan dalam
bidang Akuntansi Syariah terutama mengenai Akuntansi Zakat pada Lembaga Amil
Zakat Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Malang. Kegunaan Praktis:
1.
LAZ dapat mengevaluasi sejauh mana penerapan penyajian laporan keuangannya
berdasarkan PSAK 109,
2.
Sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen LAZ dalam menerapkan penyajian
laporan keuangan tentang pengelolaan dana zakat yang relevan dan sesuai dengan
standar akuntansi keuangan yang berlaku sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas dan
transparansi keuangannya di mata publik serta mampu meraih kepercayaan publik.
3. Sebagai
acuan bagi peneliti selanjutnya yang akan mengambil tema yang serupa, sehingga
dapat memberikan kajian keilmuan yang lebih mendalam pada masa yang akan
datang.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi : implementasi PSAK 109 tentang pengelolaan zakat: Studi kasus pada lembaga amil zakat Baitul Maal Hidayatullah Cabang Malang." silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment