Abstract
INDONESIA:
Besarnya fee audit yang ditetapkan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) merupakan salah satu objek yang menarik untuk diteliti. Dimana dalam dua decade terakhir penelitian mengenai pasar jasa audit telah tumbuh signifikan diluar negeri, sedangkan didalam negeri masih kurang terpublikasi karena minimnya informasi tentang fee auditor di Indonesia. Hal ini penting dilakukan mengingat permintaan akan jasa audit semakin banyak dan seiring perkembangan yang pesat karena kebutuhan di pasar modal. Untuk hal itu penelitian ini bertujuan menguji pengaruh ukuran perusahaan, ukuran KAP, jumlah anak perusahaan, dan profitabilitas terhadap fee auditor.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari laporan keuangan perusahaan manufaktur pada industry otomotif, semen, dan logam yang konsisten terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009-2011. Pengambilan data menggunakan purposive sampling mengahasilkan jumlah sampel 23 perusahaan dengan analisis regresi linier berganda. Penganalisisan data menggunakan uji asumsi klasik, koefisien determinasi ( ), uji F, dan uji t dengan software SPSS 16.0.
Hasil pengujian secara bersama-sama (simultan) bahwa variable ukuran perusahaan, ukuran KAP, jumlah anak perusahaan dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap fee auditor. Uji secara parsial menunjukkan bahwa variable ukuran perusahaan dan jumlah anak perusahaan berpengaruh terhadap fee auditor, yang berarti bahwa semakin besar ukuran perusahaan dan semakin banyak jumlah anak perusahaan karena waktu yang dibutuhkan lebih lama maka semakin besar pula fee auditor yang dikeluarkan oleh perusahaan. Variable ukuran KAP dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap fee auditor, yang berarti perusahaan yang menggunakan jasa BIG4 atau non BIG4 dan berapapun besarnya laba atau rugi perusahaan tidak akan mempengaruhi besarnya fee auditor yang dikeluarkan setiap perusahaan.
ENGLISH:
The amount of audit’s fee determined by the Certified Public Accounting (CPA) is one of the interesting objects for a research. In the last two decades, the research on audit’s service market has grown significantly abroad. On however, the research related to auditor’s fee is less published in Indonesia because of less information about auditor’s fees. It is important conduct research to many demands for audit service and rapid development in required of the capital market needs. This research aims to examine the effects of client size, CPA size, total of subsidiaries companies, and profitability on the auditor’s fee.
This research uses the secondary data from the manufacture company’s financial report on the automotive, cement, and metal industry which are consistently registered in Indonesia Stock Exchange from 2009 to 2011. The data is obtained through purposive sampling which gains 23 companies as the samples with double linear regression analysis. The data analysis uses classic assumption test, determination coefficient (R2), F test, and t test using SPSS 16.0 software.
The simultaneous test shows that client size, KAP size, total of subsidiaries companies and profitability significantly influence the auditor’s fee. On the other hand, the partial test shows that the client size and total of subsidiaries companies also influence the auditor's fee. It means that the bigger the number of client size and subsidiaries because of the longer time needed, the bigger the amount of auditor's fee issued by the company will be. Based on this test, KAP size and profitability do not influence the auditor’s fee. It indicates that any profit or loss experienced by the company and the companies use either BIG 4 or non BIG 4 service will not influence the auditor’s fee issued by every company.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Pasar
modal di Indonesia berdampak pada peningkatan permintaan akan jasa audit atas
laporan keuangan. Setiap perusahaan yang go public di wajibkan melaporkan hasil
keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan dan telah
diaudit oleh Akuntan Publik yang terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM). Hasil audit atas perusahaan public memiliki konsekuensi dan
tanggungjawab yang besar, sehingga memicu auditor untuk bekerja professional.
Professional auditor yaitu ketepatan waktu
penyajian atas laporan keuangan audit dan informasi yang diperlukan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan dapat member manfaat bilamana disajikan secara
tepat waktu dan akurat saat dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan tersebut
(Diyanti, 2010). Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan Ikatan Akuntansi
Indonesia (IAI, 2001) menyatakan bahwa standar pekerjaan lapangan mengatur
tentang prosedur dalam penyelesaian pekerjaan lapangan seperti perlu adanya
pencatatan atas aktivitas yang akan dilakukan, pemahaman yang memadai atas
struktur pengendalian intern, pengumpulan bukti-bukti komponen yang diperoleh
melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai
dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Pemenuhan atas standar
audit oleh auditor berdampak tidak hanya pada lamanya penyelesaian laporan
audit, tetapi pada kualitas hasil auditnya. 2 Unsur utama dalam pelaporan
keuangan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan salah satu sumber
informasi yang sering digunakan oleh para pengguna laporan keuangan. Didalamnya
terkandung informasi yang dapat memberikan bahan pertimbangan bagi para
pengguna laporan keuangan dalam rangka pengambilan keputusan. Waktu pelaksanaan
audit biasanya terus menerus dan diperbaiki selama berlangsungnya proses audit.
Semakin lama waktu yang diperlukan untuk proses audit, maka semakin besar pula
biaya audit yang akan dikeluarkan oleh klien. Biaya tersebut akan dibebankan
kepada klien dalam bentuk fee audit. Oleh karena itu, sebaiknya auditor
merencanakan dan menetapkan waktu pelaksanaan audit, agar dapat membantu klien
dalam meminimalkan biaya audit atau fee audit (Haryo, 2011).
Tujuan dan kepentingan manajemen perusahaan
dalam menyiapkan dan menyajikan laporan keuangan bertentangan dengan tujuan dan
kepentingan pihakpihak tertentu yang menggunakan laporan keuangan. Sehubungan
dengan posisi yang unik tersebut, maka akuntan publik dituntut dapat
mempertahankan kepercayaan yang telah mereka terima dari klien dan pihak ketiga
dengan cara mempertahankan independensinya. Dalam memberikan pendapat terhadap
kewajaran laporan keuangan klien yang diauditnya, akuntan publik harus bersikap
independen terhadap tujuan dan kepentingan klien, para pemakai laporan
keuangan, maupun diri mereka sendiri (Prawoto dan Desi 2012). Akuntan publik
atau auditor independen dalam tugasnya mengaudit perusahaan klien memiliki
posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan klien
yakni ketika akuntan publik mengemban tugas dan 3 tanggungjawab dari manajemen
untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan yang dikelolanya. Dalam Teori
Keagenan (Agency Theory) hal ini manajemen ingin supaya kinerjanya terlihat
selalu baik dimata pihak eksternal perusahaan terutama pemilik (prinsipal).
Akan tetapi disisi lain, pemilik (prinsipal) menginginkan supaya auditor
melaporkan dengan sejujurnya keadaan yang ada pada perusahaan yang telah
dibiayainya.
Dari
uraian di atas terlihat adanya suatu kepentingan yang berbeda antara manajemen
dan pemakai laporan keuangan (Prawoto dan Desi, 2012). Akuntan publik sebagai
salah satu profesi yang diandalkan untuk menilai kewajaran laporan keuangan.
Oleh karena itu profesionalitas akuntan publik dituntut untuk berkembang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat, serta dapat mengatasi pergerakan dalam dunia usaha
yang kian berkembang dan mengalami berbagai macam peristiwa (Prawoto dan Desi,
2012). Setiap Kantor Akuntan Publik wajib menerapkan ketentuan mengenai panduan
penetapan imbalan jasa (fee) audit sebagaimana diatur dalam Lampiran 1 Surat
Keputusan ini. Kebijakan penentuan fee audit oleh Kantor Akuntan Publik menjadi
salah satu aspek dalam hal dilakukannya review mutu terhadap Kantor Akuntan
Publik tersebut. Panduan penetapan imbalan jasa (fee) audit dijelaskan dalam
Lampiran 1 Surat Keputusan Ketua Umum IAPI No. KEP.024/IAPI/VII/2008 tanggal 2
Juli 2008. Imbalan jasa harus mencerminkan secara wajar pekerjaan yang
dilakukan untuk klien dan seluruh faktor yang dikemukakan dalam paragraph 4
(Dalam hal ini Anggota harus memperhatikan Kode Etik Profesi yang mengatur
mengenai Indenpndensi). Anggota tidak diperkenankan menetapkan imbalan jasa
berbasis 4 kontinjensi baik langsung atau tidak langsung. Sebelum perikatan,
Anggota sudah harus menjelaskan kepada klien, basis pengenaan imblan jasa, cara
dan termin pembayaran, dan total imbalan jasa yang akan dikenakan.
Dalam
hal kemungkinan besar imbalan jasa akan meningkat secara substansial dimasa
datang. Klien harus sudah diberitahukan sebelumnya. Sampai saat ini tidak
terdapat peraturan yang mengatur besarnya “audit fee” yang harus ditagih oleh
Akuntan Publik terhadap klien (auditee) atas jasa audit yang diberikannya. Pada
tahun 1990 terdapat suatu gagasan untuk menetapkan pengaturan tentang audit
fee, khususnya atas jasa audit atas laporan keuangan (Agoes, 1996) dalam
Suharli (2008). Gagasan ini menimbulkan pro dan kontra kalangan praktisi
akuntan publik.
Kondisi ini memberikan indikasi bahwa selama
ini penetapan audit fee dilakukan secara subyektif, artinya ditentukan oleh
salah satu pihak atau atas dasar kekuatan tawar menawar antara akuntan publik
dan klien dalam situasi persaingan sesama akuntan publik. Hal ini memungkinkan
penetapan fee yang terlalu rendah atau terlalu tinggi atas jasa yang diberikan,
tergantung kekuatan tawar menawar tersebut Suharli (2008). Karena jasa akuntan
publik merupakan jasa professional, maka perusahaan harus memberikan fee kepada
akuntan publik untuk jasa auditnya atas laporan keuangan yang sudah diaudit.
Menurut Gatot (2010) dalam Kurnia (2011), pasar audit di Indonesia sangat ketat
dan tidak hanya didominasi Kantor Akuntan Publik (KAP) big four saja. Selain
itu, pasar audit di Indonesia juga masih bersifat cost focus dibandingkan
brand/quality focus Kurnia (2011).
Artinya
perusahaan -perusahaan di Indonesia yang menggunakan jasa auditnya kebanyakan
masih 5 menggunakan pertimbangan pemilihan Kantor Akunan Publik (KAP) melalui
audit fee-nya daripada nama KAP besar (the big four) atau kualitas dari KAP
tersebut. Dalam melaksanakan audit, profesi akuntan publik mempunyai posisi
yang unik dibandingkan dengan profesi lain. Profesi akuntan publik melaksanakan
audit bukan hanya untuk kepentingan klien yang membayar “fee” tetapi untuk
pihak ketiga atau masyarakat yang mempunyai kepentingan terhadap laporan
keuangan yang diaudit. Pihak ketiga tersebut meliputi misalnya pemegang saham,
pemerintah, kreditur, masyarakat, dan lembaga-lembaga keuangan lain yang
membutuhkan laporan keuangan.
Profesi akuntan publik mendapat kepercayaan
dari klien dan pihak ketiga untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang
disajikan oleh klien. Oleh karena itu, akuntan publik tidak memihak pada
kepentingan klien maupun pihak ketiga tersebut (Fachriyah, 2011: 8). Di
Indonesia besarnya fee audit masih menjadi perbincangan yang cukup panjang,
mengingat banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
besar kecilnya fee audit yaitu besar kecilnya klien, lokasi kantor akuntan
publik, jumlah anak perusahaan, jasa-jasa audit, ukuran perusahaan, risiko
audit dan ukuran kantor akuntan publik. Selain faktor tersebut, dalam
menetapkan imbalan jasa atau fee audit, Akuntan Publik harus mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut: Kebutuhan klien, tugas dan tanggung jawab menurut
hukum (statutory duties), indenpendensi, tingkat keahlian (levels of expertise)
dan tanggung jawab, banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif
digunakan oleh Akuntan Publik. Selain itu, dalam menetapkan imbalan jasa atau
fee audit, Akuntan Publik juga harus memperhatikan tahapan-tahapan pekerjaan
audit dan tahap pelaporan 6 (Fachriyah, 2011:3). Besarnya fee audit yang
ditetapkan oleh kantor akuntan publik merupakan salah satu objek yang menarik
untuk diteliti. Selama dua dekade terakhir penelitian mengenai pasar jasa audit
telah tumbuh secara signifikan (Ahmed dan Goyal, 2005) dalam (Fachriyah,
2011:4).
Namun,
penelitian mengenai fee audit di negara-negara berkembang masih jarang
dilakukan (Joshi dan Al-Bastaki, 2000) dalam (Fachriyah, 2011:4). Dalam Kode
Etik Akuntan Publik tahun 1986 Bab VII pasal 20 dalam Suharli (2008) disebutkan
bahwa seorang akuntan publik berhak menerima honorarium untuk kemahiran
pengetahuan yang ia berikan kepada pekerjaan profesional. Dalam menetapkan
honorarium yang wajar, maka tanggungjawab yang terlibat, sifat, batasan dan
pentingnya pekerjaan yang ia lakukan patut diperhitungkan. Namun ia dilarang
untuk menerima keuntungan lain selain pembayaran honorarium yang patut
diterima. Jumlah honorarium tersebut tidak boleh tergantung manfaat yang akan
diperoleh klien. Iskak (1999) dalam Suharli (2008) menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi audit fee adalah ukuran perusahaan auditee, jangka waktu audit dan
ukuran KAP. Halim (1995) dalam Suharli (2008) menyebutkan bahwa jumlah fee
audit ditentukan banyak faktor. Namun secara prinsip ada empat faktor dominan
yang menentukan yaitu karakteristik keuangan, lingkungan, karakteristik
operasi, dan kegiatan auditor eksternal. Oleh karena itu tidak dibenarkan bila
fee audit yang diberikan menyimpang dari keempat faktor di atas misalnya atas
dasar penggunaan laporan audit.
Ketentuan
pidana dalam Pasal 56 pihak terasosiasi yang melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 7 (lima)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) (Undang-Undang RI no.5 Akuntan Publik tahun 2011:38). Ketentuan pidana
Pasal 57 adalah setiap orang yang memberikan pernyataan tidak benar atau
memberikan dokumen palsu atau yang dipalsukan untuk mendapatkan atau
memperpanjang izin akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1),
Pasal 7 ayat (2), atau Pasal 8 ayat (2) dan/atau untuk mendapatkan izin usaha
KAP atau izin pendirian cabang KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2)
atau Pasal 20 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dengan pidana paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah),
setiap orang yang bukan Akuntan Publik, tetapi menjalankan profesi Akuntan
Publik sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), dalam hal pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh korporasi, pidana yang dijatuhkan
terhadap korporasi berupa pidana denda paling sedikit Rp. 1000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000.000,00 (tigaratus miliar
rupiah), dalam hal korporasi tidak dapat membayar denda sebagaimana dimaksudkan
dalam ayat (3), pihak yang bertanggung jawab dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 2(dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun (Undang-Undang RI
no.5 Akuntan Publik tahun 2011:39).
Firth
(1985) dalam Suharli (2008). meneliti hubungan antara ukuran perusahaan dan
biaya audit di New Zealand dari tahun 1981-1983. Hasilnya tidak ada pengaruh
ukuran perusahaan terhadap audit fee. Firth meneliti hanya pada 8 perusahaan
manufaktur dan membatasi ukuran sampel 96 perusahaan. Sampel ini kemudian
dibagi menjadi 2 (dua) kelompok berdasarkan ukuran perusahaan. Perusahaan besar
jumlah aset di atas NZ $ 21.000.000 atau lebih dan perusahaan kecil jumlah aset
di bawah NZ $ 21.000.000.
Sejak
Firth tidak melaporkan kriteria yang digunakan untuk memilih poin pembagian
juga tidak memberikan detail model biaya perusahaan besar dan kecil. Mustahil
menggambarkan kesimpulan yang spesifik tentang perbedaan biaya audit antara
segmen perusahaan New Zealand.
Dalam penelitian ini peneliti mengukur besaran
perusahaan dari jumlah aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Penelitian
mengenai fee audit pertama kali dilakukan oleh Simunic (1980) (Fachriyah, 2011)
yang memformulasikan faktor-faktor yang mempengaruhi fee audit. Simunic membuat
model yang menyatakan bahwa fee audit ditentukan besarkecilnya perusahaan yang
diaudit (client size), risiko audit (atas dasar current ratio, D/E litrgation
risk) dan kompleksitas audit (subsidiaries, foreign listed). Hasil penelitian
lainnya adalah kenyataan bahwa client size adalah faktor penentu yang paling penting
dalam menentukan fee audit. Model inilah kemudian dijadikan acuan untuk melihat
fenomena diseputar penawaran jasa audit (Fachriyah, 2011:7-8). Di Indonesia
penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Basioadis dan fifi (2004) dalam
(Fachriyah, 2011) dengan menguji variabel penjualan, complexity, debt to total
assets, earning before interst and tax to total assets, opini auditor, ratio
long, term liabilities to total assets, carrent ratio dan loss. Hasil
penelitian lainnya adalah kenyataan bahwa tidak terdapat fee audit premium pada
kantor akuntan publik (Big five) pada tahun tersebut. Penelitian Joshi dan
Al-Bastaki (2000) dalam (Fachriyah, 9 2011) di Bahrain juga menguji
faktor-faktor yang menjadi penentu audit diantaranya total assets, ROA, debt to
equity, complexity dan audit timing
.
Hasil penelitian lainnya adalah kenyataan ukuran perusahaan, risiko audit,
profitabilitas dan kopleksitas merupakan faktor penentu audit (Fachriyah, 2011:
8). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dyah (2010) menyatakan
bahwa bahwa variabel BoardSize, BoardMeet (dewan komisaris), ACSize, ACMeet
(komite audit), SUBS (anak perusahaan), LEV (rasio hutang atas aset
perusahaan), ROA (return of asset), REC (piutang atas asset perusahaan), dan
INV (rasio persediaan) tidak mempengaruhi fee audit atau menolak hipotesis yang
diajukan. Sedangkan variabel BoardInd, ACInd, LNASSETS (ukuran perusahaan) dan
BIG4 (kantor akuntan publik) berpengaruh terhadap fee audit atau menerima
hipotesis yang diajukan. Penelitian ini menguji kembali yang telah dilakukan
oleh Suharli (2008) dengan variadel independen rasio konsentrasi, ukuran kantor
akuntan publik, ukuran perusahaan, dan anak perusahaan, sedangkan untuk
variabel dependen adalah audit fee dengan objek penelitian laporan keuangan
yang termasuk perusahaan BUMN tahun 2002-2004. Alasan menguji kembali yang
dilakukan oleh Suharli (2008) karena mendekati angka 1. Sehingga ada hubungan
yang sempurna. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah:(1)
Tahun yang diamati, penelitian ini mengambil tahun 2009 sampai dengan 2011,
dengan harapan lebih mencerminkan kondisi saat ini. (2) Penelitian memfokuskan
penelitian pada sektor manufaktur, karena perusahaan manufaktur memiliki
kontribusi yang relatif besar terhadap perekonomian, (3) penelitian ini lebih
difokuskan pada 10 perusahaan sektor otomotif, semen dan logam karena
perusahaan ini konsisten terdaftar dalam Perusahaan Manufaktur di BEI selama
periode penelitian, dan (4) variabel independen yang berbeda yaitu, ukuran perusahaan,
ukuran KAP, jumlah anak perusahaan, dan profitabilitas berpengaruh signifikan
terhadap fee auditor.
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini mengambil
judul “Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Penetapan Fee Auditor
pada Industri Otomotif, Semen, dan Logam yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2009-2011”
1.2.
Rumusan Masalah
1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap fee
auditor pada Industri Otomotif, Semen, dan Logam yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2009-2011?
2. Apakah ukuran KAP berpengaruh signifikan terhadap fee auditor
pada Industri Otomotif, Semen, dan Logam yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2009-2011?
3. Apakah jumlah anak
perusahaan berpengaruh signifikan terhadap fee auditor pada Industri Otomotif,
Semen, dan Logam yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011?
4. Apakah pro fitabilitas
berpengaruh signifikan terhadap fee auditor pada Industri Otomotif, Semen, dan
Logam yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011?
5. Apakah ukuran perusahaan, ukuran KAP, jumlah anak perusahaan,
dan profitablitas secara simultan berpengaruh terhadap fee auditor pada
Industri 11 Otomotif, Semen, dan Logam yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2009-2011?
1.3
Tujuan
Penelitian
Sesuai dengan
rumusan masalah yang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan
terhadap fee auditor.
2. Untuk menguji pengaruh ukuran KAP terhadap
fee auditor.
3. Untuk menguji pengaruh jumlah anak
perusahaan terhadap fee auditor.
4. Untuk menguji pengaruh profitabilitas
terhadap fee auditor.
5. Untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan,
ukuran KAP, jumlah anak perusahaan, dan profitablitas secara simultan terhadap
fee auditor 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pemikiran sebagai berikut:
1.4.1. Manfaat
Teoritis
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tambahan dan bahan
referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengeni faktor-faktor yang
bepengaruh terhadap penetapan fee audit. Dengan penelitian ini diharapkan dapat
diperoleh informasi mengenai karakteristik faktor-faktor apa saja yang
berpengaruh terhadap fee audit, sehingga perusahaan dapat mengontrol dan mengendalikan
faktor-faktor yang menentukan besar kecilnya fee audit.
Penelitian tentang fee auditor masih sedikit
dilakukan di Indonesia, mungkin dilakukan tetapi tidak terpublikasi dalam
jurnal atau internet.
1.4.2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah wawasan perusahaan mengenai pentingnya penerapan faktor-faktor yang
bepengaruh terhadap penetapan fee audit. Sehingga perusahaan dapat mengetahai
berapa pembayaran fee audit yang pantas untuk auditor agar tidak merugikan kedua
belak pihak.
b.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dibuat acuan oleh auditor saat menerima
penugasan audit, sehingga auditor menerima fee audit secara profesianal.
1.5.
Batasan Penelitian
Dalam
memfokuskan penelitian agar masalah yang diteliti memiliki ruang lingkup dan
arah yang jelas, maka peneliti memberikan batasan masalah sebagai berikut:
1. Ukuran perusahaan, ukuran KAP, jumlah anak perusahaan, dan
profitabilitas terkait dengan penetapan fee auditor.
2. Dalam penelitian ini peneliti lebih menekankan pada perusahaan
swasta karena yang listing secara aktif di dalam industri yang bergerak didalam
bidang otomotif, semen, dan logam lebih didominasi oleh perusahaan swasta.
3. Penetapan fee auditor belum terpublikasi secara luas maka
peneliti menggunakan pendekatan data sekunder yaitu laporan keuangan.
4. Penelitian ini menggunakan variabel profitabilitas karena
penelitian ini pernah dilakukan oleh simunic (2006) sebagai pengukur risiko
audit. Dengan keunggulan Simunic adalah orang yang pertama kali meneliti
tentang fee auditor.
5. Data
fee auditor belum terpublikasi secara luas, karenanya masih voluntary
disclosures
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akuntansi : Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penetapan fee auditor pada industri otomotif, semen dan logom yang terhaftar di Bursa Efek (BEI)" Ini silakan klik link dibawah ini
Download
|
No comments:
Post a Comment