Abstract
INDONESIA:
BMT MMU Sidogiri sebagai salah satu lembaga keuangan syariah yang terpercaya dan cukup dekat dengan masyarakat dituntut untuk menjalankan fungsi akuntabilitas yang berkelanjutan, agar kepercayaan publik terhadap BMT MMU Sidogiri tetap terjaga. BMT MMU Sidogiri berbadan hukum koperasi dan laporan keuangannya mengacu pada PSAK No. 27 tahun 2007, akan tetapi karena dalam operasionalnya memakai pencatatan dan pelaporan tambahan bisnis keuangan syariah, maka dalam praktek laporan keuangannya banyak mengacu pada PSAK No. 59 tahun 2007. Meskipun sudah terdapat pembaharuan mengenai PSAK yang mengatur kegiatan operasional transaksi syariah yaitu PSAK No. 101- No. 108 tahun 2012, akan tetapi pihak BMT MMU Sidogiri tetap menggunakan PSAK No. 27 dan No. 59 tahun 2007. Untuk itu dilakukanlah penelitian ini yang bertujuan untuk meneliti lebih jauh bagaimana BMT MMU Sidogiri menerapkan kedua PSAK yaitu PSAK No. 27 dan PSAK No. 59 tahun 2007 yang nantinya dapat meningkatkan akuntabilitas laporan keuangan secara syariah.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian Kualitatif. Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan observasi, dokumentasi, wawancara, diskusi dan studi pustaka.
Hasil penelitian menunjukan bahwa BMT MMU Sidogiri telah menerapkan dua PSAK dalam penyajian laporan keuangannya, yaitu PSAK No. 27 dan No. 59 tahun 2007. Peneliti merekomendasikan BMT MMU Sidogiri untuk menggunakan PSAK terbaru dalam menyajikan laporan keuangan yaitu PSAK No. 101. BMT MMU Sidogiri telah menerapkan dua aspek dalam mengoptimalkan akuntabilitas syariah, yaitu aspek pemenuhan kebutuhan dan aspek pengawasan dan pemeriksaan. Ditinjau dari aspek pemenuhan kebutuhan BMT MMU Sidogiri telah menyajikan laporan keuangan berdasarkan PSAK No. 27 dan No. 59 tahun 2007. Dari aspek pengawasan dan pemeriksaan telah dilakukan pengawasan dan pemeriksaan dari koperasi pusat dalam bentuk melaporkan segala aktifitas yang dilakukan oleh BMT MMU Sidogiri, auditor independen yang menyatakan bahwa laporan keuangan Koperasi BMT Maslahah Mursalah Lil Ummah (MMU) Sidogiri menyajikan secara wajar, serta pengawasan dan kepercayaan dari masyarakat sekitar dalam bentuk peningkatan jumlah anggota setiap tahunnya serta adanya laporan pertanggungjawaban yang diterbitkan pihak BMT MMU Sidogiri untuk para stakeholder.
ENGLISH:
BMT MMU Sidogiri as one of the Islamic financial institutions, which has a reliable and close relation to public, is required to carry out a sustainable accountability functions in order to maintain the public trust. This BMT is a cooperative. Its financial statement refers to PSAK no. 27 year 2007, but in the implementation, it employs additional information and report on sharia financing. Therefore, its financial statement mainly refers to PSAK no. 59 year 2007. Despite the PSAK revision that is PSAK No. 101-108 year 2012 regulating sharia transaction operational activities, BMT MMU Sidogiri still uses PSAK no. 27 and 59 year 2007. This research aims to investigate further the implementation of both PSAK no. 27 and PSAK no. 59 in BMT to increase the accountability of the Islamic financial statement.
This research is a qualitative research. It employs primary and secondary data. The data collection techniques in this research are observations, documentation, interviews, discussion and literature study.
The results show that BMT MMU Sidogiri Pasuruan has been implementing two aspects in optimizing sharia accountability. They are needs fulfillment aspect and supervision and inspection aspect. From the needs fulfillment aspects, BMT MMU Sidogiri branch Pasuruan Market presents its financial statement based on PSAK No. 27 and 59 year 2007. From the supervision and inspection aspect, the central cooperative has been supervising and inspecting any activities of BMT MMU Sidogiri. The independent auditors report that the financial statement of BMT MMU Sidogiri is acceptable. In addition, the supervision and trust fom the society in the form of the increasing number of customers and also its financial statement for stakeholders.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Searah dengan perubahan
zaman, perubahan tata ekonomi dan perdagangan, konsep baitul maal yang
sederhanapun berubah, tidak sebatas menerima dan menyalurkan harta tetapi juga
mengelolahnya secara lebih produktif untuk memberdayakan perekonomian
masyarakat. Penerimaan juga tidak terbatas pada zakat, infaq dan shadaqah juga
tidak mungkin lagi dari berbagai bentuk harta yang diperoleh dari peperangan.
Lagi pula peran pemberdayaan perekonomian tidak hanya dikerjakan
oleh negara. Beberapa organisasi, istansi atau perorangan yang menaruh
perhatian pada sejarah Islam kemudian mengambil konsep baitul maalini dan
memperluasnya dengan menambah baitul tamwil yang berarti rumah untuk
menguangkan uang. Menjadilah Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Perkembangan usaha
keuangan dewasa ini tumbuh sangat pesat. Terbukti dalam makro perekonomian,
pertumbuhan ekonomi didominasi oleh sektor finansial.
Pesatnya pertumbuhan dunia moneter dalam mendorong perekonomian
salah satunya ditandai dengan banyaknya lembaga keuangan yang muncul ke permukaan,
baik itu Bank, Koperasi, BPR, dan lain sebagainya. Sampai saat ini, sudah
terdapat sekitar tiga juta nasabah mikro yang memperoleh pembiayaan dari BMT.
Aset yang dikelola BMT mencapai angka Rp. 3 Triliun. Saat ini sudah ada 2
sekitar 4.000 BMT yang tersebar diseluruh Indonesia. Pada awal berdirinya BMT,
tahun 2005 asetnya mencapai sekitar Rp. 364 Miliar, tahun 2006 mengalami
peningkatan menjadi Rp. 458 Miliar, tahun berikutnya menjadi Rp.695 Miliar,
pada tahun 2008 dan 2009 aset para anggota berkembang mencapai Rp. 1 Triliun
dan Rp. 1,6 Triliun. Data terakhir, pada tahun 2010 mencapai 50 persen dari
seluruh total aset seluruh BMT yang ada di Indonesia. (www.blogspot.com, Anggun
diakses 10 Januari 2013).
BMT di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, mengingat
lebih dari 80% penduduk Indonesia beragama Islam. Salah satu usaha untuk
menyelenggarakan lembaga keuangan yang baik (Good Corporate Governance) sesuai
dengan prinsip syariah adalah memenuhi prinsip akuntabilitas. Akuntabilitas
dapat dikatakan sebagai suatu pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure)
atas aktivitas dan kinerja finansial kepada pihak-pihak yang berkepentingan
karena akuntabilitas merupakan suatu bentuk perwujudan kewajiban dalam
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi suatu
organisasi yang bersangkutan.
Lembaga keuangan syariah harus bisa menjadi subyek pemberi
informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak pihak berkepentingan. Lembaga keuangan
syariah yang berdiri berdasarkan nilai-nilai Islam mengartikan dimensi
akuntabilitas secara lebih luas yaitu pada pertanggungjawaban yang menekannkan
kepada pertanggungjawaban kepada Allah SWT, dengan demikian tujuan akuntansi
tidak lagi hanya pada pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban dunia,
tetapi jauh kedepan menembus batas 3 kehidupan jasadi yaitu kelak
pertanggungjawaban manusia pada Tuhannya. Dalam surat An-Nisa ayat 58: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya. . . . . . . .”
Ayat ini dapat diinterpretasikan dalam konteks akuntansi yaitu
Allah SWT memerintahkan agar kita senantiasa dapat menjalankan amanat untuk
setiap pihak terkait yaitu bagi pengguna informasi (stakeholders) dan dalam hal
ini kaitannya adalah memenuhi hak untuk mendapatkan informasi dari laporan
keuangan. Dan dalam kata lain mendeskripsikan mengenai prinsip akuntabilitas.
Akuntabilitas dalam perspektif syariah merupakan hubungan horisontal dan
transendental sebagaimana dalam sural Al-Anfal ayat 27:
:“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah
dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu menghianati amanah-amanah yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” Melalui ayat ini dapat kita
ketahui bahwa sebagai konsekuensinya harus mentaati Allah dan Rasul-Nya, Juga
harus memberikan kepercayaan dengan memenuhi amanah-amanah yang telah
diberikan. Salah satu implikasi dari memberikan kepercayaan yaitu dapat
mempertanggungjawabkan (acountability) terhadap amanah yang telah diberikan.
Satu ayat ini memuat tiga
aspek yaitu Allah, Rasul dan orang yang memberikan kepercayaan. Maka dari sini
kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kedudukan akuntabilitas di dalam ajaran
Islam 4 berkenaan dengan hubungan interaksi trasedental dengan Tuhan maupun
interaksi horisontal dengan sesama makhluk. Triyuwono (2006:24) menyatakan:
“Akuntansi Syariah tidak saja sebagai bentuk akuntabilitas manajemen terhadap
pemilik perusahaan (stockholder), tetapi juga sebagai akuntabilitas kepada
stackeholder dan Tuhan.” BMT MMU Sidogiri sebagai salah satu lembaga keuangan
syariah yang terpercaya dan cukup dekat dengan masyarakat dituntut untuk
menjalankan fungsi akuntabilitas yang berkelanjutan, agar kepercayaan publik
terhadap BMT MMU Sidogiri tetap terjaga.
BMT MMU Sidogiri harus
membuktikan bahwa dia adalah lembaga keuangan syariah yang menjunjung tinggi
azas transparansi dan kejujuran dalam proses operasional perusahaan. Selain
itu, BMT MMU Sidogiri juga harus membuktikan bahwa lembaga tersebut lebih baik dari
lembaga keuangan syariah yang lainnya, karena selain lebih dekat dengan
masyarakat, dalam penerapan prinsip-prinsip syariah, BMT MMU Sidogiri terkenal
jauh lebih baik. Perlu diketahui bersama bahwa akuntabilitas merupakan prinsip
yang sangat penting dalam perusahaan, yang secara inheren tidak dapat
terlepaskan dari pelaksanaan Coorporate Social Responsibility (CSR) secara
utuh. Bersanding bersama prinsip-prinsip lainnya, transparansi dan
akuntabilitas merupakan bagian dari prinsip pengelolaan BMT yang sering kali
menjadi tolak ukur tingkat integritas dari sebuah lembaga keuangan syariah
bernama BMT.
Prinsip ini mengacu pada
pemahaman bahwa organisasi usaha memiliki kultur untuk secara 5 terbuka
menjawab berbagai pertanyaan dan mempublikasikan berbagai kinerjanya kepada
seluruh pemangku kepentingan. Permasalahan yang ada dalam aspek pengelolaan
keuangan perusahaan oleh manajemen adalah adanya akuntabilitas kepada
stakeholder. Dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan
melaporkan segala kegiatan terutama dibidang keuangan kepada pihak yang
berkepentingan. Akuntabilitas merupakan hal yang penting yang harus dicapai dan
dipenuhi oleh perusahaan (Hernisah, 2005). Akuntabilitas sebagai persyaratan
yang mendasar untuk mencegah penyalahgunaan wewenang yang didelegasikan dan
menjamin kewenangan yang diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan perusahaan
dengan yang diharapkan, sehingga nilai akhir dari penerapan Good Corporate
Governance adalah meningkatnya kinerja serta membaikknya citra perusahaan (Isgiyarta
dan Tristiarini, 2005).
Dalam era reformasi dan globalisasi, masyarakat (publik) memerlukan
akuntabilitas atas laporan keuangan perusahaan, terutama untuk perusahaan yang
go public. Terdapat tiga kendala yang sering dihadapi perusahaan terkait dengan
pelaporan keuangan. Pertama, laporan keuangan belum dapat diterbitkan tepat
waktu. Kedua, transparansi laporan keuangan belum memadai. Ketiga, data laporan
keuangan belum up date (Daniri, 2005:134). Pedoman akuntansi perbankan syariah
harus mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59 tentang
akuntansi perbankan syariah. Selanjutnya, pedoman ini dijelaskan dengan adanya
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI) 2003 yang diterbitkan Bank
Indonesia. Pedoman ini 6 berisi semua hal terkait akuntansi perbankan syariah.
Sedangkan karena BMT berbadan hukum koperasi, maka pedoman akuntansinya mengacu
pada PSAK No. 27 tentang akuntansi perkoperasian. Pedoman ini berisi
prinsip-prinsip akuntansi yang perlu diterapkan dalam penyajian laporan keuangan.
Baitul Mal wa Tamwil Maslahah Mursalah Lill Ummah (BMT MMU) Sidogiri adalah
salah satu dari sekian banyak BMT yang ada. Seperti disebutkan diatas bahwa BMT
saat ini diarahkan untuk berbadan hukum koperasi, BMT MMU Sidogiri juga
berbadan hukum koperasi dan laporan keuangannya mengacu pada PSAK No. 27 tahun
2007. Namun karena dalam operasionalnya memakai pencatatan dan pelaporan
tambahan bisnis keuangan syariah, maka dalam praktek laporan keuangannya banyak
mengacu pada PSAK No. 59 tahun 2007.
Meskipun sudah terdapat pembaharuan mengenai PSAK yang mengatur
kegiatan operasional transaksi syariah yaitu PSAK No. 101- No. 108, akan tetapi
pihak BMT MMU Sidogiri tetap menggunakan PSAK No. 27 dan No. 59 tahun 2007.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti lebih jauh bagaimana BMT
MMU Sidogiri menerapkan kedua PSAK tersebut yang nantinya dapat meningkatkan
akuntabilitas suatu laporan keuangan secara syariah. Dengan demikian judul
penelitian yang akan dilakukan adalah Akuntabilitas BMT Perspektif Syariah (study
kasus di Baitul Mal wa Tamwil Maslahah Mursalah Lill Ummah (BMT MMU) Sidogiri).
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
deskripsi diatas, maka dapat diambil sebuah rumusan masalah yang akan menjadi
pokok pembahasan dalam penulisan ini. Adapun rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1.
Bagaimana Baitul Maal wat Tamwil Maslahah Mursalah Lill Ummah (BMT MMU)
Sidogiri menerapkan PSAK No. 27 dan PSAK No. 59 tahun 2007 dalam laporan
keuangan?
2.
Bagaimana rancangan laporan keuangan BMT MMU Sidogiri yang disesuaikan dengan
PSAK yang terbaru?
3. Bagaimana akuntabilitas Baitul Maal wat
Tamwil Maslahah Mursalah Lill Ummah (BMT MMU) Sidogiri Perspektif Syariah?
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam
Penelitian ini, peneliti menfokuskan pada laporan keuangan tahun 2011-2012 dalam
mengukur akuntabilitas Baitul Maal wat Tamwil Maslahah Mursalah Lill Ummah (BMT
MMU) Sidogiri perspektif syariah. BMT MMU Sidogiri menerapkan PSAK No. 27 dan
PSAK No. 59 tahun 2007 dalam menyusun laporan keuangan, sehingga peneliti hanya
merekomenddasikan PSAK No 101 sebagai pedoman untuk menyajikan laporan keuangan
berdasarkan transaksi syariah.
1.4
Tujuan
Penelitian
Dalam penelitian ini, tentunya penulis
mempunyai tujuan yang jelas. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui Baitul Maal wat Tamwil Maslahah Mursalah Lill Ummah (BMT MMU)
Sidogiri menerapkan PSAK 27 dan PSAK 59 dalam laporan keuangan.
2.
Untuk Mengetahui Rancangan laporan keuangan BMT yang sesuai dengan PSAK
terbaru.
3.
Untuk mengetahui akuntabilitas Baitul Baitul Maal wat Tamwi lMaslahah Mursalah
Lill Ummah( BMT MMU) Sidogiri Perspektif Syariah.
1.5
Manfaat Penelitian
a. Bagi pengambil kebijakan, khususnya Bank
Indonesia dan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), penelitian ini dapat menjadi
referensi untuk mengambil kebijakan dan evaluasi terkait pengembangan BMT
dimasa mendatang dan memastikan akuntabilitas seluruh lembaga keuangan yang
ada.
b. Bagi BMT MMU Sidogiri, penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan referensi dan masukan terkait dengan kesadaran tiap
anggota manajemen BMT MMU Sidogiri untuk benar-benar komitmen dalam menjalankan
fungsi akuntabilitas perusahaan, agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga dan
BMT MMU Sidogiri tetap eksis bersama masyarakat.
c. Bagi Akademisi dan Mahasiswa, dimaksudkan
untuk lebih memacu keinginan dalam mempelajari dan mengembangkan lembaga
keuangan yang berbasiskan syariah khususnya BMT MMU Sidogiri, baik secara
teoritis maupun praktis, khususnya dalam hal pelaksanaan fungsi
akuntabilitasnya.
d. Bagi Masyarakat, penelitian ini dapat
menjadi tambahan wawasan dan pemahaman baru yang digunakan sebagai modal untuk
mengontrol dan mengevaluasi kinerja BMT MMU Sidogiri melalui informasi
akuntansi yang disediakan. Apabila informasi akuntansi tersebut tidak
diberikan, masyarakat dapat melakukan kritik yang membangun untuk akuntabilitas
BMT di masa mendatang.
Untuk Mendownload Skripsi "Akuntabilitas BMT perspektif syariah: Studi kasus di Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Maslahah Mursalah Lill Ummah (MMU) Sidogiri, Kraton, Pasuruan" Ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment