Abstract
INDONESIA:
Krisis ekonomi muncul pertama kali ketika tahun 1997–1998 yang melanda banyak negara di Asia. Tahun 1999, Bank Dunia menyatakan bahwa krisis ekonomi yang terjadi di Asia Timur termasuk Indonesia disebabkan oleh kegagalan dalam menerapkan prinsip governansi yang berupa kegagalan sistematik (sistem hukum yang lemah, standar akuntansi yang tidak konsisten, praktik perbankan yang buruk, pengawasan board of direktor yang tidak efektif serta kurangnya mempertimbangkan hak pemegang saham). Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh good corporate governance terhadap nilai perusahaan dengan kinerja keuangan sebagai variabel intervening.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Sumber data dari penelitian ini diperoleh dari Indopremier, IDX dan The Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG). Teknik analisis data penelitian ini menggunakan Path analysis.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa good corporate governance, return on asset dan earning per share berpengaruh signifikan secara simultan terhadap price book value. Namun secara parsial return on asset saja yang berpengaruh signifikan terhadap price book value. Dan good corporate governance berpengaruh signifikan terhadap return on asset dan earning per share baik secara simultan maupun parsial. Sehingga dari hasil ini bisa disimpulkam bahwa earning per share tidak terbukti berfungsi sebagai variabel intervening, sedangkan return on asset terbukti berfungsi sebagai variabel intervening
ENGLISH:
Economy crisis emerged first time in 1997-1998 that attacked many countries in East Asia. In 1999, Bank of World explained that economy crisis was happened to East Asia include Indonesia was caused by failure in applying of governantion principal constituted sytematic failure (system of a weak law, unconsistent accountancy standart, nasty banking practice, diseffective board of direktor surveillance and less to consider the right of stockholders). The purpose of this observation is trying the effect of good corporate governance to the value of enterprise with financial performance as intervening variable.
Sort of this observation is quantitative research. The source of data from this obeservation was obtained from Indopremier, IDX and the indonesia institute for corporate governance (IICG). This Analysis data research technique by path analysis.
The result of data analysis showed that good corporate governance, return on asset and earning per share simultaneously significant effect on price book value. Howover, the partial return on asset significantly influence the price book value. And good corporate governance significant effect on return on asset and earning per share either simultaneously or partially. So, from this results it can be concluded that the earning per share unproved to function as an intervening variable, whereas the return on assets to be useful as intervening variable.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelitian Corporate Governance di
perusahaan semakin meningkat seiring dengan munculnya kasus besar yang
meruntuhkan perusahaan-perusahaan besar di Amerika. Kasus yang sempat menjadi
pusat perhatian di dunia adalah kasus Enron. Pada tahun 2001 Enron merupakan
salah satu perusahaan Energi terbesar yang terletak di Amerika dengan memiliki
puluhan ribu karyawan dan memiliki pertumbuhan keuangan yang pesat. Skandal
keuangan Enron terungkap pada tahun 2002 ketika terjadi penurunan total
revenue. Enron pailit, sehingga menyebabkan kepercayaan atas informasi keuangan
berkurang, rusaknya citra profesi akuntansi di Amerika, dan hilangnya ratusan
juta dolar uang yang diinvestasikan di Enron (Arifin. 2005). Di Indonesia
perhatian Corporate Governance mulai muncul ketika krisis ekonomi tahun
1997–1998 yang melanda banyak negara di Asia karena kurangnya perhatian
perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam penerapan governansi. Bank Dunia
melaporkan pada tahun 1999 mengenai krisis ekonomi yang terjadi di Asia Timur
termasuk Indonesia karena perusahaan tidak mengetahui atau gagal menerapkan prinsip
governansi yang berupa kegagalan sistematik. Kegagalan sistematik yang terjadi
tersebut adalah sistem hukum yang lemah, standar akuntansi yang tidak
konsisten, praktik perbankan yang buruk, pengawasan board of direktor yang
tidak efektif serta kurangnya 2 2 mempertimbangkan hak pemegang saham minoritas
(Sutedi. 2012). Krisis ekonomi di tahun 1999 inilah yang telah mendorong
perhatian akan pentingnya meningkatkan penerapan governansi (Warsono dkk,
2009). Menurut Arifin (2005) lamanya proses perbaikan yang ada di dalam
Indonesia disebabkan oleh masih kurang diterapkanya praktik corporate
governance yang ada di Indonesia. Setelah kejadian itu maka pemerintah dan
Investor mulai memberikan perhatian yang signifikan terhadap corporate
governance (Wardhani, 2006). Pemulihan mulai terlihat selama 10 tahun terakhir.
Namun, survei 2 tahun terakhir dari Institute for Corporate Directorship (IICD)
memperlihatkan bahwa cara pengelolaan bisnis perusahaan Indonesia menjadi yang
terburuk di kawasan ASEAN. Bahkan IICD melaporkan terdapat 479 perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang tata kelola perusahaannya masih kalah
dengan dengan Thailand, Malaysia dan Singapura (www.kompasiana.com). Survei
yang dilakukan oleh Asian Corporate Governance Association (ACGA) yaitu sebuah
organisasi keanggotaan nirlaba (nonprofit) independen yang didedikasikan untuk
bekerja sama dengan investor, perusahaan dan regulator dalam pelaksanaan tata
kelola perusahaan yang efektif di seluruh Asia. ACGA didirikan pada tahun 1999
dari keyakinan bahwa tata kelola perusahaan merupakan hal yang fundamental
untuk pengembangan jangka panjang ekonomi Asia dan pasar modal, menghasilkan
bahwa 11 negara yang ada di Asia untuk dapat dibandingkan dari tahun 2010
sampai dengan 2014. 3 3 Tabel 1.1 Market ranking & Score Good Corporates
Governance di Asia 2010 ke 2014 Negara 2010 2012 2014 Hongkong 65 66 65
Singapura 67 69 64 Japan 57 55 60 Thailand 55 58 58 Malaysia 52 55 58 Taiwan 55
53 56 India 48 51 54 Korea 45 49 49 China 49 45 45 Phillippines 37 41 40
Indonesia 40 37 39 Sumber : Asian Corporate Governance Association Dilihat dari
tabel 1.1 pada tahun 2010 Indonesia berada diposisi 10 namun di tahun 2012 ke
2014 Indonesia mengalami penurunan yaitu berada diposisi ke-11 namun mengalami
peningkatan pada skor yaitu 37 ke 39, sedangkan untuk mencapai standar
internasional setiap negara harus mendapatkan nilai 80%. Hal ini terlihat bahwa
Negara Hongkong yang memiliki nilai 65% masih membutuhkan jalan yang panjang
untuk mencapai nilai 80%. Apalagi Indonesia yang baru mencapai dari target
yaitu 39% (Asian Corporate Governance Association. 2012). Survei lain yang juga
dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC) di negara Asia
yaitu sebuah perusahaan konsultan yang mengkhususkan diri dalam informasi
bisnis strategis dan analisis untuk perusahaan yang melakukan bisnis di
negara-negara di Asia Timur dan Tenggara. PERC menghasilkan berbagai laporan
risiko pada negara-negara Asia, memberikan perhatian khusus pada variabel
sosio-politik penting seperti korupsi, risiko hak kekayaan intelektual,
kualitas tenaga kerja, dan kekuatan sistemik 4 4 lainnya dan kelemahan dari
negara-negara Asia individu, yang meghasilkan bahwa Indonesia menempati posisi
paling terakhir dalam menerapkan good corporates governance di tahun 2012 &
2014. Tabel 1.2 Skor Peringkat Good Corporates Governance di Asia Negara Skor
(Tahun 2012) Skor (Tahun 2014) Singapura 0.67 1.6 Jepang 1.90 2.08 Hongkong
2.64 2.95 Taiwan 5.46 5.31 Malaysia 5.59 5.25 Philipina 6.10 7.87 Thailand 6.57
8.25 Korea Selatan 6.90 7.05 China 7.00 7.1 Vietnam 7.75 8.73 Indonesia 8.50
8.85 Sumber : Political and Economic Risk Consultancy (PERC) Dilihat dari tabel
1.3 bahwa negara Indonesia menempati posisi dua terbawah negara di Asia dalam
penerapan governansi. Skor 8.50 di tahun 2012 dan 8,85 di tahun 2014. Sedangkan
kriteria penilaiannya adalah semakin tinggi skor, maka semakin buruk good
corporates governance. Itu artinya negara Indonesia masih menyandang kategori
buruk dalam penerapan good corporates governance dibanding dengan negara
tetangga. Praktik korupsi merupakan salah satu indikator dari buruknya
mekanisme atau praktek GCG di suatu negara dimana akan berbanding lurus
(Effendi. 2009). Artinya semakin tinggi tingkat praktik korupsi maka semakin buruk
pula penerapan GCG di suatu negara. Hal tersebut bisa terlihat pada gambar di
bawah ini: 5 5 Gambar 1.1 Grafik Peringkat Korupsi di Asia tahun 2014 Sumber:
PERC, 2014 Jika dilihat dari tabel 1.3 skor Indonesia di tahun 2014 sama dengan
angka skala praktik korupsi (gambar 1.1) yaitu 8.85 dimana kriteria
penilaiannya adalah semakin tinggi skala, maka semakin buruk tingkat korupsi
(dari skala 0-10: 0 terbaik dan 10 terkorup). Itu artinya skor kedua-duanya
mendekati angka 10 (sepuluh) dan masih tertinggal dari negara di Asia Tenggara,
seperti Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Menurut Corruption
Perception Index (CPI) merupakan indeks komposit yang mengukur persepsi pelaku
usaha dan pakar terhadap korupsi di sektor publik, yaitu korupsi yang dilakukan
oleh pegawai negeri, penyelenggara negara dan politisi dan menjadi rujukan
tentang situasi korupsi dalam negeri dibandingkan dengan negara lain, di tahun
2015 pringkat dan skor praktik korupsi di Indonesia menempati urutan ke 15 dari
tingkat regional sedengkan di tingkat global Indonesia menempati urutan ke 88
dengan skor 36 dan masih tertinggal dari negara-negara tetangga seperti
Thailand (38),
Malaysia (50) dan Singapura (85)
(Transparency International, 2016). Dari hasil survei tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa Indonesia dalam pengelolaan atau tata kelola perusahaan masih sangatlah
rendah dan tingkat kekorupsiannya masih sangat besar jika dibandingkan dari
pada negara Asia 6 6 lainnya khususnya negara tetangga. Lemahnya praktik good
corporate governance (tata kelola manajemen perusahaan) dipicu oleh
konsep-konsep tata kelola yang kurang baik mulai dari transparansi,
keterbukaan, hak-hak pemegang saham, bahkan terdapat perusahaan yang tidak
mendalami betul praktik dan prinsip-prinsip GCG sebagai kriteria perusahaan
tersebut (www.kompasiana.com). Terbukti dari berbagai skandal keuangan seperti
kasus penipuan, penggelapan, pembobolan dan korupsi yang dilakukan oleh oknum
perusahaan. Akhir-akhir ini, corporate governance menjadi salah satu topik
pembahasan sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi mengenai fraud serta
keterpurukan bisnis akibat kesalahan para eksekutif manajemen. Salah satu bukti
lemahnya praktik good corporate governance di Indonesia adalah terjadinya
skandal Waskita Karya, salah satu BUMN Jasa Konstruksi yang melakukan rekayasa
laporan keuangan. Skandal ini terjadi saat sedang ramainya perbincangan tentang
pelaksanaan good corporate governance BUMN. Pada kasus tersebut ditemukan
pencatatan yang tak sesuai, yaitu kelebihan pencatatan Rp 400 miliar. Kasus
lain yang terjadi akibat lemahnya praktik good corporate governance juga
terjadi pada perbankan, seperti yang terjadi pada Citibank pada tahun 2011.
Dalam kasus tersebut, terjadi penggelapan dan pencucian uang dana nasabah yang
bernilai triliunan oleh Senior Relationship Manager Citibank itu sendiri
(Khumairoh dkk, 2014). Dalam rangka berkompetisi di perdagangan internasional
atau global trading perusahaan-perusahaan di Indonesia diwajibkan melakukan
suatu konsep pengelolaan perusahaan secara baik yang dikenal good corporates
governance 7 7 (GCG) (BPKP, 2011). Dimana corporate governance merupakan suatu
proses dan struktur yang digunakan oleh organisasi perusahaan seperti pemegang
saham, pemilik modal, komisaris, dewan pengawas dan direksi untuk meningkatkan
keberhasilan dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham
dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika (Sutedi, 2012).
Dasar GCG yaitu dari Peraturan Mentri Negara BUMN No PER-01/MBU/2011 yaitu
tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada BUMN dan Implementasi
GCG didukung Peraturan tentang Badan Usaha Milik Negara yaitu Undang-undang No.
19 Tahun 2003 telah disahkan pada tanggal 19 Juni 2003. Keberadaan
Undang-Undang BUMN tersebut diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi
perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada
khususnya, dimana BUMN sebagai suatu pilar pembangunan perekonomian perlu
diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional. Menurut Dewi
& Iga (2014) bahwa penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
(GCG) berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan yang salah satunya
diproksikan dengan ROA LPD di Kabupaten Gianyar, Bali, melalui analisis Camel,
menunjukkan bahwa dalam rangka peningkatan kinerja keuangan LPD perlu
diterapkannya penerapan prinsip-prinsip good corporate governance yang semakin
baik. Menurut Organization for Economic Corporation and Development (OECD),
prinsip dasar GCG adalah sebagai berikut: Kewajaran (fairness), Akuntabilitas
(accountability), Transparansi (transparency), 8 8 Kemandirian (Indepedency)
dan Responsibilitas (responsibility). Mekanisme corporate governance meliputi
banyak hal, contohnya jumlah dewan komisaris, indepedensi dewan komisaris,
ukuran dewan direksi, dan keberadaan komite audit. Dengan adanya salah satu
mekanisme GCG ini diharapkan monitoring terhadap manajer perusahaan dapat lebih
efektif sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan nilai perusahaan.
Jadi jika perusahaan menerapkan sistem GCG diharapkan kinerja tersebut akan
meningkat menjadi lebih baik, dengan meningkatnya kinerja perusahaan diharapkan
juga dapat meningkatkan harga saham perusahaan sebagai indikator dari nilai
perusahaan sehingga nilai perusahaan akan tercapai (Wardoyo dan Veronica,
2013). Kinerja keuangan merupakan gambaran hasil ekonomi yang mampu di raih
oleh perusahaan pada waktu tertentu melalui aktivitas-aktivitas perusahaan
untuk menghasilkan keuntungan secara efektif dan efisien yang dapat diukur
perkembangannya dengan mengadakan analisis terhadap data-data keuangan yang
tercermin dalam laporan keuangan. Pentingnya penilaian prestasi kinerja
perusahaan dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangan telah memicu
pemikiran para pemimpin perusahaan bahwa mengelola suatu perusahaan di era
modern dengan perkembangan teknologi yang pesat menjadi hal yang sangat
komplek. Semakin komplek aktivitas pengelolaan perusahaan maka akan meningkatkan
kebutuhan akan praktik tata kelola perusahaan (Corporate Gorvernance) untuk
memastikan bahwa manajemen perusahaan berjalan dengan baik (Wijayati, 2012).
Setyawan & I Gusti (2013) mengatakan bahwa good corporate governance
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja 9 9 keuangan yang diukur
dengan return on assets pada LPD di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Jadi
bisa diartikan apabila Good Corporate Governence dilakukan dengan baik maka
kinerja keuangan pun akan meningkat. Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu
perusahaan maka dapat dilihat laporan keuangan yang disajikan oleh suatu
perusahaan secara periodik. Agar Laporan dapat dibaca dan berarti maka perlu
dilakukan analisis terlebih dahulu yaitu dengan menggunakan rasio-rasio
keuangan sesuai dengan standar yang berlaku (Kasmir, 2010).
Suatu laporan keuangan akan
bermanfaat apabila informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut
dapat dipahami, relevan, andal dan dapat diperbandingkan. Akan tetapi, perlu
disadari pula bahwa laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang
mungkin dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, karena secara umum
laporan keuangan hanya menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu
dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non-keuangan. Namun dalam
beberapa hal perlu menyediakan informasi nonkeuangan yang mempunyai pengaruh
keuangan di masa depan (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia, 2008). Penilaian
kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen
agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Penilaian kinerja
keuangan perusahaan salah satunya dapat melalui rasio-rasio yaitu
Profitabilitas yang berupa ROA dan EPS (Kasmir, 2010). Menurut Eduardus (2007)
mengatakan bahwa ROA merupakan rasio profitabilitas 10 10 yang sering digunakan
yang menggambarkan sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan
semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dan EPS merupakan salah satu
komponen penting yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan yang
menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua
pemegang saham perusahaan. Hasil penelitian Irayanti & Altje (2014)
mengatakan bahwa kinerja keuangan yang diproksikan dengan debt to equity ratio,
earning per share dan net profit margin berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan jadi meningkatnya kinerja keuangan maka nilai perusahaan juga akan
meningkat. Meningkatnya nilai perusahaan merupakan sebuah pencapaian hasil
kinerja keuangan perusahaan yang sesuai dengan keinginan para pemiliknya karena
dengan meningkatnya nilai perusahaan maka kesejahteraan para pemilik juga akan
meningkat. Sukirni (2012) menjelaskan bahwa nilai perusahaan merupakan suatu
kondisi tertentu yang telah dicapai oleh suatu perusahaan sebagai gambaran dari
kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan setelah melalui suatu proses
kegiatan selama beberapa tahun, yaitu sejak perusahaan tersebut didirikan
sampai dengan saat ini. Randy & Juniarti (2013) mengungkapkan bahwa GCG
mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Ketika GCG
meningkat maka nilai perusahaan juga akan meningkat. Nilai perusahaan dapat
memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham
meningkat. Semakin tinggi harga saham sebuah perusahaan, maka makin tinggi
kemakmuran pemegang saham. Enterprise Value (EV) atau dikenal juga sebagai firm
value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan
11 11 indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan (Kusumadilaga,
2010). Secara teoritis, praktik good corporate gorvernance dapat meningkatkan
nilai (value) perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi
resiko yang ada serta dapat meningkatkan kepercayaan investor, dengan adanya
good corporate gorvernance perusahaan dapat lebih terarah untuk mencapai
tujuannya. Perhatian yang diberikan investor terhadap good corporate governance
sama besarnya dengan perhatian terhadap kinerja keuangan perusahaan. Para
investor yakin bahawa perusahaan yang menerapkan praktik good corporate
governance telah berupaya meminimalkan risiko keputusan yang salah atau yang
menguntungkan diri sendiri, sehingga meningkatkan kinerja perusahaan yang pada
akhirnya memaksimalkan nilai perusahaan (Tim BPKP, 2003). Penerapan prinsip
corporate gorvernance dalam dunia usaha merupakan suatu kebutuhan dalam
menjalankan aktivitas bisnis perusahaan perusahaan yang ada dapat terus
bersaing serta bertahan dalam persaingan pasar global yang semakin kompetitif
sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya. Salah satu tujuan dari perusahaan
adalah meningkatkan kesejahteraan pemilik atau pemegang saham atau
memaksimalkan kekayaan pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan
(Brigham & Housten, 2001). Kharisma (2013) menjelaskan bahwa terdapat
faktor-faktor yang memengaruhi nilai perusahaan, diantaranya : ukuran usaha,
Laverage, Profitabilitas, Kebijakan Deviden, Corporate Social Responsibility
dan GCG. Menurut Brigham et al., (2001) terdapat beberapa pendekatan analisis
rasio dalam penilaian market value, terdiri dari pendekatan price earning ratio
12 12 (PER), price book value ratio (PBVR), market book ratio (MBR), deviden
yield ratio (DYR), dan deviden payout ratio (DPR). Dalam penelitian ini nilai
perusahaan diukur dengan PBV. Price Book Value digunakan sebagai proksi karena
keberadaan PBV sangat penting bagi investor untuk menentukan strategi investasi
di pasar modal. PBV dapat menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan menciptakan
nilai relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. PBV merupakan rasio
antara harga saham terhadap nilai bukunya. Semakin tinggi PBV, semakin tinggi
tingkat kepercayaan pasar terhadap prospek perusahaan, maka akan menjadi daya
tarik bagi investor untuk membelinya, sehingga permintaan saham tersebut akan
naik dan meningkatkan harga saham. Semakin tinggi harga saham, semakin berhasil
perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham. Ada beberapa keunggulan PBV
yaitu nilai buku merupakan ukuran yang stabil dan sederhana yang dapat
dibandingkan dengan harga pasar. Keunggulan kedua adalah PBV dapat dibandingkan
antar perusahaan sejenis untuk menunjukkan tanda mahal atau murahnya suatu
saham perusahaan.
Corporate Governance Perception
Index (CGPI) dimana CGPI merupakan program riset dan pemeringkatan penerapan
GCG pada perusahaanperusahaan di Indonesia melalui perancangan riset yang
mendorong perusahaan meningkatkan kualitas penerapan konsep corporate
governance (CG) melalui perbaikan yang berkesinambungan (continuous
improvement) dengan melaksanakan evaluasi dan benchmarking. CGPI
diselenggarakan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG)
dan keikutsertaan perusahaan merupakan sebuah pilihan (elektif) secara sukarela
(voluntary) tanpa 13 13 didasari oleh dorongan memenuhi aturan (mandatory) dan
mempertimbangkan kesiapan internal perusahaan (selektif) dalam memutuskan
berpartisipasi mengikuti CGPI berdasarkan tema penilaian. Penilaian CGPI
dilakukan melalui empat tahapan, yaitu self-assessment, kelengkapan dokumen,
penyusunan makalah, dan observasi. Hasil pemeringkatan program CGPI menggunakan
norma penilaian berdasarkan rentang skor yang dicapai oleh peserta CGPI dengan
kategorisasi atas tingkat kualitas implementasi GCG yang menggunakan istilah
“terpercaya”. Perusahaan yang mendapatkan nilai antara 55,00 s/d 69,99
mendapatkan predikat sebagai perusahaan “cukup terpercaya”. Perusahaan yang
mendapatkan nilai antara 70,00 s/d 84,99% mendapatkan predikat sebagai
perusahaan “terpercaya”. Perusahaan yang mendapatkan nilai antara 85,00 s/d
100% mendapatkan predikat sebagai perusahaan “sangat terpercaya”. Dimana tidak
hanya diikuti oleh Emiten BUMN Keuangan namun Non Keuangan, BUMS Keuangan, Non
Keuangan, BUMD Keuangan, Non Emiten BUMN Keuangan, Non Keuangan, Non Emiten
BUMS Non Keuangan, Non Emiten BUMD Keuangan dan Bisnis Syariah. Dan gambar
berikut merupakan perkembangan jumlah perusahaan yang mengikuti CGPI di tahun
2011-2015 (www.iicg.org). 14 14 Gambar 1.2 Perkembangan Perusahaan Yang
Mengikuti CGPI Sumber: data diolah Dari gambar diatas merupakan jumlah
perusahaan yang mengikuti CGPI dimana tahun 2011 terdapat 40 perusahaan,
sedangkan di tahun 2012 mengalami sedikit peningkatan yaitu sebesar 42
perusahaan. Di tahun 2013 terdapat 31 perusahaan yang mengikuti CGPI dan di
tahun 2014 mengalami penurunan yang signifikan sebanyak 23 perusahaan sedangkan
di tahun 2015 meningkat yaitu 30 perusahaan ynag mengikuti CGPI Rachman dkk
(2015) dalam penelitiannya mengatakan bahwa good corporate governance (GCG)
berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan (CR, ROA, & ROE). Hasil
dari penelitian Wati (2012) mengatakan bahwa good corporate governance (GCG)
yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan (ROE dan NPM) dan Setyawan &
I Gusti (2013) mengatakan bahwa good corporate governance berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja keuangan (ROA) LPD di Kecamatan Mengwi
Kabupaten Badung. Irayanti & Altje (2014) mengatakan bahwa kinerja keuangan
yang diwikili oleh debt to equity ratio, earning per share dan net profit
margin berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dan Wijaya & Nanik
Linawati (2015) menunjukkan 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 2011 2012 2013 2014
2015 15 15 hasil bahwa ROA berpengaruh positif signifikan terhadap Tobin's Q
(Nilai Perusahaan). ROE juga memberikah hasil yang positif signifikan terhadap
Tobin's Q. Ferial dkk (2016) menyatakan bahwa good corporate governance
berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Ferial dkk (2016)
menyatakan bahwa good corporate governance berpengaruh negative signifikan
terhadap kinerja keuangan (ROA & ROE) dan didukung oleh Riandi dan Hasan
(2011) yang mengatakan bahwa GCG tidak berpengaruh terhadap ROA secara parsial
tetapi berpengaruh terhadap NPM & EPS.
Kinerja keuangan berpengaruh negatif
signifikan terhadap nilai perusahaan. Rachman dkk (2015) dalam penelitiannya
mengatakan bahwa good corporate governance (GCG) berpengaruh tidak signifikan
terhadap nilai perusahaan. Perbedaan-perbedaan hasil penelitian seperti Rahma dkk
(2015), Wati (2012) dan Setyawan & I Gusti. (2013) menyatkan bahwa good
corporate governance berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
keuangan , namun Ferial dkk (2016) & Dani Riandi dan Hasan Sakti Siregar
(2011) menyatakan bahwa sebaliknya dan juga manyatakan bahwa kinerja keuangan
berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan namun Wijaya &
Nanik Linawati (2015) dan Irayanti & Altje (2014) menyatakan kinerja
keuangan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Rachman dkk (2015)
dalam penelitiannya mengatakan bahwa good corporate governance (GCG)
berpengaruh tidak signifikan terhadap nilai perusahaan namun sebaliknya dengan
Ferial dkk (2016). Dari perbedaan hasil penelitian tersebut, maka peneliti
tertarik untuk menguji kembali dengan menggabungkan variabel GCG terhadap nilai
perusahaan 16 16 dengan menjadikan kinerja keuangan menjadi variabel
intervening yang diproksikan dengan ROA dan EPS karena merupakan variabel yang
sering digunakan dalam menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba
dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dan merupakan salah satu
komponen penting dalam menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap
dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan (Eduardus, 2007). Pengambilan
keputusan tersebut dikarenakan adanya rujukan / referensi dari penelitian
terdahulu. Sehinggga judul penelitian ini adalah “Pengaruh Good Corporate
Governance (GCG) Terhadap Nilai Perusahaan dengan Kinerja Keuangan Sebagai
Variabel Intervening.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh Good Corporate
Governance (GCG) secara langsung terhadap nilai perusahaan (Price Book
Value/PBV)?
2. Apakah ada pengaruh Good Corporate
Governance (GCG) secara langsung terhadap kinerja keuangan (EPS & ROA)?
3. Apakah ada pengaruh kinerja keuangan (EPS
& ROA) secara langsung terhadap nilai perusahaan (Price Book Value/PBV)?
4. Apakah ada pengaruh Good
Corporate Governance (GCG) sacara tidak langsung terhadap nilai perusahaan
(Price Book Value/PBV) dengan kinerja keuangan (EPS & ROA) sebagai variabel
intervening?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui dan menganalisa
pengaruh Good Corporate Governance (GCG) secara langsung terhadap nilai
perusahaan (Price Book Value/PBV)
2. Untuk mengetahui dan menganalisa
pengaruh Good Corporate Governance (GCG) secara langsung terhadap kinerja
keuangan (EPS & ROA)
3. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh
kinerja keuangan (EPS & ROA) secara langsung terhadap nilai perusahaan
(Price Book Value/PBV)
4. Untuk mengetahui dan menganalisa
pengaruh Good Corporate Governance (GCG) secara tidak langsung terhadap nilai
perusahaan (Price Book Value/PBV) dengan kinerja keuangan (EPS & ROA)
sebagai variabel intervening
1.4 Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti Menambah
pengetahuan mengenai berbagai variabel yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan
2. Bagi universitas Penelitian ini
diharapkan dapat dipergunakan dan dimanfaatkan oleh mahasiswa lainnya sebagai
bahan pertimbangan dalam mempelajari permasalahan yang sama. 18 18 3. Bagi
pembaca Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau referensi bagi
para pembaca yang akan melakukan penelitian lebih lanjut.
1.5 Batasan Masalah
Penilaian kinerja keuangan hanya
menggunakan ROA dan EPS. Eduardus (2007) mengatakan bahwa ROA merupakan salah
satu rasio profitabilitas yang sering digunakan yang menggambarkan sejauh mana
kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh
perusahaan dan EPS merupakan salah satu komponen penting yang harus
diperhatikan dalam analisis perusahaan yang menunjukkan besarnya laba bersih
perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan. Disisi
lain variabel EPS jarang digunankan. Penilaian nilai perusahaan menggunakan PBV
(Price Book Value) karena menurut Brigham dan Joel (2010) menyatakan bahwa
penggunaan PBV dapat menutupi kelemahan yang ada pada PER. Sedangkan variabel
Tobin’s Q merupakan varabel yang sering dipakai dalam penilaian nilai
perusahaan. Oleh karena itu peneliti menggunkan variabel tersebu
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Manajemen : Pengaruh good corporate governance terhadap nilai perusahaan dengan kinerja keuangan sebagai variabel intervening: Studi kasus pada perusahaan yang terdaftar di CGPI tahun 2011-2015. Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment