Abstract
INDONESIA:
Keberadaan CSR berdampak positif terhadap nilai perusahaan, termasuk menambah profitabilitas. Tetapi CSR yang besar juga membutuhkan biaya yang besar pula, yang bisa membuat perusahaan kurang dalam mendanai modal secara internal, dan pada akhirnya menambahkan hutang sebagai modal mereka. Tata kelola perusahaan yang profesional sangat dibutuhkan terutama dalam menentukan pendanaan perusahaan melalui hutang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh CSR dan GCG terhadap rasio leverage perusahaan.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan asosiatif kausal. Populasi yang digunakan adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2014. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, sehingga diperoleh 22 perusahaan yang sesuai kriteria sampel yang sudah ditentukan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda menggunakan SPSS 16.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CSR secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap rasio leverage. Hal ini sesuai dengan teori tripple bottom line, dimana planet dan people mempunyai hubungan dengan profit sehingga dapat menurunkan tingkat hutang perusahaan. Sementara GCG secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio leverage. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Tumewu (2014), yang menunjukkan bahwa penerapan prinsip-prinsip GCG pada Perbankan di BEI tidaklah memberikan pengaruh yang signifikan atas leverage perusahaan Perbankan di BEI. Hal ini berarti semakin baik penerapan GCG maka tidak berpengaruh terhadap rasio hutang yang ada. Secara simultan CSR dan GCG berpengaruh positif signifikan terhadap rasio leverage. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Retno dan Priantinah (2012), yang menunjukkan bahwa CSR dan GCG secara simultan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dengan variabel kontrol size, jenis industri, profitabilitas, dan leverage.
ENGLISH:
CSR existence of a positive impact on the value of the company, including to increase profitability. But the high CSR also requires high cost, which could make the company less in capital funding internally, and finally adding the debt as their capital. Professional corporate governance is important, especially in determining the company through debt financing. This study aims to determine the effect of CSR and GCG on the company's leverage ratio.
This type of research is quantitative causal associative approach. The population used is a mining company listed on the Stock Exchange in 2010-2014. The sampling technique used purposive sampling, in order to obtain the 22 companies that match the criteria specified sample. The analytical method used is multiple linear regression analysis using SPSS 16.
The results of this study indicate that CSR is partially significant negative effect on the leverage ratio. This is consistent with the theory tripple bottom line, where the planet and people have a relationship with the profit that can reduce the level of corporate debt. GCG partially while no significant effect on the leverage ratio. The results are consistent with research Tumewu (2014), which shows that the application of the principles of good corporate governance in the banks on the Stock Exchange does not have a significant influence on the company's leverage Banking in BEI. This means more and better implementation of GCG it does not affect the existing debt ratios. Simultaneously CSR and GCG significant positive effect on leverage ratios. The results are consistent with research Retno and Priantinah (2012), which indicates that the CSR and GCG simultaneous positive effect on the value of the company to control variable size, type of industry, profitability, and leverage.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangIndustrialisasi di Indonesia saat ini sudah semakin berkembang. Hal ini menimbulkan beberapa dampak positif kepada masyarakat kita yang salah satunya terdapat kesempatan kerja yang lebih luas. Tetapi dampak negatif adanya industrialisasi juga tidak bisa dihindari, terutama terhadap masyarakat sosial dan lingkungan. Mencermati sisi negatif industrialisasi tersebut, tidak adil manakala masyarakat harus menanggung beban sosial. Karena masyarakat adalah pihak yang tidak memperoleh kontra prestasi langsung dari industrialisasi, terutama masyarakat garis bawah yang secara modal dan kesempatan tidak memiliki akses terhadap hiruk pikuk industrialisasi. (Wibisono, 2007) . World Business Council For Sustainability Development (2004) dalam Poerwanto (2010), secara khusus mengarahkan tanggung jawab sosial lebih difokuskan pada pembangunan ekonomi. Konsep Peter Drucker (1974) yang menyatakan bahwa ‘‟The conscience of a business is measured by its public espousal of popular social goals and the highest moral development it the best intentions’’, cukup mendukung terhadap keberadaan teori triple bottom line, yang menunjukkan bahwa jika perusahaan ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka perusahaan tersebut harus memperhatikan ‘’3P’’. Selain mengejar keuntungan (Profit), perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (People) dan turut berkontribusi aktif dalam 2 menjaga kelestarian lingkungan (Planet) karena keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis dan itu merupakan hal yang wajar (Wibisono, 2007). Pemerintah telah mewajibkan CSR bagi seluruh Perseroan Terbatas di Indonesia. Hal ini tertera pada UU No. 40 Tahun 2007 pada Bab V Pasal 74. Dimana pemerintah mewajibkan kepada perseroan yang menjalankan usahanya dibidang sumber daya alam wajib melaksanakan CSR, dan akan dikenai sanksi apabila tidak melaksanakan. Perusahaan pertambangan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang diwajibkan untuk melaksanakan dan melakukan pengungkapan CSR. Saat ini sudah banyak perusahaan pertambangan yang sudah sadar dalam melaksanakan program CSR.
Contoh seperti yang dilakukan PT. Adaro Energy, Tbk, melihat dari laporan tahunannya tahun 2014, PT. Adaro Energy menerima penghargaan Aditama dari Kementerian ESDM untuk bidang pengelolaan lingkungan dalam pertambangan batubara. Dalam aspek lingkungan, PT. Adaro Energy, Tbk menerapkan pengelolaan air tambang, reklamasi tanah, dan pelestarian energi. Fenomena tersebut merupakan salah satu bentuk CSR yang sudah dilaksanakan oleh perusahaan pertambangan di Indonesia. CSR sangat penting untuk semua perusahaan, khususnya perusahaan sektor pertambangan. Hal ini dikarenakan kegiatan operasinya bersifat eksplorasi sumber daya yang tidak diperbarui, berhadapan dengan lingkungan, dan lain-lain. Berkaca pada teori Triple Bottom Line, bahwa CSR bisa meningkatkan nilai perusahaan. Hal ini bisa terjadi karena perusahaan yang melakukan CSR, akan mendapat nilai tambah karena tidak hanya mementingkan profitabilitas, 3 melainkan juga lingkungan dan masyarakat sosial. Tetapi, peningkatan nilai perusahaan yang dikarenakan CSR, bukan berarti tidak menimbulkan resiko. seperti kandungan biaya sosial yang relatif besar, sering kontradiksi dengan kepentingan shareholder, serta mengganggu profitabilitas perusahaan. kemampuan perusahaan untuk melakukan respon terhadap tekanan sosial sangat berhubungan erat dengan kesehatan keuangan perusahaan. Tekanan perusahaan terhadap kegiatan CSR bisa saja mempengaruhi terhadap kinerja keuangan perusahaan. CSR yang dianggap mengganggu profitabilitas perusahaan bisa membuat perusahaan kekurangan sumber modal internal, hingga membuat mereka menggunakan hutang sebagai alternatif modalnya (Solihin, 2008). Teori struktur modal dalam Brigham dan Houston (2001), bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan salah satunya adalah profitabilitas. Seringkali diamati bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian atas investasi yang sangat tinggi ternyata menggunakan utang dalam jumlah yang relatif sedikit. Dapat ditarik kesimpulan, bahwa perusahaan yang mempunyai sumber modal internal yang sedikit akibat pelaksanaan CSR, akan mencari sumber modal lain dengan cara hutang. Struktur modal internal perusahaan yang bisa terganggu karena menurunnya profitabilitas yang salah satunya disebabkan oleh biaya CSR, bisa menimbulkan konflik perbedaan kepentingan antara manajer dan shareholders. Tata kelola perusahaan yang baik atau yang lazim disebut dengan Good Corporate Governance, sangat penting untuk diterapkan dalam sebuah perusahaan. Adanya GCG (Good Corporate Governance) sebagai suatu sistem
pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola resiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang (Effendi, 2009). Implementasi GCG di Indonesia sendiri sangat terlambat jika dibandingkan dengan negara-negara lain, mengingat masuknya konsep GCG di Indonesia relatif masih baru. Pada April 2001, Komite Nasional Indonesia untuk Tata Kelola Perusahaan mengeluarkan kode tata kelola perusahaan yang baik bagi masyarakat bisnis Indonesia. Dalam kode tata kelola perusahaan yang baik tersebut dimuat hal-hal yang berkaitan dengan pemegang saham dan hak mereka, fungsi dewan komisaris perusahaan, fungsi direksi perusahaan, sistem audit, sekretaris perusahaan, stakeholders, prinsip pengungkapan informasi perusahaan secara transparan, prinsip kerahasiaan, etika bisnis dan korupsi, dan perlindungan terhadap lingkungan hidup (Effendi, 2009). Perusahaan sektor pertambangan sebagai salah satu perusahaan besar di Indonesia, saat ini sudah semakin berkembang dalam melakukan tata kelola perusahaan yang baik. Bahkan GCG sudah menjadi landasan mereka dalam melakukan berbagai aktivitas-aktivitas bisnis dan investasi. Seperti dilansir www.tambang.co.id pada tanggal 08 Januari 2016, empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertambangan yaitu PT. Aneka Tambang, Tbk, PT. Bukit Asam, Tbk, PT. Timah, Tbk, dan PT. Indonesia Asahan Aluminium sepakat teken kontrak kerja sama untuk mengoptimalkan sumber daya dan keahlian yang dimiliki oleh masing-masing BUMN. Aktifitas ini dilaksanakan dalam rangka 5 sinergi antar perusahaan pelat merah, dan dalam pelaksanaannya tetap berpedoman pada GCG, peraturan pasar modal, dan peraturan perundangan yang berlaku. Dalam Brigham dan Houston (2001), Konflik kepentingan bisa saja terjadi jika manajer dan pemegang saham memiliki tujuan berbeda. Konflik seperti ini khususnya akan mungkin terjadi ketika perusahaan memiliki lebih banyak kas dari yang dibutuhkan untuk mendukung operasi perusahaan. Manajer seringkali menggunakan kelebihan kas ini untuk mendanai proyek mereka. Pemegang saham dapat mengurangi kelebihan arus kas dengan berbagai cara, salah satunya menggeser sasaran struktur modal menuju ke jumlah utang yang lebih besar dengan harapan persyaratan pelayanan utang yang lebih tinggi akan memaksa manajer menjadi lebih disiplin. Posisi hutang perusahaan bisa diketahui melalui rasio leverage perusahaan. Perusahaan pertambangan juga terbukti mempunyai modal yang dipenuhi dengan cara hutang. Berikut ini contoh grafik rasio leverage pada beberapa perusahaan pertambangan pada tahun 2013 dan 2014 : 6 Grafik 1.1 Data Rasio Leverage (DER) Perusahaan Pertambangan 2013-2014 Terdapat penelitian terdahulu yang bisa dijadikan rujukan dalam penelitian ini. Seperti pada penelitian Tumewu (2014), yang menunjukkan hasil bahwa GCG berpengaruh tidak signifikan terhadap leverage perusahaan perbankan.
Pada penelitian tersebut, GCG diukur dengan nilai komposit yang dipublikasikan oleh BI. Hal ini bisa dibilang cocok karena sampelnya adalah perusahaan perbankan. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah metode pengukuran GCG-nya, dimana peneliti memakai model peratingan GCG yang dikeluarkan oleh CGCG UGM. Perbedaan metode pengukuran tersebut membuat peneliti ingin mengukur GCG dengan metode yang berbeda dari penelitian tersebut. Penelitian Kurniawati (2013), yang menyatakan bahwa Leverage dengan indikator DAR berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap luas pengungkapan CSR yang diukur melalui checklist pada 79 item pengungkapan. Penelitian ini menggunakan metode pengukuran CSR yang sama dengan penelitian tersebut, hanya saja berbeda dalam menggolongkan variabelnya, yang 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 2014 2013 7 mana beliau menempatkan CSR sebagai variabel dependen. Pada penelitian ini, peneliti menempatkan CSR sebagai variabel independen untuk dicari pengaruhnya terhadap rasio leverage. Perbedaan penggolongan variabel memungkinkan untuk memunculkan hasil yang berbeda. Hal itulah yang membuat peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang judul ini. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, beserta perbedaan variabel dan indikator dengan beberapa penelitian terdahulu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yaitu dengan judul ‘’PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP RASIO LEVERAGE PERUSAHAAN (STUDI PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERTAMBANGAN DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010-2014)’’.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah Corporate Social Responsibility (CSR) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap rasio leverage perusahaan?
1.2.2. Apakah Good Corporate Governance (GCG) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap rasio leverage perusahaan?
1.2.3. Apakah Corporate Social Responsibility (CSR) dan Good Corporate Governance (GCG) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap rasio leverage perusahaan? 8 1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Mengetahui pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) secara parsial terhadap rasio leverage perusahaan.
1.3.2. Mengetahui pengaruh Good Corporate Governance (GCG) secara parsial terhadap rasio leverage perusahaan.
1.3.3. Mengetahui pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) dan Good Corporate Governance (GCG) secara simultan terhadap rasio leverage perusahaan.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat:
a. Akademik
• Menjadi referensi untuk peneliti-peneliti selanjutnya.
• Memperkaya hasil karya ilmiah dari mahasiswa.
b. Penulis
• Melalui penelitian ini, penulis bisa mengetahui pengaruh CSR dan GCG terhadap rasio leverage perusahaan, terutama pada sektor pertambangan.
1.5. Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada rasio leverage sebagai variabel dependen yang diukur dengan debt to equity ratio (DER). Karena pengungkapan CSR dan penerapan GCG diharapkan berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan yang dibiayai oleh hutang. Adapun objek penelitian ini juga dibatasi hanya pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan mengungkapkan CSR dan GCG pada laporan tahunan perusahaan pada tahun 2010 – 2014. Perusahaan pertambangan dianggap sebagai salah satu sektor yang banyak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, oleh karena itu CSR menjadi suatu kewajiban yang mutlak harus dilakukan oleh perusahaan pertambangan
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment