Abstract
INDONESIA:
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Pembinaan hubungan industrial sebagai bagian dari pembangunan ketenagakerjaan harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat dan menggambarkan hubungan industrial di PG Semboro dilihat dari segi proses pembuatan dan pelaksanaan perjanjian kerja bersama. Dari latar belakang itulah sehingga penelitian ini dilakukan dengan judul “Hubungan Industrial di PG Semboro Jember”.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dimana tujuannya adalah untuk memperoleh informasi mengenai keadaan saat ini dan hanya menggambarkan keadaan yang sebenarnya pada obyek yang diteliti yakni hubungan industrial di PG Semboro Jember. Subyek penelitian ada tiga orang. Data dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara (interview) dan dokumentasi. Analisa datanya melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (verifikasi).
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian kerja bersama berjalan dengan baik yang dimulai dengan perundingan perjanjian kerja bersama induk antara PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) dengan Federasi Serikat Pekerja Perkebunan dan diteruskan dengan perjanjian kerja bersama tingkat perusahaan antara pihak pengusaha yang diwakili direksi PT. Perkebunan Nusantara XI dengan seluruh serikat pekerja yang terdaftar dibawah naungan PT. Perkebunan Nusantara XI. Sedangkan hasilnya, secara umum hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha sudah terpenuhi. Jam kerja masih kurang disiplin. Untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sudah berjalan cukup baik dibuktikan dengan audit SMK3 yang mendapat nilai 91,52. Kecelakaan kerja sudah berkurang setiap tahunnya. Kendalanya adalah untuk membiasakan para pekerja untuk mematuhi prosedur, menjadikan K3 sebagai kebutuhan, tidak hanya kewajiban.
ENGLISH:
Manpower development has many dimensions and linkages. The linkage was not only with the interests of labor during, before and after the period of employment but also links with the interests of employers, government, and society. Development of industrial relations as part of manpower development should be directed to continue to realize the harmonious industrial relations, dynamic and equitable. The purpose of this study is to see and describe the PG Semboro industrial relations in terms of the manufacturing process and the implementation of collective agreement. From that background that this study was conducted with the title "Industrial Relations in Semboro Sugar Factory Jember".
This study used descriptive qualitative approach where the goal is to obtain information about the current state and only depict the real situation on the object studied industrial relations at Semboro Sugar Factory Jember.The subjects of the study there were three people.Data collected by observation, interview (interview) and documentation.Analysis of the data through three stages: data reduction, data presentation, and conclusion (verification).
This study used descriptive qualitative approach where the goal is to obtain information about the current state and only depict the real situation on the object studied industrial relations at Semboro Sugar Factory Jember.The subjects of the study there were three people.Data collected by observation, interview (interview) and documentation.Analysis of the data through three stages: data reduction, data presentation, and conclusion (verification).
Research data show that the collective labor agreement goes well that begins with the collective bargaining negotiation between PT.Perkebunan Nusantara III (Persero) with the United Federation of Plantation Workers and forwarded to the collective agreement between the employer company level represented directors of PT.Perkebunan Nusantara XI with all registered trade union under the auspices of PT.Perkebunan Nusantara XI.While the results are, in general, the rights and obligations of workers and employers are met.Working hours is still a lack of discipline. For Occupational Health and Safety (K3) has been running pretty well proved by the audit SMK3 who scored 91.52.Workplace accidents has been reduced each year.The problem is to get the workers to follow procedures, making K3 as a necessity, not just an obligation.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pembangunan ketenagakerjaan
mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan
kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga
keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu
diperlukan pengaturan yang komprehensif dan menyeluruh, antara lain mencakup
pembangunan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing
tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kerja, pelayanan penempatan tenaga
kerja, dan pembinaan hubungan industrial. Pembinaan hubungan industrial sebagai
bagian dari pembangunan ketenagakerjaan harus diarahkan untuk terus mewujudkan
hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Untuk itu,
pengakuan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia sebagaimana yang
dituangkan dalam TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 harus diwujudkan. Dalam bidang
ketenagakerjaan, ketetapan MPR ini merupakan tonggak utama dalam menegakkan
demokrasi di tempat kerja. Penegakan demokrasi di tempat kerja diharapkan dapat
mendorong partisipasi yang optimal dari seluruh tenaga kerja dan pekerja/buruh
Indonesia untuk membangun Negara Indonesia yang dicita-citakan (Amidhan,
2005:5). Di bidang ketenagakerjaan internasional, penghargaan terhadap hak
asasi manusia di tempat kerja dikenal melalui 8 konvensi dasar dan 7 konvensi
umum 2 Internasional Labour Organization (ILO). Konvensi dasar ini terdiri atas
4 kelompok, yaitu (Amidhan, 2005:6): a. Kebebasan berserikat dan berunding
bersama (Konvensi ILO Nomor 87 dan Nomor 98); b. Larangan diskriminasi
(Konvensi ILO Nomor 100 dan Nomor 111); c. Larangan kerja paksa (Konvensi ILO
Nomor 29 dan Nomor 105); dan d. Larangan mempekerjakan anak (Konvensi ILO Nomor
138 dan Nomor 182) Sedangkan ketujuh konvensi ILO yang tergolong ke dalam
kelompok konvensi umum adalah sebagai berikut: a. Konvensi No.19 tentang
perlakuan yang sama bagi pekerja nasional dan asing. b. Konvensi No.27 tentang
pemberian tanda berat pada pengepakan-pengepakan barang besar yang diangkut
dengan kapal. c. Konvensi No.45 tentang tenaga kerja wanita pada segala macam
tambang d. Konvensi No.106 tentang istirahat mingguan dalam perdagangan dan
kantorkantor e. Konvensi No.144 tentang konsultasi tripartit f. Konvensi No.68
tentang sertifikasi bagi juru masak di kapal Komitmen bangsa Indonesia terhadap
penghargaan pada hak asasi manusia di tempat kerja antara lain diwujudkan
dengan meratifikasi delapan konvensi dasar tersebut. Sejalan dengan ratifikasi
konvensi mengenai hak dasar tersebut, maka hal itu telah diadopsi ke dalam UU
No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 3 Sejarah perburuhan di beberapa
negara termasuk di Indonesia tidak pernah menggembirakan. Kedudukan dan nasib
buruh dari zaman dahulu sampai sekarang pada umumnya masih tetap
memprihatinkan. Walaupun tenaga dan pikiran kaum buruh dicurahkan untuk
membantu majikan atau perusahaan tempat mereka bekerja, namun penghargaan
terhadap kaum buruh selama berabad-abad tetap saja tidak beranjak.
Kaum buruh tetap saja
dianggap sebagai manusiamanusia pinggiran yang masa depannya tidak begitu
menjanjikan. Lahirnya beberapa lembaga yang terkait dengan kaum buruh seperti
serikat-serikat buruh yang muncul di berbagai Negara yang diharapkan mampu
memperjuangkan hakhak buruh, namun dalam kenyataannya nasib buruh belum juga
dapat berubah, mereka masih hidup termarjinalkan. Pada dasarnya masalah
perburuhan merupakan agenda sosial, politik dan ekonomi yang cukup krusial di
Negaranegara modern, sebab masalah perburuhan sebenarnya tidak hanya hubungan
antara para buruh dengan majikan, tetapi secara lebih luas juga mencakup
persoalan sistem ekonomi dari sebuah negara dan sekaligus sistem politiknya.
Oleh karena itu, ekonomi dan politik suatu Negara akan sangat menentukan corak
dan warna dari suatu sistem perburuhan yang diberlakukannya (Hasanah, 2012:1-
2). Seperti halnya kasus marsinah pada tahun 1993. Marsinah sebagai aktivis
buruh dari PT. Catur Putra Surya yang memperjuangkan haknya dan para
rekanrekannya sesama buruh yang berakhir penyiksaan dan pembunuhan. Tragedi
tersebut yang akhirnya diperingati sebagai Hari Buruh Nasional (May day). Ada
juga kasus Jonedi B. Ruskam melawan PT. Garuda Indonesia pada tahun 1998 4
terkait peradilan yang tidak transparan dan PHK, dan masih banyak kasus-kasus
lain seputar buruh dan ketenagakerjaan. Setelah disahkannya UU No. 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan dan tragedi marsinah, mulai banyak aktivis dan
perkumpulan yang peduli terhadap nasib buruh/pekerja. Seperti pada penelitian
Hendrik Eko Aprilianto (2012) tentang PHK karyawan yang menghasilkan keputusan
pembatalan PHK terhadap tiga karyawan melalui mediasi antara SPSI dan manajemen
dengan pihak Disnaker sebagai mediator. Penelitian Geger Teguh Priyo S. (2013)
di PT. Ekamas Fortuna menyebutkan bahwa peran SPSI dalam pembuatan dan
pelaksanaan perjanjian kerja bersama mengalami beberapa hambatan sehingga
peranan SPSI belum efektif. Hambatan yang dihadapi adalah perbedaan pendapat,
keterlibatan induk perusahaan, keterbatasan dana, tindakan karyawan dan juga
kebijakan kantor pusat. Adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah penyesuaian
pendapat, koordinasi dengan manajemen PT. Ekamas Fortuna, pembinaan terhadap
karyawan dan menempuh langkah-langkah penyelesaian sesuai peraturan
perundang-undangan. Nia Oktavia (2015) juga mengungkapkan dalam penelitiannya
bahwa pengurus serikat pekerja dan manajemen di PG Kebon Agung telah berupaya
semaksimal mungkin untuk selalu menjaga hubungan industrial pancasila di
perusahaan terpelihara dengan baik. Masing-masing pihak telah saling
bekerjasama untuk menerapkan sila-sila pancasila dalam menjalankan aktivitas
industrialnya salah satunya melalui adanya PKB sebagai dasar pelaksanaannya. 5
Relasi antara pekerja (termasuk organisasi pekerja) dan pengusaha (termasuk
organisasi pengusaha) dalam suatu perusahaan selalu seperti dua sisi mata uang.
Dimana ada pekerja maka disitu ada pengusaha. Interaksi keduanya tidak dapat
dipisahkan. Dalam konteks yang lebih luas, pekerja dan pengusaha merupakan para
pelaku utama di tingkat perusahaan. Merekalah aktor intelektual yang berperan
dalam menentukan sukses tidaknya kinerja perusahaan. Relasi diantara keduanya
diwujudkan dalam bentuk hubungan kerja yang terjadi setelah diadakan perjanjian
kerja (Soepomo, 1986:53). Secara filosofis, pengusaha dan pekerja mempunyai
kepentingan yang sama yaitu kelangsungan hidup dan kemajuan perusahaan.
Pengusaha dalam meningkatkan produktivitas kinerja perusahaannya, tentu
membutuhkan jasa dan kinerja positif dari para pekerja. Begitu juga sebaliknya,
pekerja juga membutuhkan upah dan insentif dari pengusaha sebagai output dari
kinerjanya. Namun demikian, tidak selamanya relasi tersebut berjalan mulus,
karena relasi ini cenderung bersifat fluktuatif. Hal ini disebabkan, bukan
hanya karena posisi tawar menawar (bargaining position) yang lemah dari
pekerja, tapi juga tidak ada akses informasi yang diperoleh pekerja dalam
bingkai transparansi. Sebagai pihak yang lemah, pekerja tentunya menjelma
sebagai pihak pesakitan di mata pengusaha. Permasalahan kontrak kerja,
pemutusan hubungan kerja (PHK), tidak dibayarnya uang insentif, terlambatnya
pembayaran uang pesangon, dan lain sebagainya menjadi potret nyata nan klasik
betapa ketidakseimbangan peran terjadi
diantara keduanya. 6 Pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana
diamanatkan pada pasal 4 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
bertujuan agar tenaga kerja didayagunakan secara optimal/manusiawi dengan
memperhatikan pemerataan kesempatan kerja sesuai kebutuhan pembangunan serta
mempertimbangkan aspek perlindungan guna mewujudkan serta meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Peraturan tentang serikat pekerja
diatur dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.21 Tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja/Buruh, yang menyatakan bahwa Serikat Pekerja merupakan alat untuk
memperjuangkan, melindungi, membela kepentingan serta kesejahteraan pekerja serta
keluarga. Hubungan industrial pancasila berpegang teguh pada nilai dan cara
pandang yang didasarkan atas nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila
pancasila dengan mewujudkan lingkungan yang kondusif dan kondisi kerja yang
harmonis. Hubungan industrial pancasila telah menjadi ciri khas yang dimiliki
Indonesia dalam menjalankan kebijakannya terkait dengan hubungan industrial.
Menurut Sutedi (2009:37) sesuai dengan prinsip hubungan industrial pancasila
bahwa “Hubungan industrial bertujuan untuk: (a) menciptakan ketenangan atau
ketentraman kerja serta ketenangan usaha; (b) meningkatkan produksi; (c)
meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai dengan martabat
manusia.” Hubungan industrial pancasila sebaiknya dibina oleh masing-masing
pihak dan diupayakan untuk dipelihara keselarasannya melalui toleransi
masing-masing pihak dengan menghargai perbedaan dan mencapai satu tujuan yang
sama. 7 Keberhasilan dari suatu hubungan industrial pancasila terletak pada
berjalannya sistem, berperannya serikat pekerja dan manajemen perusahaan secara
optimal melalui pertemuan yang bersifat rutin, rasional dan transparan terhadap
permasalahan perekonomian yang sedang dihadapi perusahaan untuk dicarikan
solusi bersama. Pihak serikat pekerja yang mewakili pekerja dan pihak manajemen
dalam memelihara hubungan karyawan harus saling bekerja sama menciptakan iklim
kerja yang kondusif. Iklim kerja yang kondusif dapat terjalin melalui tawar
menawar secara kolektif yang diwujudkan dalam perjanjian kerja bersama yang
dapat dijadikan sebagai pedoman yang mengikat dan menguntungkan semua pihak.
Peraturan ketenagakerjaan yang dipakai saat ini adalah Undang-undang No.13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dari peraturan tersebut dapat diketahui
mengenai asas, tujuan, dan sifatnya. Mengenai asas ini dapat dilihat dalam
pasal 3 yaitu bahwa pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas
keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektor pusat dan daerah. Asas
ini pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas
demokrasi, asas adil, dan merata. Sedangkan tujuan dari peraturan ini ialah
untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan
sekaligus untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan tidak terbatas dari
pengusaha. (Khakim, 2009: 6-7).
Dalam operasionalnya,
undang-undang No. 13 Tahun 2003 tidak bisa dilakukan secara langsung. Dalam
artian bahwa perlu adanya penjabaran untuk mengatur hubungan antara pekerja dan
pengusaha. Penjabaran tersebut salah 8 satunya adalah perjanjian kerja bersama
(PKB). Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil
perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau
beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja,
hak dan kewajiban kedua belah pihak. Perjanjian kerja bersama merupakan salah
satu sarana hubungan industrial yang menengahi antara pekerja dan pengusaha
karena perumusannya melibatkan kedua belah pihak tersebut. PG Semboro Jember
merupakan salah satu PG dibawah naungan PT. Perkebunan Nusantara XI yang
mempunyai 1.800 karyawan dengan berbagai macam status seperti pegawai tetap,
perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), kampanye, borongan, dan outsourcing.
Ketika dalam masa giling (DMG) para karyawan diharuskan untuk
bekerja selama 24 jam dengan sistem shift yang terbagi menjadi tiga shift. Hal
tersebut diperbolehkan sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor: KEP.233/MEN/2003 tentang jenis dan sifat pekerjaan
yang dijalankan secara terus menerus. Pada masa giling 2013-2014 PG Semboro
sempat mengalami kerugian. Terutama pada tahun 2014, kerugian semakin besar
dengan banyaknya gula rafinasi impor yang masuk ke Indonesia yang menyebabkan
gula nasional kalah saing dan tidak laku di pasaran. Pada masa giling 2015, PG
Semboro berusaha untuk bangkit dari keterpurukan dengan pengawalan ketat di
semua aspek perusahaan termasuk produksi, mesin, keuangan, SDM, dll. Apalagi PG
Semboro sebagai salah satu PG yang diunggulkan di PTPN XI ditugaskan untuk bisa
9 mengangkat kerugian dari PG-PG lain yang berada dibawah naungan PTPN XI. Dan
hasilnya, PG Semboro berhasil meraih untung yang cukup besar pada masa giling
tahun 2015 tersebut. Pada tanggal 31 Maret - 1 April 2016 telah diadakan
perundingan perjanjian kerja bersama (PKB) antara pihak Direksi PT Perkebunan
Nusantara XI dengan seluruh serikat pekerja yang terdaftar dalam naungan PT
Perkebunan Nusantara XI. Hasil perundingan PKB tersebut yang akan menjadi
pedoman para karyawan maupun pihak pengusaha dalam menjalankan tugasnya
masing-masing. Hal tersebut juga yang menentukan nasib para pekerja dalam satu
periode Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Melihat fenomena tersebut diatas, penulis
berminat untuk meneliti keadaan hubungan industrial yang ada di PG Semboro.
Peranan serikat pekerja yang mewakili kepentingan pekerja dan peran manajemen
yang mewakili kepentingan perusahaan dalam memelihara hubungan dengan pekerja.
Pemeliharaan hubungan tersebut diharapkan menjadi hubungan yang harmonis dan
berkesinambungan yang bisa meningkatkan produktivitas perusahaan. Berdasarkan
uraian tersebut, penulis ingin membuat penelitian dengan judul “HUBUNGAN
INDUSTRIAL DI PG SEMBORO JEMBER”.
1.2
Rumusan
Masalah
Bagaimana hubungan industrial di PG Semboro Jember ditinjau dari
segi perjanjian kerja bersama (PKB)?
1.3
Tujuan
Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat keadaan hubungan
industrial yang ada di PG Semboro terutama dari segi perjanjian kerja bersama
(PKB). Peran manajemen dan serikat pekerja dalam membuat dan menerapkan
perjanjian kerja bersama untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis di
perusahaan berdasarkan peraturan yang berlaku.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai sarana untuk menambah dan mengembangkan khazanah keilmuan yang kemudian
dapat dijadikan sebagai objek kajian ataupun penelitian lebih lanjut tentang
hubungan industrial
2 Bagi praktisi, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi
gambaran mengenai hubungan industrial di suatu perusahaan serta sarana yang
menunjang hubungan industrial.
1.4
Batasan
Penelitian
Batasan pada penelitian ini adalah membahas
mengenai perjanjian kerja bersama (PKB) sebagai salah satu sarana hubungan
industrial, proses pembuatan dan pelaksanaan perjanjian kerja bersama (PKB
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Manajemen : Hubungan industrial di PG Semboro Jember. Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment