Abstract
INDONESIA:
Penggunaan teknologi jaringan internet di tingkat generasi muda pelajar dan mahasiswa saat ini sangatlah beragam. Salah satunya ialah pemanfaatan situs jejaring sosial yang tersedia pada jaringan internet untuk wirausaha, seperti Facebook, Twitter, Kaskus dan Blogspot yang dikenal dengan Technopreneurship. Technopreneruship layak dikaji dalam hukum Islam. Sebab di dalam hukum Islam, kegiatan jual beli tidak hanya mendatangkan keuntungan finansial semata, namun juga harus berdasarkan rukun dan syarat yang telah ditentukan untuk menghindari kerugian di salah satu atau kedua belah pihak yang berakad.
Dalam penelitian ini, terdapat rumusan masalah yaitu: 1) Bagaimanakah perkembangan dan dampak jual beli model Technopreneurshiphingga saat ini? 2) Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap jual beli model Technopreneurship?
Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian normatif. Penelitian ini juga disebut penelitian kepustakaan atau library research. Penelitian ini, termasuk ke dalam penelitian normatif yang meneliti tentang asas-asas hukum. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif analitis. Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konseptual (conceptual approach). Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2010 hingga 2011, banyak para wirausahawan-wirausahan muda yang membuat account-account pribadi atau grup yang berfungsi sebagai toko on-line, seperti distro, accesoris, catering on-line, dan baju-baju hasil karya atau yang didesain sendiri. Pada kegiatan Technopreneurship diperbolehkan karena model jual beli bentuk apapun pada dasarnya diperbolehkan oleh nash-nash dalam Al-Qur’an dan hadis, selain itu karena adanya kesepakatan atau saling ridho antara kedua belah pihak, barang/obyek jual belinya dapat diserahterimakan, serta adanya kemaslahatan dan manfaat yang terkandung di dalamnya berupa pelatihan jiwa wirausaha sejak dini.
ENGLISH:
The use of internet among students vary one of them is the use of social networking sites available on the Internet network for entrepreneurs, such as Facebook, Twitter, Kaskus and Blogspot, known as Technopreneurship. Technopreneruship is worth to observe from the angel of Islamic law. In Islamic law, buying and selling activities not only bring financial gain, but it must also be based on the pillars and conditions that have been determined to avoid loss in one or both parties who make agreement.
In this study, the problem, are: 1) What is the impact of the development and sale of Technopreneurship models? 2) How does Islamic law view the sale and purchase of the Technopreneurship models?
This study is normative research. The study also called a research library or library research. This study, examines the general principles of law. The approach is analytical normative juridical approach. This type of approach used in this study is a conceptual approach.
The results indicate that during the year 2010 to 2011, many young entrepreneurs make personal accounts or groups that serve as on-line stores, such as distro, accesoris, catering on-line, and clothes. Technopreneurship activities are allowed because whatever the model of transaction in the Qur’an and Hadith as long as the requirements are fullfilled. Some of them are the agreements between two parties, the possibility to hand goods over, and the promisery benefits.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di zaman global seperti sekarang, perubahan
dapat terjadi dalam hitungan detik. Kemajuan cara berpikir dan cara pandang
manusia, adalah salah satu faktor yang membuat perubahan itu terjadi. Faktor
lainnya yang mendorong terjadinya perubahan karena sesungguhnya manusia memang
selalu ingin memenuhi hajat hidupnya setiap waktu. Allah SWT berfirman di dalam
surat Al-Anfal ayat 53: 2 (siksaan) yang demikian itu adalah karena
Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mreubah sesuatu nikmat yang telah
dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada
pada diri mereka sendiri dan Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui. Manusia menyadari pentingnya sebuah perubahan demi memenuhi
keinginan dan kebutuhannya, oleh sebab itu manusia selalu berusaha menciptakan
sesuatu untuk menunjang keinginan dan kebutuhan tersebut dengan menciptakan
alat. Alat-alat yang diperlukan untuk menunjang kebutuhan hidup manusia itu
populer dikenal dengan sebutan „teknologi‟. Secara sederhana, teknologi
sebenarnya merupakan aplikasi langsung dari ilmu pengetahuan yang kita miliki.
Tujuan utama dari aplikasi tersebut ialah menciptakan alat yang dapat
memudahkan kerja manusia dalam memenuhi kebutuhannya.1 Di zaman modern sekarang
ini, teknologi selalu hadir di tengah-tengah peradaban dunia. Teknologi tidak
lagi bertujuan untuk mempermudah kehidupan manusia. Teknologi sekarang telah
menjadi trend dan life style bagi manusia sebagai bentuk ekspresi kehidupan
yang lebih baik. Hal ini berbeda kondisinya ketika pada tahun 1960-an hingga
1980-an ketika inovasi terhadap teknologi hanya dapat dikembangkan pada skala
perusahaan besar dan bersifat
tertutup,sehingga memunculkan stigma
bahwa terdapat monopoli terhadap sebuah inovasi teknologi. 2 Teknologi dalam
bentuk apapun selalu berkembang pesat dan selalu membawa manusia pada
perubahan. Perubahan yang dimaksud disini adalah perubahan kehidupan manusia
dari zaman primitif atau tradisional, melompat ke suatu zaman yang disebut
zaman digital. Zaman digital ialah zaman yang muncul akibat adanya inovasi
besar-besaran terhadap teknologi komunikasi dan informasi atau teknologi
telematika (Information and Communication Technology–ICT) yang telah diakui
dunia sebagai salah satu sarana dan prasarana utama untuk mengatasi
masalah-masalah dunia.3 Teknologi komunikasi dan informasi yang juga disebut
teknologi IT ini menggunakan perangkat utama yang disebut komputer dan jaringan
internet. Pada saat ini, tersedianya jaringan internet pada sistem komputer
ternyata mampu menjadikan teknologi ini dapat diterima di segala lapisan
kehidupan manusia, termasuk pada tingkat usaha manusia yang berskala kecil
sekalipun.
Hal ini menyebabkan teknologi
komputer dan jaringan internet dalam dunia bisnis dapat menyebabkan perusahaan
kecil sama besarnya dengan korporasi besar.4 Kemunculan jaringan internet
sampai pada tahap perkembangannya saat ini telah banyak menarik minat di semua
generasi, khususnya generasi muda, yaitu pelajar dan mahasiswa. Para penggemar
internet di tingkat generasi ini semakin 2 Eko Suhartono,& Ary Setijadi
(eds), Technopreneurship (Strategi Penting dalam Bisnis Berbasis Teknologi),
(Jakarta: PT. ELex Media Komputindo, 2010), 1. 3 Technopreneurship-inkubator-bisnis.html,
diakses pada 10 September 2011 pukul 10.39 WIB ; www.komunitasdudung.net,
diakes pada 10 September 2011 pukul 11.00. 4 Justin G. Longenecker dan Carlos
W. Moore (eds), Kewirausahaan: Manajemen Usaha Kecil.(Jakarta: Salemba Empat,
2001), 572; Justin G. Longenecker dan Carlos W. Moore (eds), Kewirausahaan,
572-573. 4 marak, dan menunjukkan penggunaannya di dunia usaha pun semakin
populer. Akibatnya, banyak sekali bermunculan para pengusaha-pengusaha muda
yang masih berstatus pelajar dan mahasiswa yang berkecimpung di bidang usaha
bisnis skala kecil, yaitu wirausaha atau entrepreneurship dengan memanfaatkan
jaringan internet sebagai penunjang usahanya. Sebagai bagian dari perkembangan
dunia usaha tersebut, pengembangan teknologi jaringan internet pun tidak diam
di tempat.
Perkembangan jaringan internet di
dunia usaha atau bisnis, secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
sistem perdagangan, transaksi, dan peredaran uang manusia pada masa sekarang.
Sebelum masa perkembangan komputer dan jaringan internet ini, transaksi bisnis
dilakukan secara tradisional dari tangan ke tangan secara langsung, antara
pembeli dan penjual yang bertatap muka, melakukan persetujuan, dan akhirnya
menghasilkan kesepakatan. Para pelaku bisnis sebelumnya pun hanyalah
orang-orang yang sudah memiliki gelar, berpengalaman dan profesional di
bidangnya. Namun kini dengan adanya teknologi komputer dan jaringan internet,
semua keterbatasan jarak, sarana, dan waktu transaksi, dapat teratasi dengan
mudah. Pelaku bisnis pun semakin beragam. Pada masa sekarang, banyak orang bisa
menjual dan mendapatkan barang yang mereka inginkan, bisa mengetahui apa saja
tentang berbagai produk perdagangan, dan dapat melakukan transaksi 5
perdagangan dengan siapa saja dan kapan saja tanpa dibatasi oleh tempat, waktu,
dan jarak.5 Penggunaan teknologi di tingkat generasi pelajar dan mahasiswa saat
ini sangatlah beragam. Salah satunya ialah pemanfaatan situs jejaring sosial
yang tersedia pada jaringan internet sebagai sarana melatih kemandirian dengan
jalan wirausaha. Setelah kemunculan situs jejaring sosial Facebook yang
diciptakan oleh Mark Zuckerber seorang mahasiswa Harvard University pada tahun
2004, inovasi pada teknologi semakin unik. Situs jejaring sosial tersebut
banyak diminati kalangan anak-anak muda ternyata bisa berubah menjadi sarana
bagi mereka untuk menjadi ajang berbisnis di antara sesama mereka sendiri.
Inovasi penggunaan jaringan internet sebagai basis wirausaha tersebut didorong
oleh maraknya jejaring sosial selain Facebook yang juga semakin menjamur.
Jejaring sosial tersebut oleh kalangan generasi muda saat ini dinilai
menghibur, unik, menarik, dan akhirnya semakin diminati hingga menjadi trend
dan lifestyle mereka. Inovasi teknologi pada jejaring sosial yang paling banyak
dilakukan oleh kalangan pelajar dan mahasiswa sebagai sarana wirausaha ialah
menggunakan situs-sius jejaring sosial tersebut sebagai „toko on-line‟ dan
sarana iklan. Umumnya, hal ini dilakukan oleh mereka yang ingin atau yang telah
memiliki usaha jual-beli barang (wirausaha) namun dalam lingkup usaha berskala
kecil. Pada situs on-line maupun jejaring sosial tersebut, barang-barang yang
diperjual belikan atau diiklankan umumnya bukan barang-barang produksi besar 5
Onno W. Purbo dan Aaang Arif Wahyudi (eds), Mengenal E-Commerce, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2001), 6. 6 ataupun barang kebutuhan hidup yang sangat
mendesak, seperti pada sistem perdagangan e-commerce yang memang sejak awal
memiliki tujuan usaha yang lebih luas dan besar. Barang-barang yang ditawarkan
dalam kegiatan wirausaha tersebut adalah barang-barang yang sedang menjadi
trend anak muda atau barang-barang produksi kecil yang banyak diminati anak
muda, seperti accesoris, jam tangan, gantungan kunci, baju-baju dan sepatu,
yang hampir semuanya barang yang dibuat dan didesain sendiri. Kreativitas di
kalangan pelajar dan mahasiswa ini ternyata tidak hanya sebatas pada inovasi
teknologi dan jenis usaha yang mereka lakukan. Ketika kegiatan jual beli atau
wirausaha dengan menggunakan jejaring sosial oleh anak-anak muda semakin marak
dan disadari oleh banyak orang yang melakukannya, akhirnya mendapat perhatian
yang layak seiring dengan perkembangannya tersebut. Perkembangan dunia bisnis,
dinilai semakin luas dengan bertambahnya jenis usaha dan jenis pelaku usaha di
dunia bisnis skala kecil jenis ini. Oleh sebab itu dukungan masyarakat pun
bermunculan terhadap kegiatan anak-anak muda tersebut. Kegiatan bisnis kecil
melalui jejaring sosial ini termasuk di dalam bagian sebuah istilah yang
disebut Technopreneurship, seperti yang dijelaskan pada tanggal 17 September
2011 dalam kuliah perdana bertema “Creative Technopreneurship”di Universitas
Multimedia Nusantara, Jakarta. Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek)
pada waktu itu, Suharna Surapranata, mengatakan bahwa sebuah inovasi di bidang
teknologi sangatlah penting bagi para pelaku kewirausahaan terutama di kalangan
generasi muda. 7 Inovasi teknologi merupakan kunci sukses pada abad 21 karena
ekonomi, bisnis, dan teknologi memang bukanlah hal yang dapat dipisahkan dari
aktivitas manusia hingga saat ini. Manusia selalu mencari cara untuk dapat
memecahkan masalah-masalah dalam hidupnya dengan lebih efektif dan efisien.
Permasalahan yang ada dalam hidup manusia membuat seorang wirausahawan atau
enterpreneur dapat mengidentifikasi peluang usaha yang menjanjikan melalui
inovasi teknologi. Menristek juga menyatakan, bahwa inovasi teknologi dapat
sukses bila disertai dengan semangat kewirausahaan yang melibatkan banyak
anggota dari setiap lapisan masyarakat sehingga dapat membuka banyak lapangan
kerja baru.6 Hal ini dapat diartikan bahwa generasi muda seperti para pelajar
dan mahasiswa pun dapat turut serta dalam kemajuan inovasi teknologi melalui
kegiatan wirausaha. Penjelasan Menristek tersebut diperkuat pula dengan
pendapat menurut Muhammad Aulia Adnan yang mengatakan bahwa : More and more
bussines are establishing a presence on the web and distributing product or
promotional material in a variety of electronic forms. The ease entry into
cyberspace can cause people to forget that the obligations and restrictions
which apply there are similiar to those which apply in the word of print
communication.7 Selain mendatangkan keuntungan finansial, jual beli model
Technopreneruship juga layak dikaji dalam hukum Islam. Sebab di dalam hukum
Islam, kegiatan mua‟malah, termasuk jual beli tidak hanya mendatangkan
keuntungan finansial semata, namun juga harus berdasarkan rukun dan syarat yang
telah ditentukan untuk menghindari kerugian di salah satu atau kedua belah 6 http://sains.kompas.com/read/2011/09/19/09544541/Menristek.Inovasi.Kunci.Sukses.Wirausaha.
Teknologi, diaksespada 29 September 2011 pukul 19.34 WIB.; Eko Suhartono dan
Ary Setijadi (eds), Technopreneurship, 23. 7 Muhammad Aulia Adnan , Intelectual
Properti Rights In Cyberspace, Jurnal Hukum Bisnis, 13, (April, 2001), 76. 8
pihak yang berakad. Hukum-hukum Islam yang menjadi bahasan para ulama atau ahli
hukum Islam disebut dengan Fikih Islam. Fikih Islam ialah permasalahan hukum
umat yang diambil berdasarkan permasalahan hidup sehari-hari, kemudian
diletakkan atas dasar syariat Islam. Sejak zaman dahulu, sebagian ahli fikih
telah membahas permasalahan yang belum terjadi di zamannya. Namun, hasil
pembahasan permasalahan para ahli fikih tersebut ada pula yang masih dimanfaatkan
pada masa-masa sesudahnya. Hal ini menunjukkan bahwa hukum Islam yang disebut
fikih tersebut berkembang pula sesuai dengan zaman yang dilaluinya. Berdasarkan
hal-hal yang telah dijelaskan di atas, maka perkembangan inovasi teknologi di
kalangan generasi pelajar dan mahasiswa yang disebut dengan Technopreneurship
layak apabila dikaji dari sisi hukum Islam. Pandangan hukum Islam yang
digunakan untuk menganalisis Technopreneurship adalah hukum Islam yang berasal
dari ketentuan fikih yang banyak dihasilkan atau telah dibahas oleh ulama-ulama
fikih yang hidup sejak awal abad 20 hingga ulamaulama fikih yang masih ada
hingga saat ini, salah satunya ialah Syaikh Sayyid Sabiq.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perkembangan dan dampak jual
beli model Technopreneurship hingga saat ini?
2. Bagaimanakah pandangan hukum
Islam terhadap jual beli model Technopreneurship? C. Batasan Permasalahan
Agar pembahasan di dalam penelitian ini tidak
terlalu melebar, dalam penelitian ini dibatasi hanya membahas penggunan
teknologi dalam kegiatan jual beli yang dilakukan oleh kalangan pelajar dan
mahasiswa. Jadi, yang dimaksud Technopreneurship dalam penelitian ini ialah
kegiatan wirausaha berbasis teknologi ataujual beli yang menggunakan teknologi
digital pada komputer dan jaringan internet. Teknologi digital yang dimaksud
dalam penelitian ini yang akan dibahas, yaitu facebook, twitter, blogspot dan
kaskus. Sementara itu, fikih yang digunakan dalam penelitian ini adalah fikih
dari ulama Syaikh Sayyid Sabiq. Fikih tersebut penjelasannya akan didukung pula
oleh fikih-fikih karya ulama-ulama fikih lainnya, antara lain Yusuf Qardhawi,
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Shaleh al-Fauzan, Ali Muhyidin Al-Qurahdaghi, dan
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim dan ulama lainnya yang hidup hingga abad 21
ini.
Penelitian ini juga membatasi waktu
dari obyek penelitiannya, yaitu hanya meneliti fenomena Technopreneurship yang
mulai marak muncul pada sekitar tahun 2010 dan 2011. D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan memaparkan mengenai kegiatan wirausaha dan jual beli
yang berbasis teknologi jaringan internet pada situs jejaring sosial yang
disebut dengan Technopreneurship. Penelitian membahas perkembangan 10
Technopreneurship hingga saat ini, serta dampaknya di kalangan generasi muda
dengan adanya mulai populer jual beli model Technopreneurship. Penelitian ini
juga bertujuan untuk mendeskripsikan pandangan hukum Islam. Hukum Islam yang
dimaksud yaitu dari perspektif fikih yang dihasilkan oleh para ulama fikih
sepanjang abad 20 dan abad 21. Fikih yang dimaksud dipergunakan untuk
menganalisis mengenai kegiatan jual beli model Technopreneurship.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai
Technopreneurship dalam perspektif hukum Islam ini diharapkan akan dapat
membawa beberapa manfaat. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil
penelitian ini ada dua macam, yaitu manfaat teoritis atau akademis dan manfaat
praktis.
1. Manfaat teoritis atau akademis.
Manfaat teoritis ini dapat diberikan kepada para ilmuwan atau pemerhati di
bidang ekonomi, kewirausahaan dan hukum Islam pada abad ini. Lebih lanjut,
penelitian ini dapat memberikan sumbangan berupa wacana tentang pengertian,
dampak dan perkembangan Technopreneurship semenjak tahun 2010-2011, dan
Technoprnenurship dalam perspektif hukum Islam dari ulama-ulama kontemporer.
2. Manfaat Praktis Manfaat praktis adalah
manfaat yang dapat dipakai atau diterapkan secara langsung. Manfaat praktis
yang dapat diambil dari penelitian ini adalah Penelitian 11 ini dapat digunakan
sebagai bahan penelitian lain mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim (UIN MALIKI) Malang di bidang bisnis. Manfaat praktis yang dapat
diperoleh dari hasil penelitian bagi peneliti sendiri ialah, dapat mengetahui
dan membagikan pengetahuan tersebut kepada orang lain mengenai perkembangan
Technopreneurship dan Technopreneruship berdasarkan perspektif hukum Islam.
Manfaat lainnya yaitu menambah keilmuan bagi peneliti, terutama pada bidang
penelitian yang akan dijalankan.
F. Definisi Operasional
1. Technopreneurship Technopreneurship
berasal dari dua bentukan kata yaitu, technology dan entrepreneurship.
Technopreneurship adalah sebuah bisnis atau wirausaha berbasis teknologi yang
memiliki wawasan untuk menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan di kalangan
generasi muda. Technopreneurship juga merupakan salah satu strategi terobosan
baru dalam kegiatan jual-beli/perdagangan dalam skala kecil untuk menyiasati
masalah pengangguran intelektual yang semakin meningkat. Teknologi yang
digunakan dalam wirausaha model Technopreneurship ini sama dengan teknologi
yang digunakan dalam e-commerce, yaitu menggunakan teknologi jaringan internet.
Pada Technopreneurshiplingkup skala usahanya lebih sederhana di bandingkan
e-commerce, namun dalam proses usahanya maupun pelakunya lebih luas dibandingkan
oleh e-commerce. Pada Technopreneurship, skala usahanya lebih kecil, namun
pelaku dan proses usahanya lebih banyak dan luas, umumnya memanfaatkan sarana
periklanan dan penjualan melalui situs-situs/jejaring sosial yang sudah ada,
seperti: facebook, kaskus, blog (blogspot), twitter. Technopreneurship lebih
populer pula dilakukan oleh pelaku usaha muda, pelajar setingkat siswa sekolah
sampai mahasiswa dan pengusaha industri rumah tangga kecil9 .
2. Teori Jual Beli dalam Hukum Islam
Salah satu ulama fikih yang mengahasilkan hukum jual beli di dalam hukum Islam
Syaikh Sayyid Sabiq Muhammad At- Tihami. Beliau adalah seorang ulama
kontemporer Mesir yang memiliki reputasi internasional di bidang dakwah dan
fikih Islam, terutama melalui karyanya yang berjudul Fikih As-Sunnah. Fikih
AsSunnah banyak digunakan karena dinilai telah memenuhi kebutuhan Islam madzhab
fikih. Mayoritas generasi intelektual yang belum memiliki komitmen pada mazhab
tertentu atau fanatik antusias untuk menggunakannya. Teori-teori fikih dalam
Fikih As-Sunnah tersebut digunakan sebagai sumber rujukan dalam beberapa
permasalahan fikih. 10 Selain Syaikh Sayyid Sabiq, banyak pula ulamaulama di
abad 21 ini yang menghasilkan hukum-hukum seputar permasalahan jual beli,
diantaranya ialah Yusuf Qardhawi, Abdul Aziz Muhammad Azzam, Shaleh al-Fauzan,
Ali Muhyidin Al- G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian Penelitian ini
tergolong ke dalam jenis penelitian normatif, karena penelitian menggunakan
bahan-bahan dari peraturan-peraturan yang tertulis atau bahanbahan hukum
normatif lainnya. Bahan-bahan itu antara lain data-data yang diperoleh dari
buku-buku tentang transaksi elektronik karangan Eko Suhartono dan Ary Setijadi,
karangan Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, serta karangan Brenda
Kienan; buku Kewirausahaan: Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda karangan
Suharyadi, karangan Justin G. Longenecker;dan teori-teori Fikih yang ditulis
olehYusuf Qardhawi, Abdul Aziz Muhammad Azzam, Shaleh al-Fauzan,Ali Muhyidin
Al-Qurahdaghi, dan Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, UU No. 11 Tahun 2009
tentang Informasi Teknologi (UU ITE) dan UU No.8 Tahun 2008 tentang
Perlindungan Konsumen. Penelitian ini pun lebih banyak dilakukan terhadap
data-data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan, seperti jurnal,
majalah, koran, ensiklopedia dan kamus-kamus hukum. Karena itu penelitian ini
dapat juga disebut penelitian kepustakaan atau library research. Penelitian
ini, termasuk ke dalam penelitian normatif yang meneliti tentang asas-asas
hukum.
Asas-asas hukum yang digunakan ialah
asasasas hukum Islam berupa fikih kontemporer yang ada kaitannya terhadap jual
beli elektronik modelTechnopreneurship. 11Bambang Waluyo, Penelitian Hukum
dalam Praktek,(cet.4; Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 13; Bambang Sunggono,
Metodologi, 41. 14 2. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian normatif
ini,pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif analitis12
karena penelitiannya menganalisis jual beli elektronik modelTechnopreneurship
menggunakan dalil-dalil hukum Islam, sehingga penelitian ini tidak perlu
dukungan data dalam bentuk angka. Selanjutnya, jenis pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan konseptual (conceptual approach),13
sebab peneliti menelaah konsep-konsep yang beranjak dari pandangan-pandangan
dan doktrin yang berkembang dalam dalil-dalil fikihulama-ulama kontemporer
terhadap jual beli elektronik model Technopreneurship.
3. Jenis dan Sumber Hukum a. Jenis
Bahan Hukum 1) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer dalam penelitian ini,
yaitu meliputi dalil-dalil di dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 282, surat
Al-Furqon ayat 20, surat Al-Hajj ayat 27-28, surat An-Nuur ayat 37 serta
dalil-dalil fikih yang meliputi syarat-syarat, rukun dan jual beli yang
diperbolehkan dalam Islam. 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan sekunder dalam
penelitian ini adalah teori-teori penjelas tentang dalildalil fikih, seperti
teori dalam kitab syarah fikih dan kitab-kitab fikih yang ditulis 12 Tim
Penyusun Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Syariah, Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang, (Malang: Fakultas Syari‟ah), 22 13 Tim Penyusun, Pedoman, 23. 15
olehYusuf Qardhawi, Abdul Aziz Muhammad Azzam, Shaleh al-Fauzan, Ali Muhyidin
al-Qurahdaghi, dan Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim. Selain itu teoriteori
penjelas tentang teknologi, kewirausahaan, dan tentang Technopreneurship. b.
Sumber Bahan Hukum Dalam penelitian ini, digunakan sebagai pisau analisis
adalah hukum Islam terhadap Technopreneurship. Dalam penelitian ini yang
dimaksud hukum Islam adalah dalil-dalil fikih Islam dari pemikiran ulama
kontemporer. Hukum-hukum Islam yang dimaksud, terkandung atau termaktub dalam
kitab-kitab fikih Islam karangan ulama r Sayyid Sabiq. Buku-buku yang dimaksud,
diuraikan sebagai berikut: 1) Sumber hukum primer yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Al-Quran dan kitab Fikih As-Sunnah karangan Syaikh Sayyid
Sabiq dan 2) Sumber hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kitabkitab fikih muamalah karangan Yusuf Qardhawi, Abdul Aziz Muhammad Azzam,
Shaleh al-Fauzan, Ali Muhyidin al-Qurahdaghi, dan Abu Malik Kamal bin As-Sayyid
Salim; buku Technopreneurship karangan, Eko Suhartono dan Ary Setijadi, buku
Bisnis E-commerce karangan Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, buku
Small Bussines Solutions E-commerce: Ecommerce untuk Perusahaan kecil karangan
Brenda Kienan; buku Kewirausahaan:Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda
karangan Suharyadi, buku Kewirausahaan: Manajemen Usaha Kecil karangan Justin
G. Longenecker, serta memanfaatkan bahan-bahan dan artikel-artikel yang dapat
diunduh pada website atau situs-situs online lainnya. 16 3) Sumber hukum
tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamuskamus hukum, majalah
dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan teknologi dan kewirausahaan. 4. Metode
Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan
data-data penelitian dan bahan-bahan hukum yang diperlukan adalah metode
dokumentasi. Metode dokumentasi adalah salah satu jenis metode pengumpulan
data, khususnya berupa data tertulis seperti catatan, transkrip, buku-buku,
surat kabar, majalah, agenda. 14 Metode dokumentasi digunakan karena sesuai
dengan jenis penelitian normatif dan pendekatan kepustakaan yang dipakai di
dalam penelitian ini. Dokumen yang dijadikan rujukan data dalam penelitian ini
adalah dokumendokumen tertulis yang tersedia di perpustakaan maupun
artikel-artikel yang dapat diunduh di website-website online sebagai bahan
tertulis. 5. Metode Pengolahan dan Analisa Data Dalam penelitian ini metode
analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Analisis data
kualitatif (Bogdan & Biklen, 1982), seperti yang dikutip oleh Moleong
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari,
dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada 14 Suharsimi Arikunto,
Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, cet. ketigabelas (Jakarta:
Rineka Cipta, 2006), 231. 17 orang lain.15 Dalam penelitian ini, ada beberapa
hal yang akan dilakukan untuk menganalisis atau mengolah data yang telah
diperoleh yaitu: a) Reduksi Data Setelah laporan-laporan yang berupa data
terkumpul, maka peneliti melakukan proses reduksi data, merangkum, dan memilih
hal-hal yang pokok pada data dan difokuskan pada hal-hal yang penting sesuai
dengan pola penelitian. 16 Jadi, laporan penelitian yang berupa data penelitian
yang masih merupakan bahan mentah, direduksi, disingkatkan dan dipadatkan
intisarinya, serta disusun secara sistematis. b) Klasifikasi Data Setelah
melakukan reduksi data, maka langkah selanjutnya peneliti mengklasifikasikan
data yang telah disusun secara sistematis. Peneliti akan mengelompokkan
data-data berdasarkan ciri khas masing-masing berdasarkan objek formal penelitian.
17 Data-data tersebut diklasifikasikan berdasarkan kategori, misalnya mana yang
termasuk dalam kategori teknologi, wirausaha, Technopreneurship atau fikih
kontemporer. Klasifikasi ini dimaksudkan untuk menyisihkan data-data yang
kurang relevan dengan tujuan penelitian. c) Display Data Proses display data
merupakan proses yang sistematis untuk menuju pada proses konstruksi teoritis,
untuk mengetahui hubungan antara unsur satu dengan 15 Lexy J. Moleong,
Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. Keduapuluh satu. Edisi revisi (Bandaung:
PT. Remaja Rosda Karya, 2005),248. 16 Kaelan, M.S, Metode Penelitian Agama
Kualitatif Interdispliner, (Edisi I; Yogyakarta:Paradigma, 2010), 163.
17Kaelan, M.S, Metode. 18 lainnya.18 Proses display data ini menghasilkan
penemuan tentang kekurangan dan kelebihan pada data penelitian sehingga
memudahkan peneliti untuk mengendalikan data dan menemukan hasil dari
pengolahan data penelitian. 6. Pengujian Keabsahan Data Keshahihan dan
validitas data yang telah diolah dalam penelitian ini diperiksa melalui teknik
pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data melalui pemeriksaan sejawat melalui
diskusi. Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspose hasil sementara atau
hasil akhir dari penelitian yang diperoleh dalam bentuk diskusi melalui rekan-rekan
sejawat.19 Pemilihan teknik pemeriksaan melalui rekan-rekan sejawat ini
dilakukan agar dalam diskusi analitik dapat disingkap beberapa hal yang tidak
sesuai dengan judul dan tujuan penelitian dan dapat menelaah pengertian yang
nantinya dapat menjadi dasar dalam mengklarifikasi berbagai penafsiran yang
belum valid. Pemeriksaan sejawat dalam penelitian ini dilakukan dengan jalan
diskusi kepada rekan yang memiliki pengetahuan umum yang sama tentang apa yang
sedang diteliti, sehingga peneliti dapat me-review persepsi, pandangan dan
analisis yang sedang dilakukan. Hasil yang diperoleh apabila teknik ini
digunakan adalah:20 1. Menyediakan pandangan-pandangan kritis. 2. Mengetes
hipotesis kerja (temuan-teori substansif). 3. Membantu mengembangkan langkah berikutnya.
18Kaelan, M.S, Metode, 164. 19Moleong, Metodologi, 332. 20Moleong, Metodologi,
334. 19 4. Melayani sebagai pembanding. H. Penelitian Terdahulu Sebelum
penelitian ini dilakukan, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang memiliki
latar belakang tema yang hampir sama dengan penelitian yang saat ini sedang
dilakukan. Namun, beberapa penelitian terdahulu tersebut juga memiliki
ketidaksamaan dalam penelitian ini. Hal tersebut akan diuraikan sebagai
berikut: 1. Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui E-commerce (Tinjauan
Hukum Islam) Penelitian terdahulu yang dilakukan di tahun 2010 dalam bentuk
skripsi oleh Nur „Azizatil „Ajibah dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang
berjudul Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui E-commerce (Tinjauan Hukum
Islam). Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan meliputi: jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka (Library Research), dan
bersifat deskriptif-analitis dengan pendekatan normatif. Pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah inventarisasi dan koleksi
data, klasifikasi dan sistematisasi data, sedangkan analisa datanya menggunakan
analisa deduktif. Hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian skripsi ini
ialah dari aspek perkembangan teknologi, bahwa e-commerce telah mempunyai
infrastruktur untuk menjamin dan melindungi konsumen dalam melakukan transaksi.
Dari aspek yuridis, bahwa belum ada undang-undang internasional yang secara
spesifik membahas tentang e-commerce ini. Walaupun e-commerce merupakan
transaksi 20 yang rawan kejahatan dan belum ada aspek perlindungan konsumen
dapat dijamin dan dibuktikan. Namun menurut Hukum Islam bahwa transaksi ini
adalah sah dan dibolehkan. 2. E-commerce Dalam Perspektif Akad Salam menurut
Interpretasi Imam Asy-Syafi’i dan Imam Abu Hanifah Penelitian terdahulu yang
selanjutnya adalah berupa skripsi yang ditulis oleh Hasan As‟ari pada tahun
2002 dari Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta
dengan judul E-commerce Dalam Perspektif Akad Salam menurut Interpretasi Imam
Asy-Syafi‟i dan Imam Abu Hanifah. Jenis penelitian ini merupakan jenis
penelitian pustaka (Library Research) dengan sifat penelitian adalah
deskriptif-analitis. Sementara itu teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini ialah inventarisasi data dan klasifikasi serta sistematika data.
Adapun dalam menganalisa data yang diperoleh peneliti menggunakan analisis
deduktif dan mempergunakan pendekatan penelitian berupa pendekatan normatif.
Dalam penelitian ini peneliti memaparkan tentang persamaan dan perbedaan
tentang transaksi e-commerce dengan transaksi salam dalamjual beli Islam. Dari
persamaan tersebut, peneliti menganalisa kegiatan e-commerce dalam perspektif
akad salam yang menggunakan interpretasi Imam Asy-Syafi‟i dan Imam Abu Hanifah.
Sedangkan hasil penelitian ini menyebutkan bahwa Imam asy-Syafi‟i dan Imam Abu
Hanifah sepakat bahwa akad salam hukumnya boleh sebagai rukshoh
(kemudahan/keringanan) bagi para pelaku bisnis dengan tujuan agar sistem
perekonomian berjalan lancar sesuai kebutuhan hidup masyarakat. Imam 21
asy-Syafi‟i dan Imam Abu Hanifah juga sependapat bahwa akad salam dalam
aplikasinya dinyatakan sah apabila sudah memenuhi atau sesuai dengan
syaratsyarat yang telah ditentukan, yaitu jenis dan bentuk barang dapat
diketahui, kadar atau jumlah barang yang disalami diketahui, harga barang dan
uang pokok (modal) diketahui, batas waktu dan tempat penyerahan barang
ditentukan, serta pembayaran dilakukan secara tunai. Imam asy-Syafi‟i dan Imam
Abu Hanifah berbeda pandangan dalam hal barang yang dapat dijadikan sebagai
obyek salam. Menurut Imam asy-Syafi‟i, hewan bisa dijadikan obyek salam karena
disamping ada hadis yang membolehkan hewan juga bisa ditentukan dengan melihat
sifat-sifat yang ada walaupun satu jenis. Sedangkan menurut pandangan Imam Abu
Hanifah, hewan tidak boleh dijadikan sebagai obyek salam, karena ada hadis yang
melarang salaf/salam pada hewan. Selain itu hewan tidak disifati dan
diidentifikasikan yang disebabkan oleh adanya keserupaan diantara hewan-hewan
tersebut. Demikian pula perbedaan pendapat itu timbul mengenai proses penentuan
batas waktu penyerahan barang. Dalam pandangan Imam asy-Syafi‟i, penyerahan
barang yang diperjualbelikan boleh diserahkan seketika dan boleh ditangguhkan
penyerahannya sampai batas waktu yang telah disepakati tetapi harus
ditangguhkan penyerahannya sampai batas waktu yang telah disepakati, dengan
alasan lebih aman dari tindak penipuan (gharar). Sementara menurut pandangan
Imam Abu Hanifah, barang yang dibeli dalam transaksi salam tidak boleh
diserahkan seketika tetapi harus ditangguhkan minimal tiga hari sejak
terjadinya akad, dengan alasan berpatokan kepada dhahir hadis yang diriwayatkan
dari Ibn 22 „Abbas. Ikhtilaf fikih di antara kedua fuqaha‟ tersebut juga terjadi
ketika menentukan kata/lafad yang harus dipergunakan dalam akad salam. Menurut
Imam asy-Syafi‟i, akad (ijab-qabul) harus memakai kata/lafad “salam atau
salaf”. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah dalam hal permulaan barang yang
disalami. Dalam pandangan Imam asy-Syafi‟i, barang yang dijadikan obyek salam
tidak harus ada pada saat terjadinya (transaksi), artinya salam boleh dilakukan
bukan pada permulaan musim. Sementara menurut pandangan Imam Abu Hanifah,
barang yang dijadikan obyek salam harus ada pada waktu akad (transaksi) sedang
berlangsung sampai batas waktu penyerahan barang. Hasil selanjutnya menyatakan
bahwa pada dasarnya mekanisme transaksi jual beli melalui e-commerce mempunyai
karakteristik yang sama dengan akad salam, yaitu menjual belikan barang secara
tidak tunai (pesanan) dengan pembayaran secara kontan (cash). Hal yang berbeda
hanyalah dari segi tempat terjadinya akad. Kalau akad salam transaksinya
dilakukan dalam satu tempat (antara penjual dan pembeli bertemu secara
langsung), sedangkan e-commerce bentuk transaksinya melalui internet antara
konsumen dan pada e-commerce tidak bertemu secara face to face dalam satu
tempat. Sekalipun demikian, perbedaan itu tidaklah menjadi suatu yang vital
karena bersatunya tempat bukan sesuatu yang mutlak dalam jual beli, tetapi
lebih difokuskan pada situasi dan kondisi. Ditinjau dari perspektif akad salam
menurut interprestasi Imam asy-Syafi‟i dan Imam Abu Hanifah, mekanisme
transaksi jual beli melalui e-commerce dapat dinyatakan sesuai atau memenuhi
syarat/kaidah-kaidah yang telah ditentukan dalam transaksi jual beli secara
tidak tunai (pesanan) seperti halnya akad salam, 23 baik dilihat dari aspek
barang yang diperjualbelikan, uang pokok (modal), akad, khiyar, maupun proses
pembayaran. Oleh sebab itu, e-commerce menurut peneliti dapat dikatakan boleh
dan sah dilakukan. Dalam kaitannya dengan ketentuan hukum e-commerce yang
dilihat dari perspektif akad salam menurut interpretasi Imam asy-Syafi‟i dan
Imam Abu Hanifah, penyusun lebih cenderung memakai pendapat yang dikemukakan
oleh Imam Syafi‟i karena pandangan beliau dalam hal akad salam lebih banyak
persamaannya dengan transaksi jual beli melalui e-commerce sehingga lebih
sesuai dan lebih mudah untuk diaplikasikan ke dalam e-commerce. Di samping itu,
pendapat beliau sangat efektif dalam rangka menciptakan kemashlahatan,
menegakkan keadilan, dan memerangi kezaliman sebagaimana tujuan
disyari‟atkannya hukum Islam. 3. Mencegah Mudharat Dalam Transaksi E-commerce
(Perspektif Hukum Islam) Penelitian terdahulu ini berbentuk skripsi yang
ditulis oleh Badru Zaman dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta yang ditulis pda tahun 2010. Dalam penelitian ini metode penelitian
yang digunakan ialah metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian
merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang diambil berdasarkan
data-data dari buku, ensiklopedi, majalah, artikel lepas dan artikel website.
Sifat penelitian ini ialah deskriptif analitik. Dalam mengumpulkan data,
penelitian ini menitik beratkan pada literatur-literatur yang terdapat
sinkronisasi dengan tema dan topik bahasan penelitian. Selanjutnya, dalam
melakukan pendekatan masalah penelitian ini melihat dari berbagai 24 pendekata,
antara lain pendekatan aspek ekonomi, pendekatan aspek hukum publik, pendekatan
aspek wilayah ushul fikih, pendekatan aspek antropologi hukum, pendekatan aspek
studi komputer dan internet, dan yang terakhir ialah pendekatan aspek
kebahasaan (lingutistik). Untuk menganalisis data, penelitian ini menggunakan
dua analisis, yaitu analisis deduktif-induktif dan yang kedua menggunakan
analisis data komparatif. Sedangkan hasil dari penelitian ini ialah
bentuk-bentuk kemudharatan dalam transaksi e-commerce berangkat dari
potensi-potensi yang ada. Hal ini terlihat dari, penipuan, pencurian identitas,
dan penyalahgunaan kartu kredit. Jika pada halaman website penipuan dalam
bentuk ini terlihat dengan itikad merchant yang sengaja memberikan informasi
aktifitas perdagangan yang ia lakukan. Setelah korban terjaring, yang ditandai
dengan pembayaranterlebih dahulu (full payment order), niat buruk mereka mulai
terlihat. Sementara pencurian identitas, bukan hanya pada wilayah komersil
semisal kartu kredit, tapi account email – yang berupa nama pengguna dan kata
sandi – juga menjadi bagian aksi. Bentuk terakhir, pencurian ini selalu
mengandalkan “orang dalam” dengan tingkat keahlian khusus. Selanjutnya hasil
penelitian ini juga menyatakan bahwa tidak mudah menetapkan bahwa e-commerce
merupkan jenis transaksi yang dilarang, meskipun berangkat dari pengamanan
media yang selalu di uji ketangguhannya. Perhitungan yang dipakai karena pada
wilayah tertentu lemahnya sisi perlindungan, tidak mencakup keseluruhan sistem
kelemahan yang akut sehingga sukar diperbaiki. 25 Segala dampak diatas
mengakibatkan tidak adanya standarisasi dari pemerintah terkait dengan
“barometer keamanan”. Selain itu, perlu adanya penegasan penggunaan media yang
dapat dijadikan alat-alat bukti. Keberadaan UU ITE merupakan i‟tikad baik
pemerintah, guna melindungi warganya jika bertransaksi, meskipun ada beberapa
catatan penting yang perlu diperbaiki seputar kejelasan aspek penyelesaian
sengketa dan multitafsir sistem penandatangan dalam aspek pengesahan. Namun
begitu, upaya yang harus segera dilakukan dengan rekonstruksi undang-undang
yang lebih komprehensif, sebut saja UndangUndang Cyber Crime. Gagasan juga
berguna mengatur ruang-ruang privacy bagi pengguna internet secara umum –
terutama pelaku e-commerce. 4. Tinjauan Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam
Transaksi Jual Beli Melalui Internet (E-commerce) Berdasarkan KUHPerdata
Penelitian terdahulu berikutnya berbentuk skripsi oleh Maya Zaimita dari
Universitas Sumatera Utara Medan, dengan judul „Tinjauan Yuridis Perbuatan
Melawan Hukum Dalam Transaksi Jual beli Melalui Internet (E-commerce)
Berdasarkan KUHPerdata. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan
(Library Ssearch). Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang
didasarkan pada bahan hukum skunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dalam transaksi jual beli melalui
internet (Ecommerce) berdasarkan KUHPerdata. Selain itu dipergunakan juga
bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan
menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam
perspektif 26 hukum Perdata dagang khususnya yang berkaitan dengan perbuatan
melawan hukum dalam transaksi jual beli melalui internet (e-commerce)
berdasarkan KUHPerdata. Berdasarkan penelitian, peneliti berkesimpulan bahwa
penegakan hukum (enforcement) e-commerce dalam transaksi Bisnis Internasional
Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
adalah : memang tidak menjelaskan sanksi yang diberikan seandainya pelaku usaha
melakukan pelanggaran dengan memberikan informasi yang tidak benar atas
barangnya. Akan tetapi bukan berarti pelaku usaha tersebut tidak dapat dikenai
sanksi dan lolos dari jeratan hukum apabila ternyata pembeli tersebut telah
membeli barang dari pelaku usaha dan tidak sesuai dengan informasi yang
diberikan pelaku usaha yang notabene-nya telah terjadi perjanjian jual beli
diantara keduanya. Peraturan perundang-undangan hukum acara yang sudah lama
berlaku masih dapat memidana pelaku usaha tersebut. Di dalam hukum acara
pidana, pelaku usaha yang melakukan hal tersebut masih dapat dipidana dengan
Pasal 378 KUHP mengenai penipuan. Demikian pula apabila seandainya pembeli yang
mendapatkan informasi yang tidak benar masih dapat melakukan upaya hukum secara
Perdata melalui gugatan perbuatan melawan berdasarkan Pasal 1365 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, yang mengakibatkan pembatalan perjanjian yang
telah terjadi. Akan tetapi hal itu dapat terjadi apabila ternyata di dalam
Kontrak Elektronik tidak dimuat mengenai kewenangan pengadilan, lembaga
penyelesaian sengketa apabila terjadi sengketa mengenai masalah tersebut. Hal
yang perlu diingat bahwa di dalam undang-undang ini diberikan pilihan untuk
memilih 27 hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik Internasional. Jika
para pihak tidak memilih hukum yang berlaku maka hukum yang berlaku adalah
hukum perdata internasional. 5. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang
Dirugikan Dalam Transaksi Elektronik Penelitian terdahulu yang berikutnya ialah
berupa Thesis yang ditulis oleh Mochamad Soef, S.H, S.HI dari Universitas
Brawijaya Malang untuk meraih gelas Magister Hukum. Penelitian ini ditulis pada
tahun 2011. Metode penelitian yang digunakan pada Thesis ini meliupti jenis
penelitian adala yuridis normatif karena obyek kajiannya adalah dokumen
peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka. Sedangkan pendekatan penelitian
yang yang digunakan ialah pendekatan perundang-undangan (statue approach),
pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan analitis
(analytical approach). Thesis ini juga menggunakan bahan hukum primer antara
lain UUD 1945, Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUPer/Burgelijk Wetboek), UU
Republik Indonesia No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU Republik
Indonesia No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sedangkan bahan hukum sekunder yang digunakan berupa buku-buku teks dan
jurnal-jurnal yang relevan dengan penelitian, pendapat para sarjana dadn
hasil-hasil laporan penelitian atau seminar yang dilakukan oleh para pakar yang
terkait dengan penelitian ini, serta dokumen-dokumen penting lainnya dan bahan
hukum dari internet. Bahan hukum Tersier yang digunakan ialah kamus hukum dan
doktrin Ceveat Venditor 28 (waspadalah penjual), yaitu doktrin bahwa penjual
bertanggung jawab penuh jika barang yang dijualnya merugikan konsumen. Teknik
pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini diperoleh dengan studi pustaka.
Sementara teknik analisis bahan hukum penelitian ini mengadakan sistematisasi
terhadap bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan. Sistematisasi berarti
membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan tersebut.
Fokus penelitian Thesis ini ialah pada kegiatan Businnes to Consumer (B2C)
dalam kerangka perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi elektronik,
mengenai jula beli barang secara on-line dengan menggunakan media internet.
Penelitian ini membahas perlindungan konsumen berdasarkan undangundang yang
telah ditetapkan di dalam hukum postif dan hasilnya adalah sebagai berikut:
Perlindungan hukum bagi konsumen yang dirugikan dalam transaksi elektronik
yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Pertama,
perlindungan hukum preventif diatur melalui suatu bentuk perundangundangan yang
berkaitan dengan perlindungan hukum bagi konsumen dalam transaksi elektronik
seperti halnya diatur dalam pasal 30 ayat 1 jo pasal 7 huruf b UU No.8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan pasal 9 jo 40 ayat 2 UU No. 11
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE), mengenai
kewajiban pemerintah atas pengawasan, perlindungan dan mengenai kewajiban
pelaku usaha atas penyediaan informasi barang dan atau/ jasa dan juga perlu
sekali peraturan pemerintah yang sebagaimana disebutkan dalam UUITE segera
diterbitkan. 29 Kedua, Perlindungan hukum represif bertujuan menyelesaikan
sengketa secara litigasi di peradilan dan non-litigasi di luar peradilan,
seperti halnya diatur dalam pasal 54 (a) UUPK serta UU No. 30 tahun 1999
tentang arbiterase dan alternatif penyelesaian sengketa. Dan hukum yang berlaku
pada penyelesaian sengketa e-commerce internasional dalam UUITE pada dasarnua
dikembalikan kepada kebebasan para pihak dan bila para pihak tidak menentukan
maka yang berlaku dikembalikan pada asas-asas Hukum Perdata Internasional (HPI)
yaitu hukum pihak penjual yang memiliki prestasi yang paling khas, hal ini
sejalan dengan teori Most Characteristic Connection. Hasil penelitian yang
terakhir menjelaskan bahwa tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang
dirugikan di Indonesia dalam kaitannya dengan jual beli melalui internet
menggunakan teori tanggung jawab mutlak (strict liability). Strict liability
merupakan prinsip tanggung gugat berdasarkan kesalahan dengan beban pembuktian
terbalik pada pelaku usaha, penerapan tanggung jawab mutlak (strict liability)
terletak pada tanggung jawab resiko (risk liability) atas terjadinya
wanprestasi karena transaksi pada dunia virtual para pihak (pelaku usaha dan
konsumen) tidak saling bertemu/non-face, transaksi elektronik tidak mengenal
batas wilayah yurisdiksi suatu negara/non-borderless, dan pelaku usaha
menggunakan perjanjian baku (standar contract) sehingga konsumen tidak memiliki
daya tawar (bargaining position) yang berimbang dalam kontraktual ecommerce. 30
I. Sistematika Pembahasan Dalam menyajikan laporan hasil penelitian mengenai
Technopreneurship dalam Perspektif Hukum Islam ini, disusun sebuah sistematika
penulisan, agar diperoleh gambaran yang jelas dan secara menyeluruh. Secara
global sistematika tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: Pada BAB I, peneliti
akan mengemukakan pendahuluan yang meyajikan data mengenai latar belakang
pemilihan judul dan alasan mengangkat judul tentang Technopreneurship dalam
perspektif Hukum Islam. Kemudian membuat rumusan masalah yang sesuai dan
menjelaskan pula batasan masalah, agar pembahasan penelitian ini tidak terlalu
melebar ke dalam variabel lain. Pada BAB I ini terdapat pula tujuan penelitian
yang menjelaskan tentang jawaban atas rumusan permasalahan yang diangkat.
Manfaat penelitian yang dijelaskan pada BAB I ini meliputi manfaat teoritis dan
manfaat paraktis. Kerangka Teori digunakan untuk memperjelas metode pengolahan
teori dengan data yang diperoleh. Sedangkan Definisi operasional merupakan
penjelasan atas setiap variabel judul penelitian yang ada. Dalam BAB I ini akan
disajikkan pula mengenai metode penelitian yang dipakai, penelitian terdahulu
sebagai pembanding dengan penelitian saat ini dan yang terakhir adalah
sistematika pembahasan hasil laporan penelitian. Semua hal yang dijelaskan pada
BAB I ini guna mengantarkan peneliti untuk melanjutkan ke bab berikutnya. Pada
BAB II, peneliti akan menguraikan mengenai teori dan konsep tentang, Teknologi,
Kewirausahaan dan Technopreneurship beserta teori-teori fikih dalam bidang
muamalah, khususnya bab jual beli. Teori-teori tersebut mendasari peneliti 31
untuk menganalisis permasalahan dalam rangka menjawab rumusan masalah yang
telah ditetapkan. Teori dan konsep tentang Technopreneurship terdiri dari
penjelasan tentang teknologi, kewirausahaan dan Technopreneurship. Dalam
penjelasan tentang teknologi, meliputi juga pengertian dan sejarah jaringan
internet, serta fasilitas-fasilitas yang tersedia pada jaringan internet.
Sementara itu pada penjelasan tentang kewirausahaan meliputi definisi
kewirausahaan dan proses dan tahapan kewirausahaan. Sementara teori jual beli
dalam fikih muamalah menjabarkan tentang rukun dan syarat dalam pelaksanaan
jual beli. Selanjutnya, pada BAB III peneliti mulai menganalisis rumusan
masalah mrnggunakan teori-teori yang telah dijelaskan. BAB III ini merupakan
inti dari penelitian. Peneliti akan menganalisis data-data yang telah
dikemukakan dalam BAB II yang meliputi penjelasan tentang perkembangan jual
beli elektronik model Technopreneurship di Indonesia dan analisis tentang
Technopreneurship dalam perspektif Hukum Islam. BAB IV merupakan BAB terakhir
dalam penelitian hasil laporan penelitian ini. Dalam BAB ini peneliti akan
menyebutkan kesimpulan dari hasil penelitian yang merupakan jawaban dari
rumusan permasalahan yang telah ditetapkan. Kemudian, setelah menarik
kesimpulan, peneliti akan memberikan saran dan usul yang terkait dengan tema
penelitian yang telah dilakukan.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" :Jual beli model technopreneurship perspektif hukum Islam." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini .
Download
Download
No comments:
Post a Comment