Abstract
INDONESIA:
Krisis keuangan yang melanda Asia pada tahun 1998 memberikan pengaruh buruk terhadap masyarakat, khususnya Indonesia. Salah satu penyebab dari krisis tersebut adalah pelaksanaan tata kelola perusahaan yang buruk. Dengan buruknya pelaksanaan tata kelola perusahaan, maka tingkat kepercayaan masyarakat akan menurun. Begitu pula pada sebuah institusi perbankan syariah. Sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan harus menganut prinsip transparansi, akuntablitas, tanggungjawab, independen, dan keadilan yang mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Tujuan dari sebuah institusi syariah adalah maksud-maksud syariah (maqashid syariah) adalah bukan semata-mata bersifat materi. Justru tujuan-tujuan itu didasarkan pada konsep-konsepnya sendiri dan mengenai kesejahteraan manusia dan kehidupan yang lebih baik.
Penelitian kualitatif yang dilakukan dengan pendekatan studi kasus pada Bank Syariah Mandiri Malang ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan GCG pada Bank syariah Mandiri yang kemudian ditinjau dari perspektif maqashid syariah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi penerapan GCG pada bank Syariah Mandiri telah menerapkan nilai-nilai syariah dalam prakteknya, sehingga penerapan GCG tersebut perlu diperluas penjelasannya dengan maqashid syariah.
ENGLISH:
The financial crisis in Asia on 1998 was give a negative influence on society, especially Indonesia. One cause of this crisis is the bad implementation of corporate governance. With the bad corporate governance, the public trust will decline. Similarly, in an Islamic banking institution. As an intermediary institution and the institution of trust must adhere to the principle of transparency, accountability, responsibility, independence, and justice are referring to Bank Indonesia Regulation No. 11/33 / PBI / 2009 regarding the implementation of Good Corporate Governance for Islamic Banks and Sharia Business Unit. The purpose of sharia institution are the purposes of sharia (islamic maqashid) is not purely material. It is precisely these objectives are based on the concepts themselves and the human welfare and a better life.
Qualitative research with case study approach in Bank Syariah Mandiri Malang is intended to clarify the application of sharia GCG at Bank Mandiri, which is then evaluated from the perspective of maqashid sharia.
The results of this study is the implementation of GCG at Bank Syariah Mandiri has implemented sharia values in practice, so that the implementation of GCG needs to be expanded explanation with maqashid sharia.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krisis keuangan yang melanda kawasan Asia pada
tahun 1997-1998 memberikan dampak yang sangat memberatkan bagi semua kalangan
masyarakat Indonesia. Dampak tersebut tidak hanya dirasakan oleh masyarakat
miskin yang jumlahnya semakin bertambah, tetapi juga oleh setiap pelaku usaha.
Keadaan tersebut diperburuk dengan krisis politik yang terjadi pada tahun 1998
sehingga pada akhirnya merusak perekonomian Indonesia. Sehingga pada saat itu,
Indonesia tidak hanya sekedar mengalami krisis keuangan, melainkan telah meluas
menjadi krisis ekonomi (Maksum: 2005). Kejadian diatas ditandai dengan menciutnya
Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 13,6% pada tahun 1998 dan pertumbuhan yang
terbatas pada 0,3% di 1999 (Indonesia Investment:2016). Salah satu penyebab
timbulnya krisis ekonomi diberbagai negara, khususnya di Asia adalah buruknya
pelaksanaan corporate governance (tata kelola perusahaan) di hampir semua
perusahaan yang ada, baik milik pemerintah maupun swasta (Wolfensohn:1999).
Dengan buruknya pelaksanaan corporate governance, maka tingkat kepercayaan para
pemilik modal menjadi turun karena investasi yang mereka lakukan menjadi tidak
aman. Hal ini tentu akan diikuti dengan tindakan penarikan atas investasi yang
sudah ditanamkan, sementara investor baru juga enggan untuk melakukan
investasi. Hasil survai bersama Pricewaterhouse Coopers, Investment Management
Association of Singapore dan 2 Corporate Governance & Financial Reporting,
yang membawahi berbagai institusi bisnis termasuk didalamnya beberapa bisnis
syariah, bulan Mei tahun 2005 menunjukkan bahwa 81% institutional investors
yang disurvai tertarik berinvestasi di Singapura dikarenakan baiknya aplikasi
corporate governance nya (Maksum, 2005:6) The Organization of Economic
Corporation and Development (OEDC) mendefinisikan corporate governance sebagai
serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, pengurus, pemegang saham, dan
semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan (stakeholder). Wolfensohn
(1999), Presiden Bank Dunia, menyimpulkan bahwa tujuan dari corporate
governance adalah untuk mewujudkan keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang menjadi
dasar hukum pelaksanaan good corporate governance mendefinisikan good corporate
governance adalah suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip
keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban
(responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness).
Kesimpulan diatas menegaskan bahwa tujuan dari corporate governance adalah
untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh stakeholder melalui penciptaan
transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar. Keadilan stakeholder juga bisa
diindikasikan dengan peningkatan nilai yang wajar atas penyertaan mereka (Chapra
dan Ahmed, 2008:17). 3 Sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan,
dalam melaksanakan kegiatan usahanya bank harus menganut prinsip keterbukaan
(transparency), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan
ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate values, sasaran usaha dan
strategi bank sebagai pencerminan akuntabilitas bank (accountability),
berpegang pada prudential banking practices dan menjamin dilaksanakannya
ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung-jawab bank (responsibility),
objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun dalam pengambilan keputusan
(independency), serta senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders
berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (fairness) (Zarkasyi, 2008:113).
Selain sebab di atas terdapat dua hal yang saling terkait menyangkut lembaga
intermediasi keuangan perbankan yang berpengaruh terhadap corporate governance,
yakni Pertama, bank merupakan sektor usaha yang tidak transparan, sehingga
memungkinkan terjadinya masalah keagenan. Kedua, bank merupakan sektor usaha
yang memiliki tingkat regulasi tinggi yang dalam hal tertentu justru menghambat
mekanisme corporate governance. Masalah keagenan dalam sektor keuangan
perbankan pada hakekatnya dapat dibedakan dalam dua kategori. Pertama masalah
keagenan akibat utang (debt agency problem) dan kedua, masalah keagenan akibat
pemisahan kepemilikan dan pengendalian (separation of ownership and control)
(Gozali, 2012:7 ). Mulyani (2016) menyatakan saat ini total aset industri
keuangan syariah secara global pada tahun 2014 sebesar USD 1,88 triliun dan
diperkirakan mencapai US$3,2 triliun pada tahun 2020 dimana sekitar US$2,6
triliun 4 merupakan aset perbankan syariah secara global. Pada tahun 2014, dari
total USD 1,88 triliun tersebut 74% aset dimiliki oleh perbankan syariah,
sedangkan sisanya Takaful sebesar 2%, OIFI sebesar 5%, Sukuk sebesar 16%, dan
Islamic Funds sebesar 3%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa perbankan
syariah memiliki tingkat kepercayaan tertinggi di mata masyarakat untuk
mengelola dana dari pada industri keuangan syariah lainnya sehingga penerapan
good corporate governane menjadi sangat perlu dan krusial untuk ditingkatkan.
Pelaksanaan good corporate
governance tersebut merupakan salah satu upaya untuk melindungi kepentingan
stakeholders dan meningkatkan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang
berlaku serta nilai-nilai etika yang berlaku secara umum pada industri
perbankan syariah. Selain itu, Gozali (2012:9) berargumen bahwa kebutuhan untuk
menerapkan prinsip-prinsip GCG dirasakan sangat kuat dalam industri perbankan.
Situasi eksternal dan internal perbankan semakin kompleks dan risiko kegiatan
usaha perbankan kian beragam. Keadaan tersebut semakin meningkatkan kebutuhan
akan praktik tata kelola perusahaan yang sehat di bidang perbankan. Tata kelola
perusahaan (corporate governance) yang buruk dapat menyebabkan terjadinya fraud
(kecurangan) sebagaimana yang telah banyak terjadi pada industri perbankan.
Selain perbankan konvensional, perbankan syariah merupakan salah satu
perusahaan yang menerapkan good corporate governance. Hal ini selaras dengan
temuan Darmadi (2013) dalam penelitiannya tentang pengungkapan corporate
governance dalam laporan tahunan terhadap 7 Bank Umum Syariah yang ada di
Indonesia menunjukkan bahwa Bank Syariah Mandiri 5 merupakan bank syariah
dengan skor tertinggi dalam penerapan good corporate governance. Menurut
Aishath Muneeza Rusni Hasan (2014) dalam penelitiannya tata kelola perusahaan
syariah menyatakan bahwa tata kelola pada perusahaan syariah memiliki tujuan
yang lebih dari pada tata kelola perusahaan konvensional. Menurutnya tata
kelola perusahaan syariah memiliki 3 prinsip utama yaitu berhutang kepada
Allah, pemegang saham dan pemangku kepentingan. Sedangkan tujuan mendasar dari
tata kelola perusahaan syariah adalah untuk menjalankan perusahaan sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
Hal ini dikarenakan alasan untuk
menciptakan korporasi islam dan untuk membedakan diri dari aturan governance
perusahaan konvensional. Berbeda dengan pernyataan Monzer Kahf dalam seminar
ISEF 2016 menyatakan bahwa “jika kamu ingin menerapkan ekonomi islam diseluruh
aspek keuangan, maka pahami dan terapkan prinsip-prinsip syariah terlebih
dahulu didalam hatimu” Makna dari pernyataan diatas ialah jika seseorang menerapkan
syariah dalam kehidupannya atau norma-norma yang dijalankan sudah sesuai
syariah, secara otomatis tanpa embel-embel syariah sudah termasuk kedalam
konsep syariah. Melihat dari dua pernyataan yang berbeda diatas, Perbankan
syariah merupakan sebuah entitas yang unik dan memiliki karakteristik yang
berbeda dengan lembaga keuangan konvensional. Menurut UU Perbankan Syariah
No.21 Tahun 2008 bank syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS) 6
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Agama Islam membangun aturan bisnis
berlandaskan iman dan berazaskan akidah (OJK, 2016:176). Begitu pula dengan
perbankan syariah yang sejatinya didirikan tidak hanya berorientasi pada profit
(profit oriented) melainkan kepada orentasi Syariah (Syariah oriented).
Sebagai sebuah insituti bisnis syariah,
perbankan syariah tentunya memiliki tujuan-tujuan dan strategi yang berbeda
dari institusi lainnya. Tujuan dari syariah atau dikenal dengan maksud-maksud
syariah (maqashid syariah) adalah bukan semata-mata bersifat materi. Justru
tujuan-tujuan itu didasarkan pada konsep-konsepnya sendiri dan mengenai
kesejahteraan manusia dan kehidupan yang lebih baik. Untuk menuju kesejahteraan
manusia dan kehidupan yang lebih baik diperlukan sebuah implementasi akhlaqul
karimah dalam setiap aspek dan kegiatan usaha yang merupakan perwujudan dari
penegakan iman dan takwa, dengan memperhatikan hubungan yang baik dan
komprehensif, mencakup seluruh kepentingan stakeholder dan lingkungan sekitar.
Pelaksanaan kegiatan sebuah bisnis syariah yang di pandu oleh akhlaqul karimah
di tujukan untuk menciptakan dan memelihara kebaikan semua, sebagaimana tujuan
dari ketentuan syariah adalah terwujudnya keberkahan dan kasih sayang bagi
semesta alam (rahmatan lil alamin). Wujud nyata dari kerahmatan syariah adalah
tercapainya sasaran syariah (maqashid syariah) dalam bentuk realisasi dan
terpeliharanya kemaslahatan secara totalitas yang meliputi aspek spiritual
(hifzh din), aspek intelektual (hifzh aql), aspek material (hifzh maal), aspek
keamanan hidup (hifz nafs), dan aspek regenerasi dan keluarga (hifz nasl).
Sehingga penggunaan nilai-nilai maqashid 7 shariah di perlukan untuk
menerjemahkan berbagai implementasi kerja yang berlaku pada perbankan syariah.
Dengan demikian perbankan syariah yang memiliki maksud-maksud syariah (maqashid
syariah) didalam menjalankan aktivitas bisnisnya haruslah menjaga agama, jiwa,
akal, kehormatan atau keturunan, dan harta. Sehingga dalam pelaksanaan tata
kelola perusahaan (corporate governance) diperlukan tinjauan syariah terhadap
perbankan syariah. Begitu juga dengan Bank Syariah Mandiri yang mendapatkan
skor tertinggi dalam pencapaian penilaian Good Corporate Governance dari 7 bank
umum syariah lainnya. Sehingga dari penjabaran diatas maka penelitian ini
mengambil judul “Implementasi Tata Kelola Perusahaan Ditinjau dari Perspektif
Maqashid Syariah (Studi Kasus Bank Syariah Mandiri Malang)”
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana implementasi tata kelola perusahaan
yang ditinjau dari perspektif maqashid syariah pada Bank Syariah Mandiri?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penulisan skripsi ini yaitu untuk mengetahui implementasi/penerapan tata kelola
perusahaan berdasarkan maqashid syariah pada Bank Syariah Mandiri
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Akademik
a. Untuk menambah pengalaman dan
pengetahuan penulis terhadap suatu permasalahan sesuai dengan ilmu yang telah
diperoleh selama perkuliahan.
b. Penelitian ini dilakukan semata-mata untuk
menambah wawasan mengenai penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan
(Good Corporate Governance) pada lembaga perbankan syariah dan hubungannya
dengan maqashid syariah
1.4.2 Praktis
a. Semoga penelitian ini dapat
meningkatkan kualitas penerapan prinsipprinsip Good Corporate Governance pada
lembaga perbankan syariah
b. Sebagai tambahan referensi pada
penelitian selanjutnya mengenai penerapan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance pada lembaga perbankan syariah
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Manajemen :Implementasi tata kelola perusahaan ditinjau dari perspektif maqashid syariah: Studi kasus Bank Syariah Mandiri Malang. Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment