Abstract
INDONESIA:
Reksadana adalah kumpulan dana dari investor yang kemudian akan diinvestasikan lagi oleh manajer investasi dalam portofolio efek (portofolio investasi). Dalam berinvestasi pada reksadana para investor tidak perlu meluangan banyak waktu guna memantau keadaan pasar. Hal ini karena adanya manajer investasi yang telah melakukannya dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh kebijakan pemerintah yaitu tingkat suku bunga SBI, inflasi serta pengelolaan investasi yaitu market timing ability terhadap kinerja reksadana saham yang ada di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan tingkat suku bunga SBI, data bulanan inflasi, data bulanan IHSG, data bulanan nilai aktiva bersih (NAB). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan purposive samplingdiperoleh 9 perusaaan. Dalam penelitian ini sampel yang adalah perusahaan reksadana terbaik menurut versi majalah investor pada tahun 2011 – 2015.
Hasil pengujianmenunjukkan secara simultan yaitu tingkat suku bunga SBI, inflasi dan pengelolaan investasi yaitu market timing abilityyang dihitung dengan menggunakan model Henriksson dan Merton serta Treynor dan Mazuyberpengaruh terhadap kinerja reksadana saham. Sedangkan hasil pengujian menunjukkan secara parisal tingkat suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap kinerja reksadana saham, inflasi berpengaruh terhadap kinerja reksadana saham dan pengelolaan investasi yaitu market timing ability yang dihitung dengan menggunakan model Henriksson dan Merton serta Treynor dan Mazuytidak berpengaruh terhadap kinerja reksadana saham.
ENGLISH:
Mutual fund is fund of investors that will be invested by investment manager in portfolio effect (investment portfolio). In investing in mutual funds, investors do not need to spend a lot of time to monitor the market situation. This is because the investment managers who have done so with the expertise and capabilities. This study was conducted to determine how to influence government policy, ie the SBI interest rate, inflation and investment management that is market timing abilities toward the performance of stock mutual funds in Indonesia.
This research used quantitative methods. The data used the monthly data of SBI interest rate, monthly data for inflation, IHSG monthly data, and monthly data on net asset value (NAV). Sample technique usepurposive samplingand got 9 companies. In this study sample was the best mutual fund companies according to magazine investor in 2011-2015.
The test results showed simultaneous government policy that the SBI interest rate and inflation as well as investment management of market timing abilities that affected the performance of shares mutual fund. While the test results showed partial SBI interest rate did not affect the performance of stock mutual funds, the inflation effected on the performance of shares mutual fund and market timing ability had no effect on the performance of shares mutual fund.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Peranan pasar modal di Indonesia untuk sekarang ini telah mengalami
perkembangan dan kemajuan yang pesat. Hal ini disebabkan karena masyarakat
Indonesia saat ini sudah mulai mengenal pasar modal sebagai salah satu
alternatif pembiayaan dan sarana berinvestasi dalam menambah modalnya. Pasar
modal merupakan salah satu pilar perekonomian di Indonesia yang berperan
sebagai wadah investasi dan sumber pembiayaan bagi perusahaan di Indonesia. Hal
ini diperkuat dengan munculnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar
modal yang menyatakan bahwa pasar modal mempunyai posisi yang stategis dalam
pembangunan ekonomi nasional. Salah satu wujud upaya pencapaian tujuan tersebut
pasar modal menciptakan berbagai produk investasi. Macammacam investasi yang
dapat dilakukan di pasar modal adalah surat pengakuan utang, surat berharga
komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, reksadana, dan derivatif. Salah
satu investasi pasar modal yang dapat dipilih masyarakat adalah reksadana.
Reksadana merupakan wahana investasi yang bisa diandalkan tingkat returnnya.
Reksadana memberikan tingkat keuntungan yang nilainya cukup relatif menarik dan
kompetitif (Rahardjo, 2004: 2). Berdasarkan UU pasar modal No.8/1995 disebutkan
bahwa reksadana merupakan kumpulan dana dari masyarakat pemodal (investor) yang
kemudian diinvestasikan lagi oleh manajer 2 investasi dalam bentuk portofolio
efek (portofolio investasi), yang bisa berbentuk saham, obligasi, deposito, dan
jenis instrumen lainnya. Pada tanggal 5 Juli 1996 reksadana muncul di Indonesia
dipelopori oleh PT. Danareksa, yakni suatu BUMN yang berada di bawah binaan
Departemen Keuangan. Perusahaan ini awalnya memiliki fungsi sebagai penjamin
emisi, yang kemudian melakukan ekspansi dengan antara lain membentuk anak
perusahaan bernama Dana Reksa Fund Management. Ada tiga produk reksadana yang ditawarkan
PT. Dana Reksa Fund Management kepada investor, yakni Reksadana Anggrek,
Reksadana Mawar, dan Reksadana Melati (Untung, 2011: 211). Dalam berinvestasi
pada reksadana para investor tidak perlu meluangkan banyak waktu guna memantau
keadaan pasar. Hal ini karena adanya manajer investasi yang telah melakukannya
dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki (Ryan Filbert, 2013 dalam Putri
2014: 2). Untuk mendapatkan hasil pengelolaan reksadana yang maksimal, investor
disarankan untuk mengetahui secara lengkap dan akurat tentang kemampuan
strategi investasi dan pengalaman manajer investasi reksadana dalam bidang
pengelolaan portofolio investasi. Karena jika manajer investasi tidak mempunyai
kemampuan dalam melakukan pengelolaan dana, dikhawatirkan nilai aktiva bersih
(NAB) reksadana tersebut tidak mengalami pertumbuhan yang maksimal (Rahardjo,
2004: 71). Nilai aktiva bersih (NAB) merupakan salah satu tolak ukur dalam
memantau hasil dari suatu reksadana (Iman, 2008: 128). Perkembangan reksadana
di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Menurut berita resmi, investasi
reksadana tampaknya semakin menjadi pilihan 3 masyarakat Indonesia. Peningkatan
jumlah nilai aktiva bersih (NAB) tersebut seiring dengan bertambahnya jumlah
produk reksadana yang diterbitkan perusahaan asset management. Peningkatan
nilai aktiva bersih (NAB) menunjukkan bertambahnya nilai investasi pemegang
unit penyertaan atau saham. Sebaliknya, penurunan NAB menunjukkan berkurangnya
nilai investasi yang dimiliki para investor (Bodie, 2014 dalam Saurahman 2015:
4). Dari 767 total produk reksadana di 2011, tahun 2012 menjadi 809. Ketua
Bapepam-LK, Ngalim Sawega mengatakan, jumlah unit penyertaan reksadana juga
mengalami peningkatan (www.swa.co.id). Sepanjang 2014, jumlah produk tercatat
sebanyak 894 produk atau bertambah 71 produk dari akhir 2013 yang tercatat 823
produk (www.market.bisnis.com). Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
per 23 Desember 2015, ada 1.083 produk reksa dana yang terdaftar di OJK. Jumlah
tersebut naik dibandingkan akhir 2014 dengan 894 produk reksa dana
(www.beritasatu.com). Berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) peningkatan nilai aktiva bersih (NAB) dan unit penyertaan
(UP) bisa dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.1 Perkembangan NAB dan UP
Reksadana di Indonesia Tahun 2011–2015 No. Tahun Total Nilai Aktiva Bersih
(NAB) Total Unit Penyertaan (UP) 1. 2011 7,763,899,693,150.73 1,400,042,930.64
2. 2012 7,797,241,898,146.60 1,671,396,512.26 3. 2013 10,641,557,540,919.86
2,483,242,361.70 4. 2014 11,581,169,736,259.21 2,678,398,731.30 5. 2015
258,816,579,912,970.07 181,992,307,421.51 Sumber: aria.bapepam.go.id
Menurut Manurung (2008: 140) ada dua faktor yang mempengaruhi
kinerja reksadana. Pertama, kebijakan pemerintah dalam bidang moneter.
Indikator kebijakan pemerintah yang seringkali dihubungkan dengan pasar modal
adalah fluktuasi tingkat bunga SBI dan inflasi. Menurut Pasaribu & Kowanda
(2014: 3) mengatakan bahwa jika tingkat suku bunga meningkat, maka harga saham
akan cenderung turun, begitupun sebaliknya. Jika tingkat suku bunga naik maka
investor lebih memilih untuk menanamkan modalnya di sektor perbankan, contohnya
deposito. Jika tingkat suku bunga turun maka permintaan saham akan naik, dan
masyarakat akan lebih memilih untuk menyalurkan dananya ke pasar modal.
Pernyataan tersebut sama halnya dengan teori (Samsul, 2006: 210) yang
mengatakan bahwa ”Jika tingkat suku bunga naik, harga saham akan turun dan
pasar modal dapat mengalami bearish”. Karena pemerintah yang menurunkan tingkat
bunga SBI sangat menguntungkan reksadana. Tingkat suku bunga SBI yang tinggi
sebagian besar mempengaruhi kinerja reksadana, tetapi terkadang investor kurang
sekali memperhatikan tingkat suku bunga SBI (Hapsari, 2013). Pernyataan ini
didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu & Kowanda (2014)
yang mengatakan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh terhadap tingkat
pengembalian reksadana saham yang secara otomatis akan berpengaruh terhadap
kinerja reksadana. Penelitian ini juga didukung dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sujoko (2009) yang mengatakan bahwa kenaikan tingkat suku bunga
SBI berpengaruh terhadap imbal hasil reksadana yang akan berpengaruh pula pada
kinerja reksadana. 5 Sedangkan kondisi perkembangan inflasi merupakan salah
satu faktor yang menjadi perhatian manajer investasi dalam pertimbangannya,
khususnya dengan perkembangan nilai aktiva bersih (NAB) reksadana (Pasaribu
& Kowanda, 2014: 5). Meningkatnya inflasi secara relatif merupakan signal
negatif bagi investor (Sunariyah, 2011: 21). Jika inflasi mengalami kenaikan
akan berpengaruh pada kinerja reksadana pada perusahaan yang ada dipasar modal.
Pernyataan tersebut di dukung oleh penelitian Sujoko (2009) yang mengatakan
bahwa setiap inflasi berpengaruh terhadap imbal hasil reksadana saham yang
kemudian akan berpengaruh pada kinerja reksadana tersebut. Kedua, pengelolaan
investasi reksadana. Dalam pengelolaan investasi reksadana, manajer investasi
memiliki strategi untuk mendapatkan tingkat keuntungan yang diinginkan.
Strategi portofolio yang sering dikenal yaitu pengelolaan portofolio aktif dan
pengelolaan portofolio pasif. Dalam strategi portofolio aktif selalu
berkonsentrasi pada jumlah saham yang kecil dikenal dengan pemilihan saham dan
melakukan perubahan keluar atau masuk dengan terdiversifikasinya portofolio
dikenal dengan pendekatan kondisi pasar (market timing ability). Strategi kedua
dalam mengelola portofolio dikenal dengan strategi pengelolaan pasif. Strategi
pengelolaan pasif dalam strategi ini diasumsikan bahwa pasar sangatlah efisien
dan akibatnya manajer investasi tidak akan sukses dalam mengelola portofolio
dengan menggunakan pendekatan kondisi pasar (market timing ability) dan
pemilihan saham (Manurung, 2001: 186). Ada dua metode yang digunakan untuk
menganalisis kemampuan market timing ability dan 6 pemilihan saham yaitu: (1)
Henriksson dan Merton dan (2) Treynor dan Mazuy (Manurung, 2008: 188). Hasil
dari strategi investasi yang dikerjakan oleh manajer investasi akan terlihat
pada nilai aktiva bersih (NAB). Bila manajer investasi menempuh strategi yang
tepat, maka NAB reksadana tersebut akan meningkat. Namun, bila strategi yang
diterapkan kurang tepat, maka NAB reksadana yang dikelola akan menurun
(Manurung, 2001: 52). Pernyataan ini didukung dengan penelitian Sari dan
Purwanto (2012).
Hasil dari pengujian penelitian ini mengatakan bahwa kinerja
manajer investasi berpengaruh terhadap kinerja reksadana di Indonesia. Artinya
apabila seorang manajer investasi memiliki kemampuan market timing ability
maupun pemilihan saham dan mampu mengaplikasikannya maka akan terjadi
peningkatan pada nilai aktiva bersih (NAB) reksadana tersebut. Setiap reksadana
mempunyai “harga saham” yang dinamakan NAB/UP, yaitu nilai aktiva bersih (NAB)
dibagi dengan total jumlah UP sehingga hasilnya mencerminkan nilai dari setiap
unit saham reksadana (Hariyani&Serfianto, 2010: 248). Sumber informasi
utama dalam pengukuran kinerja adalah nilai aktiva bersih per unit penyertaan
(NAB/Unit) atau harga per unit yang selalu dipublikasikan di harian bisnis. Menurut
Pratomo (2007: 77) mengatakan NAB/Unit sebagai indikator hasil kinerja dari
reksadana. Jika NAB/Unit mengalami kenaikan maka nilai aktiva bersih (NAB) dari
reksadana akan mengalami kenaikan juga. Kenaikan dari nilai aktiva bersih (NAB)
akan berpengaruh pada kenaikan return reksadana yang kemudian akan berdampak 7
pula pada kinerja reksadana tersebut. Kinerja reksadana diukur dengan
menggunakan metode Treynor, Sharpe, dan Jensen (Manurung, 2001: 47). Dalam
berinvestasi pada reksadana investor bisa memilih beberapa jenis reksadana.
Berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-08/PM/1997, ada empat macam
reksadana di Indonesia, yaitu reksadana pasar uang, reksadana berpendapatan
tetap, reksadana campuran, dan reksadana saham (Manurung, 2001: 37). Dari empat
macam jenis reksadana, reksadana saham adalah reksadana yang banyak diminati
oleh investor. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya berita dan data di
Bapepam-LK yang mengatakan bahwa reksadana saham selalu memiliki presentase
yang lebih besar dari pada reksadana lainnya. Pada tahun 2011 reksadana yang
paling diminati investor adalah reksadana saham. Menurut pengamat pasar modal,
banyaknya investor memilih produk ini karena investor melihat produk reksadana
saham masih bagus prospeknya, diikuti dengan risiko dan jangka waktu yang masih
jadi pertimbangan investor (www.neraca.co.id). Menurut Direktur PT Infovesta
pada tahun 2012 mengatakan bahwa reksadana saham masih menjadi investasi yang
diminati masyarakat karena memiliki return yang cukup tinggi hingga 11 persen.
Lebih tinggi dibandingkan bunga deposito yang memberikan pendapatan kurang dari
0,5% per bulan atau paling tinggi 6% per tahun (www.ipotnews.com).
Pada tahun 2013 reksadana saham juga paling diminati pertumbuhan
dari nilai aktiva bersih (NAB) mencapai Rp 82,59 triliun dibandingkan reksadana
lainnya. Untuk reksadana pasar uang nilai aktiva bersih (NAB) mencapai Rp 12,46
triliun. Nilai aktiva bersih (NAB) reksadana campuran mencapai Rp 23,89
triliun. nilai aktiva 8 bersih (NAB) reksadana pendapatan tetap mencapai Rp
30,26 triliun. Nilai aktiva bersih (NAB) reksadana terproteksi mencapai dari Rp
39,89 triliun (www.finance.detik.com). Pada tahun 2014 reksadana saham juga
paling diminati investor daripada reksadana lainnya. Reksadana saham dalam satu
tahun terakhir mampu memberi hasil sampai dengan 43,21% (reksadana campuran)
dan 47,66% (reksadana saham) (www.howmoney.com). Tabel 1.2 Komposisi NAB
Reksadana Indonesia Pada Tanggal 31 Desember 2015 No. Jenis Reksa Dana Jumlah
Nilai Aktiva Bersih (NAB) Presentase 1. ETF Fixed Income 2,021,009,428,844.00
0,78% 2. ETF Indeks 782,984,554,759.15 0,30% 3. ETF Saham 1,296,070,903,887.16
0,50% 4. Pendapatan Tetap 45,355,646,775,706.65 17,57% 5. Indeks
776,620,558,080.54 0,30% 6. Mixed 17,697,760,998,830.32 6,86% 7. Pasar Uang
24,129,449,599,619.17 9,35% 8. Saham 99,805,767,837,621.50 38,67% 9. Syariah
Pendapatan Tetap 726,797,363,629.88 0,28% 10. Syariah Indeks 217,059,773,689.85
0,08% 11. Syariah Mixed 1,696,339,396,078.17 0,66% 12. Syariah Pasar Uang
954,700,084,624.33 0,37% 13. Syariah Saham 5,280,989,544,453.31 2,05% 14.
Syariah Terproteksi 1,454,276,553,360.75 0,56% 15. Terproteksi
55,905,967,673,685.76 21,66% Sumber : ariabapepam.go.id Dapat dilihat pada
tabel 2.2, nilai aktiva bersih (NAB) tertinggi masih dipegang oleh reksadana
saham dengan presentase 38,67%. Reksadana jenis saham ini melakukan investasi
minimal 80% dari total investasinya. Karena investasinya pada saham, risikonya
lebih tinggi daripada jenis reksadana lainnya, tetapi menghasilkan tingkat pengembalian
yang tinggi pula (Hariyani Iswi&Serfianto, 2010: 239). 9 Adapun tujuan
seseorang melakukan investasi pada reksadana saham yaitu: pertama, ingin
mendapatkan dividen atau distribusi pendapatan. Kedua, investor ingin
mendapatkan capital gain atas kenaikan harga saham yang begitu besar investor
menggunakan manajer investasi agar capital gain saham dapat dinikmatinya.
Ketiga, melakukan investasi pada reksadana saham karena investor ingin
mendapatkan dividen dan capital gain (Manurung, 2008: 32). Beberapa peneliti
telah melakukan penelitian berkaitan dengan pengaruh pengelolaan investasi
yaitu market timing ability dan pemilihan saham terhadap kinerja reksadana.
Untuk mengukur pengelolaan investasi yaitu market timing ability dan pemilihan
saham menggunkan model Treynor-Mazuy dan HenrikssonMerton. Sedangkan untuk
mengukur kinerja reksadana menggunakan model Treynor, Sharpe, dan Jensen.
Adapun beberapa peneliti yang dimaksud, antara lain Sari dan Purwanto (2012);
Winingrum (2011); Syahid (2015); Putri (2014). Dalam penelitian beberapa
peneliti diatas, peneliti mengukur kemampuan strategi market timing ability dan
pemilihan saham menggunakan Treynor dan Mazuy. Sedangkan untuk mengukur kinerja
reksadana menggunakan model Sharpe‟s. Peneliti sebelumnya yaitu Sihombing dan
Amalia (2013) dan Low (2012) menggunakan model Henriksson dan Merton dalam
mengukur variabel market timing ability dan pemilihan saham. Untuk megukur
kinerja reksadana peneliti menggunakan model Jensen. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Musah, dkk (2014) peneliti menggunakan model Treynor-Mazuy dan
Henriksson-Merton dalam mengukur variabel market timing ability dan pemelihan
saham. Sedangkan untuk mengukur kinerja reksadana menggunakan model Indeks
Jensen. 10 Beberapa peneliti diatas mengkaji tentang pengaruh pengelolaan
investasi yaitu market timing ability dan pemilihan saham terhadap kinerja
reksadana. Untuk mengukur market timing ability dan pemelihan saham beberapa
peneliti ada yang menggunakan kedua model yaitu Henriksson dan Merton serta
Treynor dan Mazuy. Tetapi beberapa peneliti lain juga ada yang hanya
menggunakan salah satu dari kedua model tersebut. Sedangkan untuk mengukur
kinerja reksadana peneliti diatas menggunakan salah satu dari ketiga model
yaitu model Sharpe dan model Jensen. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel
independen yaitu: tingkat suku bunga SBI, inflasi dan market timing ability.
Alasan peneliti menggunakan variabel tersebut karena kinerja reksadana
dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang terdiri dari tingkat suku bunga SBI
dan inflasi serta pengelolaan investasi yang salah satunya terdiri dari market
timing ability. Untuk menghitung market timing ability dalam penelitian ini
menggunakan kedua model yaitu Henriksson dan Merton serta Treynor dan Mazuy.
Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kinerja reksadana. Untuk
mengukur kinerja reksadana sendiri dalam penelitian ini menggunakan model
Treynor. Alasan peneliti menggunakan model Treynor adalah dalam penelitian ini
menggunakan variaben independen salah satunya yaitu kebijakan pemerintah yang
terdiri dari tingkat suku bunga SBI dan inflasi. Model Treynor sendiri
merupakan pengukuran kinerja dari reksadana yang memperhitungkan risiko
sistematik. Kebijakan pemerintah yang terdiri dari tingkat suku bunga SBI dan
inflasi merupakan risiko sistematik karena tingkat 11 suku bunga SBI maupun
inflasi merupakan risiko yang tidak bisa dihilangkan dengan melakukan
diversifikasi. Maka dari itu peneliti hanya menggunakan satu model yaitu model
Treynor dalam penelitian ini. Kemudian dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan reksadana saham karena berdasarkan periode tahun yang dilakukan
oleh peneliti yaitu tahun 2011 – 2015 reksadana saham selalu menempati
presentase yang besar dari jenis reksadana lainnya. Perbedaan peneliti ini
dengan peneliti sebelumnya adalah peneliti menggunakan populasi data yang di
publikasikan oleh Bapepam-LK selama periode tahun penelitian yaitu 2011 – 2015
dan menggunakan sampel reksadana terbaik di Indonesia menurut versi Majalah
Investor pada periode tahun 2011 – 2015.
Dalam penelitian ini, peneliti mengkolaborasikan pengaruh tingkat
suku bunga SBI dan inflasi serta pengelolaan investasi yang terdiri dari market
timing ability terhadap kinerja reksadana. Sedangkan pada penelitian
sebelumnya, para peneliti melakukan penelitian tanpa mengkolaborasikan antar
variabel yaitu tentang pengaruh tingkat suku bunga SBI dan inflasi terhadap
kinerja reksadana serta pengaruh market timing abiity terhadap kinerja
reksadana. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang variabel tingkat suku bunga SBI, inflasi dan
market timing ability terhadap kinerja reksadana. Sehingga peneliti mengambil
judul “Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Inflasi dan Pengelolaan Investasi
Terhadap Kinerja Reksadana di Indonesia (Studi Kasus: Reksadana Saham Periode
2011- 2015).
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
tersebut maka permasalahan dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Apakah tingkat suku bunga
SBI, inflasi dan pengelolaan investasi yang di hitung dengan menggunakan model
Henriksson dan Merton serta model Treynor dan Mazuy secara simultan berpengaruh
terhadap kinerja reksadana saham ?
2.
Apakah tingkat suku bunga SBI, inflasi dan pengelolaan investasi yang di hitung
dengan menggunakan model Henriksson dan Merton serta model Treynor dan Mazuy
secara parsial berpengaruh terhadap kinerja reksadana saham ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga SBI, inflasi dan
pengelolaan investasi yang dihitung dengan menggunakan model Henriksson dan
Merton serta model Treynor dan Mazuy secara simultan.
2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga SBI, inflasi dan
pengelolaan investasi yang dihitung dengan menggunakan model Henriksson dan
Merton serta model Treynor dan Mazuy secara secara parsial.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari dilakukannya
penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain:
a. Bagi penulis Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan
pengetahuan terhadap reksadana secara teoritis maupun dalam dunia nyata serta
pengaplikasian pengetahuan yang selama ini didapat selama masa perkuliahan.
b. Bagi investor dan calon
investor Hasil penelitian kinerja yang disajikan dalam penelitian ini
diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai bahan pertimbangan bagi investor
dalam menentukan pilihannya berinvestasi melalui reksadana.
c. Bagi Manajer Investasi Hasil penelitian ini juga memberikan
informasi kepada manajer investasi bagaimana pengaruh variabel-variabel dalam
penelitian ini terhadap kinerja reksadana saham yang mereka kelola sehingga
manajer investasi dapat mengetahui langkah selanjutnya untuk meningkatkan
kinerja reksadana saham.
d. Bagi Akademisi Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan ilmiah, sehingga dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian
selanjutnya serta diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian
terdahulu.
1.5 Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini, agar
masalah tidak meluas maka penulis memberi batasan-batasan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja reksadana yaitu: kebijakan pemerintah dalam bidang moneter
yang terdiri dari tingkat suku bunga SBI dan inflasi serta pengelolaan
investasi yaitu market timing ability.
2. Kinerja reksadana saham dalam penelitian ini menggunakan model
Treynor.
3. Reksadana saham yang diteliti adalah reksadana yang aktif di
BAPEPAM Indonesia periode penelitian 2011–2015
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Manajemen :Pengaruh tingkat suku bunga SBI, inflasi dan pengelolaan investasi terhadap kinerja reksadana di Indonesia: Studi kasus reksadana saham periode tahun 2011-2015. Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment