Abstract
INDONESIA:
Wologoro adalah salah satu tradisi adat perkawinan yang dimiliki oleh masyarakat Tengger, salah satunya adalah desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Wologoro dilaksanakan bersamaan dengan acara walimah. Implikasi dari tidak melaksanakan adat ini adalah, sebuah perkawinan dianggap tidak sah sekalipun telah dilakukan sesuai dengan peraturan yang diberlakukan oleh negara serta akan medapatkan sanksi sosial. Dalam penelitian ini telah dirumuskan dua permasalahan yang pertama mengenai persepsi masyarakat muslim Tengger di Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang mengenai wologoro dalam perkawinan dan yang kedua mengenai pelaksanaan wologoro dalam perkawinan ditinjau dengan konsep al-‘urf.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian empiris yakni penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis untuk mendapatkan informasi mengenai objek penelitian. Dalam memperoleh data, penulis menggunakan metode wawancara dan juga dokumentai. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis deskriptif untuk menggambarkan fenomena yang terjadi mengenai adat wologoro dan juga untuk mengetahui hukum wologoro dari sisi hukum Islam yakni al‘urf.
Hasil penelitian dalam skripsi ini ada dua, yang pertama persepsi masyarakat muslim Tengger di desa Ngadas mengenai wologoro dalam perkawinan menunjukkan bahwasanya ada 3 tipologi persepsi. Pertama perlunya melakukan tradisi ini bahkan harus turut melestarikan adat yang ada di desa Ngadas, kedua warga desa tidak meyakini akan ritual-ritual dalam pelaksanaan adat tersebut, akan tetapi tetap ikut menjalankan agar terhindar dari sanksi sosial dan ketiga warga tidak setuju bahkan ingin menolak pelaksanaan adat ini dan berharap agar warga muslim tidak diharuskan menjalankan adat tersebut. Hasil penelitian yang kedua dalam pelaksanaan wologoro menggunakan sesajen yang ditujukan untuk dewata, danyang banyu dan roh leluhur. Hukum wologoro ditinjau dengan konsep al- ‘urf termasuk ke dalam ‘urf fasid atau ‘urf rusak. Hal ini dikarenakan terdapat sesajen yang ditujukan untuk para dewata dan danyang banyu sebagai bentuk rasa syukur serta agar bisa terhindar dari segala macam bencana.
ENGLISH:
Wologoro one of customary marriage is owned by the Tengger community, one of them Ngadas village of Poncokusumo sub-district Malang regency. Wologoro held in conjunction with the event walimah. The implications of not implementing this custom, a marriage is considered invalid although conducted in accordance with the imposed regulations by the state and will receive social sanctions. In this reseacrh has formulated two issues, the first perceptions of the Muslim Tengger community in Ngadas village of sub district Poncokusumo Malang regency and the second of wologoro implementation in marriage terms with the al-‘urf concept.
This research is a type of empirical research that field research with juridice-sosiology approach to obtain information about the research object. In obtaining the date, the writer used interview and documentation. In analyzing date, the writer used descriptive analysis to describe the phenomenon that occurs on wologoro custom and also to know the wologoro law from Islamic law namely al-‘urf.
Research result in this thesis there are two, the first perceptions of the muslim Tengger community og Ngadas village about wologoro in marriage shows that are 3 typologies of perceptions. the first necessity of doing this tradition even have helped preserve the custom in this Ngadas village second, the villagers have not believed the rituals in the custom implementation, but still come running to avoid social sanctions And three, the villagers disagree even want to refuse this custom implementation and hoped that muslims are not required to run the custom. Result of the research both in the implementation of wologoro use offerings devoted to dewata, danyang banyu and ancestral spirits. Wologoro law the review by the al-‘urf concept included in ‘urf fasid or defective ‘urf. because, there are offerings that are attended to dewata and danyang banyu form of gratitude and in order to avoid all kinds of disaster.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkawinan merupakan suatu peristiwa
yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan pernikahan kebutuhan
manusia yang menjadi unsur alamiah manusia bisa terpenuhi, yakni kebutuhan akan
fungsi biologis, melahirkan keturunan, dan sifat akan butuhnya rasa kasih
saying. Perkawinan mempunyai arti penting, karena di dalam sebuah perkawinan
terdapat kewajiban dan hak-hak yang harus dipenuhi dan terpenuhi, baik itu
kewajiban dan hak seorang suami ataupun kewajiban dan hak seorang istri. 2
Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya,
baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Ini adalah suatu cara yang
dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak,
dan melestarikan hidupnya. Pernikahan akan berperan setelah masing-masing
pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan dari
pernikahan itu sendiri.1 Allah SWT, berfirman dalam surat An-Nisa‟:1 yang berbunyi
sebagai berikut: َّث َ ب َ ا و َ ه َ ْج َو ا ز َ ْه ن ِ
َق م َ َخلَ و ٍ َدة احِ َ َْف ٍس و ن ْ ن ِ م ْ َّذِي َخلََق ُكم ال ُ بَّ ُكم َ ُقوا
ر اتَّ ُ ا النَّاس َ ه ا أَي ُّ َ ي ً اء َ ِس ن َ ا و ً ير ِ اًًل َكث َ ا ِرج َ
ُم ْه ن م ... ِ Artinya: “Wahai manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan
pasangannya (Hawa) dari (diri) nya, dan dari keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak”. Tujuan perkawinan
dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia,
juga sekaligus untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan
keturunan juga mencegah perzinahan agar tercipta ketenangan dan ketentraman
jiwa bagi yang bersangkutan, serta ketentraman keluarga dan masyarakat.2 1
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 6, (Bandung: PT. Alma‟arif, 1980), h. 8. 2Mardani,
Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011),
h. 11. 3 Perkawinan pun merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat, baik itu pada masyarakat yang hidup di perkotaan
maupun masyarakat yang hidup di pedasaan. Umumnya, masyarakat yang hidup di
pedasaan memiliki tradisi atau adat perkawinan tersendiri sebagai warisan dari
nenek moyang. Sebagaimana halnya sistem hukum adat umumnya bersumber dari
peraturan yang tumbuh dan berkembang serta dipertahankan berdasarkan kesadaran
hukum masyarakatnya. Sifat hukum adat adalah tradisional dengan berpangkal pada
kehendak nenek moyangnya. 3 Adat yang hidup dalam suatu masyarakat merupakan
komponen yang tidak bisa lepas dari kehidupan sosial dan budaya suatu
masyarakat. Seringkali adat dipercaya sebagai sesuatu hal yang sakral, yang
bisa membawa kebahagiaan dan mencegah petaka bagi masyarakat yang melaksanakan
ataupun bagi sebuah desa yang memegang teguh adat istiadat. Salah satu adat
yang seringkali dijumpai adalah adat dalam sebuah perkawinan, pelaksanaan adat
dianggap sangat penting demi keselamatan hidup keluarga mempelai. Di Indonesia
sendiri, di Jawa Timur khususnya memiliki banyak sekali tradisi adat perkawinan
yang masih berlangsung hingga saat ini. Tradisi-tradisi tersebut tetap
dilaksanakan oleh penduduk yang memang memiliki adat tersebut 3Kusnu
Goesniadhie, Tata Hukum Indonesia Suatu Pengantar, Cet. 1, (Malang: Nasa Media,
2010), h. 20. 4 baik mereka muslim ataupun non muslim, baik itu sesuai dengan
syariat Islam ataupun bertentangan dengan syariat Islam. Salah satu tradisi
tersebut yang masih dilakukan hingga saat ini adalah adat perkawinan Wologoro.
Wologoro atau yang biasa disebut dengan akad wologoro adalah salah satu tradisi
adat perkawinan yang dimiliki oleh masyarakat Tengger di desa Ngadas di kawasan
Gunung Bromo yang masih dilaksanakan hingga saat ini. Wologoro dilaksanakan
pada waktu pernikahan yakni pada saat setelah akad nikah berlangsung bertepatan
dengan acara walimah, yang di maksudkan untuk menyucikan kedua mempelai dan
keluarganya serta untuk pembersihan bagi rahim si pengantin wanita. Tujuan lain
dari dilaksanakannya tradisi ini adalah agar sebuah pernikahan yang sudah sah
menjadi lebih sah di mata tokoh adat, perangkat desa serta masyarakat desa
tersebut. Apabila adat ini tidak dilaksanakan maka sebuah perkawinan tidak
dianggap sah sekalipun telah dilakukan sesuai dengan agamanya dan peraturan
yang diberlakukan oleh negara. Selain itu kepercayaan yang timbul dalam
masyarakat ketika tidak melaksanakan adat tersebut akan tertimpa bencana atau
malapetaka. Sesungguhnya aturan mengenai keabsahan dari suatu perkawinan telah
dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mana
telah dirumuskan kriteria keabsahan suatu perkawinan yang diatur di dalam Pasal
2 ayat (1), sebagai berikut: 5 “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu”. Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun
1974 tersebut menetapkan dua garis hukum yang harus dipatuhi dalam melakukan
suatu perkawinan. Ayat (1) mengatur secara tegas dan jelas tentang keabsahan
suatu perkawinan, bahwa satu-satunya syarat sahnya suatu perkawinan adalah bila
perkawinan itu dilakukan menurut ketentuan agama dari mereka yang akan
melangsungkan perkawinan tersebut. Ketentuan agama untuk sahnya suatu
perkawinan bagi umat Islam dimaksud adalah yang berkaitan dengan syarat dan
rukun nikah. Wologoro menjadi sebuah tradisi yang harus dilaksanakan oleh semua
warga di Desa Ngadas, ketika warga desa tidak melaksanakan adat ini maka
kemungkinan berkonsekuensi akan mendapatkan sanksi antara lain pernikahannya
dianggap kurang sah dan akan dikucilkan oleh masyarakat desa tersebut karena
dianggap telah melanggar ketentuan yang diberlakukan. Hal ini dipengaruhi oleh
kepercayaan masyarakat desa tersebut, ketika tidak melaksanakan adat yang sudah
turun temurun maka akan terjadi petaka baik itu melanda keluarga warga yang
tidak menjalankan adat maupun petaka yang akan melanda masyarakat dan desa
tersebut. Di dasarkan pada kepercayaan inilah dan sebuah implikasi yang mungkin
saja didapat oleh warga yang tidak menjalankan adat yang berlaku, maka beberapa
warga yang tidak melaksanakannya pun keluar dari desa tersebut. 6 Dalam
pandangan warga desa Ngadas, perkawinan itu sah apabila telah diperkenalkan
kepada dewata dan danyang banyu yang mana dimaksudkan untuk memberi tahu
bahwasanya akan diselenggarakan pernikahan di desa tersebut. Ritual
memperkenalkan diri inilah yang kemudian dianggap sebagai pengesahan sebuah
perkawinan dalam adat. Ritual ini dilaksanakan dirumah mempelai wanita kemudian
diteruskan di rumah laki-laki secara bergantian, akan tetapi ketika salah satu
mempelai bukan warga desa Ngadas maka ritual ini cukup dilakukan di rumah
mempelai yang menjadi warga desa Ngadas. Pelaksanaan wologoro dipimpin oleh
seorang dukun adat. Dukun adat yang dipilih karena kemampuannya dalam hal
menguasai doa-doa yang digunakan dalam berbagai pelaksanaan kegiatan adat desa
tersebut, dukun adat yang terpilih bisa berlatar belakang dari agama manapun,
akan tetapi sudah menjadi suatu kebiasaan bahwa dukun adat yang terpilih karena
mempunyai garis keturunan sebagai dukun desa, jadi secara otomatis mengetahui
doa-doa dan tata cara pelaksanaan adat. Sekalipun demikian, ketika pelaksanaan
adat wologoro, dukun adat lah yang memimpin doa-doa dalam pelaksanaan tersebut.
Doa-doa yang dibacakan adalah doa-doa jawa-tengger. Hal ini di karenakan dalam
setiap budaya adat, tokoh adat atau pengemuka adat yang di seganilah yang
memimpin jalannya suatu prosesi adat. Dalam pelaksanaannya sesaji-sesaji selalu
dipersiapkan dengan jumlah yang sangat banyak, di antaranya pisang, daun sirih,
pras among (tumpeng yang 7 berisi lauk pauk dan buah pisang) dan masih banyak
lagi sesaji lainnya. Wologoro memiliki beberapa tahapan atau prosesi pada saat
melaksanakan dan mempunyai nama-nama tersendiri serta memiliki makna-makna yang
berbeda. Prosesi ataupun tahapan wologoro dimulai dari prosesi sebelum
perkawinan, yakni menanyakan (nakoake) sampai pengukuhan perkawinan (akad
nikah). Kemudian dilanjutkan dengan prosesi akad wologoro nya. Keharusan
melaksanakan adat ini dengan semua prosesi yang disertai sesajen juga doa yang
dibaca ketika melakukannya, menimbulkan polemik tersendiri bagi masyarakat
muslim desa Ngadas, maka untuk mengetahui apakah adat wologoro ini sesuai
dengan ajaran Islam ataukah tidak, perlu dilakukannya istinbath hukum. Penulis
memilih „urf sebagai metode istinbath hukum yang akan dijadikan pisau analisis
dalam menjawab permasalahan tersebut. Dilatar belakangi oleh sebuah adat yang
sudah sangat ditaati oleh masyarakat yang tinggal disana, dilakukan oleh semua
pemeluk agama apapun, dan menjadi salah satu syarat agar sebuah pernikahan
menjadi benar-benar sah di mata tokoh serta masyarakat sekitar, jawa-tengger
yang digunakan dalam pelaksanaannya, serta kepercayaan ketika tidak
melaksanakan adat tersebut akan tertimpa suatu bencana atau malapetaka serta
implikasi hukum jika tidak melaksanakan tradisi tersebut, membuat peneliti
tertarik untuk mengangkat tema mengenai tradisi adat Wologoro ditinjau dengan
konsep al-„urf. 8 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka
penulis merumuskan dua permasalahan yang akan dipaparkan serta dijelaskan
secara detail di dalam penelitian ini, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: 1. Bagaimana persepsi masyarakat muslim Tengger di Desa Ngadas
Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang mengenai wologoro dalam perkawinan ? 2.
Bagaimana pelaksanaan wologoro dalam perkawinan di masyarakat Tengger Desa
Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang ditinjau dengan konsep al- „urf ?
C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini akan memaparkan mengenai
pelaksanaan wologoro dalam perkawinan ditinjau dengan konsep al-„urf dan
berdasarkan dua rumusan masalah diatas, maka secara spesifik tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan persepsi masyarakat
muslim Tengger di Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang mengenai
wologoro dalam perkawinan. 9 2. Menjelaskan pelaksanaan wologoro dalam
Perkawinan di Masyarakat Tengger Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten
Malang ditinjau dengan konsep al- „urf. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian
ini diharapkan memberikan gambaran yang nyata serta manfaat, baik secara
teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini
diharapkan memberikan sumbangsih terhadap bidang keilmuwan sebagai teori untuk
mengetahui dan memahami sebuah tradisi dalam perkawinan yang hidup di dalam
masyarakat yang dikaji dari sisi hukum Islamnya yakni al-„urf. 2. Manfaat
Praktis Temuan dalam penelitian ini dapat dijadikan pegangan bagi para pembaca
dan masyarakat luas khususnya untuk memilah tradisi-tradisi dalam suatu
masyarakat agar tidak sampai lepas dari syariat Islam, serta dapat dijadikan
refrensi bagi penelitian berikutnya yang satu tema dengan penelitian ini.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Pelaksanaan wologoro dalam perkawinan ditinjau dengan konsep al-‘urf: Studi masyarakat muslim Tengger Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment