Abstract
INDONESIA:
Kontroversi terhadap persoalan dispensasi nikah akan tampak –sekalipun hanya dalam pandangan sederhana –ketika melihat pada Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tepatnya pada pasal 26 ayat 1 huruf c yang melaranag terjadinya pernikahan pada anak yang belum mencapai usia nikah dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 7 ayat 1 yang secara tegas melegalkan dispensasi nikah, salah satu bukti yang dapat diajukan adalah adalah putusan pengadilan Agama Malang dengan nomor perkara 188/pdt.P/2011/P.A. Mlg yang mengabulkan permohonan dispensasi nikah.
Kontradiksi kedua undang-undang itulah yang mendorong penulis untuk melakukan sebuah penelitian dengan judul “Pandangan Hakim Mengabulkan Permohonan Dispensasi Nikah Ditinjau Dari pasal 26 ayat 1 huruf c UU no. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan rumusan masalah. Pertama, faktor apakah yang menjadi dasar PandanganHakim Pengadilan Agama Malang dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah berdasarkan pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 tentang dispensasi nikah, kedua, bagaimanakah kedudukan pasal 26 ayat 1 huruf c UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menurut hakim Pengadilan Agama Malang.
Untuk menjawab rumusan masalah di atas, jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan dengan cara melakukan wawancara dengan beberapa Hakim di Pengadilan Agama Kota Malang sebagai sumber data primer. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif-kualitatif. Dengan kata lain, menyajikan data yang diperoleh dari lapangan ke dalam bentuk uraian kalimat bukan ke dalam bentuk angka-angka.
Melalui metode penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa pengabulan dispensasi nikah oleh Hakim di Pengadilan Agama Kota Malang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu meliputi, faktor ekonomi, pendidikan maupun tradisi nikah dini yang telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat. Termasuk juga faktor hamil di luar nikah yang dianggap sebagai factor yang paling dominan.
Sedangkan kedua undang-undang, baik pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 tentang dispensasi nikah maupun pasal 26 ayat 1 huruf c UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pada hakikatnya sama-sama bertujuan untuk melindungi kemaslahatan seorang anak. Jika undang-undang pernikahan dijadikan sebagai penanggulangan terhadap pernikahan yang telah terjadi, sedangkan undang-undang perlindungan anak sebagai langkah antisipatif terhadap pernikahan yang belum terjadi.
ENGLISH:
The issues of marriage exemption will appeared a controversial thing although in simple overview when we see the legislation 23 of 2002 concerning the children protection on the 26 section and the first subsection, the case c that forbidden the marriage of an inadequate age and the first Legislation of 1974, the section 7 the first subsection that distinctly legalize the marriage exemption, one of the applicant proof is Islamic case law of Malang in the case number of 212/pdt. P/2010/PA. and Malang has received the application of marriage exemption.
The both controversy of legislation that is encourage the researcher for conducting the research entitled “The Judgment of Judge Council in Acceding the Appealing of Marriage Exemption based on the 26 section and the first subsection, the case c UU no. 23 of 2002 concerning the Children Legislation (Case Study in The Islamic Court of Malang) and the research problem. Firstly, what is the basic factor of consideration the judge council in Islamic law of Malang to accede the application of marriage exemption based on the section 7 UU No. 1 1974 about the marriage exemption, secondly, how is the position of the 26 section, the first subsection, the letters c UU No. 23 2002 exactly the children legislation in the judge council view of Islamic court law Malang.
To answer the research problems above, the kind of research used is experiment research by using an interview of some judges in the Islamic Court Law Malang as the primer data resource. Whereas the approach used is descriptive-qualitative approach. in other word, providing the data obtained from observation into the form of descriptive sentence not in the numeric one.
On this kind of research method has obtained that acceding of marriage exemption by the judge in the Islamic court law Malang is caused of some factors such as the factor of economic, education and the early marriage which has strongly grew on the social life. It’s including the factor of premarital pregnant that considered as the most dominant factor.
Whereas both of legislations, either the section of 7 UU No. 1 1974 about the marriage exemption or the section 26 and the first subsection 1 and the letters c UU No. 23 2002 concerning the children protection are substantially has same purposes to protect the beneficence of children. If the regulation is being as the prevention of the marriage has happened. And this regulation is children legislation as the anticipation step toward the premarital.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pernikahan
pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan TuhanYang Maha Esa yang tidak
hanya terbatas pada diri seorang manusia melainkan seluruh makhluk ciptaan-Nya
sekalipun terdapat perbedaan secara prinsipil antara pernikahan yang dilakukan
oleh manusia dengan makhluk yang selainnya. Pernikahan juga merupakan salah
satu kebutuhan dasar (gharizah alNau’) yang harus terpenuhi baik dalam kehidupan
manusia ataupun makhluk yang selainnya. Dalam konteks kehidupan manusia,
pernikahan menjadi salah satu budaya dan gharizah yang bertujuan untuk
melanjutkan keturunannya dalam kehidupan sosial dan masyarakat, 1 bahkan dalam
sumber ajaran normatif Islam, pernikahan dianggap sebagai sebuah ibadah yang
dapat mendatangkan pahala bagi para pelakunya. Dari sinilah tampaknya tidak
berlebihan ketika Allah Swt menggabungkan persoalan pernikahan dengan
anugerah-Nya yang berupa pemberian rezeki terhadap manusia. Allah Swt seakan
hendak mengatakan bahwa pernikahan dan pemberian rezeki merupakan tanggung
jawab dan Sunnatullah- 1Hilman Hadi Kusuma, Hukum Pernikahan Indonesia,
(Bandung : CV. Mandar Maju, 1990), hlm 11. 2 Nya yang berjalan secara alamiah
sebagaimana diisyaratkan dalam surat An-Nahl 72. وَاللّهُ
جَعَلَ لَكُن هِيْ أًَفُسِكُنْ أَزْوَاجاً وَجَعَلَ لَكُن هِيْ أَزْوَاجِكُن
بٌَِييَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُن هِيَ الّطَيِبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْهٌُِوىَ
وَبٌِِعْوَتِ اللّهِ هُنْ يَكْفُرُوىَ Artinya : Allah menjadikan bagi
kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari
isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang
baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah ?. 2 Akan tetapi ayat ini tidaklah dapat dipahami secara general
tanpa adanya batasan-batasan dan persyaratan tertentu mengingat pernikahan
merupakan ikatan batin antara laki-laki dan perempuan yang diharapkan menjadi
ikatan yang langggeng bukan hanya untuk jangka waktu tertentu sehingga untuk
mencapai tujun tersebut diperlukan adanya kesiapan-kesiapan dari kedua belah
pihak baik secara mental maupun material.3 Kesiapan mental seperti disebutkan
di atas salah satunya dapat terwujud melalui kematangan personal yang dibuktikan
oleh tercapainya usia dewasa. Batasan terhadap usia nikah ini sekalipun tidak
secara eksplisit, pada dasarnya alQuran dan Hadits Nabi sebagai sumber
otoritatif ajaran Islam telah memberikan rambu-rambu tentang persoalan
tersebut. Dalam salah satu ayat al-Quran, Allah berfirman dalam surat An-Nisa’
:6 وَابْتَلُواْ الْيَتَاهَى حَتَىَ إِذَا بَلَغُواْ
الٌِكَاحَ 2Al-Qur’an dan
terjemahnya ,(Jakarta : Depag RI,1997), QS.Surat An-Nahl :72. 3Abdurrahman
Ghazali, Fiqih Munakahah, (Jakarta: Kencana, 2002), hal.22. 3 Artinya: Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk nikah . Mengomentari ayat
di atas, tepatnya potongan ayat كاحٌبلغواال Ahmad Musthafa al-Maraghi dalam karya
agungnya, tafsir al-Maraghi, mengatakan bahwa yang dimaksud كاحٌبلغواال adalah
umur anak yang telah mencapai batas siap nikah, yakni ketika mencapai umur
baligh. Hal ini menjadi urgen dalam konteks pernikahan mengingat dalam usia
tersebut jiwa seseorang cenderung ingin membangun rumah tangga dan menjadi
seorang suami ataupun ayah bagi anak-anaknya kelak. Selain ayat al-Quran,
terdapat hadis nabi yang juga secara tersirat memberikan aturan tentang
limitasi usia nikah. Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh imam
bukhari, Rasulullah Saw bersabda: يَا هَعْشَرَ
الشَبَابِ هَيِ اسْتَّطَاعَ هٌِْكُنُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَسَوَجْ ، وَهَيْ لَنْ
يَسْتَّطِعْ فَعَلَيْهِ بِالّصَوْمِ 4
فَئًَِهُ لَهُ وِجَاءٌ Artinya: wahai para
pemuda, barang siapa diantara kalian telah memiliki kemampuan untuk menikah,
maka menikahlah. Dan barang saiap yang tidak memiliki kemampuan untuk itu, maka
hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa adalah benteng. (HR. Imam
bukhari). Pemahaman hadits di atas seperti dikemukakan oleh Amir Syarifuddin
adalah sebagai dalil adanya persyaratan dalam melangsungkan pernikahan, yaitu
kemampuan dan persiapan untuk nikah. Sementara kemampuan dan persiapan untuk
nikah ini hanya terdapat terjadi bagi orang yang sudah dewasa.5 4Muhammad bin
Isma’il, Shahih al-Bukhari, Juz 17, Hadith No. 5065 (Beirut : Dar al-Fikr, t.t
), 87 5Amir Syarifuddin, Hukum Pernikahan Islam di Indonesia, (Jakarta:
kencana, 2009), hlm.67. 4 Demikian secara teoretis terlihat limitasi usia nikah
sekalipun tidak secara eksplisit terungkapkan dalam kedua sumber otoritatif
hukum Islam di atas, alQuran dan hadits. Semangat yang terkandung dalam kedua
sumber inipun sebenarnya juga terlihat dalam rumusan Undang-Undang di
Indonesia. Di dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
tepatnya pada pasal 26 ayat 1 huruf c dengan tegas dinyatakan bahwa orang tua
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya pernikahan pada
usia anakanak.6 Sementara kategori anak-anak yang dimaksud oleh Undang-Undang
ini adalah mereka yang masih belum mencapai umur 18 tahun.7 Begitu juga dalam
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 7 ayat 1 juga menegaskan bahwa
pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan
pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.8 Namun Realita yang ada menunjukkan
fakta yang sebaliknya, pernikahan dini masih sering kali terjadi dengan
berbagai faktor yang menjadi argumen justifikasinya. Dalam penelitian Husein
Muhammad, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan nikah muda ini masih
berlangsung. Antara lain adalah faktor ekonomi dan sosial budaya. Pada faktor
yang terakhir ini, menurutnya, orang sering kali mengaitkannya dengan pengaruh
norma-norma agama atau pemahaman yang dianut masyarakat. 9 Pernikahan dini juga
mendapatkan legitimasi dari tindakan hakim yang sering kali mengabulkan adanya
permohonan dispensasi nikah. Sebagai bukti adalah putusan pengadilan Agama
Malang dengan 6 Pasal 26 (1) huruf C UU nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak 7 Ketentuan umum dalam UU Perlindungan Anak. 8 Pasal 7 ayat 1
UU Perkawinan nomor 1 tahun 1974 9Husein Muhammad, Fiqh Perempuan, (Yogyakarta,
LKIS ,2007),hal. 89. 5 nomor perkara 188/Pdt/P/2011/PA.Mlg yang mengabulkan
permohonan dispensasi nikah. Tindakan hakim dalam mengabulkan permohonan
dispensasi nikah secara yuridis juga memiliki sandaran hukum yaitu, UU No. 1
tahun 1974 pasal 7 ayat 2 yang di dalamnya memperbolehkan seseorang untuk
mengajukan permohonan dispensasi nikah. Tentu saja, menghadapi persoalan
seperti ini dibutuhkan kompetensi dan kapabilitas seorang hakim untuk melakukan
interpretasi terhadap pasal-pasal yang secara tekstual tampak saling
bertentangan. Berangkat dari persoalan di atas, peneliti terdorong untuk
melakukan sebuah research seputar pandangan hakim dalam mengabulkan dispensasi
nikah yang kemudian peneliti formulasikan ke dalam sebuah judul penelitian
“PANDANGAN HAKIM MENGABULKAN PERMOHONAN DISPENSASI NIKAH DITINJAU DARI PASAL 26
AYAT 1 HURUF C UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK ”. Di Pengadilan
Agama Kota Malang. B. Batasan Masalah Dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah
mulai dari tahun 2010- 2011 mengenai upaya hakim dalam mengabulkan permohonanan
dispensasi nikah dengan sandaran hukum UU no. 1 tahun 1974 pasal 7 ayat 2 yang
di dalamya memperbolehkan seseorang untuk mengajukan permohonan dispensasi
nikah. Alasan peneliti membatasi penelitian ini agar lebih fokus terhadap 6
pandangan hakim mengenai dispensasi nikah yang masuk pada pengadilan agama kota
malang pada tahun 2010-2011. Selain itu, penelitian ini juga dibatasi pada
faktor-faktor yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan oleh Hakim dalam
mengabulkan permohonan dispensasi nikah ketika dihadapkan dengan pasal 26 ayat
1 UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang melarang terjadinya
terjadinya pernikahan dini. C. Rumusan Masalah 1. Faktor apakah yang menjadi
dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Malang dalam mengabulkan permohonan
dispensasi nikah berdasarkan pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 tentang dispensasi
nikah. 2. Bagaimanakah kedudukan pasal 26 ayat 1 huruf C UU No. 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak menurut hakim Pengadilan Agama Malang? D. Tujuan
Penelitian 1. Untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang menjadi dasar
pertimbangan Hakim di Pengadilan Agama Malang dalam mengabulkan permohonan
dispensasi nikah. 2. Untuk mengetahui dan menganalisa kedudukan pasal 26 ayat 1
huruf C UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menurut hakim Pengadilan
Agama Malang. 7 E. Manfaat Penelitian 1. Secara teoretis, Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan seputar faktor-faktor-faktor
yang dijadikan dasar oleh para Hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi
nikah sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 7 (2) UU No. 1 Tahun 1974
tentang dispensasi nikah. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu
memberikan perspektif baru terhadap masyarakat umum dalam memahami usia nikah
yang sangat erat kaitannya dengan keharmonisan rumah tangga yang akan
dibangunnya kelak. G. . Sistematika Pembahasan Penelitian ini memuat lima bab
pembahasan yang terdiri dari, BAB I dengan uraian tentang pendahuluan yang di
dalamnya memuat latar belakang yang mencerminkan kegelisahan penulis. Yang
kemudian kegelisahan intelektual penulis itu dituangkan dalam bentuk rumusan
masalah, untuk menjawab rumusan masalah maka di tentukanlah tujuan penelitian.
Dalam bab ini ini juga dikemukakan tentang manfaat penelitian yang diharapkan
bisa memberikan penjelasan mengenai implikasi dari penelitian ini baik secara
teoritis maupun kontribusi praktisnya. Pembahsan terakhir adalah sistematika
pembahasan guna memberikan gambaran umum tentang uraian global dalam penelitian
ini. Kemudian dilanjutkan dengan BAB II yang menguraikan tentang konsep dasar
pernikahan yang didalamnya memuat tentang definisi pernikahan, hikmah 8 dan
tujuan pernikahan serta syarat sahnya pernikahan. Dalam bab ini juga
menguraikan masalah limitasi usia nikah perspektif UU Pernikahan No 1 tahun
1974 maupun UU Perlindungan Anak No.23 tahun 2002 pasal 26 ayat 1 huruf c .
selanjutnya adalah BAB III dengan uraian mengenai metode penelitian yang meliputi
jenis penelitian yaitu penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif. Bab ini menjadi penting dikemukakan sebagai
panduan terhadap analisis data yang telah dikumpulkan. Bab berikutnya adalah
BAB IV yang difokuskan pada pemaparan terhadap temuan data di lapangan yang
meliputi Gambaran Umum Tentang Pengadilan Agama Malang. Dalam uraian ini
dikemukakan mengenai Landasan Kerja pengadilan Agama Malang, Dasar Hukum
Pengadilan agama malang, Dasar Hukum Pengadilan Agama Malang. Visi dan Misi
Pengadilan Agama Malang, Temuan data lainnya adalah Data dispensasi nikah pada
tahun 2010-2011 dan tentang Pandangan Hakim dalam mengabulkan permohonan
dispensasi nikah dan kedudukan pasal 26 ayat 1 huruf C UU No.23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak serta analisis terhadap temuan tersebut, dan dilanjutkan BAB
V sebagai penutup dari rangkaian kegiatan penelitian ini. Dalam bab ini hanya
memuat kesimpulan dari analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya serta
saran-saran sebagai tindak lanjut terhadap hasil temuan dalam penelitian ini.
No comments:
Post a Comment