Abstract
INDONESIA :
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwanya tentang anak hasil zina yang mengatakan bahwa anak hasil zina tidak mempunyai hubungan nasab dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya, hal ini dilatar belakangi oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap bertolak belakang dengan syariat Islam, putusan tersebut mengatakan bahwa anak di luar nikah mempunyai hubungan perdata dengan ayah biologisnya asal dibuktikan dengan ilmu pengetahuan. Namun, menurut Mohammad Mahfud M.D putusan MK tersebut tidak bertentangan dengan fatwa MUI maupun syariat Islam karena kata nasab dan perdata pada kedua putusan itu tidaklah sama. Berangkat dari permasalah ini, penulis mengadakan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pendapat ulama kota Malang mengenai fatwa MUI no 11 tahun 2012, dan untuk mengetahui pendapat ulama kota Malang mengenai perlakuan hukum terhadap anak hasil zina.
Penelitian ini dilakukan di kota Malang dan jenis penelitiannya adalah empiris, dengan perolehan data yang bersifat deskriptif kualitatif, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi. Sebagian besar data diperoleh dari data primer, yang dikumpulkan langsung dari informan dengan cara wawancara kepada para ulama yang telah ditunjuk sebelumnya.
Kemudian,didukung dengan sumber data sekunder dalam menganalisis hasil penelitiannya. Dari hasil penelitian tersebut maka diperoleh kesimpulan bahwa, pertama pada umumnya para ulama sepakat bahwa putusan MK dan fatwa MUI memiliki tujuan yang sama dan tidak saling bertentangan. Kedua mereka juga sepakat dengan adanya uji materi yang dilakukan MK, karena dengan demikian laki-laki yang menyebabkan lahirnya anak hasil zina tidak lari dari tanggung jawab.Namun, salah satu ulama tidak sepakat jika putusan MK ini diaplikasikan pada anak hasil zina karena latar belakang putusan tersebut bukan tentang anak hasil zina melainkan anak dari pernikahan sirri.
ENGLISH :
Indonesian Islamic scholar Council (MUI) issued a fatwa about adultery children which do not have a descent relationship to man who caused the pregnancy. This case is motivated by the Constitutional Court’s(MK) decision which is considered contrary to Islamic law. The decision stated that adultery children have a civil relationship to their own biological father through scientific evidence. However, according to Mohammad Mahfud M.D that Constitutional Court’s(MK) decision does not contrast to Indonesian Islamic scholar Council’s (MUI) fatwa and Islamic law because the word of “lineage” and “civil” are not similar to both of decisions. Related to this phenomenon, the researcher conducts this research to know the opinion of Islamic scholar in Malang city of Indonesian Islamic scholar Council’s (MUI) fatwa about the law toward adultery children no. 11, 2012 and to know the argument of Islamic scholar of Malang city about the treatment of law to them.
This research is committed in Malang city using empirical method and the data collection is descriptive qualitative, whereas the approach of this research is phenomenological. Most of the data are acquired from primary data which is collected from informant through direct interview to Islamic scholar who had been appointed previously. Moreover, it is supported by secondary data source within analyzing the result of research.
Therefore, the result of this research delivers some conclusions; first, several of Islamic scholars agree that Constitutional Court’s(MK) decision and Indonesian Islamic scholar Council’s (MUI) fatwa have similar purpose, generally. Second, they also agree with the conduction of material test which is committed by Constitutional Court (MK). Hence, men who cause adultery children do not escape from their responsibility. Nevertheless, one of Islamic scholars does not agree with the application of Constitutional Court’s(MK) decision to adultery children, because the background of that decision is not about adultery children but it is children of unregistered marriage.
Therefore, the result of this research delivers some conclusions; first, several of Islamic scholars agree that Constitutional Court’s(MK) decision and Indonesian Islamic scholar Council’s (MUI) fatwa have similar purpose, generally. Second, they also agree with the conduction of material test which is committed by Constitutional Court (MK). Hence, men who cause adultery children do not escape from their responsibility. Nevertheless, one of Islamic scholars does not agree with the application of Constitutional Court’s(MK) decision to adultery children, because the background of that decision is not about adultery children but it is children of unregistered marriage.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Semakin hari persoalan-persoalan baru tentang
urusan keagamaan maupun keduniaan bermunculan dengan pesat. Maka dengan
demikian perlu adanya suatu pemikiran yang sistematis komprehensif dan
integral, agar ajaran Islam mampu menjawab tantangan zaman. Sebab permasalahan-permasalahan
yang bermunculan dalam kehidupan ini kadang-kadang tidak ditemui jawabannya
secara harfiah, baik dalam al-Qur‟an maupun maupun dalam as-Sunnah. Maka, tidak
bisa dipungkiri lagi bahwa pernyataan tentang fatwa keagamaan, baik fatwa yang
bersifat lisan maupun tulisan memberikan arahan dan jawaban yang konkret kepada
masyarakat, terutama dalam menghadapi segala 2 persoalan yang timbul. Namun,
inti dari sasarannya adalah agar umat Islam mampu menciptakan pola pikir yang
sistematis dalam mengkaji ajaran Islam secara utuh dan murni. Sehingga tercipta
suatu pola pikir dan hasil ijtihad para ahli/ulama untuk menemukan dalil-dalil
yang konkret dalam mengambil keputusan hukum-hukum syariat Islam. 1 Berbicara
mengenai fatwa, yang mana sasaran akhir dari fatwa keagamaan ini adalah tidak
lain agar masyarakat muslim mengetahui secara persis duduk persoalan yang
sebenarnya, baik dalam menghadapi segala peribadatan maupun non peribadatan.
Maka dengan demikian, Indonesia sebagai negara yang mayoritas masyarakatnya
merupakan masyarakat muslimmemiliki lembaga Komisi Fatwa Hukum MUI (KFHMUI).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak didirikan hingga kini telah banyak
mengeluarkan fatwa dalam berbagai jenis. Keberbagaian tersebut dilatar
belakangi oleh beragamnya permasalahan yang muncul dan pertanyaan dari
masyarakat. Dari hasil kajian yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa MUI dalam
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang muncul telah melakukan kegiatan
ijtihad, yang diantaranya ialah ijtihad tarjihi atau intiqa‟i dan ijtihad
insya‟i atau ijtihad ibtida‟i.2 Namun, kekuatan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI
tidaklah bersifat mengikat, melainkan hanya bersifat nasehat bagi para mustafi
secara khusus dan bagi masysarakat muslim Indonesia secara umum. Dan tidak
jarang fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tersebut membuat resah Negara
Indonesia sebagai 1Rohadi Abdul Fatah, Analisis Fatwa Keagamaan Dalam Fikih
Islam, Edisi Kedua (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h. 74 2Hasbi Umar, Nalar
Fiqih Kontemporer (Jakarta: Gaung Persada Press), h. 262. 3 negara hukum,
seperti fatwa haramnya prularism, liberalism dan sekularism. Atas fakta
tersebut, maka MUI mendapat respon positif dan negatif. Namun terlepas dari
kedua respon tersebut, fatwa MUItelah lama diakui adanyadi Indonesia. Pada
kasus kali ini MUI mengeluarkan fatwa mengenai kedudukan anak hasil zina dan
perlakuan terhadapnya bukan karena adanya mustafi, melainkan fatwa ini
dikeluarkan sebagai respon dari putusan yang dikeluarkan oleh MK yang
mengatakan bahwa anak luar kawin juga mempunyai hukum perdata dengan ayah
biologisnya asalkan bisa dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi dan
atau alat bukti lainnya.3 Putusan MK tersebut menimbulkan polemik dimasyarakat,
sebab putusan pasal 43 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3019) ini dinilai sebagian masyarakat membolehkan perzinahan. MUI juga merasa
geram terhadap putusan tersebut dan merasa terdorong untuk mengeluarkan fatwa yang
menyatakan bahwa anak hasil zina tidak mempunyai hubungan nasab dengan lelaki
yang menyebabkan kelahirannya4 , secara harfiah memang bertolak belakang dengan
putusan MK tersebut. Sebab menurut mereka putusan MK bertentangan dengan ajaran
Islam.Dan jika dibiarkan bisa menimbulkan kegelisahan, kerisauan bahkan
kegoncangan bagi umat Islam. Dengan keputusan itu, menurut penafsiran MUI,
berarti tidak ada perbedaan status antara anak diluar nikah dengan anak yang
dilahirkan melalui 3 Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 4 Fatwa MUI No 11 Tahun
2012 4 sebuah pernikahan secara resmi, hal ini tentu sangat berbahaya karena
dengan tidak langsung bisa berdampak pada legalisasi perzinahan dan prostitusi.
Bahkan dalam Islam sendiri anak hasil zina tidak dinasabkan kepada ayah
biologisnya, melainkan dinasabkan kepada ibu dan keluarga ibunya, seperti sabda
Nabi SAW yang berbunyi: Nabi saw bersabda tentang anak hasil zina: “Bagi
keluarga ibunya ...” (HR. Abu Dawud) Begitu juga dengan kewarisan, anak hasil
zina tidak ada hubungan kewarisan dengan lelaki yang mengakibatkan
kelahirannya, sesuai dengan sabda Nabi SAW yang berbunyi: 1717 “Dari „Amr ibn
Syu‟aib ra dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah saw bersabda: Setiap
orang yang menzinai perempuan baik merdeka maupun budak, maka anaknya adalah
anak hasil zina, tidak mewarisi dan tidak mewariskan“. (HR. Al-Turmudzi)
Sebenarnya, putusan atau uji materi (mengabulkan permohonan Machicha Mochtar)
yang dilakukan oleh MK memiliki latar belakang dan maksud yang baik, yakni MK
hanya ingin anak-anak yang lahir diluar nikah tetap memiliki hak dan kedudukan
yang sama dengan anak-anak yang lain dan agar tidak terjadi perlakuan
diskriminatif. Sehingga, sebagian kaum lelaki yang melakukan pernikahan sirri,
zina, perselingkuhan, kumpul kebo sampai wanita partnernya 5 hamil dan
melahirkan anak, harus bertanggungjawab atas kebutuhan lahir batin anak yang
lahir akibat perbuatannya.5 Dengan demikian, antara MK dan MUI sama-sama
memiliki alasan yang kuat untuk mengeluarkan putusan dan fatwanya masing-masing.Namun,
kontroversi dari hasil putusan dan fatwa tersebut tidak bisa dianggap remeh,
karena putusan MK dianggap telah melanggar ketentuan agama Islam oleh MUI.
Namun, sebuah pernyataan Mahfudz MD dalam kunjungannya di Pondok Pesantren
Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, mengatakan bahwa, hubungan nasab dan hubungan
keperdataan sangatlah berbeda secara harfiyah dan penafsirannya6 . Maka,
berawal dari pernyataan Mahfud MD tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap fatwa MUI No 11 Tahun 2012tentang kedudukan anak hasil zina
dan perlakuan terhadapnya lebih lanjut tentang bagaimana pendapat para ulama
Kota Malang mengenai fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tentang kedudukan anak
hasil zina dan perlakuan terhadapnya. Sehingga munculah ide untuk memberi judul
penelitian ini dengan judul “Pandangan Muhammadiyah Dan Nahdlatul Ulama Kota
Malang Terhadap Fatwa Mui No.11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil Zina
Dan Perlakuan Terhadapnya”. Para ulama tersebut nantinya akan diambil dari
beberapa Ormas. 5 Irfan Nurul, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam
(Jakarta: Amzah, 2012), h. 202. 6Muslim Abdurrahman, “Mahfudz MD: Bedakan
Hubungan Keperdataan dengan Soal Nasab,
2012”,http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,37360-lang,id-c,nasionalt,Mahfudz+MD++Bedakan+Hubungan+Keperdataan+dengan+Soal+Nasab-.phpx.
Diakses pada tanggal 19 Februari 2014 6 B. Rumusan Masalah Setelah melihat
latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang penulis ambil adalah: 1.
Bagaimana pendapattokoh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama Kota Malang mengenai
fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 tentang Anak Hasil Zina dan Perlakuan Tehadapnya?
2. Bagaimana pendapattokoh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama Kota Malang
mengenai perlakuan hukum terhadap anak hasil zina? C. Tujuan Penelitian Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah jawaban-jawaban dari rumusan masalah yang ada
di atas, yaitu untuk: 1. Mengetahui pendapat tokoh Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama Kota Malang mengenai fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 tentang Anak Hasil Zina dan
Perlakuan Tehadapnya? 2. Mengetahui pendapat tokoh Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama Kota Malang mengenai perlakuan hukum terhadap anak hasil zina? D. Manfaat
Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak, khususnya bagi penulis dan pembaca. Dalam hal ini penulis membagi dalam
dua perspektif, yakni pertama secara teoritis dan yang kedua secara praktis,
dengan penjabaran sebagai berikut: 7 1. Secara Teoritis Dengan hasil penelitian
ini diharapkan dapat dijadikan hipotesa bagi penulisan selanjutnya yang relevan
dengan tulisan ini dan memberikan kontribusi dalam khazanah pemikiran
hukum,baik dari segi hukum agama maupun hukum negara, mengenai anak hasil zina.
2. Secara Praktis Selain untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam, penelitian
ini juga diharapkan bermanfaat bagi masyarakat dan lembaga yang terkait,
seperti lembaga peradilan ataupun para tokoh ulama, yaitu dapat dipakai sebagai
sumbangan pemikiran atau sebagai bahan masukan untuk memecahkan permasalahan
yang terkait fatwa MUI sebagai respon dari putusan MK yang masih mengandung
kontroversi mengenai kedudukan anak hasil zina. E. Definisi Oprasional §
Pandangan: Hasil perbuatan memandang (memperhatikan atau melihat dan
sebagainya) atau bisa berarti pengetahuan atau pendapat.7 §
Ulama: orang yang tau yang memiliki pengetahuan ilmu agama dan ilmu pengetahuan
kealaman yang dengan pengetahuannya tersebut memiliki rasa takut dan tunduk
kepada Allah SWT. Kata ulama merupakan bentuk jama‟ dari kata „alim yang
berarti yang tahu atau yang mempunyai pengetahuan. Di dalam al-Qur‟an kata
ulama ditemukan pada dua tempat. Pertama, dalam surah Faatir ayat 28: 7Kamus
Besar Bahasa Indonesia,Cet VII. ( Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 723 8 وَمِنَالنَاسِىَالذَوَاّبِىَالْؤَنْعَامِمُخْتَلِفٌؤَلْىَانُهُكَذَلِكَإِنَمَايَخْشَياللَهَمِنْعِبَادِهِالْعُلَمَاءإِنَاللَهَعَِِيٌََِفُىٌٌ
-٨٢- “Dan demikian (pula) di
antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang
bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).Di antara hamba-hamba Allah yang takut
kepada-Nya, hanyalah para ulama.Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun”.
Pengertian kata ulama pada ayat tersebut adalah orang yang memiliki pengetahuan
tentang ilmu kealaman atau ilmu kauniyyah. Kedua, dalam surah asy-Syu‟ara‟ ayat
196 dan 197: وَإِنَهُلَفِيُِّبُرِالْؤَوَلِينَ -٦٣١
-أَوَلَمْيَكُنلَهُمْآيَةًأَنيَعْلَمَهُعُلَمَاءّبَنِيإِسْرَائِيلَ -٦٣١- “Dan sesungguhnya al-Qur‟an itu
benar-benar dalam kitab-kitab orang yang dahulu.Dan apakah tidak cukup menjadi
bukti bagi mereka, bahwa para ulama bani Israil mengetahuinya?” Di sini arti
ulama adalah orang yang memiliki ilmu agama.8 F. Sistematika Pembahasan Untuk
mempermudah penyusunan dan melengkapi penjelasan dalam pengembangan materi,
maka penulis memberikan gambaran sistematika dari bab ke bab. Adapun
perinciannya adalah sebagai berikut: Bab I merupakan Pendahuluan, pada bab ini
akan diuraikan mengenai latar belakang pemilihan judul berdasarkan permasalahan
yang ada. Selain itu menguraikan tentang rumusan masalah, tujuan penelitian
yang dirangkai dengan manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan. Dan
adapun tujuan dari pengklasifikasian pendahuluan ini adalah untuk mempermudah
pembaca untuk memahami dari pembahasan yang dikaji. 8Tim penyusun, Ensiklopedi
Islam, (Jakarta: PT Ichtiar baru van Hoeve, 1994), h. 120 9 Bab II merupakan
Tinjauan Pustaka, sebagai landasan awal dalam penelitian studi kritis pandangan
ulama terhadap fatwa MUI No. 11 tahun 2012, point pertama menjelaskan tentang
kajian terhadap hasil penelitian terdahulu. Dan kajian selanjutnya menerangkan
dan memaparkan tentang MUI, kedudukan anak hasil zina dalam Islam dan dalam
hukum negara serta latar belakang MUI mengeluarkan fatwanya tentang kedudukan
anak hasil zina. Bab III merupakan Metode Penelitian, pada bab ini akan
menjelaskan tentang bagian-bagian yang akan mendukung penyelesaian masalah,
yakni mengulas mengenai metode-metode yang akan digunakan penulis dalam
penelitian ini. Metode tersebut meliputi uraian lokasi dalam penelitian, jenis
penelitian, pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data,
pengujian keabsahan data dan teknik analisis data. Dan dalam penelitian ini,
metode yang digunakan lebih kepada penelitian lapangan yang mendasarkan pada
penggalian informasi pada hasil wawancara. Bab IV merupakan Hasil Penelitian
dan Pembahasan, pada bab ini merupakan inti dari penelitian, karena pada bab
ini penulis akan menganalisis data-data yang akan dikemukakan pada bab
sebelumnya, dimana untuk menjawab rumusan masalah yang ditetapkan. Dan penulis akan
menguraikan dan memaparkan analisis yang telah diperoleh dari lapangan tentang
bagaimana pendapat para ulama Kota Malang terhadap fatwa MUI No. 11 tahun 2012.
Terakhir, Bab V adalah Penutup. Pada bab ini berisi kesimpulandan saransaran.
Kesimpulan merupakan uraian singkat tentang jawaban dari permasalahan 10 yang
disajikan dalam bentuk poin-poin. Pada bagian saran, memuat beberapa anjuran
akademik baik bagi lembaga terkait maupun untuk peneliti selanjutnya.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :Pandangan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama Kota Malang terhadap fatwa MUI no.11 tahun 2012 tentang kedudukan anak hasil zina dan perlakuan terhadapnya." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment