Abstract
INDONESIA:
Praktik pengangkatan anak (di Indonesia dewasa ini) berdasarkan penetapan atau putusan lembaga peradilan merupakan sebuah pembaharuan nilai dan hukum, dengan kata lain, ini merupakan sebuah problematika kontemporer yang belum ditunjukkan hukumnya oleh nash al-Quran dan as-Sunnah, namun disisi lain dianggap sebagai sebuah dinamisasi hukum. Untuk menjawabnya, dapat dilakukan dengan ijtihad melalui istimbath hukum dengan menggunakan manhaj istihsan (eklektisisme).
Untuk mengkaji hal tersebut, dilakukan penelitian dalam bentuk normatif (penelitian hukum kepustakaan) dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan (bahan hukum primer) dengan merujuk pada literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, istihsan digunakan karena dipandang ia memandang padu nilai-nilai kebaikan, sehingga mampunyai nilai responsitas dan bersifat progresif karena mampu beradaptasi terhadap perkembangan masyarakat dan budayanya. Adapun وجه اقوى atau alasan utama dibolehkannya pengangkatan anak melalaui lembaga peradilan adalah kemaslahatan yang diperoleh dari pengangkatan anak melalui lembaga peradilan lebih besar, diantaranya: memberikan kepastian hukum baik bagi si anak angkat maupun terhadap orang tua angkatnya, sebagai bukti otentik (dokumen hukum) atas perbuatan hukum yang telah mereka lakukan, menunjukkan penertiban praktek hukum dalam proses pengangkatan anak yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Kedua, Setelah dilakukan penerapan manhaj istihsan pada hukum pengangkatan anak sebagai kewenangan lembaga peradilan, maka didapati kesimpulan bahwa sah hukumnya dan boleh melakukan pengangkatan anak melalui lembaga peradilan.
ENGLISH:
Childrenadoptionpractice (nowadays in indonesia), based on court determining or verdict is a reconditional of value and law, in other hand, this is a contemporary problematic that has not pointed out in Al-qur’an and hadith. However in the other side reputed as law dynamicization. To answer it, ijtihad can be done through instinbath using manhaj istihsan (ekletisisme).
To analize that case, be done in normative form (library research) using kualitative approach. Aggregation data is gotten from library research (main source) which made reference to literature that related with research problem.
Research result are showing that, first. Istihsan used because it more looked whole about goodness, so that, istihsan has a responsity and progresivity becoause it can adapating with society and culture development. Now theوجه اقوى or the importnat reason children adoption can be done in court is there are more advantageous which is got. They are : giving legal certainty both of children and parents. As a legal document (authentic evidence) on legal actions that they did, showing practice law control about children adoption that has been living in a society. Second, after doing application of manhaj istihsan on children adoption as a court competence, then, the conclusion is children adoption trough court is legal and may be done in court.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Anak sebagai hasil dari suatu perkawinan
merupakan bagian yang sangat penting kedudukannya dalam sebuah keluarga. Anak
merupakan amanah sekaligus karunia Allah SWT,1 bahkan anak dianggap sebagai harta
kekayaan yang paling berharga dibanding dengan kekayaan harta benda lainnya dan
anak dapat dijadikan sebagai tumpuan keluarga dalam melanjutkan tonggak estafet
(penerus) keluarga serta pada akhirnya mereka 1 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan,
Hukum Pengangkatan Anak (Jakarta: Kencana, 2008), h. 1. 2 akan memiliki
kewajiban merawat dan mengurus orang tua mereka. Sebagai amanah Allah, tentunya
orang tua mempunyai tanggung jawab untuk mengasuh, mendidik, dan memenuhi
keperluannya. Namun, Pada kenyataannya tidak semua keinginan orang yang telah
menikah ini dapat terwujud, keinginan untuk memperoleh keturunan dari darah
daging mereka sendiri. Untuk menghadapi permasalahan tersebut, salah satu cara
yang dapat ditempuh oleh pasangan suami istri adalah dengan melakukan
pengangkatan anak (adopsi) terhadap anak orang lain yang disetujui. Dalam
perjalanannya masalah pengangkatan anak ini bukanlah masalah yang baru,
termasuk di Indonesia. Sejak dahulu pengangkatan anak telah dilakukan dengan
cara dan motivasi yang berbeda-beda. Namun, dengan diterbitkannya Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara tegas menyatakan bahwa
tujuan pengangkatan anak adalah untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan
dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.2 Pada dasarnya pengangkatan anak harus
dilakukan melalui proses hukum dengan produk penetapan atau putusan pengadilan,
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak: 2 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. 3 Anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan
keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan
keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.3
Proses hukum ini bertujuan untuk menunjukkan penertiban hukum dalam proses
pengangkatan anak yang hidup ditengah-tengah masyarakat, agar pengangkatan anak
tersebut memiliki kepastian hukum baik bagi si anak angkat maupun terhadap
orang tua angkatnya. Di Indonesia terdapat dua badan hukum (lembaga peradilan)
yang menangani perihal pengangkatan anak, yaitu Pengadilan Agama, sebagaimana
yang tercantum dalam penjelasan pasal 49 huruf a angka 20 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama yang menyatakan: Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang
beragama islam, salah satunya dalam bidang perkawinan trmasuk penetapan asal
usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum islam.4
Ketentuan ini berlaku untuk orang-orang islam, sedangkan bagi mereka yang non-islam
pengangkatan anak dapat dilakukan di Pengadilan Negeri. Pengangkatan anak
melalui lembaga peradilan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban masyarakat,
baik pangangkatan anak yang dilakukan di Pengadilan Agama maupun pengangkatan
anak yang dilakukan di 3 Pasal 1 angka (9) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak. 4 Penjelasan Pasal 49 huruf a angka 20 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. 4 Pengadilan Negeri. Pengangkatan
anak melalui lembaga peradilan merupakan upaya untuk menjaga hak dan kewajiban
dari masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya. Pengangkatan anak melalui
lembaga peradilan akan melahirkan suatu penetapan atau putusan. Dengan
penetapan atau putusan tersebut anak angkat maupun orang tua angkat memiliki
bukti otentik (dokumen hukum) atas perbuatan hukum yang telah mereka lakukan,
sehingga dapat menjadi jaminan hukum dikemudian hari. Dokumen hukum tersebut
sangat penting dalam hukum keluarga, karena akibat hukum dari pengangkatan anak
tersebut akan berdampak jauh kedepan sampai generasi selanjutnya yang
menyangkut tanggung jawab hukum, kewarisan dan lain-lain. Bila dilihat dari
hukum islam, keberadaan lembaga peradilan sebagai sebuah lembaga yang berhak
dan berwenang dalam mengurusi permasalahan pengangkatan anak, tidak ditemui
dasar hukum yang mengaturnya, baik dalam al-Quran maupun Hadits. Karena dalam
hukum islam tidak ada cara tertentu untuk melakukan pengangkatan anak. Menurut
hukum islam yang terpenting adalah memberitahukan kepada masyarakat tentang
adanya peristiwa pengangkatan anak tersebut. Hal ini penting guna mencegah
terjadinya kesalahpahaman, jika suatu saat orang tua angkat meninggal dunia dan
si anak angkat tidak mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya, karena
sebelumnya ia tidak mengetahui bahwa ia adalah anak angkat. Sehingga,
diharapkan dengan adanya pemberitahuan kepada masyarakat mengenai 5
pengangkatan anak tersebut, maka anak dapat mengetahui hal itu dengan mudah.
Keterlibatan Pemerintah dalam hal pengaturan masalah pengangkatan anak
merupakan atas dasar kepentingan kemaslahatan. Karena hal tersebut sudah
menyangkut kepentingan umum (masyarakat luas) jika tidak akan menimbulkan
ketidaktertiban, sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang menyatakan Pemerintah
berkewajiban mengatur kepentingan masyarakat berdasarkan kemaslahatan. Setiap
pembentukan peraturan pada dasarnya dilandasi oleh asas kemaslahatan, begitupun
dengan pembentukan sebuah lembaga peradilan juga dilandasi oleh kemaslahatan.
Pengangkatan anak melalui putusan atau penetapan lembaga peradilan merupakan
sesuatu yang dianggap ketentuan baru yang tidak didapati dalam rumusan para
ulama fiqh terdahulu. Namun, setelah islam semakin berkembang timbulah berbagai
istilahistilah dalam penggalian hukum (metode istimbath) yang dimunculkan oleh
para mujtahid, sehingga dikenallah istilah sumber hukum primer dan sumber hukum
sekunder. Sumber hukum primer terdiri dari sumber hukum yang telah disepakati
oleh jumhur ulama (al-Quran, Hadits, Ijma’, dan Qiyas). Sedangkan sumber hukum
sekunder merupakan sumber hukum yang masih diperdebatkan pemakaiannya oleh para
ulama dalam menetapkan hukum (al-Istihsan, al- 6 Mashlahah al-Mursalah,
al-Istishab, Madzhab Sahabi, dan al-Syar’u Man Qablana).5 Salah satu dari
sumber hukum sekunder inilah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu
istihsan. Istihsan merupakan jalan yang ditempuh para ulama untuk menerapkan
kaidah hukum dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang tidak ada nashnya.
Disamping itu istihsan juga menjadi jalan dalam menetapkan aturan yang harus
ada dalam perjalanan hidup manusia agar sesuai dengan Maqshid al-Syari’ah
al-‘Ammah (objektifitas syariah), dalam rangka menarik kemaslahatan, menolak
ke-mafsadat-an, dan menegakkan kehidupan sesempurna mungkin.6 Konsep Istihsan
tidak hanya terbatas pada masalah ibadah tetapi juga masalah muamalah.
Karenanya, istihsan diasumsikan sebagai sebuah konsep yang memliki kekuatan
untuk merespon permasalahan-permasalahan masyarakat tanpa ketergantungan.
Istihsan adalah salah satu metode istimbath hukum yang mampu berdiri sendiri,
karena ia memandang padu nilai-nilai kebaikan semata, sehingga istihsan
dipandang mempunyai nilai responsivitas terhadap perubahan masyarakat dan
bersifat dinamis progresif karena ia mampu beradaptasi terhadap perkembangan budaya
masyarakat. 5 Wahidul Kahar, Efektifitas Mashlahah Mursalah Dalam Penetapan
Hukum Syara’, Tesis MA (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2003), h. 5. 6 Hadiratush Sholihah, Penerapan Konsep Mashlahah
Mursalah Dalam Wakaf (Tinjauan Terhadap Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf), Skripsi (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2010), h. 4. 7 Dari sinilah penulis berusaha menyoroti konsep muamalah dari
segi istihsan dan lebih menekankan pada salah satu fungsi keberadaan lembaga
peradilan dalam hal pengangkatan anak. Dengan latar belakang permasalahan
diatas, penulis merasa tertarik untuk membahas secara spesifik tentang
bagaimana penerapan konsep hukum islam (istihsan) terhadap upaya pengangkatan anak
melalui lembaga peradilan. Atas dasar itu, penulis menyusun skripsi ini dengan
judul: PENGANGKATAN ANAK MELALUI LEMBAGA PERADILAN DITINJAU DARI HUKUM ISLAM.
B. Batasan Masalah Agar dalam pembahasan ini tidak meluas, yang menjadi fokus
kajian penelitian adalah kewenangan dari lembaga peradilan sebagai salah satu
lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman bagi para pencari keadilan terhadap
pengangkatan anak ditinjau dari hukum islam (istihsan). C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut: 1. Apa manhaj yang digunakan dalam menempatkan pengangkatan anak
melalui lembaga peradilan ditinjau dari hukum islam? 8 2. Bagaimana penerapan
manhaj dalam menempatkan pengangkatan anak melalui lembaga peradilan dan bagaimana
hasil dari penerapan manhaj tersebut? D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang
diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui manhaj yang digunakan dalam
menempatkan pengangkatan anak melalui lembaga peradilan ditinjau dari hukum
islam. 2. Mengetahui penerapan manhaj dalam menempatkan pengangkatan anak
melalui lembaga peradilan dan bagaimana hasil dari penerapan manhaj tersebut.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dengan adanya penelitian ini
diharapkan dapat memperoleh pengetahuan mengenai dasar atau sumber adanya
(manhaj) kewenangan dari lembaga peradilan dalam hal pengangkatan anak. 2.
Manfaat Praktis a. Bagi ilmu hukum, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah literatur yang membahas masalah pengangkatan anak. b. Bagi masyarakat
dan praktisi hukum, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman
mengenai sumber 9 (manhaj) yang menjadikan lembaga peradilan berwenang dalam
memberikan penetapan atau putusan mengenai pengangkatan anak. c. Bagi peneliti
sendiri, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gelar S1 sarjana hukum islam
(S.HI.), dan dapat menjadi sumbangan pemikiran serta dapat menambah wawasan. F.
Defenisi Operasional 1. Pengangkatan anak adalah pengalihan kekuasaan terhadap
anak dari orang tua atau wali yang sah kepada orang tua angkat tanpa diberi
status anak kandung kepadanya. 2. Lembaga peradilan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan tugas negara dalam menegakkan hukum dan keadilan, dan dapat
juga diartikan sebagai suatu lembaga untuk menyelesaikan perkara untuk dan atas
nama hukum demi tegaknya hukum dan keadilan. 3. Hukum islam adalah peraturan
yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku
mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluknya.
Namun, dalam penelitian ini yang dimaksud dengan hukum islam adalah konsep
istihsan, karena dalam kenyataannya bahwa suatu kemaslahatan yang tidak
mempunyai dasar (dalil), dapat dianalogikan dengan permasalahan yang telah ada,
bila ternyata permasalahan baru tersebut tidak ditemukan kesamaan illat
hukumnya, maka seorang mujtahid dapat beralih kepada ketentuan yang lebih
memberikan kemashlahatan. Dengan kata lain, jika terdapat suatu kejadian yang
tidak ada ketentuan 10 syari’at dan tidak ada illat yang keluar dari syara’
yang menentukan kejelasan hukum kejadian tersebut, kemudian ditemukan sesuatu
yang sesuai dengan hukum syara’, yaitu suatu ketentuan yang berdasarkan
pemeliharaan dari kemadaratan atau untuk menyatakan suatu manfaat, dan tujuan
utamanya adalah kemaslahatan. G. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan
suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian atau cara
tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur penelitian.7 1. Jenis Penelitian
Merujuk pada latar belakang dan rumusan masalah yang sudah diuraikan diatas,
penulis menggunakan jenis penelitian normatif, yaitu penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, dan juga
dikenal dengan istilah penelitian hukum kepustakaan.8 Penelitian hukum normatif
ini sering kali dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan
perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau
norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas.9 Metode
dalam penelitian hukum ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka 7
Soerjono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-Press, 1986), h. 13.
8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji (eds.), Penelitian Hukum Normatif (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2003), h. 13-14. 9 Amiruddin dan H. Zainal Asikin,
Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006),
h. 118. 11 yang digunakan untuk mengkaji buku-buku10 dan kitab-kitab yang
berkaitan dengan pengangkatan anak. 2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, karena data yang dibutuhkan dan digunakan berupa
sebaran-sebaran informasi yang tidak perlu dikuantifikasikan.11 Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data yang deskriptif, yang
bersumber dari tulisan, lisan atau ungkapan tingkah laku.12 Sehingga dengan
pendekatan kualitatif ini peneliti dapat mendekripsikan secara sistematis
terhadap data-data mengenai pengangkatan anak sebagai melalui lembaga
peradilan. 3. Sumber Data Sumber data adalah subyek dari mana data itu
diperoleh. Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan oleh peneliti
terdiri dari sumber data sekunder, yakni data yang diperoleh dari informasi
yang sudah tertulis dalam bentuk dokumen. Istilah ini sering disebut dengan
bahan hukum,13 bahan hukum ini terbagi dalam tiga bahan hukum, yaitu: a. Bahan
Hukum Primer,14 adalah bahan hukum yang mengikat terdiri atas peraturan
perundang-undangan, yurisprudensi, dan 10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji
(eds.), Penelitian Hukum, h. 13-14. 11 Fakultas Syariah Universitas Islam
Negeri Malang, Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Malang: Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, 2005), h. 15. 12 Burhan Ashofa, Metode
Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 16. 13 Fakultas Syariah Universitas
Islam Negeri Malang, Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Malang: Fakultas
Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, 2013), h. 22. 14 Soerjono
Soekanto dan Sri Mamuji (eds.), Penelitian Hukum, h. 13. 12 kitab fiqh,
sehingga dalam penelitian ini bahan hukum primernya antara lain: 1)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 2) Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak; 3) Wahbah
Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa al-Adillatuhu 4) Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh; 5)
Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam; 6)
Lulik Djatikumoro, Hukum Pengangkatan Anak Di Indonesia; 7) Rusli Pandika,
Hukum Pengangkatan Anak; 8) Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga
Sistem Hukum; 9) Shoedaryo Soimin, Himpunan Dasar Pengangkatan Anak; b. Bahan
Hukum Sekunder,15 merupakan bahan-bahan yang isinya membahas bahan primer.
Dalam penelitian ini yang dijadikan rujukan sebagai bahan sekunder antara lain:
1) Zakaria Ahmad al-Barry, Hukum Anak-Anak Dalam Islam; 2) Darwin Prinst, Hukum
Anak Indonesia. 3) Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama; 15
Burhan ash-Shofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h.
103. 13 4) J. Satrio, Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam
Undang-Undang; 5) Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih; 6) Abdul Wahhab Khallaf,
Ilmu Ushul Fikih. 7) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama;
8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Peradilan Umum; c. Adapun bahan
hukum tersier adalah bahan hukum yang bersifat penunjang, seperti Kamus Hukum
dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. 4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data
adalah alat yang digunakan untuk mengambil, merekam, atau menggali data. 16
Mengingat jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka, maka peneliti
menggunakan metode dokumentasi,17 yaitu suatu metode pengumpulan data dengan
merujuk pada literatur (buku-buku ataupun karya ilmiah yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti dan peneliti tidak perlu turun ke lapangan, akan
tetapi hanya mengkaji data-data kepustakaan dengan sistematis). 16 Moh.
Kasiram, Metode Penelitian Kualitatif-Kuantitatif (Malang: UIN-Malang Press,
2008), h. 232. 17 Suharsini Arikunto, Pengantar Penelitian, Suatu Pendekatan
Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h.88. 14 5. Metode Pengolahan Data
Setelah data terkumpul semuanya, selanjutnya peneliti melakukan pengolahan dan
analisis data. Dalam penelitian normatif analisis bahan data dapat digunakan
dengan menggunakan metode analisis deskriptif, 18 dengan langkah-langkah
sebagai berikut: a. Editing: adalah seleksi atau pemeriksaan ulang terhadap
sumbersumber data yang telah terkumpul. Kemudian sumber-sumber data yang sudah
terkumpul diseleksi sesuai dengan ragam pengumpulan data, untuk menjawab pertanyaan
yang terkandung dalam fokus penelitian. Hal ini dilakukan guna memeriksa
kesalahan jika terdapat ketidaksesuaian. b. Classifying: adalah
mengklasifikasikan sumber-sumber data. Dimana hasil kerja awal pada penelitian
data-data yang terkumpul diklasifikasikan berdasarkan fokus permasalahan yang
diteliti. Klasifikasi yang dilakukan bertujuan agar lebih mudah dalam melakukan
pembacaan data sesuai dengan kebutuhan. c. Verifying: adalah memriksa kembali
data-data informasi yang ada agar validitasnya bisa terjamin. d. Analizing:
adalah analisa hubungan data-data yang telah dikumpulkan. Dimana upaya analisis
ini dilakukan dengan 18 Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), h. 126. 15 menghubungkan apa yang diperoleh
dengan fokus masalah yang diteliti. e. Concluding: adalah pengambilan
kesimpulan dari data yang telah diolah. 19 H. Penelitian Terdahulu Untuk
mengetahui lebih jelas tentang penelitian ini, maka penting untuk mengkaji
terlebih dahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, baik secara teori maupun
kontribusi keilmuan. Ada beberapa judul penelitian (skripsi) yang memiliki tema
tidak jauh berbeda ketika melihat judul yang peneliti teliti. Berikut paparan
beberapa hasil penelitian yang memiliki korelasi dengan judul diatas: 1. Inda
Najah menulis skripsi “Pengangkatan Anak Dan Akibat Hukumnya Dalam Kewarisan,
Antara Hukum Islam, KHI Dan Hukum Perdata”, (2003), AS, UIN Malang. Dalam
penelitian ini dijelaskan perbandingan dari ketiga sistem hukum tersebut
mengenai pengangkatan anak dan akibat hukumnya dalam kewarisan, sehingga
diketahui persamaan dan perbedaan mengenai prosedur pengangkatan anak, meliputi
pejabat yang dijadikan tempat diajukannya permohonan, motif dan tujuan,
persyaratan, kompetensi relatif, inisiatif pengangkatan dalam kewarisan. 2.
Barirotul muniroh menulis skripsi “Motif Dan Akibat Pengangkatan Anak Di
Kecamatan Wajak Kabupaten Malang (Studi Kasus 19 Saifullah, Buku Panduan Metode
Penelitian (Malang: Fakultas Syari’ah, 2006), h. t.hal. 16 Pengangkatan Anak Di
Kecamatan Wajak Kabupaten Malang)”, (2006), AS, UIN Malang. Dalam penelitian
ini dijelaskan mengenai motif dan akibat pengangkatan anak yang lebih didorong
oleh moral kemanusiaan dan pada akhirnya status keperdataan anak meliputi
nasab, waris dan wali tetap pada orang tua kandung anak. 3. Miftah fariadi
menulis skripsi “Perwalian Anak Angkat Yang Tidak Diketahui Orang Tuanya Dalam
Perkawinan Menurut Fiqh Dan KHI” (2007), AS, UIN Malang. Dalam penelitian ini
lebih menjelaskan mengenai permasalahan perwalian anak angkat yang tidak
diketahui orang tuanya dan mengkomparisakan satu variable (anak angkat) dalam
dua wilayah penelitian, yaitu antara fiqh dan khi. 4. Asrofin Fuad Hasan
menulis skripsi “Konsep Nasab Anak Adopsi (Studi Komparatif Hukum Islam Dan
Hukum Positif)” (2009), AS, UIN Malang. Dalam penelitian ini lebih menjelaskan
perbandingan antara akibat hukum adopsi yang didasarkan pada hukum islam dan
hukum positif, dan di dalam penelitian ini peneliti memasukkan anak yang tidak
diketahui nasabnya (anak temuan) sebagai objek dari adopsi. 5. Abd. Waris
menulis skripsi “Akibat Hukum Konsep Tabanni Dan Istilhaq Menurut Hukum Islam”,
(2011), AS, UIN Malang. Dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada persamaan
antara konsep tabanni dan istilhaq serta akibat hukum yang ditimbulkan oleh
kedua 17 konsep ini. Dan perlu diketahui bahwa penelitian ini hanya
mengkomparasikan dua konsep ini hanya melalui kacamata islam. Adapun
perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peniliti adalah, dalam
penelitian ini peneliti lebih memfokuskan pembahasan tentang bagaimana
penerapan konsep hukum islam (istihsan) terhadap upaya pengangkatan anak
melalui lembaga peradilan. I. Sistematika Pembahasan Dalam penulisan skripsi
ini, penulis membagi pembahasan dalam bagian-bagian atau bab-bab dan sub-sub
bab dengan menguraikan pembahasan secukupnya. Secara garis besar isi dari
penelitian ini terdiri dalam empat bab. Bab-bab tersebut bila dirinci dapat
dipahami sebagai berikut. Bab I merupakan Pendahuluan. Merupakan uraian secara
singkat tentang keseluruhan dari pokok isi penelitian, dengan mengajukan
berbagai masalah sebagai latar belakang permasalahan yang menjadi fokus
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian yang dirangkai dengan manfaat
penelitian, serta sistematika pembahasan. Dengan adanya bab ini, diharap
memberikan kemudahan dalam memahami alur penelitian. Pembahasan lebih lanjut
mengenai penelitian dipaparkan dalam Bab II. Pada bab ini berisi tentang
tinjauan umum mengenai konsep pengangkatan anak. Konsep ini meliputi pengertian
anak dan pengangkatan anak, deskripsi pengangkatan anak yang dibagi kedalam dua
bahasan yaitu pengangkatan anak dalam hukum islam tanpa melalui peradilan dan
pengangkatan anak 18 dalam hukum Indonesia melalui lembaga peradilan, serta
pengaturan lembaga pengangkatan anak oleh lembaga peradilan di Indonesia. Pada
Bab III akan dijelaskan mengenai manhaj yang akan digunakan dalam membedah
penelitian ini. Manhaj yang akan digunakan adalah istihsan, yang terdiri dari
pengertian istihsan, rukun-rukun istihsan, jenis-jenis istihsan, dan kehujjahan
istihsan. Bab IV merupakan bagian yang menjelaskan hasil penelitian terhadap
permasalahan yang diangkat, berupa analisis terhadap penggunaan dan penerapan
manhaj istihsan dalam upaya pengangkatan anak melalui lembaga peradilan.
Terakhir, Bab V Penutup. Dalam bab ini meliputi kesimpulan dan saran-saran.
Kesimpulan berisikan tentang jawaban dari rumusan masalah secara singkat
kemudian diakhiri dengan saran-saran.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Pengangkatan anak melalui lembaga peradilan ditinjau dari hukum Islam" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment