Abstract
INDONESIA:
Sudah menjadi fitrah manusia bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri, karena manusia merupakan makhluk yang saling bergantung antara yang satu dan yang lainnya. Karena manusia sangat membutuhkan teman yang di antara keduanya saling suka dan mencintai sehingga dapat menciptakan sebuah ikatan yang sah yaitu perkawinan. Perkawinan merupakan sunatullah dan rasulullah yang berlaku bagi seluruh makhluk ciptaan Allah, dengan perkawinan akan memunculkan dan melestarikan sebuah keluarga yang harmonis dan keturunan dalam hidupnya. Konsep kesepadanan (kafa’ah) merupakan hal yang penting yang harus di perhatikan oleh setiap orang muslim ketika akan melaksanakan perkawinan. Persoalan kafa’ah dalam hal nasab dan ekonomi lebih di utamakan oleh masyarakat Desa Bulus, Kec. Bandung, Kab. Tulungagung dalam pertimbangan kafa’ah perkawinan.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna kafa’ah dan penerapan kafa’ah tersebut menurut masyarakat pedesaan khususnya desa Bulus, Kec.Bandung, Kab. Tulungagung.
Metode penelitian ini adalah sosiologis atau empiris karena peneliti menggambarkan secara detail tentang suatu keadaan serta menggunakan metode sampling. Adapun sumber datanya adalah primer dan sekunder sebagai pelengkap. Adapun metode pengumpulan datanya menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sementara analisis datanya menggunakan analisis secara deskriptif kualitatif, yang mana penelitian kualitatif lebih menekankan analisisnya menggunakan editing, clasifying, verifying, analisyng dan concluding.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pendapat masyarakat tentang makna kafa’ah secara umum masyarakat desa ini mengatakan seimbang dan sebagian tidak seimbang, penerapannya melihat pada hal nasab dan ekonomi, karena jika pada sisi keturunan lebih di pertimbangkan akan lebih terjamin dan terhindar dari hubungan darah/persaudaraan yang haram menikah antara keduanya. Apalagi jika perkawinan antara keduanya masih satu desa dan berdekatan maka itu di anggap kurang baik.
ENGLISH:
It has been become a natural tendency of human being that they always live independently and need each other. Because everyone needs friend to love endlessly, so that they create a legal relationship called marriage. Marriage is sunnatullah and sunnah Rasulullah applied for all of human being. It will create harmony family and generations. Concept kafa’ah is important to concern by every moslem when they want to get married. Kafa’ah case in the lineage and economy are more prominent in the society of Desa Bulus, Bandung, Tulungagung in considering kafa’ah marriage.
The purpose of this research is to know what is definition of kafa’ah and how is the application of kafa’ah according to villagers especially Desa Bulus, Bandung, Tulungagung.
The research method is sociology and empiric because the the research describe about a condition in detail and uses sampling method. The sources are primer and secondary as the compliment.
The collecting data method using observation, interview, and documentation. Then the data analysis using qualitative descriptive analysis which the qualitative research emphasizes the editing, classifying, verifying, analysis, and concluding.
Based on the result of the research the villagers give their opinion in kafa’ah definition that some said equal and other said unequal. The application consist of lineage and economy problems, because in generation side considered that at will be more guaranteed and avoided from brotherhood that forbidden between then to get married. Moreover if the marriage between to is still in one village and nearly so it regarded as something less respectable.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Sebagai fitrah manusia adalah makhluk
ciptaan Allah yang paling sempurna yang tidak bisa hidup sendiri, karena
manusia memiliki sifat saling bergantung antara satu dan yang lainnya, oleh
karena itu manusia butuh teman yang saling suka dan cinta sehingga dapat
tercipta sebuah ikatan yang sah yaitu perkawinan. Dalam pandangan Islam
pernikahan merupakan suatu ibadah, dan juga pernikahan merupakan sunatullah dan
sunnah Rasul yang berlaku pada seluruh mahluk Tuhan, baik manusia hewan
tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya. Di dalam al-Qur’an pada surat adz-Dzariyat
telah di jelaskan bahwa Allah menciptakan mahluk dalam bentuk berpasang-pasangan.
2 Perkawinan adalah suatu hal sangat sakral yang akan dilakukan seseorang jika
akan menempuh hidup baru. Dalam melangkah kehidupan baru yang akan dilalui
dengan pernikahan sangatlah penting memperhatikan kepentingan rumah tangga yang
patut sehingga dalam rumah tangga akan tercipta kehidupan yang sakinah, rahmah,
dan mawaddah.1 Belakangan ini peminangan dan kafa’ah adalah peristiwa penting
yang harus dilakukan seorang muslim yang hendak melakukan perkawinan. Banyak di
antara muslim saat ini, yang belum mengetahuinya sehingga mereka berpikir bahwa
perkawinan hanya sebatas “setujunya” kedua belah pihak, yaitu suami dan istri
untuk saling mencinta dan membina rumah tangga. Persoalan kafa’ah dalam
al-Qur’an dan sunnah tidak diatur secara terperinci, para mujtahid berusaha
dengan kemampuannya untuk membahas kafa’ah dalam perkawinan, sehingga tidak
bisa terhindari adanya perbedaan pendapat antara masing-masing mujtahid dalam
menetapkan ketentuan kafa’ah karena kadar untuk menentukan seorang pria itu
sederajat atau sepadan dengan seorang wanita atau sebaliknya, hal ini
disebabkan perbedaan kadar intelektual, latar belakang dan kondisi dimana
mujtahid itu hidup. Kafa’ah dianjurkan dalam memilih istri atau suami akan
tetapi kafa’ah bukan merupakan penentuan sah atau tidaknya suatu pernikahan,
akan tetapi ada sebagian ulama salah satunya dari Ahmad yang mengungkapkan
bahwa kafa’ah termasuk syarat sahnya pernikahan, yang diambil dari potongan
hadits Nabi yang 1 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2006), 19 3 diriwayatkan oleh Dar Quthni akan tetapi
pendapat ini dianggap lemah oleh kebanyakan ulama yang bunyinya: ْولَِيا ِء ْألَ َأل ِمَن ا ِ ْكَفا ِء َو َال تُ َزِّو ُجْو
ُه َّن إ ْألَ ِمَن ا َسا َء ِاالَّ ِك ُح النِّ َتنْ الَ “Jangan lah kamu mengawinkan perempuan kecuali dari yang sekufu
dan jangan mereka dikawinkan kecuali dari walinya”. Kesepadanan yang dimaksud
misalnya laki-laki sebanding dengan calon istrinya sama dalam kedudukan,
sebanding dengan tingkat sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan. Jadi
tekanan dalam kafa’ah adalah keseimbangan, keharmonisan, terutama dalam hal
agama, yaitu pada akhlak dan ibadah. Karena jika kafa’ah diartikan dalam harta
atau kebangsawanan maka akan terbentuknya sebuah kasta, sedangkan dalam Islam
tidak dibenarkan adanya kasta, karena manusia di sisi Allah semua sama hanya
ketakwaan yang membedakannya. Jumhur ulama menyatakan bahwa kafa’ah atau
tidaknya pasangan tersebut dilihat dari sisi wanita, bukan dari sisi pria.
Wanitalah yang dijadikan patokan apakah laki-laki jodohnya itu sekufu dengannya
atau tidak, karena persoalan kafa’ah adalah persoalan wanita dan walinya.2
Kafa’ah bagi suami istri sangatlah penting untuk dapat terbinanya dan
terciptanya suatu rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah, Islam
menganjurkan agar adanya keseimbangan dan keserasian, kesepadanan dan
kesebandingan antara kedua calon suami atau isteri itu. Tetapi hal ini bukanlah
hal yang mutlak, melainkan satu hal yang harus diperhatikan guna tercapainya
tujuan pernikahan yang bahagia dan abadi. Pada prinsipnya Islam memandang sama
2 Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), 845
4 kedudukan umat manusia hanya dibedakan oleh taqwa tidaknya seseorang
tersebut.3 Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 13: 4 öN ä39s)ø?r& «!$# yYÏã ö/ ä3tBtò2r& ¨ bÎ)
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu”. 4 Kafa’ah dalam perkawinan merupakan faktor
yang dapat mendorong terciptanya kebahagiaan suami istri, dan juga dapat lebih
menjamin keselamatan perempuan dari kegagalan atau kegoncangan rumah tangga.5
Pemilihan jodoh menurut agama harus melewati suatu aturan dan berbagai
pertimbangan yang harus di pikirkan oleh seseorang yang akan menjalani
pernikahan, pertimbangan cinta bukanlah sesuatu yang harus diprioritaskan untuk
menjadi bekal kehidupan rumah tangga kedepan, cinta dan kasih sayang hanyalah
sebagai pelengkap yang menjadikan rumah tangga terasa rukun dan harmonis. Desa
Bulus Bandung Tulungagung, adalah daerah yang mayoritas penduduknya beragama
Islam. Persoalan kufu atau kafa’ah dalam agama merupakan hal yang harus
dipertimbangkan jika akan melaksanakan perkawinan. karena dengan pertimbangan
kafa’ah dapat menghindarkan dari hal-hal yang tidak diinginkan dalam kehidupan
rumah tangga. Masyarakat Desa Bulus, Kec. Bandung, kab. Tulungagung ini
biasanya dalam pertimbangan kafa’ah lebih utama melihat pada nasab, karena
menurutnya dari sisi keturunan dapat berhati- 3 Djamaan Nur, Fiqih Munakahat .
(Semarang: CV. Toha Putra . 1993), 77 4 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan
Terjemahnya. (Jakarta: Syamil Cipta Media. 2005), 517 5 Abd. Rahman Ghazali.
Fiqh Munakahat. (Jakarta : Kencana, 2006), 97 5 hati dan terhindar dari adanya
hubungan darah antara keduanya yang tidak di halalkan nikah antara keduanya
serta mempertimbangkan ekonomi. 6 Oleh karena itu dari uraian di atas akan
menjadi suatu yang menarik apabila hal ini di jadikan suatu penelitian yang
akan diteliti oleh peneliti sehingga dapat mengetahui secara langsung bagaimana
konsep kafa’ah pada masyarakat pedesaan dengan judul “Penerapan Kafa’ah dalam
Perkawinan di Lingkungan Masyarakat Pedesaan (Studi di Desa Bulus, Kec.
Bandung, Kab. Tulungagung). B. Batasan Masalah Dalam penelitian ini untuk
menghindari pembahasan yang terlalu melebar dan penulisan yang kurang mengarah
dari pokok permasalahan sehingga sulit untuk mendapatkan satu kesimpulan
kongkrit, maka peneliti rasa perlu adanya batasan-batasan yang jelas yaitu
hanya mendeskripsikan tentang konsep makna kafa’ah dalam perkawinan di
lingkungan masyarakat pedesaan tepatnya di Desa Bulus, Kec. Bandung, Kab.
Tulungagung. C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Pendapat Masyarakat Desa Bulus,
Kec. Bandung, Kab. Tulungagung Tentang Makna Kafa’ah dalam perkawinan? 2.
Bagaimana Penerapan Kafa’ah dalam Perkawinan di Desa Bulus, Kec. Bandung, Kab.
Tulungagung ? D. Tujuan Penelitian 6 Mahmud, Wawancara. (Bulus 7 November 2010)
6 1. Untuk Memahami Pendapat Masyarakat Desa Bulus, Kec. Bandung, Kab.
Tulungagung Tentang Makna Kafa’ah dalam perkawinan. 2. Untuk Mengetahui
Penerapan Konsep kafa’ah dalam Perkawinan di Desa Bulus, Kec. Bandung, Kab.
Tulungagung. E. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas,
diharapkan peneliti dapat memperoleh manfaat dari penelitian ini baik secara
teoritis maupun praktis, dan dapat bermanfaat bagi di masyarakat. Adapun
manfaat yang diharapkan dari peneliti ini sebagai berikut: 1. Secara Teoritis
a. Memberikan konstribusi pemikiran dalam hazanah ilmu pengetahuan di bidang
hukum. Khususnya tentang teori kafa’ah yang merupakan hal terpenting dalam
pelaksanaan perkawinan. b. Dapat disajikan bahan penelitian berikutnya yang ada
relevansinya dengan masalah ini. 2. Secara praktis a. Untuk memberikan
pemahaman bagi masyarakat Islam di wilayah Desa Bulus bandung Tulungagung
tentang konsep kafa'ah menurut hukum Islam. b. Sebagai bahan atau referensi
dalam menyikapi hal-hal dimasyarakat tentang konsep kafa'ah masyarakat desa
yang tidak sesuai dengan hukum Islam. 7 c. Sebagai syarat bagi peneliti untuk
mendapatkan gelar Sarjana Hukum Islam, (S.Hi). F. Sistematika Pembahasan Dalam
penelitian ini memuat 5 bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab
yang mana satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Adapun sistem pembahasan
dalam pemaparan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab Pertama,
peneliti mengemukakan pendahuluan yang mendeskripsikan tentang latar belakang
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, serta sistematika pembahasan. Bab Kedua, berisi tentang kajian
pustaka yang memuat penelitian terdahulu, kajian teori mengenai pengertian
perkawinan, dasar hukum perkawinan, tujuan perkawinan. Konsep kafa’ah dalam
Islam, ukuran kafa’ah, pihak-pihak yang berlaku dalam kafa’ah, waktu berlakunya
kafa’ah. Bab Ketiga, berisi metodologi penelitian berupa paradigma penelitian,
jenis penelitian, pendekatan penelitian, lokasi penelitian, sumber data, metode
sampling, metode pengumpulan data, metode pengolahan data dan metode analisis
data. Bab Keempat, berisi tentang paparan data dan analisis data yang
didalamnya terdapat gambaran mengenai kondisi objek masyarakat Desa Bulus, Kec.
Bandung, Kab. Tulungagung, kondisi penduduk, kondisi keagamaan, kondisi 8
ekonomi, serta pendeskripsian tentang makna kafa’ah dan penerapannya dalam
perkawinan di lingkungan masyarakat Desa Bulus, Kec. Bandung, Kab.Tulungagung.
Bab kelima, berisi penutup yaitu seluruh rangkaian pembahasan berupa kesimpulan
dan saran-saran yang bermanfaat untuk peneliti dan pembaca
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Penerapan kafa’ah dalam perkawinan di lingkungan masyarakat pedesaan: Studi di Desa Bulus, Kec. Bandung, Kab. Tulungagung" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment