INDONESIA:
Anak merupakan korban dari perceraian anda, itulah slogan mediasi yang terpapang di pengadilan Agama Blitar, di Pengadilan Agama tersebut terdapat lembaga Mediasi, yang merupakan sebuah jalan keluar yang tepat untuk mereka yang sedang berperkara di Pengadilan Agama Tingkat Pertama. Pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama dilaksanakan oleh mediator non hakim, di Pengadilan Agama Blitar jumlah mediator non hakim hanya ada dua, jumlah ini merupakan jumlah yang sedikit dibandingkan dengan jumlah mediator non hakim yang ada di Pengadilan Agama Kepanjen, yang sama kelas 1 A. dengan jumlah mediator yang minim diharapkan tujuan mediasi di Pengadilan Agama Blitar bisa mengurangi angka perceraian di Kota Blitar. Akan tetapi pada kenyataanya selama empat bulan, tepatnya bulan September sampai Desember 2014, hasil mediasi dapat dikatakan 80% mengalami kegagalan dalam mencapai kesepakatan. Hal ini terlihat dari laporan bulanan (buku register) mediasi di Pengadilan Agama tersebut. Dari permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kinerja mediator non hakim di dalam proses mediasi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan mediasi.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan penelitian empiris, dengan pendekatan kualitatif untuk menguji apakah ada kesesuaian antara teori mediasi dengan praktek mediasi di lapangan. Untuk pengumpulan data peneliti menggunakan data wawancara untuk mendapatkan data yang lebih detail dan dokumentasi peneliti gunakan sebagai bahan tambahan dari hasil wawancara, wawancara merupakan salah satu data primer yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, sedangkan literatur atau buku bacaan yang berkaitan dengan pokok pembahasan, peneliti gunakan sebagai data sekunder, kemudian dalam menganalisis peneliti menggunakan teori sebagai pisau analisis.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa proses mediasi yang dilakukan oleh mediator non hakim di Pengadilan Agama Blitar belum sempurna, sebagaimana tertera dalam PERMA No. 1 Tahun 2008, hal ini dikarenakan ada beberapa tahapan yang di tinggalkan oleh mediator non hakim seperti kaukus. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan dalam mediasi: 1. Para pihak yang memegang teguh pendirian untuk melakukan perceraian, 2. Karena permasalahan yang mereka bahas di mediasi tidak sesuai dengan apa yang ada di posita, 3. Karena ke kurang jelian seorang mediator dalam melakukan mediasi. 4. Pendidikan, karena kebanyakan para pihak yang berperkara adalah mereka yang pendidikan rendah. Faktor keberhasilan dalam mediasi adalah 1. Adanya para pihak yang masih menginginkan keutuhan rumah tangga, 2. Keahlian seorang mediator dalam melaksanakan mediasi.
ENGLSIH:
Children are the victims of your divorce. This slogan of mediation can be read in Blitar religious court. It has a mediation division which gives solutions for divorcing spouse in First Level Religious Court. The court assigns non-judge mediator to carry out the mediation process. This local religious court only has two non-judge mediators. Even though in the same level, it is fewer than that of Kepanjen religious court. The mediation aims to decrease the divorce rate in Blitar. However, inadequate mediators leads to its failure. For four months, from September to December 2014, 80% of the mediation processes failed to settle disputes. It is shown by mediation monthly report of the religious court. The problem leads the researcher to observe the performance of non-judge mediators in the process of mediation and the factors influencing the failure and success of mediation.
The study employs an empirical research, by using a qualitative approach to test the correspondence between mediation theory and its practice. To collect data, the researcher conducts interview to get more detailed data and documentation for additional data after the interview. The researcher uses interview as primary data and related references as secondary data. The researcher also uses theories in Chapter II to analyze the data.
The result of the study shows that the mediation process conducted by non-judge mediator in Blitar Religious Court has not met the optimal result as expected in PERMA No. 1 of
2008 because the mediator misses some steps, such as caucus. Factors influencing the failure of mediation are 1. The divorcing spouses insist to get divorce, 2. The problems discussed in mediation is not matched with posita, 3. The mediator is lack of prudence to do the mediation, and 4. The divorcing spouses is lack of education. Factors influencing the success of mediation are 1. One of the marriage couple insists to keep the marriage relationship, 2. The mediator has a high performance in doing their task
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pengadilan Agama adalah sebuah lembaga hukum
yang dibentuk untuk menyelesaikan sengketa di masyarakat dalam hal perceraian,
waris, gonogini,dan lain sebagainya. Dari pengertian diatas jika kita melihat
di lapangan maka Pengadilan Agama merupakan jalan terakhir masyarakat untuk
mencari keadilan diantara dua orang yang berperkara. Dalam mengatasi angka
perceraian maka Pengadilan Agama memiliki sebuah upaya perdamaian untuk mencari
solusi dari masalah yang sedang diajukan yang bisa disebut dengan upaya
mediasi, di dalam Islam istilah lain dari mediasi telah disebutkan dalam
Al-Quran An-Nisa’ayat 35:1 Artinya :
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah
seorang hakam 2 dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya
Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Pada ayat diatas Allah SWT telah menjelaskan
dan memberi anjuran kepada hamba-Nya, apabila ada diantara dua orang (suami
istri) yang sedang berperkara, maka hendaklah ia menghadirkan hakam (juru
damai) dari pihak perempuan atau pihak laki-laki sehingga mereka bisa menemukan
solusi untuk menyelesaikan perkara suami istri tersebut. Selain hakam kata yang
sering kita dengar dalam Islam adalah al-sulh, 3 pada saat ini konsep al-sulh
di dalam Islam yang dipakai oleh Pengadilan Agama berguna untuk memperingan
biaya dan mempercepat kinerja hakim yang didasarkan atas kesepakatan para pihak
yang sedang bersengketa. Penggunaan al-suhl4 sendiri memiliki persamaan dengan
musyawarah dan mediasi dalam segi penerapan yaitu sama-sama diuntungkan tidak
ada pihak yang merasa menang ataupun kalah dalam penyelesaian sengketa yang
dibantu oleh seseorang bersifat netral, sedangkan orang yang melakukan sulh di
dalam Pengadilan Agama disebut sebagai mediator. Mengkaji tentang pengartian
mediasi dalam kacamata hukum selalu menimbulkan perbedaan pandangan ataupun
pendapat diantara para tokoh hukum, 2 Hakam adalah juru damai 3 Al-suhl adalah
penyelesaian perkara atua pertengkaran, sayid sabiq mendifinisikan al-suhl
adalah dengan akad yang mengakhiri persengketaan antara dua belah pihak. 4
Sayyid sabiq, fiqih al-sunnah jus 2 (Kairo: dar-al-fath,1990) h 201 3
diataranya menurut Muhammad saifullah5 mediasi adalah sebuah kata yang berasal
dari bahasa inggris mediation yang memiliki arti penyelesaian sengketa dengan
cara menengahi sehingga dapat memberikan kesimpulan win win solution. Menurut
Takdir Rahmadi6 mediasi adalah sebuah langkah yang dambil seseorang untuk
menyelesaikan perselisihan antara dua orang atau lebih dengan jalan perundingan
sehingga menghasilkan sebuah perdamaian. Dalam PERMA no 1 tahun 2008 pasal 1
angka (7) menjelaskan tantang mediasi. Mediasi adalah cara penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak
dengan dibantu oleh mediator. 7 Sedangkan dasar Hukum mediator melakukan
mediasi yang merupakan sistem dari ADR adalah tetapkan dalam Surat Edaran
Mahkamah Agung (selanjutnya disebut SEMA) yang berisikan tentang pemberdayaan
pengadilan tingkat pertama menerapkan lembaga damai. Selain PERMA dan SEMA
perihal tentang mediasi juga disebutkan pada pasal 130 ayat (1) HIR yang
memiliki arti bahwa hakim berkewajiban dalam mendamaikan para pihak yang
bersengketa dengan menggunakan system yang namanya mediasi sebelum persidangan
dimulai, 8 ada juga keterangan lain tentang arti pada pasal 130 ayat 1 : 5
Saifullah Muhammad,mediasi dalam tinjauan hukum islam dan hukum positif di
Indonesia,(Semarang: Walisongo Press, 2009), cet 1, h. 75. 6 Takdir Rahmadi,
Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2010), h. 12-13. 7 Amriani nurnaningsih,mediasi
alternative penyelesaian sengketa perdata di pengadilan.(Jakarta, PT.
RajaGrafindo Persada, 2012),cet 2 h. 59. 8 Amriani nurnaningsih,mediasi
alternative penyelesaian sengketa perdata di pengadilan.(Jakarta, PT.
RajaGrafindo Persada, 2012),cet 2 h. 231 4 Jika pada hari yang ditentukan,
kedua belah pihak datang, maka pengadilan mencoba dengan perantara ketua sidang
untuk mendamaikan mereka. maksud dari pasal diatas adalah sebelum persidangan
dimulai hakim ketua berhak untuk mendamaikan mereka, sehingga diharapkan mereka
dapat berdamai dan membatalkan niatnya untuk bercerai. Landasan hukum diatas
sudah tepat jika digunakan dalam proses mediasi, namun pada kenyataan
dilapangan, dalam praktek selalu terjadi perbedaan dengan teori. Saat ini dalam
praktek mediasi dikalangan Pengadilan Agama tidak terkecuali di Pengadilan
Agama Blitar yang beralamatkan di jl.imam bonjol nomor 42 kota Blitar. Madiasi
tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, tidak terkecuali mediasi yag
dilakukan oleh mediator non hakim yang cenderung mengakhiri pelaksanaan mediasi
dengan cepat dan cenderung menunda pelaksanaan mediasi daripada melakukan
kaukus atau penggalian data sebagai upaya pencarian titik terang dari
permasalahan yang dihadapi. Hal tersebut terbukti dengan adanya jumlah biaya
yang dikenakan oleh para pihak sebesar Rp. 60,000,00, apalagi di awal tahun
2015 biaya mediasi dinaikan kembali oleh AMER PA sejumlah Rp. 100,000,00. 9
Untuk masalah tarif mediasi sesuai dengan pengamatan (observasi) yang peneliti
lakukan selama 8 hari masa kerja senin-kamis selama dua minggu, sepertinya para
pihak tidak begitu mempermasalahkan besaran biaya yang dikenakan dalam proses
mediasi. 9 Kwitansi pemayaran mediasi terlampir pada lampiran. 5 Selain hal
diatas, penyebab para pihak enggan melakukan mediasi dikarenakan kurangnya
pengetahuan para pihak tentang hal mediasi, sehingga upaya perdamaian oleh
mediator non hakim tidak berjalan semestinya, hal ini sesuai dengan hasil
wawancara peneliti dengan aspiah:10 “ wah gak tau mas, pokok suruh masuk ke
sini ya masuk gitu aja!, tapi kalau disuruh damai ya saya gak mau mas”. Selain
kurangnya pengetahuan dari para pihak proses mediasi tidak dapat mencapai
kesepakatan karena adanya niat kuat para pihak untuk melakukan perceraian dan
mengakhiri pernikahan. Sehingga terkadang salah satu pihak tidak hadir dalam
mediasi ke dua setelah adanya penundaan untuk mengupayakan perdamaian diluar
pengadilan, hal ini dikuatkan juga dengan hasil wawancara dari bapak mahali: “
karena penggugat berisi keras untuk tetap melanjutkan perkaranya, karena sudah
sangat-sangat benci kepada terhugat”. Di Pengadilan Agama Blitar, jumlah
perkara yang masuk di meja mediasi dapat katakan banyak yang gagal mencapai
kesepakatan atau perdamaian, dibandingkan dengan perkara yang dicabut atau
damai di meja mediasi, hal diatas dapat dilihat pada laporan mediasi perbulan
tepatnya bulan September sampai dengan bulan Desember. Kegagalan dalam praktek
mediasi juga diperkuat dengan beberapa data register mediasi yang dirangkum
dalam laporan akhir bulan Pengadilan Agama 10 Aspiah, wawancara, (Blitar, 30
April 2015), aspiah adalah salah satu pihak penggugat dalam perkara perceraian.
6 Blitar, khususnya September sampai Desember 2014. 11 Contoh perkara yang
masuk dan gagal di meja mediasi: perkara mediasi pada bulan September mencapai
39 perkara dengan prosentase kegagalan dalam mediasi mencapai 30 perkara,
sedangkan sisa perkara yang masih diproses adalah 9 perkara. pada bulan Oktober
perkara yang masuk adalah 57 perkara, dengan jumlah kegagalan mediasi mencapai
40 perkara, dan ada 1 perkara yang dicabut pada bulan ini, jika dijumlah
keseluruhan dalam waktu September sampai Desember 2014 perkara yang dapat
dilakuakan mediasi mencapai 175 perkara. Mayoritas perkara yang masuk pada meja
mediasi adalah perkara perceraian baik cerai gugat maupun cerai talak, dengan
berbagai faktor yang menyebabkanya, dari empat bulan tersebut yang dapat dinyatakan
berhasil mencapai kesepakatan (damai/cabut) di meja mediasi hanya berjumlah 6
perkara. Kegagalan dalam praktek mediasi di Pengadilan Agama Blitar tersebut
diperkuat dengan adanya angka keberhasilan mediasi sampai bulan Desember 2014
yang hanya mencapai 6 perkara, dan sisanya 169 dinyatakan gagal oleh mediator
non hakim. 12 Fakta tentang banyaknya kegagalan Mediasi semakin kuat dengan
kita melihat pula dari jumlah mediator non hakim yang ada di Pengadilan Agama
Blitar13 yakni berjumlah dua orang atas nama Bp.Suwarno, SH, Bp. H. Mahali, SH,
dan satu sekrtaris mediator non hakim yang bernama Wildanul Ulum, S.HI, hal ini
sesuai dengan hasil wawancara dengan H. mahali, S.H: 11 Karena bulan September
merupakan awal diberlakukanya sk dari ketua Pengadilan Agama Blitar. 12 Lihat
pada laporan mediasi bulan September-Desember 2014 di lampiran. 13
suwarno,wawancara, (Blitar, 2 oktober 2014) 7 “mediator di Pengadilan Agama
Blitar pada sekarang ada dua, atas nama Bp. Suwarno,S.H, dan saya Bp. Mahali,
S.H, dan ada sekertaris namanya Wildanul Ulum, S.HI.” Sedangkan hari aktif di
Pengadilan Agama hanyalah empat hari, hari senin sampai hari kamis dan
pelaksanaan mediasi sesuai jadwal yang ditentukan. Namun disisi lain jika kita
melihat jumlah perkara baru perhari tidak terlalu banyak terkadang 2 sampai 8
perkara, apabila digabungkan dengan penundaan perkara minggu sebelumnya maka
jumlah perkara yang masuk dalam 1 hari bisa mencapai 12 sampai 13 perkara.
Mayoritas perkara yang masuk di meja mediasi adalah perkara perceraian dengan
faktor ekonomi dan salah satu pihak yang kurang bertanggung jawab. Meskipun
hanya berjumlah dua orang dengan perkara yang tidak begitu banyak, para
mediator kurang memaksimalkan pelaksanaan mediasi, dalam proses mediasi,
mediator lebih cepat untuk mengakhiri dan cederung menunda dari pada melakukan
penggalian data atau mencari celah keberhasilan. Sedangkan masalah mediasi yang
di angkat dalam permasalahan hanya pada tahun 2014, dikarenakan tahun 2014
merupakan tahun pertama pelaksanaan mediator non hakim di Pengadilan Agama
Blitar. Pelaksanaan mediasi oleh mediator yang sebelumnya dilakukan oleh
mediator hakim, saat ini telah di gantikan oleh mediator non hakim yang telah
memiliki sertifikat mediasi, pergantian mediator ini tidak lain untuk meminimalisir
terjadinya penumpukan perkara pada Hakim. 8 Melihat kondisi di lapangan
tersebut, maka penulis tertarik ingin melakukan penelitian tentang “Praktek
Mediasi oleh Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Blitar dalam Perkara
Perceraian di Pengadilan Agama Blitar Tahun 2014”. B. Batasan Masalah. Agar
jawaban dan penjabaran pada rumusan masalah tidak melebar terlalu jauh, maka
peneliti pada penelitian ini membatasi masalah pada kinerja mediator non hakim
yang ada di Pengadilan Agama Blitar dalam perkara perceraian tahun 2014. Pada
penelitian ini tahun 2014 yang dimaksud adalah 4 bulan terakhir dari tahun
2014, tepatnya bulan September-Desember, hal ini dikarenakan pelaksanaan
mediator non hakim di Pengadilan Agama Blitar dilaksanakan pada empat bulan
terakhir setelah diturunkanya SK dari Ketua Pengadilan Agama Blitar. C. Rumusan
Masalah 1. Bagaimanakah praktek mediasi oleh mediator non hakim di Pengadilan
Agama Blitar? 2. Apa saja faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan
dalam mediasi di Pengadilan Agama Blitar prespektif mediator non hakim di
Pengadilan Agama Blitar? D. Tujuan Masalah 1. Untuk menggambarkan praktek
mediasi prespektif mediator non hakim di Pengadilan Agama Blitar. 9 2. Untuk
menggambarkan faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalam dalam mediasi
prespektif mediator non hakim di Pengadilan Agama Blitar. E. MANFAAT
PENELITIAN. secara praktis, manfaat penelitian ini dapat dibagi menjadi 3
bagian: 1. Untuk Dosen Fakultas Syariah diharapkan bisa dijadikan sumber
mengajar dalam studi mediasi, serta bisa mengadakan seminar yang berkaitan
dengan mediasi dengan mendatangkan tim ahli dalam menangani mediasi sebagai
narasumber. 2. Untuk mahasiswa Fakultas Syariah diharapkan hasil penelitian
bisa dijadikan sumber referensi dalam mengerjakan makalah dan dalam belajar
perihal tentang mediasi yang ada di lapangan 3. Untuk praktisi dan lembaga
hukum mediasi sebagai referensi praktek mediasi oleh mediator non hakim sesuai
dengan PERMA pasal 130 ayat 1 dalam menjembatani sebuah perkara sehingga dapat
mengurangi angka perceraian terutama di Kota Blitar. F. DEFINISI OPERASIONAL
Mediasi adalah suatuproses perdamaian yang dilakukan oleh seorang pihak ke tiga
(selanjutnya diebut mediator) sebagi penasehat sehingga perkara yang dihadapi
para pihak dapat diakhiri dengan perdamaian. Kegiatan mediasi biasa diakukan di
Pengadilan Agama di Seluruh Indonesia apabila para pihak dalam berperkara telah
hadir dalam persidangan secara bersamaan. 10 Orang yang menjadi pihak ketiga
sebagai penengah dalam sebuah sengketa adalah (mediator) sedangkan mediator
pada umumnya terbagi menjadi dua bagian diantaranya : 1. Mediator hakim yaitu
mediasi yang dilakukan oleh hakim sebagai penengah dalam sebuah masalah antara
pihak pertama dan pihak kedua 2. Mediator non hakim adalah mediasi yang
dilakukan seseorang yang sudah memiliki sertifikat mediasi dan menjadi pihak
ketiga dalam sengketa antara kedua belah pihak sebagai penengah. G. SISTEMATIKA
PEMBAHASAN. BAB I, BAB I adalah awal dari penelitian skripsi, yang didalamnya
mencangkup latar belakang sebuah masalah umum yang selanjutnya menuju
permasalahan yang khusus, pada BAB I ini menggambarkan alasan mengapa peneliti
tertarik melakukan penelitian ini, serta pada bab ini pula peneliti melakukan
pembatasan masalah sehingga penjelasan pada penelitian tidak terlalu lebar,
dilengkapi dengan rumusan masalah yang berkaitan dengan masalah yang akan
diteliti, serta penulis juga mencantumkan beberapa manfaat penelitian untuk
beberapa kalangan, perkembangan ilmu kedepannya dan sistematika pembahasan yang
menjelaskan tentang poin-poin tiap bab. BAB II, BAB II adalah bab yang
menjelaskan tentang Kajian teori, dimana pada BAB ini penulis akan menfokuskan
pada pengertian umum tentang, mediasi, manfaat mediasi, tugas mediasi, tatacara
mediasi di pengadilan serta beberapa dasar hukum yang digunakan mediator dalam
11 melaksanakan perdamaian sengketa para pihak, pengertian mediator,
syarat-syarat menjadi mediator, maupun tahapan seorang mediator dalam mediasi
di Pengadilan Agama, dengan kata lain pada BAB II inilah yang akan penulis
gunakan untuk pisau analisis pada BAB IV sebagai penjabaran data untuk menjawab
rumusan masalah yang ada pada BAB I. BAB III, BAB III adalah bab yang berisi
tentang metode penelitian dimana peneliti menggunakan beberapa bagian penting
seperti lokasi penelitian yang akan dilakukan penulis untuk melakukan
penelitian berkaitan dengan judul yang telah disepakati pembimbing, jenis
penelitian, serta sumberdata yang akan digunakan penulis dalam mencari sebuah
data, metode penelitian ini penulis gunakan guna untuk mendapatkan informasi
dan data berkaitan dengan Praktek Mediasi Oleh Mediator Non Hakim di Pengadilan
Agama Blitar dalam Perkara Perceraian Kurun Waktu 2014, pada bab ini merupakan
bab terpenting dalam sebuah penelitian karena apabila salah mengambil langkah
dalam mengambil data maka selanjutnya data tidak bisa diolah untuk dijabarkan
di BAB IV. BAB IV, BAB IV adalah bab yang menjelaskan tentang hasil penelitian
dan paparan data yang didapat di lapangan dalam hal ini bertempat di Pengadilan
Agama Blitar, sehingga pada bab IV ini penulis akan menjawab pertanyaan yang
ada pada Rumusan masalah berkaitan dengan Praktek Mediasi Oleh Mediator Non
Hakim di Pengadlan Agama Blitar dalam Perkara Perceraian Kurun Waktu 2014
sesuai dengan hasil 12 olahan data dilapangan dengan menggunakan pisau analisis
kajian teori yang ada pada BAB II. BAB V, BAB V adalah bab akhir dari sebuah
penelitian dimana pada bab ini peneliti memberikan kesimpulan yang menjelaskan
tentang inti pokok dari permasalahan dan jawaban dari rumusan masalah yang ada
di BAB IV, selain memberikan kesimpulan tidak lupa peneliti juga akan
menambahkan beberapa saran terkait dengan hasil penelitian diantaranya saran
bagi dosen Fakultas Syariah untuk mengadakan kajian ilmu baru berkaitan dengan
fakta yang ada dilapangan, lembaga atau instansi terkait seperti mahkamah
agung/pengadilan tinggi agama Surabaya untuk mengadakan sosialisasi dan
pengoptimalan kembali kinerja mediator non hakim di setiap Pengadilan Agama,
serta mahasiswa Fakultas Syariah sebagai penerus peneliti dalam memecahkan
masalah yang berkaitan dengan praktek mediasi.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Praktek mediasi oleh mediator non hakim di Pengadilan Agama Blitar dalam perkara perceraian tahun 2014." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment