Abstract
INDONESIA:
Hakim sebagai salah satu pilar dalam proses peradilan dan penegakan hukum di Indonesia, bertugas di wilayah judikatif, yaitu menerima, memeriksa, memutus, serta menyelesaikan perkara yang masuk ke Pengadilan. Tugas hakim sangat strategis dan menentukan dalam proses penegakan hukum dan keadilan melalui putusan-putusannya. Tugas hakim yang demikian itu disebut dengan rechtsvinding, yaitu proses menemukan hukum melalui putusan-putusannya, tak terkecuali dalam putusan perkara dispensasi nikah. Hakim Pengadilan Agama Blitar diidealkan bukan saja sebagai mujtahid, tetapi juga pemegang kekuasaan kehakiman yang harus menggali nilai-nilai hukum di masyarakat, khususnya dalam kasus dispensasi nikah.
Fokus masalah yang diteliti dalam penelitian ini yaitu pada prosedur penemuan hukum dan landasan metodologis penemuan hukum (rechtsvinding) oleh hakim di Pengadilan Agama Blitar. Penelitian ini fokus pada perkara dispensasi nikah. Jenis penelitian ini yaitu penelitian normatif. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder melalui dokumentasi dan wawancara. Data sekunder terdiri dari tiga bahan hukum, yaitu bahan hukum primer berupa putusan dan buku, sekunder berupa buku dan peraturan perundang-undangan dan tersier berupa kamus dan website. Wawancara digunakan sebagai bahan tambahan yang digunakan untuk analisis data, karena bahan primer diperoleh dari PA Blitar berupa putusan sehingga dibutuhkan wawancara kepada hakim. Analisis data menggunakan deskriptif- kualitatif, yang menguraikan secara jelas dan ringkas mengenai penerapan metode penemuan hukum oleh hakim Pengadilan Agama Blitar pada perkara dispensasi nikah.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu Prosedur penemuan hukum dalam pembuatan putusan dispensasi nikah oleh hakim Pengadilan Agama Blitar meliputi 3 (tiga) tahapan, yaitu tahap konstatir, kualifisir dan konstitutir. Adapun landasan metodologis penemuan hukum oleh hakim di Pengadilan Agama Blitar adalah dengan menggunakan tiga prinsip penemuan hukum, yaitu meliputi interpretasi, konstruksi hukum dan Istishlah (Maslahah al-Mursalah). Interpretasi yang dipakai adalah interpretasi gramatikal dan interpretasi sistematis, sedangkan konstruksi hukum yang dipakai adalah fiksi hukum.
ENGLISH:
Judges as one of the pillars in the judicial process and law enforcement in Indonesia, serving in the judiciary, which is to receive, examine, adjudicate, and settle the case goes to trial. Assignment of judges is very strategic and decisive in the process of justice through law enforcement and rulings. Thus the task of the judge who was called by rechtsvinding, namely through the process of finding legal rulings, not least in the case the decision of marriage dispensations. Religion Blitar idealized court judge not only as a mujtahid, but also the holder of the judicial authorities should explore the value of laws in society, especially in the case of marriage dispensations.
The focus of the problems examined in this study is the discovery procedures of law and legal discovery methodological foundation (rechtsvinding) by judges in religious courts Blitar. This study focused on the case of marriage dispensations. This type of research is the study normativeve. Data form of secondary data collected through documentation and interviews. Secondary data consists of three legal materials, the primary legal materials of decision and the book, a book and the secondary legislation and tertiary form of dictionaries and websites. Interviews are used as additional materials that are used for data analysis, because the primary ingredient is obtained from the Religiuos Education Blitar a ruling that required the interview to the judge. Data analysis using descriptive-qualitative, which outlines a clear and concise regarding the application of the method of the invention by law judge in the case of Religious dispensation of Blitar marriage.
The results obtained are legal discovery procedures in making the decision of the dispensation of marriage by religious courts Blitar includes 3 (three) phases, namely an arts phase, qualification and constitutive. The methodological foundation discovered by judge in a court of law Religion Blitar is using the three principles of legal discovery, which includes the interpretation, construction law and term (maslahah al-mursalah). Interpretation is the interpretation used grammatical and systematic interpretation, while the legal construction used is legal fiction.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah
satu pilar peradaban manusia adalah bidang hukum. Hukum harus ditegakkan di
mana dan kapan saja. Seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT;1 (#q Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila kamu
menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil.
Sungguh Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat".Artinya: "Sesungguhnya kami
telah menurunkan Kitab (Al-Qura’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa
kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan
Allah kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), Karena (membela) orang-orang yang khianat".3 Hakim sebagai
salah satu pilar dalam proses peradilan dan penegakan hukum di Indonesia, bertugas
di wilayah judikatif, yaitu menerima, memeriksa, memutus, serta menyelesaikan
perkara yang masuk ke Pengadilan. Tugas hakim sangat strategis dan menentukan
dalam proses penegakan hukum dan keadilan melalui putusan- putusannya. Tugas
hakim yang demikian itu disebut dengan rechtsvinding, yaitu proses menemukan
hukum melalui putusan-putusannya. Secara filosofis tugas hakim juga harus
berjuang mengerahkan segala kemampuan meliputi; kecerdasan intetelektual,
kecerdasan emosional, dan 2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan
Terjemahan, (Bandung: Jabal Roudhotul Jannah, 2009). 87 3 Departemen Agama RI,
Al-Qur’an,…95 3 kecerdasan spiritual untuk menemukan kebenaran dan keadilan
yang “abstrak” ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Para pencari keadilan (justiciabellen)
tentu sangat mengharapkan perkara yang diajukan ke pengadilan dapat
diselesaikan dan diputus oleh hakim yang profesional dan mempunyai integritas
moral tinggi, sehingga menghasilkan putusan- putusan yang tidak hanya
berorientasi keadilan berdasarkan hukum (legal justice), tetapi juga berdimensi
keadilan berdasarkan nilai-nilai moral (moral justice) dan keadilan berdasar
rasa keadilan masyarakat (social justice).4 Dalam praktik seringkali dijumpai
para pencari keadilan merasa kurang puas bahkan tidak puas dan kecewa terhadap
kinerja hakim yang dianggap tidak bersikap mandiri dan tidak profesional.
Eksistensi penegak hukum, khususnya hakim seringkali mendapat sorotan terutama
terkait putusan-putusannya yang kadang kontroversial. Hakim dalam memutus
perkara wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat, tidak hanya berpedoman kepada UU atau peraturan tertulis.5
Meskipun kepastian hukum dapat terwujud dengan adanya undang-undang, tetapi
disisi lain juga memiliki kelemahan, yaitu sifat statis dan kaku, sehingga
terkadang tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat. Hal ini disebabkan tidak
semua undang-undang mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat. Begitu juga hukum
yang tertulis (perundang-undangan) selalu ketinggalan dari 4 Bambang Sutiyoso,
Metode Penemuan Hukum¸(Yogyakarta: UII Press, 2006). 5-6 5 Pasal 5 ayat 1 UU
No. 48 Tahun 2009 4 peristiwanya (het recht hinkt achter de faiten ann).6 Oleh
karena itu, hakim Pengadilan Agama cenderung sering menggunakan teks-teks Islam
baik turots atau langsung mengunakan Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber atau
pedoman untuk menemukan sebuah hukum, karena lebih meyakinkan mereka. Adapun
beberapa tugas hakim dalam bidang peradilan secara normatif telah diatur dalam
UU No. 48 Tahun 2009 antara lain: 1. Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai- nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat. (Pasal 5 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009) 2. Membantu para pencari
keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan
demi tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. (Pasal 4
ayat 2 UU No. 48 Tahun 2009) 3. Tidak boleh menolak untuk memeriksa dan
mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau
kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadilinya (Pasal 10 ayat (1) UU
No. 48 Tahun 2009) 4. Mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang. (Pasal 4 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009) Putusan Hakim yang adil dalam
penerapan hukum akan menjadi puncak kearifan bagi penyelesaian permasalahan
hukum yang terjadi dalam kehidupan bernegara, karena putusan hakim yang diawali
dengan irah-irah “DEMI KEADILAN 6 Bambang Sutiyoso, Metode… 32 5 BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang pada hakikatnya adalah sinyal bahwa hakim adalah
seolah-olah merupakan tangan Tuhan di dunia dalam menegakkan hukum. Oleh karena
itu keadilan harus dipertanggungjawabkan oleh Hakim secara vertikal kepada
Allah swt.7 Memang tidak mudah bagi hakim untuk membuat putusan, karena
idealnya sebuah putusan harus memuat 3 (tiga) unsur yaitu: keadilan
(Gerechtigkeit), kepastian hukum (rechtsicherheit), dan kemanfaatan
(zwechtmassigkeit). Ketiga unsur tersebut semestinya harus dipertimbangkan dan
diterapkan secara proporsional, sehingga mampu melahirkan kualitas putusan yang
diharapkan oleh para pencari keadilan.8 Hakim dalam menerapkan hukum harus ada
sumber hukum berupa hukum- hukum tertulis yang sudah terkodifikasi. Hakim dalam
memeriksa dan memutus perkara, menghadapi suatu kenyataan (peristiwa konkrit),
bahwa hukum tertulis tersebut ternyata tidak selalu dapat menyelesaikan masalah
yang dihadapi. Bahkan seringkali hakim harus menemukan sendiri hukum itu
(Rechtsvinding) untuk melengkapi hukum yang sudah ada, dalam memutus suatu
perkara. Hakim atas inisiatif sendiri harus menemukan hukum, karena hakim tidak
boleh menolak perkara dengan alasan hukum tidak ada, tidak lengkap, atau hukum
samar-samar (Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009). 7 Mukti Ali Jalil, Peran
Hakim Agama Metode Berpikir Yuridis Dan Konsep Keadilan Dalam Penerapan Hukum,(
kuliyah Sejarah Hukum dengan Dosen Pengampu: Prof. DR. H. Ediwarman, SH., M.
Hum., pada saat penulis sebagai Mahasiswa S2 Program Pasca Sarjana UIR
Pekanbaru tahun 2008-2009). … 2 8 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan… 6 6
Walaupun demikian, dalam hukum Islam dijelaskan bahwa hukum adalah tidak
dibuat, tetapi ditemukan. Hukum dalam pengertian para ulama' ushul adalah
khitob (sapaan) Allah menyangkut perbuatan orang mukalaf yang berisi tuntutan,
izin, atau penetapan. Ini sesuai dengan pengertian oleh Abdul Wahab Kholaf:9 ا Yang menjadi dasar para ulama' ulama' ushul dalam
definisi diatas adalah Firman Allah SWT:10 Artinya: "Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya Aku berada di atas
keterangan yang nyata (Al Quran) dari Tuhan-ku, sedang kamu mendustakannya.
Bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk
disegerakan kedatangannya. menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia
menerangkan kebenarannya dan Dia Pemberi keputusan yang terbaik".11 Oleh
karena itu para ulama' menjelaskan bahwa fungsi mujtahid (dalam kasus ini
adalah hakim) bukan musbit (menetapkan hukum), akan tetapi sebagai muzhir 9
Abdul Wahab Kholaf, 1397, 'Ilmu Ushul al-Fiqhi, (Kuwait: Darul Qolam), 100 10
QS.al-An'am (6): 57 11 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid,…134 7
(mengeluarkan, menyatakan, menemukan hukum) karena yang menjadi pembuat atau
yang menetapkan hukum (Syari') adalah Allah SWT. dalam khitobNya.12 Hakim
Pengadilan Agama Blitar diidealkan bukan saja sebagai mujtahid, tetapi juga
pemegang kekuasaan kehakiman yang harus menggali nilai-nilai hukum di
masyarakat, khususnya dalam kasus dispensasi nikah. Untuk mengetahui, apakah
metode penemuan hukum yang digunakan di Pengadilan Agama Blitar, maka perlu
dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Metode Penemuan Hukum
(Rechtsvinding) oleh Hakim Pengadilan Agama Blitar dalam Perkara Dispensasi
Nikah)”. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana prosedur penemuan hukum
(rechtsvinding) dalam pembuatan putusan pada kasus dispensasi nikah oleh hakim
di Pengadilan Agama Blitar? 2. Bagaimana landasan metodologis Penemuan Hukum
(rechtvinding) oleh hakim pada kasus dispensasi nikah di Pengadilan Agama
Blitar? C. Definisi Operasional Penelitian ini terbatas pada kajian tentang
penemuan hukum (Rechtvinding) oleh hakim Pengadilan Agama Blitar pada perkara
dispensasi nikah. Kemudian yang menjadi obyek dari penelitian ini adalah
putusan dan komentar beberapa hakim di Pengadilan Agama Blitar. Kemudian
penelitian ini terbatas pada definisi opersional berikut ini: 12 M. Nur Yasin,
Epistemologi Keilmuan Perbankan Syariah, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010). 40 8
1. Metode Kata “metode” berarti cara yang teratur dan sistematis untuk
pelaksanakan sesuatu; cara kerja.13 Dalam penelitian ini yang dimaksudkan
adalah penerapan metode atau cara kerja Penemuan Hukum dalam pembentukan
putusan perkara dispensasi nikah oleh hakim PA Blitar. 2. Penemuan Hukum
(Rechtsvinding) Penemuan hukum adalah pembentukan hukum oleh subyek atau pelaku
penemuan hukum dalam upaya menerapkan peraturan hukum umum berdasarkan
peristiwanya (konkretasi hukum) berdasarkan kaidah-kaidah atau metode-metode
tertentu yang dapat dibenarkan dalam ilmu hukum, seperti interpretasi,
penalaran, eksposisi (konstruksi hukum) dan lain-lain.14 3. Hakim Kata “hakim”
berarti mengetahui yang benar, pengadil, adil, yang mengadili perkara.15 Dalam
hal ini kami mengartikan hakim adalah sebagai salah satu penegak hukum di
Indonesia yang mempunyai tugas di bidang yudicial, yaitu menerima, memeriksa,
memutus dan menyelesaikan setiap perkara yang masuk kepadanya. 4. Pengadilan
Agama Pengadilan adalah suatu lembaga (institusi) tempat mengadili atau
menyelesaikan sengketa hukum dalam rangka kekuasaan kehakiman, yang 13 Pius A
Partanto & M. Dahlan Al Barry, 1994, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya:
Arkola), 461 14 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan… 30 15 Pius A Partanto &
M. Dahlan Al Barry, Kamus ,…211 9 mempunyai kewenangan absolute dan relative
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Pengadilan Agama adalah
suatu lembaga (institusi) dan badan Peradilan (proses mengadili atau proses
mencari keadadilan) Agama pada tingkat pertama.16 5. Dispensasi Nikah
Dispensasi nikah adalah izin atau dispensasi yang diberikan oleh Pengadilan
Agama kepada calon mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan
perkawinan dengan sebab-sebab tertentu.17 D. Tujuan Penelitian 1. Untuk
mengetahui prosedur penemuan hukum (rechtsvinding) dalam pembuatan putusan
perkara dispensasi nikah oleh hakim di Pengadilan Agama Blitar. 2. Untuk
mengetahui landasan metodologis penemuan hukum (rechtsvinding) oleh hakim pada
kasus dispensasi nikah di Pengadilan Agama Blitar. E. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Adapun hasil penelitian ini diarapkan mampu memberikan tambahan
khasanah ilmu pengetahuan tentang tugas-tugas hakiki seorang hakim yang
tentunya 16 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Indonesia (Sejarah Pemikiran dan
Realita), (Malang: UIN- Malang Press, 2009) , 5-6 17 Lihat Pasal 7 ayat (1) dan
(2) UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 15
ayat (1) dan (2) 10 memberikan informasi terkait bagaimana seorang hakim
menerapkan metode penemuan hukum. 2. Manfaat Praktis a. Hukum dalam masyarakat
seakan-akan menjadi misteri yang mana masyarakat cenderung untuk acuh
terhadapnya. Oleh karena itu dengan penelitian ini diharapkan pula untuk
memberikan informasi terhadap masyarakat bahwa penegakan hukum yang dilakukan
oleh hakim dalam bentuk putusannya tidak asal-asalan, sehingga lebih memberikan
kepercayaan terhadap kinerja dari para penegak hukum, khususnya hakim. b. Dalam
penelitian ini diharapkan pula bisa memberikan masukan terhadap Fakultas Hukum
khususnya bagi Fakultas Syari’ah untuk memberikan matakuliah “Penemuan Hukum
(rechtsvinding)”, karena melihat betapa pentingnya hal ini, untuk bekal para
calon hakim. F. Sistematika Penulisan Supaya tidak terjadi penyimpangan dalam
penyusunan skripsi ini, maka penulis memberi batasan-batasan dalam bentuk
sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Bab pendahuluan ini
meliputi bebarapa keterangan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional,
metode penelitian, penelitian terdahulu, dan sistematika penulisan dan pembahasan.
11 BAB II Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka terdiri dari metode atau cara kerja
penemuan hukum (rechtvinding) dan uraian teori yang menjadi dasar atau
pengantar bagi penulis untuk bisa menganalisis dalam rangka menjawab rumusan
masalah yang telah ditetapkan. BAB III Metode Penelitian Pada bab ini diuraikan
mengenahi lokasi penelitian yang dalam penelitian ini adalah di Pengadilan
Agama Blitar, jenis penelitian, pendekatan yang dilakukan dalam penelitian,
sumber data, teknik pengumpulan data dan pengujian keabsahan data, dan teknik
analisis data. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Menguraikan mengenahi
data-data yang telah diperoleh dari subyek penelitian atau informasi dan
informan penelitian yang kemudian dianalisis untuk menjawab rumusan masalah
yang telah ditetapkan. BAB V Kesimpulan Dan Saran Bab ini merupakan bab
terakhir yang berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan dalam bab ini bukan
merupakan ringkasan dari penelitian yang dilakukan, melainkan jawaban singkat
atas rumusan masalah 12 yang ditetapkan. Saran adalah usulan atau anjuran
kepada pihak-pihak terkait atau memiliki kewenangan lebih terhadap tema yang
diteliti demi kebaikan masyarakat atau penelitian di masa-masa mendatang.
No comments:
Post a Comment