Abstract
INDONESIA:
Hak memilih merupakan hak mendasar yang mencakup proses mengeluarkan pendapatnya. Dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 mengatur tentang Hak Memilih yaitu memilih Mediator oleh Para Pihak Yang Berperkara. Mengingat bahwa di Pengadilan Agama Kota Malang mempunyai tenaga mediator yang cukup banyak, yaitu mediator dari dalam dan dari luar pengadilan. Dengan demikian seharusnya pasal tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif. Namun, pada praktiknya ternyata Pengadilan tersebut mempunyai kebijakan sendiri dalam mengimplementasikan pasal tersebut. maka, peneliti ingin mengetahui bagaimana pandangan hakim dalam melaksanakan pasal 8 tentang hak memilih mediator tersebut. Dengan demikian penelitian ini bermaksud untuk memperoleh jawaban atas masalah bagaimana pandangan hakim tentang faktor yang menghambat terhadap implementasi dari pasal tersebut dan solusi yang mungkin dapat mengurangi hambatan yang ada dalam pelaksanaan pasal tersebut.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian empiris atau penelitian lapangan. dengan pendekatan penelitiannya yaitu kualitatif. Sehingga peneliti harus terjun langsung ke Pengadilan Agama Kota Malang demi mendapatkan data akurat tentang implementasi hak memilih mediator. Pendekatan ini berbentuk deskriftif. Dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Dari proses penelitian tersebut menghasilkan jawaban yang menunjukan bahwa implementasi dari pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 tidak dapat dilaksanakan secara efektif. Meskipun di Pengadilan Agama Kota Malang sudah dilengkapi dengan tenaga mediator dari luar Pengadilan tersebut, namun proses memilih masih melalui penunjukan dari Majelis Hakim. Hal tersebut menurut pandangan hakim disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya yaitu kurangnya pemahaman masyarakat, kurangnya kesadaran hukum dan budaya hukum di masyarakat, ketidakhadiran pihak yang berperkara, Aturan mengenai hak memilih kurang begitu tegas sebagai sebuah aturan, mediasi di Pengadilan sudah terlambat untuk dilaksanakan, tidak ada penunjukan yang dilakukan secara langsung oleh Majelis Hakim, mediator tidak lagi sama dengan konsep hakam. Selain itu, solusi yang dapat mengurangi hambatan tersebut menurut padangan hakim yaitu dengan memberikan pemahaman yang lebih terhadap masyarakat mengenai mediasi, membuat papan informasi yang lebih lengkap menyangkut mediator, dan mediasi harus dilakukan sebelum masuk ke Pengadilan. Namun, solusi ini masih belum bisa efektif karena belum dilaksanakan dengan nyata.
ENGLISH:
The right to choose is a fundamental right which includes the right to voice opinions. The Supreme Court rules no.1 of 2008 regulates that the right pick is choosing the mediator by the parties litigant. Given that in the Religious Courtat Malang city has many of mediators, namely mediator from inside and outside of the Court. Thus, the article should be implemented effectively. However in practice, the Court has its own wisdom to implement the article. The researchers want to know the judges’ view on the implementation of article 8 about right to choose the mediator.
This study intends and aims at obtaining an answer to the problem of how the judges view about the factors that hinder the implementation of the article and the solutions that may be able to reduce the barriers in the implementation of this article. The type of this research is empirical research or field research. The research approach is qualitative. Thus, researcher must go directly to the Religious Courtat Malang city in order to get more accurate data about implementation right to choose the mediator. This approach is a descriptive one,because researcher describes the events that occur in the society. this study use the method of collecting the data that obtained from interviews, observation, and documentation.
The results of this research is that the implementation of article 8 of the Supreme Court rules no.1 of 2008 can not be implemented effectively. Although in Religious Courtat Malang city is equipped with mediator from the outside of court, but the process is still through the appointment by the judges. the view of the judge is caused by several factors, including the lack of publik awareness, lack of legal awareness and legal culture in society, the absence of the litigants, the rules about the right to vote less so firm as a rule, mediation in court too late to implemented, no appointment is done directly by the judges, mediators are not the same about the concept of hakam. In addition, there are also solutions that can minimize the barriers in the view of the judge. The solutions give a deeper understanding to the society about mediation, making the board with more complete of information about the mediator, and mediation should be done before going to the court. But this is solution was not effectively, because not yet really implemented.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Manusia pada hakikatnya ketika dilahirkan
telah melekat padanya suatu hak. Hak yang bersifat mendasar dan fundamental.
Dengan adanya hak tersebut maka manusia telah sah untuk merasakan eksistensinya
sebagai manusia, juga terdapat kewajiban-kewajiban yang sungguh-sungguh untuk
dimengerti, dipahami, dan bertanggungjawab memeliharanya. Dan sekaligus
menandai bahwa manusia mempunyai “keistimewaan” yang dimilikinya.1 Setiap warga
1 Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indoneisa (dari UUD 1945
Sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002), (Jakarta: Kencana, 2007), h.47 2
negara memiliki hak yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaan antara
manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari 3 berbagai kecemburuan sosial
yang dapat memicu berbagai permasalahan dan konflik. Hak-hak tersebut sesuai
dalam hak asasi manusia yang sangat dilindungi baik oleh agama maupun negara.
Hak untuk memilih merupakan hak hukum yang dilindungi oleh sutau aturan.2
Setiap warga negara mempunyai hak untuk menyampaikan pilihannya yang merupakan
hak dasar bagi setiap warga negara yang harus dijamin pelaksanaannya. Hak
menyampaikan pilihan tersebut bisa dikatakan merupakan bagian dari bentuk
pelaksanaan hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat. Ketika seseorang
mengeluarkan pendapatnya terhadap sesuatu maka ia berusaha untuk mengungkapkan
pilihannya terhadap sesuatu tersebut. Dalam proses perceraian atau berperkara
di Pengadilan, para pihak wajib melaksanakan mediasi sebelum masuk pada proses
berperkara lebih lanjut. Mediasi dalam proses berperkara di Pengadilan dianggap
sangat penting untuk mengupayakan perdamaian di antara para pihak yang
berperkara meskipun pada akhirnya mereka tetap harus bercerai. Setidaknya dengan
adanya upaya perdamaian tersebut, pihak-pihak yang sudah yakin bercerai itu,
diharapkan dapat berhubungan baik dengan masing-masing pasangannya terdahulu.
Dalam proses mediasi terdapat “dalang” yang menengahi para pihak. Dalang atau
yang disebut dengan mediator berperan untuk 2 Amgasussari a.s, Hak hukum,
http:// Hak hukum/ngobrolinhukum.Html, diakses tanggal 19 Juli 2013 4
mendamaikan dan dilarang memihak kepada salah satu pihak. Mediator harus
bersikap adil dan tidak berat sebelah. Serta tidak boleh menunjukkan
keberpihakannya meski ia sebenarnya lebih mendukung pada salah satu pihak.
Dalam menjalankan tahapan mediasi para pihak harus memilih mediator yang
diinginkan untuk melakukan mediasi pada perkaranya. Hal tersebut sesuai dengan
pasal 8 Perma No.1 Tahun 2008 tentang Hak Para Pihak Untuk Memilih Mediator
yang disebutkan pada ayat (1): “Para pihak berhak memilih mediator diantara
pilihan-pilihan berikut: a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang
bersangkutan b. Advokat atau akademisi hukum c. Profesi bukan hukum yang
dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa d. Hakim
majelis pemeriksa perkara e. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir
a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan antara butir c dan d” 3
Untuk memudahkan proses memilih bagi para pihak yang berperkara, maka Ketua
Pengadilan membuat daftar nama-nama mediator dari Pengadilan ataupun Luar
Pengadilan. Sesuai dengan aturan tersebut, maka jelas bahwa pihak-pihak yang
berperkara memiliki hak untuk memilih mediatornya sendiri. Hal tersebut juga
tercantum dalam Qs. An-Nisa’: 35, yaitu: 3 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun
2008 5 وَ ا ِنْ خِ فْتُمْ شِ قَاقَ بـ َ يْ نِهِمَ ا
فَابـْ عَ ثـُ وْ ا حَ كَمً ا مِّ نْ أَهْ لِهِ وَ حَ كَمً ا مِ نْ أَهْ لِهَ ا
إِنْ 4 ي ُرِي ْدَ آ إِصْ لَ حاً يـ ُ وَ فِّ قِ االله ُ بـ َ يـْ نـَ هُ مَ ا إِ
نَّ االله َ كَ انَ عَ لِ يْمً ا خَ بِيـْ رً ا{٣٥{ 35. dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara
keduanya, Maka kirimlah seorang hakam/ juru pendamai dari keluarga laki-laki
dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud
Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal5 . Maka secara tersirat
dalam proses mendamaikan pihak-pihak tersebut dihasilkan dari proses memilih
mediator yang disepakati oleh para pihak yang berperkara. Jadi, dengan adanya
aturan tersebut menegaskan bahwasanya para pihak yang berperkara memiliki hak
untuk memilih. Memilih mediator yang sesuai dengan kesepakatan bersama kedua
belah pihak yang menurut mereka tepat dalam menangani perkara mereka. Kecuali
ketika para pihak tidak mencapai kesepakatan dalam memilih dan menentukan
mediator. Maka pemilihan tersebut diambil alih oleh Ketua Majelis Hakim segera
menunjuk mediator dari hakim yang bukan pemeriksa pokok perkara untuk memediasi
pihak-pihak tersebut. Berdasarkan penelitian sementara yang kami lakukan
mengenai pelaksanaan Hak bagi Para Pihak Untuk Memilih Mediator, bahwasanya di
Pengadilan Agama Kota Malang merupakan Pengadilan Agama yang mempunyai mediator
di Luar Pengadilan. 4 QS. An-Nisa’ (4): 35 5 Al-Qur’an Digital, Terjemahan
QS.An.Nisa’(4): 35 6 Tenaga mediator yang ada di Pengadilan Agama Kota Malang
itu di samping berasal dari hakim yang bersertifikat mediator di Pengadilan
tersebut juga didukung dengan adanya tenaga mediator yang berasal dari Luar
Pengadilan, lebih tepatnya berasal dari mediator yang bersertifikat dari
Mahkamah Agung. Dengan demikian tidak ada alasan bagi Pengadilan untuk tidak
memberikan kesempatan bagi para pihak untuk dapat memilih mediatornya
masing-masing. Hal tersebut dikarenakan mediator yang tersedia di Pengadilan
Agama Kota Malang lebih banyak dibandingkan dengan Pengadilan-Pengadilan Agama
yang lainnya yang tidak mempunyai tenaga mediator yang berasal dari luar hakim
pengadilan. Namun, pada praktiknya mediator tersebut sudah ditunjuk oleh Ketua
Majelis Hakim sebelum para pihak diberikan pilihan atas nama-nama hakim
mediator atau lebih tepatya untuk menjadi mediator sudah diatur dengan jadwal
di Pengadilan Agama Kota Malang. Padahal dalam peraturannya disebutkan bahwa
para pihak diberikan hak dan juga wajib untuk memilih mediator sebelum mereka
menemukan kegagalan dalam memilih mediator. Sebagaimana disebutkan dalam pasal
8 ayat (1) di atas. Kemudian disebutkan lagi dalam pasal selanjutnya yang
mengatur mengenai kegagalan dalam memilih mediator tepatnya pada pasal 11 ayat
(4) dan (5), sebagai berikut: 7 “ (4) Jika setelah jangka waktu maksimal
sebagaimana diamksud ayat (1) terpenuhi, para pihak tidak dapat bersepakat
memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan
mereka memilih mediator kepada ketua majelis hakim. (5) Setelah menerima
pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih mediator, ketua majelis
hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat
pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator.”6 Bahwasanya telah
jelas disebutkan dalam Peraturan Mahkamah Agung mengenai hak memilih mediator
dengan kata lain para pihak yang berperkara diberikan hak untuk memilih
mediator sesuai dengan yang ada dalam daftar nama-nama mediator yang sudah
disediakan oleh Pengadilan. Namun ternyata praktik yang terjadi di Pengadilan
Agama Kota Malang yaitu mediator telah ditetapkan oleh majelis hakim. Hal
tersebutlah yang mendorong bagi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai
Implementasi pasal 8 Perma No.1 Tahun 2008 di Pengadilan Agama Kota Malang.
Yang menyebutkan bahwa: “Para pihak berhak memilih mediator diantara
pilihan-pilihan berikut: a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang
bersangkutan b. Advokat atau akademisi hukum c. Profesi bukan hukum yang
dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa d. Hakim
majelis pemeriksa perkara e. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir
a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan antara butir c dan d”. 7 6
Peraturan ...... No.1 Tahun 2008 7 Peraturan ...... No.1 Tahun 2008 8 Selain
hal tersebut, peneliti juga tertarik untuk mengetahui bagaimana seharusnya
implementasi pasal tersebut serta bagaimana pandangan hakim di Pengadilan Agama
Kota Malang terhadap Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 Pasal 8 hal ini
dikarenakan hakim merupakan denyut nadi dari proses pelaksanaan mediasi disuatu
Pengadilan dengan mewujudkannya dalam skripsi dengan judul “PANDANGAN HAKIM
PENGADILAN AGAMA KOTA MALANG TENTANG IMPLEMENTASI PASAL 8 PERATURAN MAHKAMAH
AGUNG NO.1 TAHUN 2008 TENTANG HAK MEMILIH MEDIATOR”. B. Rumusan Masalah 1.
Bagaimana pandangan hakim terhadap faktor yang menghambat implementasi
Peraturan Mahakamah Agung No.1 Tahun 2008 pasal 8 di PA Kota Malang? 2.
Bagaimana pandangan hakim tentang solusi untuk meminimalisir faktor penghambat
implementasi Peraturan tersebut di PA Kota Malang? C. Tujuan Penelitian Tujuan
dilakukannya penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui secara mendalam mengenai
pandangan hakim terhadap pasal tersebut dan juga pandangannya terhadap faktor
yang menghambat terhadap implementasi pasal 8 Perma 9 No.1 Tahun 2008 terhadap
Hak Para Pihak dalam Memilih Mediator di Pengadilan Agama Kota Malang. 2. Untuk
mengetahui solusi menurut pandangan hakim terhadap faktor yang menghambat
pelaksanaan Perma No.1 Tahun 2008 pasal 8 mengenai hak memilih mediator bagi
para pihak yang diterapkan di Pengadilan Agama Kota Malang terhadap aturan
tersebut. D. Definisi Operasional Implementasi : pelaksanaan, penerapan8 .
Pandangan : pendapat atau konsep yang dimiliki seseorang atau golongan dalam
masyarakat yang bermaksud menanggapi dan menerangkan segala masalah di dunia
ini.9 Hakim : orang yang mengadili perkara di Pengadilan atau Mahkamah.10 E.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritik penelitian ini
bermanfaat untuk memahami dan memperkuat proses pelaksanaan dari Peraturan
Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 Pasal 8 Mengenai hak memilih dan proses 8
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), h. 327 9 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus
......, h. 643 10 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus......., h. 293 10
memilih mediator bagi para pihak yang berperkara di Pengadilan Agama Kota
Malang. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu: a. Agar
dapat dijadikan bahan masukan bagi lembaga yang terkait dengan pelaksaan
mediasi agar pelaksanaannya sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun
2008 dapat dilaksanakan dengan efektif. b. Penelitian ini juga diharapkan dapat
menambah khazanah keilmuan bagi para pembaca dan khususnya bagi peneliti
sendiri mengenai pandangan para hakim Pengadilan Agama Kota Malang terhadap
Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 mengenai hak memilih mediator
oleh para pihak. F. Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan merupakan
metode sistematis yang dapat memudahkan bagi pembaca untuk memahami sistematika
dari penelitian ini. Dalam sistematika pembahasan tersebut terdiri dari, BAB I
yang berisi Pendahuluan, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian. Pendahuluan merupakan induk yang akan
menjelaskan mengenai latar belakang, di mana latar belakang tersebut
menjelaskan mengenai latar belakang atau alasan dari peneliti dalam memilih
fokus masalah yang akan 11 diteliti secara terperinci dan meyakinkan. Kemudian,
disusul dengan rumusan masalah, yang berisi tentang perumusan-perumusan masalah
yang akan diteliti dan untuk mempermudah dalam proses penelitian guna menemukan
jawaban dari masalah tersebut. Selanjutnya pada tujuan penelitian dan manfaat
penelitian, kedua bagian ini hampir sama, hanya saja tujuan penelitian ini,
hanya menunjukkan sasaran penelitian dalam melakukan penelitian. sedangkan pada
manfaat penelitian adanya objek yang diharapkan akan mendapatkan manfaat atau
keuntungan dari adanya penelitian dari masalah ini. Pada BAB II fokus membahas
mengenai penelitian terdahulu dan tinjauan pustaka yang menjelaskan tentang hak
memilih yang dimiliki oleh setiap warga negara, mediasi dalam hukum Islam,
mediasi dalam hukum positif, Peraturan Mahkamah Agung, perbandingan antara
ketiga peraturan mahkamah agung, proses pelaksanaan mediasi menurut Peraturan
Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008. Pada sistematika selanjutnya yaitu pada BAB III
yang mencakup pembahasan mengenai metode penelitian, jenis penelitian,
pendekatan penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, metode pengolahan
data, metode analisis data. Pada bab ini, yang paling awal membuka
sistematikanya yaitu tentang metode penelitian yaitu metode yang digunakan oleh
peneliti dalam rangka menemukan jawaban dari kegelisahan sang peneliti. Metode
ini menyangkut fokus masalah apa yang akan diteliti oleh peneliti dengan
susunan jenis penelitian, 12 pendekatan penelitian, sumber data, metode
pengumpulan data, metode pengolahan data, dan metode analisis data. Kemudian,
pada BAB yang ke IV, berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan. Hasil
penelitian yang diperoleh dari proses observasi dan wawancara di PA Kota
Malang.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Pandangan hakim Pengadilan Agama Kota Malang tentang implementasi pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 tentang hak memilih mediator." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment