Abstract
INDONESIA:
Eksepsi adalah suatu sanggahan atau perlawanan terhadap suatu gugatan yang tidak mengenai pokok perkara/ pokok perlawanan. Sedangkan eksepsi relatif adalah suatu tangkisan yang menyatakan tidak berwenangnya suatu Pengadilan untuk memeriksa suatu perkara yang sebenarnya menjadi kewenangan Pengadilan lain dalam lingkungan peradilan yang sama, yang berlainan wilayah hukumnya. Di sini, peneliti melakukan penelitian mengenai pengajuan eksepsi relatif gugat cerai yang ditolak oleh Majelis Hakim. Adapun pengajuan eksepsi relatif gugat cerai tersebut diajukan Tergugat berdasarkan pada ketentuan yang ada dalam Pasal 118 ayat (1) HIR/142 RBg.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai apa yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam menolak eksepsi relatif gugat cerai serta mengabulkan gugat cerai atas perkara No. 1489/Pdt.G/2008/PA Mlg. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dasar yang dijadikan Majelis Hakim dalam menolak eksepsi relatif yang diajukan oleh tergugat dalam proses pemeriksaan perkara gugat cerai.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal dalam bentuk perkara No. 1489/Pdt.G/2008/PA.Mlg. Yaitu, Mengenai putusan hakim tentang penolakannya terhadap eksepsi relatif gugat cerai. Dalam pendekatannya, peneliti menggunakan pendekatan kasus (case approach). Yaitu, sebuah pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi dan telah menjadi putusan pengadilan yang memiliki kekuatan tetap. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi. Adapun mengenai teknik analisis data, peneliti disini menggunakan metode deskriptif analitis. Yaitu, menguraikan dasar-dasar yang dijadikan Majelis Hakim sebagai bahan pertimbangan dalam menolak eksepsi relatif gugat cerai.
Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1989 Pasal 73 ayat (1) jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo. Undang-Undang No. 50 Tahun 2009, merupakan dasar hukum yang dijadikan Majelis Hakim dalam menolak eksepsi relatif gugat cerai atas perkara No. 1489/Pdt. G/2008/PA.Mlg. Pasal ini menjelaskan bahwa cerai gugat diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi kediaman penggugat (istri), kecuali istri dalam keadaan nusyuz (membangkang) dengan meninggalkan kediaman bersama tanpa izin suami. Adapun mengenai Pasal 118 ayat (1) HIR, merupakan aturan yang berlaku secara umum, kecuali pada perkara perceraian di Pengadilan Agama. Penggunaan Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang No.7 Tahun 1989 ini adalah sebagai pengkhususan dari Pasal 118 ayat (1) HIR, yang mana aturan khusus lebih didahulukan dari pada aturan umum “Lex specialis derogat lex generalis”.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap umat Muslim di
dunia ini mendambakan sebuah perkawinan, yaitu sebuah ikatan yang menghalalkan
hubungan kelamin 1 , dengan cara halal untuk memperbanyak keturunan. Selain
merupakan sunnah Nabi Saw., anjuran untuk menikah juga sudah dijelaskan dalam
al-Qur`an, surat an-Ni “Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap
anak yatim, maka kawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi, dua,
tiga, atau empat orang, dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil, cukup satu
orang.” 2 Pernikahan sangat dianjurkan dalam Islam, terutama bagi mereka yang
secara lahir dan batin telah siap menjalankannya. Tidak perlu ada rasa takut
dalam diri setiap muslim untuk menjalankan sebuah pernikahan dikarenakan
ketidakmampuan finansial. Karena Allah Swt. telah berjanji akan memberikan
kemampuan bagi mereka yang tidak mampu. Seperti termaktub dalam al-Qur`an surat
an-Nur ayat 32: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
mengetahui.” Walaupun telah jelas janji-janji Allah bagi mereka yang
menjalankan pernikahan akan dimampukan dalam hal finansial, tidak menutup
kemungkinan dalam sebuah pernikahan akan mendapatkan ujian. Tidak semua orang
yang menjalankan sebuah pernikahan bisa menjaga keutuhan rumah tangganya dengan
sempurna. Seperti halnya kasus perceraian yang banyak terjadi di Pengadilan
Agama. Itu merupakan contoh dari mereka yang kurang bisa menjaga keharmonisan
rumah tangganya. Alasan setiap orang mengajukan perceraian bermacam-macam,
seperti amoral, meninggalkan kewajiban, KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga),
perselingkuhan, dan perselisihan yang terjadi secara terus menerus. Pengajuan
permohonan perceraian tidak hanya bisa dilakukan oleh seorang suami, tetapi
juga bisa dilakukan oleh sang istri. Adapun perceraian yang diajukan suami disebut
cerai talak, yaitu permohonan kepada Pengadilan Agama untuk diizinkan
menjatuhkan talak kepada sang istri. Sedangkan cerai gugat adalah permohonan
perceraian yang diajukan oleh istri kepada Pengadilan Agama agar memutuskan
perkawinannya dengan tergugat. Dalam mengajukan permohonan perceraian, tidak
sedikit dari mereka yang menggabungkan beberapa tuntutan dalam satu gugatan.
Biasanya disebut kumulasi gugatan atau samenvoeging van vordering, 3 yaitu
penggabungan lebih dari satu tuntutan hukum ke dalam satu gugatan. Dalam kasus
seperti ini penggugat menggabungkan permohonan pengabulan gugat cerai dengan
biaya hadhanah. Penggabungan gugatan dalam satu surat gugatan diperbolehkan
selama ada keterkaitan antara gugatan yang satu dan gugatan yang lain. Semua
itu bisa dilihat dari segi peristiwa yang terjadi. 4 Hal ini juga dimaksudkan
untuk menghindari terjadinya putusan yang saling bertentangan dikarenakan
perbedaan hakim persidangan dalam memutuskan perkara serta mempermudah jalannya
pemeriksaan dan dapat menghemat biaya, tenaga, dan waktu. Asas sederhana,
cepat, dan biaya ringan terdapat dalam UU No. 7 Tahun 1989 yang diatur pada
pasal 57 ayat (3). Salah satu cara untuk menerapkan asas ini adalah dengan cara
menggabungkan dua gugatan atau lebih kedalam satu gugatan yang memiliki
keterkaitan antara satu dan yang lain. Menurut Yahya Harahap, asas peradilan
yang cepat dan tepat sangat penting, karena dalam suatu putusan yang cepat dan
tepat terkandung keadilan yang “bernilai lebih”. 5 Pada dasarnya, mengenai penggabungan
gugatan tidak diatur dalam hukum positif. Baik HIR (Het Herzeine Indonesische
Reglement/Reglemen Indonesia yang diperbaharui) 6 diperbaharui dan mendapat
nama baru yaitu “Herzien Inlandsch Reglement” yang disingkat H.I.R. artinya
“Reglemen Bumiputera (Indonesia) yang dibaharui”, yang biasa disingkat menjadi
R.I.B. Jadi H.I.R. merupakan hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah
pulau Jawa dan Madura. daerah seberang) 7 tidak mengaturnya. Sama halnya Rv
(Reglement op de burgerlijke rechtsvordering), 8 tidak ada aturan secara tegas,
ataupun larangan yang melarang penggabungan gugatan dalam satu tuntutan hukum.
Walaupun HIR, RBG maupun Rv tidak mengaturnya, penerapan mengenai kumulasi
gugatan sudah lama diterapkan oleh peradilan. Selain megenai hal kumulasi
gugatan, masalah-masalah yang sering timbul dalam perkara perceraian adalah
masalah eksepsi relatif, yaitu sebuah penyangkalan atau bantahan dari tergugat
dan/atau termohon mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan relatif Pengadilan
Agama dalam menangani masalah perceraian dengan tujuan agar hakim menyatakan
bahwa dirinya tidak berwenang dalam memeriksa dan memutuskan perkara a quo
dikarenakan perkara tersebut menjadi kewenangan pengadilan lain dalam satu
lingkungan badan peradilan yang sama, 9 seperti perkara perceraian No.
1489/Pdt.G/2008/PA Mlg yang telah terjadi di Pengadilan Agama Malang. Putusan
majelis hakim dalam perkara No. 1489/Pdt.G/2008/PA Mlg menunjukkan bahwa
majelis hakim menolak eksepsi relatif yang diajukan tergugat dengan alasan
bahwa dalam perkara perceraian (gugat cerai) yang harus diperhatikan adalah
ketentuan pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 jo. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2006. Di dalam pasal ini
dijelaskan mengenai sedikit perbedaan yang ada dalam prosedur cerai talak dan
gugat cerai, yaitu mengenai kewenangan relatif Pengadilan Agama 7Hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah
luar pulau Jawa dan Madura. 8Merupakan hukum acara perdata untuk golongan Eropa
yang sekarang sudah tidak berlaku lagi, tetapi karena kebutuhan dalam praktek
peradilan, ketentuan-ketentuan dalam Rv sebagian masih dijadikan pegangan,
dengan catatan bahwa lembaga-lembaga hukum yang dipakai adalah hasil ciptaannya
sendiri. 9Manan, Op.Cit., 219. dalam hal cerai gugat, yang mana dalam cerai
gugat perkara bisa diajukan di tempat kediaman sang istri. Hal menarik yang
terdapat dalam Kasus Perkara No. 1489/Pdt.G/2008/PA Mlg terletak dalam putusan
Majelis Hakim yang secara tegas menolak eksepsi relatif gugat cerai yang
diajukan oleh tergugat dan mengabulkan gugat cerai yang diajukan oleh penggugat
beserta biaya hadhanah. Adapun ketertarikan peneliti selain yang telah
tersebutkan di atas ialah mengenai apa yang menjadi dasar-dasar pertimbangan
Majelis Hakim Pengadilan Agama Malang dalam menggugurkan Pasal 118 HIR mengenai
eksepsi atas kompetensi relatif dalam Perkara No. 1489/Pdt.G/2008/PA Mlg. Bunyi
dari pasal 118 ayat (1) HIR yaitu “Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama
masuk kekuasaan pengadilan negeri, harus dimasukkan dengan surat permintaan
yang ditanda-tangani oleh penggugat atau oleh wakilnya menurut pasal 123,
kepada ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa tergugat bertempat diam
atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebetulnya.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas
ada satu permasalahan yang peneliti kemukakan. Bagaimana dasar pertimbangan
Majelis Hakim dalam menolak eksepsi relatif dan mengabulkan gugat cerai atas
Perkara No. 1489/Pdt.G/2008/PA Mlg?
C. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan masalah di
atas, peneliti memiliki tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengungkap
dasar pertimbangan majelis hakim dalam menolak eksepsi relatif gugat cerai dan
mengabulkan gugat cerai Perkara No. 1489/Pdt.G/2008/PA Mlg. Serta pengguguran
Majelis Hakim atas Pasal 118 HIR.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini ada dua, yaitu manfaat teoritis
dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis: • Sebagai wacana dan wawasan keilmuan
mengenai dasar-dasar hukum yang dijadikan hakim dalam menolak eksepsi relatif
gugat cerai. • Sebagai khazanah keilmuan dalam hal kewenangan Pengadilan Agama
secara keseluruhan. 2. Manfaat Praktis • Memberikan kontribusi keilmuan bagi
fakultas syari`ah pada umumnya dan bagi penulis khususnya. • Memberikan
sumbangsih keilmuan kepada peneliti selanjutnya, serta menjadikan sumber wacana
bagi setiap pembaca.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Dasar pertimbangan majelis hakim menolak eksepsi relatif gugat cerai: Studi kasus perkara no. 1489/Pdt. G/2008/PA.Mlg." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment