Abstract
INDONESIA:
Saksi dalam persidangan Peradilan Agama merupakan salah satu bagian dari alat bukti yang dapat digunakan dalam pembuktian. Peraturan perundang- undangan Hukum Acara perdata di Indonesia (HIR., RBg., dan KUHPerdata) telah mengatur tentang hukum pembuktian yang termasuk di dalamnya adalah aturan tentang pemeriksaan saksi. Berdasarkan peraturan yang terdapat di dalam Pasal 150 HIR terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa undang-undang memberikan hak kepada para pihak yang berperkara untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi yang diajukan di dalam persidangan, yang mana hal ini dikenal dengan istilah pemeriksaan saksi secara silang(cross examination). Namun, dalam praktek yang terjadi di lapangan, tidak semua Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada para pihak untuk mengajukan pertanyaan atau kesempatan untuk membantah keterangan yang didalilkan oleh saksi dari pihak lawan. Sehingga dari sini terlihat adanya suatu ketidaksesuaian antara praktek yang terjadi di pengadilan dengan peraturan perundang-undangan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pemeriksaan saksi secara silang (cross examination) dalam pembuktian di Pengadilan Agama Kota Malang. Adapun tujuan yang kedua adalah untuk mengetahui pandangan Hakim dan Advokat terhadap Pasal 150 HIR tentang pemeriksaan saksi secara silang (cross examination) di Pengadilan Agama Kota Malang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian hukum sosiologis, dengan perolehan data yang bersifat kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi hukum dengan teori fenomenologis. Dalam penelitian ini, sebagian besar data diperoleh dari data primer yang didapatkan langsung dari informan, yang kemudian didukung dengan sumber data sekunder dalam menganalisis hasil penelitiannya.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh 4 (empat) macam praktek pemeriksaan saksi di Pengadilan Agama Kota Malang; yaitu: pertama, Majelis Hakim memberi kesempatan kepada para pihak untuk bertanya secara langsung kepada saksi; kedua, Majelis Hakim memberi kesempatan kepada para pihak untuk bertanya kepada saksi melalui majelis hakim; ketiga, Majelis Hakim memberi kesempatan kepada para pihak untuk menanggapi hal yang tidak disetujui dalam kesimpulan; keempat, Majelis Hakim tidak memberi kesempatan para pihak untuk bertanya kepada saksi karena sudah ada pengakuan. Dalam hal ini, Hakim dan Advokat berpandangan bahwa ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 150 HIR tentang pemeriksaan saksi secara silang harus dilaksanakan, karena sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
ENGLISH:
The witness in the trial court is part of evidence that is used in verification. Civil Law in the Indonesia (HIR., RBg., dan KUHPerdata) have been set about verification’s law that is exist witness verification’s regulation. Based on regulation in article 150 HIR there is provision that law give right to the litigants to question witnesses who is presented at the trial, where is this case is knew with cross examination. However, in practice in the field, not all of the judges give opportunity asked question or denied information that is presented by witness of counterparty. So it looks a mismatch between practice and law.
The aims of this research know about cross examination’s process in verification at the court of Malang. And as for the second aim know the views of judges and lawyers toward article 150 HIR about cross examination of witness at the court of Malang.
As for the method that is used in this research is sociological law’s type with qualitative data acquisition and use sociology of law approach with fenomenological theory in this research, most of the data is obtained from primer’s data where is caught from informant directly. Then be supported with secondary’s data in the analyze result of research.
Based on this research and data analyze, is got 4 (four) kinds of witness examination in the court of malang, there are: first, The major Judge give opportunity someone give a question directly to the witness; second, The major Judge give opportunity someone give question throw major judge; third, The major Judge give opportunity someone to respond case that isn’t a praved in
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peradilan Agama merupakan
salah satu dari Peradilan Negara di Indonesia yang sah, yang bersifat khusus
yang berwenang di dalam jenis perkara perdata islam tertentu, bagi orang-orang
islam di Indonesia. Peradilan Agama mempunyai kewenangan dan kedudukan yang
sama dan sejajar dengan peradilan lain dalam tugasnya sebagai penyelenggara
kekuasaan kehakiman. Peradilan Agama dalam proses penegakan hukum dalam
masyarakat tidak terlepas dari Hakim serta Advokat. Hakim dan Advokat merupakan
dua elemen negara dan masyarakat yang bergerak sebagai praktisi hukum. Profesi
hakim sebagai salah satu dari bagian praktisi hukum seringkali digambarkan
sebagai badan penegak hukum sekaligus pemberi keadilan yang merupakan wujud
perwakilan dari negara dalam suatu sistem peradilan dalam negara hukum. Hal ini
sedikit berbeda dengan profesi advokat. Advokat yang juga berprofesi di bidang
hukum mengemban tugas sebagai penegak keadilan yang bertindak menjadi perantara
serta berperan dalam mewakili kepentingan masyarakat pencari keadilan ketika
berhadapan dengan Negara. Dua pendekatan yang berbeda dari aktor yang berbeda
dapat menghasilkan karakteristik yang berbeda pula. Bagi negara, sebagai
penguasa yang berperan sebagai penyelenggara dan pelaksana aturan yang telah dibuat,
tidak dapat dilepaskan dari cirinya yang bersifat birokratik. Sedangkan bagi
advokat sebagai unsur independen dalam arti tidak terikat pada struktur
kekuasaan negara, menjalankan perannya baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Independensi yang dimiliki oleh advokat dapat menjadi penjamin profesi ini di
mata masyarakat pencari keadilan sekaligus di hadapan penguasa dalam memastikan
keabsahan proses keadilan yang diselenggarakan negara. Independensi advokat
dapat dinyatakan dalam bentuk tindakan dan peran nyata dalam menjamin dan
mengawasi penyelenggaraan keadilan dan kepentingan hukum masyarakat baik di
dalam maupun di luar sidang pengadilan. Di dalam sidang pengadilan peran yang
dimainkan advokat adalah sebagai pembela kepentingan hukum pihak yang diwakili.
Disinilah interaksi profesi advokat dengan elemen negara (hakim dalam
pengadilan) dalam melakukan pembelaan terlihat nyata.1 Dalam persidangan,
seorang advokat dapat bertindak sebagai kuasa hukum yang mewakili, mendampingi,
membela, serta melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum kliennya
baik perorangan, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari
Advokat. Dalam proses persidangan di pengadilan, seorang advokat yang bertindak
sebagai pembela kepentingan para pihak yang berperkara dapat melakukan tindakan
pembelaan ataupun penuntutan suatu hak yang dinyatakan dalam suatu pembuktian.
Pembuktian dalam suatu persidangan merupakan suatu upaya para pihak untuk
meyakinkan hakim tentang kebenaran peristiwa atau kejadian yang diajukan oleh
pihak-pihak yang bersengketa dalam persidangan di pengadilan dengan alat-alat
bukti yang telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.2 Dengan
demikian, hukum pembuktian menjadi salah satu bagian yang menduduki tempat yang
sangat penting dari beberapa materi yang ada dalam hukum acara perdata. Hal ini
sebagaimana kita ketahui bahwa hukum acara atau hukum formil bertujuan untuk
memelihara dan mempertahankan hukum materiil. Jadi secara formal hukum
pembuktian itu mengatur bagaimana cara melaksanakan pembuktian seperti terdapat
di dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan secara materil, hukum
pembuktian ini mengatur mengenai 1Yudha Pandu, Klien dan Advokat Dalam Praktek,
( Jakarta: IKAHI, 2004), h. 21. 2Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di
lingkungan Peradilan Agama, ( Jakarta: Putra Grafika, 2005), h. 227. ketentuan
dapat diterima atau tidak diterimanya pembuktian dengan alatalat bukti tertentu
di persidangan serta kekuatan pembuktian dari masingmasing alat-alat bukti
tersebut. Salah satu alat bukti yang dapat digunakan dalam pembuktian di
persidangan adalah pembuktian dengan alat bukti berupa saksi. Pembuktian dengan
saksi ini diatur secara terperinci di dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia, dalam hal ini adalah Herzien Inlansch Reglement
(selanjutnya disebut HIR). Pada dasarnya, alat bukti saksi bukan merupakan alat
bukti yang utama. Pembuktian dengan saksi dibutuhkan apabila bukti dengan surat
atau tulisan tidak ada atau kurang lengkap untuk mendukung dan menguatkan
kebenaran dalil-dalil yang menjadi dasar pendiriannya para pihak
masing-masing.3 Dalam pasal 150 HIR dijelaskan ketentuan tentang tata cara
pemeriksaan saksi yang diajukan di dalam persidangan. Dalam Pasal 150 HIR
tersebut berbunyi:4 (1) Kedua belah pihak tersebut akan mengajukan pertanyaan
yang akan ditanyakan melalui ketua. (2) Jika diantara pertanyaan itu ada yang
ditimbang pengadilan negeri tidak mengenai perkara itu, maka pertanyaan itu
tidak ditanyakan kepada saksi. (3) Hakim dapat memajukan segala pertanyaan
kepada saksi dengan maunya sendiri yang ditimbangnya berguna untuk mendapatkan
kebenaran. Dari bunyi Pasal 150 ayat (1) tersebut jelas dinyatakan bahwa para
pihak yang berperkara dalam pengadilan diperbolehkan dan berhak untuk 3Abdul
Manan, Penerapan, h. 248. 4R.Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, (Bogor:
Politea, 1995). h. 110. mengajukan pertanyaan kepada saksi selama pertanyaan
tersebut masih dalam lingkup pokok perkara. Berdasarkan peraturan
perundang-undangan, dapat disimpulkan bahwa di dalam peraturan tersebut
terdapat ketentuan yang memberikan hak kepada para pihak yang berperkara untuk
mengajukan pertanyaan kepada saksi yang diajukan di dalam persidangan, yang
mana hal ini dikenal dengan istilah pemeriksaan saksi secara silang (cross
examination). Praktek pemeriksaan saksi secara silang ini memberikan hak serta
peluang bagi masing-masing pihak untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi dari
pihak lawan dengan porsi yang sama dan adil sehingga dapat tercapai asas
persamaan hak dan keseimbangan dalam pembuktian. Ketentuan pemeriksaan secara
silang (cross examination) terhadap para saksi ini dalam peraturan
perundang-undangan tersebut telah dinyatakan dengan jelas menjadi hak para
pihak yang berperkara di dalam pengadilan, akan tetapi hal ini akan tidak sama
halnya apabila kita melihat praktek beracara yang ada di dalam persidangan
sesungguhnya. Sebagai contoh, salah satu praktek persidangan di Pengadilan
Agama Kota Malang perkara Nomor: 2024/Pdt.G/2012/PA.Mlg kasus permohonan cerai talak
antara saudara A sebagai Pemohon dengan kuasa hukumnya saudara B, melawan
saudara C sebagai Termohon dengan kuasa hukumnya saudara D. Pada saat proses
pembuktian, masing-masing pihak dari Pemohon dan Termohon membawa saksi untuk
menguatkan dalil atas suatu hak atau menyanggah hak yang didalilkan pada
masing-masing pihak. Dalam praktek pemeriksaan saksi pada kasus ini, hakim
tidak memberikan kesempatan kepada pihak Pemohon dan Termohon untuk mengajukan
pertanyaan atau bahkan kesempatan untuk membantah keterangan yang didalilkan
oleh saksi yang dibawa oleh pihak lawan. Dari penjelasan di atas, peneliti
melihat adanya suatu ketidaksesuaian antara praktek yang terjadi di pengadilan
Agama Kota Malang dengan peraturan yang terdapat di dalam Pasal 150 HIR. Ketidaksesuaian
ini menurut peneliti dapat menimbulkan adanya rasa ketidakadilan bagi salah
satu pihak yang berperkara, sehingga peneliti menganggap hal ini menarik untuk
diteliti. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, Peneliti membuat
beberapa rumusan masalah yaitu : 1. Bagaimana praktek pemeriksaan saksi secara
silang (cross examination) dalam pembuktian perkara di Pengadilan Agama Kota
Malang? 2. Bagaimana pandangan Hakim dan Advokat terhadap penerapan Pasal 150
HIR tentang pemeriksaan saksi secara silang (cross examination) di Pengadilan
Agama Kota Malang? C. Tujuan Penelitian Manusia mempunyai rasa keingintahuan
terhadap sesuatu, oleh karena itu berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti
bertujuan untuk menjawab permasalahan yang muncul mengenai beberapa hal: 1.
Untuk mengetahui praktek pemeriksaan saksi secara silang (cross examination)
dalam pembuktian di Pengadilan Agama Kota Malang. 2. Untuk mengetahui pandangan
Hakim dan Advokat terhadap penerapan Pasal 150 HIR tentang pemeriksaan saksi secara
silang (cross examination) di Pengadilan Agama Kota Malang. D. Manfaat
Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, diharapkan penelitian ini
dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis dalam rangka
memperluas pengetahuan pendidikan dalam masyakarat. Adapun manfaat yang
diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Secara Teoritis a. Menambah,
memperdalam dan memperluas khazanah keilmuan dalam bidang hukum acara perdata
dan peradilan agama terutama yang berkaitan dengan pemeriksaan saksi secara
silang (cross examination) dalam proses beracara di Pengadilan Agama Kota
Malang. b. Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang pandangan Hakim dan
Advokat terhadap penerapan Pasal 150 HIR tentang pemeriksaan saksi secara
silang (cross examination) di Pengadilan Agama Kota Malang. c. Memberikan
kontribusi ilmiah bagi Program Studi al-Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas Syari’ah
di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 2. Secara Praktis a.
Memberikan wawasan dan pengalaman praktis tentang penelitian mengenai pandangan
Hakim dan Advokat terhadap Pasal 150 HIR tentang pemeriksaan saksi secara
silang (cross examination) di Pengadilan Agama Kota Malang. b. Hasil penelitian
ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi bagi penelitian selanjutnya
yang sejenis di waktu yang akan datang. E. Definisi Operasional Untuk
menghindari kekeliruan penafsiran kata yang terdapat dalam judul penelitian,
peneliti menganggap perlu untuk mencantumkan definisi operasional dalam
penelitian ini. Adapun judul penelitian ini adalah Pandangan Hakim dan Advokat
terhadap Pasal 150 HIR tentang Pemeriksaan Saksi Secara Silang (cross
examination) di Pengadilan Agama Kota Malang. Dengan definisi sebagai berikut:
1. Hakim adalah seseorang yang memiliki tugas mengadili, memutuskan perkara
dengan memberikan vonis atau keputusan pengadilan.5 Hakim pengadilan agama
merupakan hakim yang bertugas di dalam pengadilan agama sebagaimana diatur di
dalam Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009.6 Dalam penelitian ini peneliti memberikan
pengertian bahwa hakim yang dimaksud adalah hakim yang pernah menangani perkara
dengan proses pemeriksaan saksi secara silang (cross examination) di Pengadilan
Agama Kota Malang. 2. Advokat adalah seorang ahli hukum yang memiliki profesi
sebagai pemberi jasa hukum dengan memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan
undang-undang, berwenang sebagai penasehat dalam bidang hukum atau bertindak
sebagai pembela perkara di pengadilan.7 Dalam penelitian ini peneliti
memberikan pengertian bahwa Advokat yang dimaksud adalah Advokat yang pernah
menangani perkara dengan proses pemeriksaan saksi secara silang (cross
examination) di Pengadilan Agama Kota Malang. 3. Het Herzience Indonesie
Reglement (HIR) adalah ketentuan hukum acara yang dibuat di zaman pemerintahan
Belanda yang berlaku di dalam lingkungan peradilan umum. Ketentuan hukum acara
ini juga diberlakukan di lingkungan Peradilan Agama, kecuali hal-hal yang 5 M.
Marwan, Kamus Hukum,, h. 244. 6Undang-Undang Peradilan Agama Pasal 1 7 M.
Marwan, Kamus Hukum,, h. 18. telah diatur secara khusus di dalam Undang-undang
No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.8 4. Pemeriksaan saksi secara silang
(Cross Examination) adalah proses pemeriksaan saksi dengan cara tanya jawab
bersilang antara hakim, jaksa penuntut umum dan pembela denga terdakwa.9 Dalam
penelitian ini yang dimaksud adalah proses pemeriksaan saksi secara bersilang
antara hakim, pemohon/kuasa hukum pemohon, dengan termohon/kuasa hukum
termohon. 5. Pengadilan Agama adalah pengadilan khusus untuk orang beragama
islam yang memeriksa dan memutuskan dalam tingkat pertama perkara-perkara
tentang perceraian, nikah, talak, rujuk, dan lain-lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.10 Dalam penelitian ini difokuskan pada
Pengadilan Agama Kota Malang. F. Sistematika Pembahasan Untuk lebih mempermudah
pembahasan masalah secara garis besar terhadap penyusunan skripsi ini, maka
penulis menyusun dalam lima bab, yang masing-masing bab dibagi dalam sub-sub
bab sebagaimana diuraikan sebagai berikut. Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini
terdiri dari beberapa elemen dasar dalam penelitian, antara lain: latar
belakang masalah yang menguraikan tentang kegelisahan akademik yang menjadi
landasan pentingnya penelitian 8Abdul Manan, Penerapan Hukum, h. 7. 9 M. Marwan,
Kamus Hukum,, h. 141. 10 M. Marwan, Kamus Hukum,, h. 500. ini dilakukan,
rumusan masalah sebagai fokus pembahasan dalam penelitian yang dilakukan,
tujuan penelitian yang diharapkan sebagai output ilmiah setelah melakukan
penelitian, manfaat penelitian yang dapat diperoleh setelah penelitian, dan
sistematika penulisan laporan penelitian. Kajian konseptual seputar pengertian
pembuktian, macam-macam alat bukti, penjelasan isi Pasal 150 HIR tentang
pemeriksaan saksi secara silang (cross examination), serta pembahasan tentang
wewenang dan tugas hakim serta advokat dipaparkan di dalam Bab II. Bagian
pertama dalam bab ini merupakan kajian terhadap penelitian terdahulu. Bagian
berikutnya membahas tentang kajian teori yang disesuaikan dengan permasalahan
yang sedang diteliti agar nantinya bisa digunakan sebagai alat untuk
menganalisis data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan di lapangan.
Bab III merupakan bagian yang menjelaskan tentang metode penelitian. Dalam bab
ini dibahas tentang metode penelitian yang digunakan yang terdiri dari jenis
penelitian, pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan
teknik analisis data, serta metode pengecekan keabsahan data. Paparan mengenai
pandangan hakim dan advokat terhadap penerapan Pasal 150 HIR tentang
pemeriksaan saksi secara silang (cross examination) di Pengadilan Agama Kota
Malang diulas di dalam bab IV. Pada bab ini akan disajikan data-data melalui
wawancara dan dokumentasi, hal ini diharapkan dapat menjawab masalah-masalah
yang telah dirumuskan. Kemudian dilanjutkan dengan proses analisis data melalui
proses pengeditan, pengklasifikasian, pemverifikasian, analisa, pengecekan
keabsahan data, serta pembuatan kesimpulan yang akan dilanjutkan pada bab
selanjutnya. Terakhir, Bab V adalah Penutup. Pada bab ini berisi kesimpulan dan
saran-saran. Kesimpulan merupakan uraian singkat tentang jawaban dari
permasalahan yang telah dikaji dalam bab IV yang kemudian disajikan dalam
bentuk poin-poin sesuai dengan jumlah rumusan masalah. Pada bagian saran, memuat
beberapa anjuran akademik baik bagi lembaga terkait maupun untuk peneliti
selanjutnya.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Pandangan hakim dan advokat terhadap Pasal 150 HIR tentang pemeriksaan saksi secara silang (cross examination): Studi kasus di Pengadilan Agama Kota Malang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment