Abstract
INDONESIA:
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan kasus yang banyak diadukan ke pengadilan terkait dengan cerai gugat yang diajukan perempuan. Data Badilag Mahkamah Agung RI menyebutkan tentang Prosentase Cerai Gugat dan Cerai Talak pada tahun 9002 menunjukkan bahwa secara nasional, perkara yang masuk untuk cerai gugat 747.141 (656), berbanding perkara untuk cerai talak 11.117 (756). Dalam Inpres No. 02 Tahun 9000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, mengamanatkan agar semua lembaga pemerintahan wajib memenuhi indikator gender di semua tingkatan.
Konsep gender sebenarnya memiliki kaitan erat dengan atribusi sosial laki -laki dan perempuan yang melekat dan dibentuk berdasar kostruk sosial-budaya, sehingga lahir anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan.
Hakim Pengadilan Agama Mojokerto sebagai pejabat yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman dalam memutus perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah wakaf, zakat, infaq, shodaqoh dan ekonomi syariah, dituntut perlu memiliki perhatian lebih dalam melihat aspek konsep gender. Karena disadari atau tidak, seringkali terjadi sebuah ketidakadilan yang terdapat pada hasil putusan, yang diakibatkan oleh lemah atau kurangnya pemahaman seorang hakim tentang konsep keadilan gender.Hal ini akan menjadi persoalan serius apabila tidak ditangani lebih dini, mengingat hakim dalam sistem peradilan agama merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman yang notabene menangani perkara-perkara perdata Islam.
Terdapat beberapa pertanyaan dari situasi tersebut, diantaranya adalah bagaimana pandangan hakim Pengadilan Agama Mojokerto terhadapkonsep kesetaraan dan keadilan gender?bagaimana penerapan hukum yang berkeadilan gender dalam putusan majelis hakim Pengadilan Agama Mojokerto?
Dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dengan cara kerja field research, skripsi ini akan menggambarkan serta menguraikan data-data yang diperoleh di lapangan, baik dengan metode wawancara dan dokumentasi putusan, yang kemudian dilakukan proses editing, diseleksi dan di analisa. Di samping itu juga didukung dengan kajian pustaka sebagai referensi untuk memperkuat apa yang telah diperoleh di lapangan . Sehingga, dengan melalui proses semacam ini dapat diperoleh kesimpulan sebagai jawaban dari penelitian yang telah dilakukan, antara lain bahwa secara umum Hakim Pengadilan Agama Mojokerto cukup memahami terhadap konsep kesetaraan dan keadilan gender dan dikelompokkan menjadi reflektif-praktis dan reflektif-analitis. Serta bahwa penerapan hukum yang berkeadilan gender dalam putusan majelis hakim Pengadilan Agama Mojokerto telah dilaksanakan secara aplikatif-implementatif.
ENGLISH:
Domestic violence is a case that many complained to the court related to sue for divorce filed by women. Data Badilag Supreme Court mentioned the percentage Sues Divorce and Divorce Divorces in 9002 showed that nationally, cases that go to contested divorce 747.141 (656), compared the case to divorce divorce 11.117 (756). In President’s Instruction No. 02 Year 9000 on Gender Mainstreaming in National Development, has mandated that all government agencies must comply with gender indicators at all levels.
The concept of gender actually has close links with the social attribution of men and women who are embedded and shaped by socio-cultural kostruk, thus was born the notion of social and cultural roles of men and women.
Religious Court Judge Mojokerto as the officer undertaking the task of judicial authority in deciding upon marriage, inheritance, bequest, grant endowments, charity, infaq, shodaqoh and Islamic economics, demanded more attention needs to have in view the aspects of the concept of gender. Because consciously or not, often happens that there is an injustice in the verdict, which is caused by weak or lack of understanding of a judge of the concept of gender justice. This will be a serious problem if not treated early, given the judge in the judicial system is a religion that in fact executing judicial authority to handle the case-Islamic civil case.
There are a few questions from the situation, such as how the Court's views toward the concept of Religion Mojokerto gender equality and justice? how the application of the law of gender justice in the decision of the religious court judges Mojokerto?
By using a qualitative descriptive approach, with the workings of field research, this paper will illustrate and describe the data obtained in the field, either by using interviews and documentation of decisions, which then made the editing process, selected and analyzed. In addition, also supported by literature review as a reference to reinforce what has been gained in the field. So, with this kind of process can be concluded as an answer from the research that has been done, among others, that in general the Religious Court Judge Mojokerto quite understand the concept of equality and gender justice and grouped into reflective- reflective-practical and analytical. And that the application of the law of gender justice in the decision of the religious court judges have been carried out in applicative Mojokerto-implemented.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman demi
terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia, dilakukan oleh Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum,
lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan
Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 1 Pengadilan Agama
sebagai bagian dari penyelenggara kekuasaan kehakiman, merupakan peradilan
negara yang bersifat lex specialis karena hukum acara yang digunakan di
Pengadilan Agama, berlaku hukum acara pada pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Umum, namun secara khusus berlaku hukum acara yang hanya dimiliki
oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Eksistensi Pengadilan Agama
diatur dalam UndangUndang No. 70 Tahun 1191 tentang Peradilan Agama juncto
UndangUndang No. 70 Tahun 6773 tentang perubahan Undang-Undang No. 70 Tahun
1191 tentang Peradilan Agama juncto Undang-Undang No. 27 Tahun 6771 tentang
perubahan kedua Undang-Undang No. 70 Tahun 1191 tentang Peradilan Agama. 1
Lihat Undang Undang Dasar (UUD) Negara RI Tahun 1112, Pasal 61. UUD Negara RI
Tahun 1112 merupakan penyebutan atau penulisan resmi terhadap UUD 1112 yang
telah 1 (empat) kali diamandemen. Hal ini digunakan untuk membedakan UUD 1112
yang belum diamandemen (UUD 1112) dengan UUD 1112 yang telah diamandemen (UUD
Negara RI Tahun 1112). 6 Dijelaskan dalam undang-undang tersebut, bahwa
Pengadilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu. Yang dimaksud
dengan penanganan perkara tertentu sesuai dengan kompetensi (kewenangan)
peradilan agama ialah memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama yang
meliputi bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah wakaf, zakat, infaq, shodaqoh
dan ekonomi syariah. 6 Hakim di pengadilan merupakan salah satu instrumen badan
peradilan yaitu pejabat yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman, maka dari itu
hakim memiliki kapasitas sebagai pembuat keputusan dengan berbagai macam
pertimbangan, baik pertimbangan formil maupun materiil. Dalam upaya penetapan
dan putusan yang dibuat, seorang hakim tidak hanya dituntut untuk bertanggung
jawab terhadap hasil putusannya, tetapi juga harus memuat pertimbangan hukum
yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar. 0 Hasil dari
tiap-tiap putusan seorang hakim ini senantiasa diharapkan mengarah kepada
keadilan yang tanpa diskriminatif, sehingga rasa keadilan tersebut dapat
dinikmati oleh segala lapisan masyarakat dan mampu menciptakan situasi dan
suasana keteraturan dalam setiap individu. Dalam Inpres No. 71 Tahun 6777
tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, mengamanatkan agar
semua lembaga pemerintahan wajib memenuhi indikator gender di semua tingkatan.
6 Lihat UU No. 70 Tahun 6773 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 0 tahun
1191 tentang Peradilan Agama, pasal 11 0 Lihat UU No. 19 Tahun 6771 tentang
Kekuasaan Kehakiman, pasal 20 0 Instruksi Presiden tersebut bertujuan
terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi
atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam
rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1 Hal ini memiliki implikasi pada
seluruh lembaga pemerintahan, tak terkecuali dalam sistem peradilan. Pengadilan
Agama sebagai salah satu institusi pemerintahan dituntut tidak hanya berkutat
untuk memenuhi standar jumlah kuantitas hakim dan pegawai perempuan, tetapi
juga harus menyentuh pada aspek bagaimana pertimbangan putusan hakim yang
berintegrasi dengan nilai-nilai kesetaraan gender sehingga terpenuhi rasa
keadilan di dalam masyarakat. Diskursus akademik tentang persoalan gender
sebenarnya telah masuk dalam kajian wacana di Indonesia sejak tahun 17-an.
Bahkan menjelang memasuki era milenium, menjadi arus perbincangan utama di
setiap forum kajian akademik dalam setiap pembahasannya. Meskipun isu dan
perbincangan gender sudah banyak didengang-dengungkan tampaknya belum menjadi
perhatian penting bagi semua kalangan sampai hari ini, malah oleh sebagian
kalangan dipandang ‟sebelah mata‟ dengan nada sinisme. Memang gender oleh
beberapa pihak, dikaitkan sebagai bagian dari tata nilai barat (western-isme)
yang nantinya dianggap akan merusak tatatan nilai-nilai yang berkembang dalam
masyarakat Indonesia. Mereka menganggap gender nantinya adalah sebuah upaya
demoralisasi bangsa 1 Lihat Inpres No. 71 tahun 6777 tentang Pengarusutamaan
Gender dalam Pembangunan Nasional 1 yang dilakukan secara infiltratif oleh
pihak asing, sebagai bagian dari cara menggeser budaya kearifan lokal (local
wisdom) yang dimiliki bangsa Indonesia. Gender diartikan sebagai jenis kelamin
sosial2 . Konsep gender sebenarnya memiliki kaitan erat dengan atribusi sosial
laki-laki dan perempuan yang melekat dan dibentuk berdasar kostruk
sosial-budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya
laki-laki dan perempuan. Dan akibatnya ruang gerak laki-laki dan perempuan
selalu termarginalkan karena implikasi konstruk sosial-budaya. Dalam sumber
yang lain, seks diartikan sebagai atribut biologis yang melekat secara
given/kodrati, misalnya laki-laki adalah makhluk yang memiliki penis, jakala
dan memproduksi sperma, sedang perempuan adalah makhluk yang memiliki alat
reproduksi seperti rahim, dan saluran untuk melahirkan, memproduksi sel telur,
memiliki vagina dan alat menyusui. Sedangkan gender adalah atribut yang melekat
pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
Sehingga dikenal bahwa laki-laki itu kuat, rasional, jantan, maskulin, penentu
kebijakan, dominasi dan perkasa, sedang perempuan dianggap lemah lembut,
cantik, emosional feminis dan keibuan. Sifat-sifat di atas dapat dipertukarkan
dan berubah dan waktu ke waktu. 3 Dalam skala mayoritas, masyarakat negara ini
didominasi penduduk yang beragama Islam. Persoalannya adalah Islam secara
sosio-historis 2 Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta
: Balai Pustaka, 6776), 020 3 Umi Sumbulah dkk, Spektrum Gender : Kilasan
Inklusi di Perguruan Tinggi, (Malang : UINPress, 6779), 2 2 selama ini, lebih
dikenal dengan dominasi budaya patriarkhal yang sangat kuat dan mengakar.
Ditambah problem kerancuan pemaknaan gender oleh masyarakat yang diasosiasikan
melekat dan identik kepada perempuan saja. Sehingga memperjuangkan gender,
hanya dianggap perjuangan wilayah feminitas. Sehingga akan mengalami kesulitan
dalam menggiring paradigma masyarakat menuju gender minded. Islam sebagai agama
yang rahmatan lil ‟alamin (rahmat bagi sekalian alam), menjadikan dua sumber
pokok dalam proses sandaran (istinbath) hukum, yaitu Al-Quran dan Hadits.
Kajian tentang apapun yang berada dalam ranah Islam haruslah bersumber dari
syariat Islam di atas. Termasuk di dalamnya diskursus tentang gender. Pemaknaan
gender sesungguhnya bukan sebuah konsep yang bertentangan dengan syariat Islam.
Terbukti dijelaskan firman Allah SWT dalam QS al-Hujurat ayat 10, yang berbunyi
: @ͬ!$t7s%ur $\ /q ã è ä © öN ä3»oYù=yèy_ur 4Ós\R é&ur 9 x.s `ÏiB / ä3»oYø)n=yz $ ¯ RÎ) â¨$¨ Z9$# $pk r'¯»t ÇÊÌÈ × Î7yz î LìÎ=tã © !$# ¨ aÎ) 4 öN ä39s)ø?r& «!$# yYÏã ö/ ä3tBtò2r& ¨ aÎ) 4 (#þq è ùu$yètGÏ9 10.
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. 0 Berbicara tentang keadilan berupa sebuah
putusan yang dihasilkan hakim di dalam pengadilan, biasanya sebelum memutuskan
perkara hakim menggunakan berbagai macam perspektif dan mempertimbangkan aspek-
0 Lihat QS. al-Hujurat ayat 10 3 aspek pendukung. Dan kaitannya dengan hal ini,
hakim memiliki cara dan ukuran masing-masing dalam menentukan sebuah harga
keadilan. Seperti contoh, dalam perspektif normatif, keadilan dapat berupa
bunyi ayat dan pasal dalam sebuah perundang-undangan, berupa putusan hakim
sebelumnya (jurisprudentie) 9 dan/atau dari hasil-hasil penelitian para
akademisi (doktrin). Gender sebagai sebuah perspektif, juga memiliki kadar
keadilan sendiri. Secara sederhana, keadilan gender dapat dilihat pada ada
tidaknya bias gender dalam setiap putusan hakim. Artinya tidak ada
putusan-putusan yang memberatkan salah satu pihak karena alasan berbeda status
sosial antara laki-laki dan perempuan. Seringkali terjadi sebuah ketidakadilan
yang terdapat pada hasil putusan di Pengadilan Agama, yang diakibatkan oleh
lemah atau kurangnya pemahaman seorang hakim tentang konsep keadilan gender.
Selain itu, sebagai informasi bahwa isu kekerasan dalam rumah tangga merupakan
kasus yang banyak diadukan ke pengadilan terkait dengan cerai gugat yang diajukan
perempuan. Data Badilag Mahkamah Agung RI menyebutkan tentang Prosentase Cerai
Gugat dan Cerai Talak pada tahun 6771 menunjukkan bahwa secara nasional,
perkara yang masuk untuk cerai gugat 110.010 (326), berbanding perkara untuk
cerai talak 00.000 (026).1 Hal ini akan menjadi persoalan serius apabila tidak
ditangani lebih dini, mengingat hakim dalam sistem peradilan agama merupakan
pelaksana 9 Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 6770), 676 1
www.badilag.net, Statistik Perkara, diakses pada tanggal 12 Desember 6771 0
kekuasaan kehakiman yang notabene menangani perkara-perkara perdata Islam. Tak
terkecuali, institusi Pengadilan Agama Mojokerto yang merupakan salah satu
bagian dari institusi penegakan hukum yang memiliki kewenangan tersebut. Oleh
karena itu, sebagai bagian dari penyelenggara kekuasaan kehakiman yang
berkedudukan di wilayah Kota dan Kabupaten Mojokerto, perlu menjadi perhatian
lebih bagi para hakim dalam prakteknya adalah soal kekerasan dalam keluarga
sebagai pintu masuk untuk memahami persoalan gender dan bagaimana sensitivitas
gender dapat diterapkan. Berangkat dari fenomena sosial tersebut, hal inilah
yang melatarbelakangi penulis dalam menetapkan sebuah pilihan tema skripsi yang
berjudul “Pandangan Hakim tentang Penerapan Hukum yang Berkeadilan Gender dalam
Putusan”. (Studi Di Pengadilan Agama Mojokerto). Sehingga keadilan yang
dihasilkan dalam setiap amar putusan hakim adalah putusan yang dapat mengkaji
persoalan secara mendalam, mampu bersikap arif dan bijaksana dengan memperhatikan
norma–norma yang adil dan sensitif gender, yang hidup dalam masyarakat baik itu
norma hukum, agama, budaya, moral dan nilai-nilai lainnya, serta mampu
memperhitungkan akibat dari putusannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasar dari latar
belakang tersebut diatas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai
berikut : 1. Bagaimana Pandangan Hakim Pengadilan Agama Mojokerto terhadap
Konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender ? 9 6. Bagaimana Penerapan Hukum yang
Berkeadilan Gender dalam Putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Mojokerto?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk
Mengetahui Pandangan Hakim Pengadilan Agama Mojokerto terhadap Konsep
Kesetaraan dan Keadilan Gender. 6. Untuk Mengetahui Penerapan Hukum yang Berkeadilan
Gender dalam Putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Mojokerto.
D. Kegunaan
Penelitian
Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih
pemikiran yang signifikan dalam khazanah keilmuan yang nantinya dapat menjawab
problem kontekstual tentang kehati-hatian masyarakat Indonesia terhadap
penerimaan konsepsi gender serta memberi pandangan kepada segenap hakim
peradilan dalam memberikan putusan yang ramah gender. Adapun lebih rincinya
kegunaan hasil penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Kegunaan Teoritis
Sebagai sumbangan pemikiran dalam khazanah keilmuan penelitian dan pemikiran
hukum Islam pada Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyah Fakultas Syari‟ah Universitas
Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, khususnya Mata Kuliah Peradilan
Agama di Indonesia, 1 serta dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian
yang sejenis di masa akan datang. 6. Kegunaan Praktis a. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan referensi untuk melihat lebih jauh peta pemikiran
(mapping mind) hakim pengadilan agama dalam memutuskan sebuah perkara dalam
kontekstualisasi zaman yang berkembang. b. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi pertimbangan bagi hakim di seluruh lingkungan pengadilan yang ada
di Indonesia, bahwa dalam memberikan putusan suatu perkara perlu memahami
konsep gender, mempertimbangkan aspek kesetaraan dan keadilan gender, serta
memiliki sensitivitas atau kepekaan terhadap gender sehingga nantinya
menghasilkan putusan yang adil dan seimbang, dan tentunya ramah gender. c. Bagi
penulis penelitian ini berguna untuk memenuhi tugas akhir akademik sebagai
persyaratan kelulusan studi strata 1 (S-1) di Fakultas Syariah Universitas
Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. 17
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami judul di atas, maka perlu
dijelaskan makna dan maksud dari masing-masing istilah yang ada pada judul
penelitian ini, antara lain Pandangan : perspektif, sudut pandang17 Penerapan :
(1) proses, cara, perbuatan menerapkan; (6) pemasangan; (0) pemanfaatan;
perihal mempraktikkan11 Keadilan : memperlakukan seseorang atau pihak lain
sesuai dengan haknya. Yang menjadi hak setiap orang adalah diperlakukan sesuai
dengan harkat dan martabatnya, sederajat, hak dan kewajibannya, tanpa
membedakan SARA. 16 Gender : jenis kelamin sosial10 Putusan : hasil
memutuskan11 F. Sistematika Penulisan Dalam penelitian ini disusun sebuah
sistematika penulisan, agar dengan mudah diperoleh gambaran yang jelas dan
menyeluruh, maka secara umum penelitian terbagi menjadi 2 (lima) bab, antara
lain : Pada Bab I sebagai Pendahuluan, yang di dalamnya berisi tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, 17
Em Zul Fajri, Ratu Aprilia Senja, Kamus lengkap Bahasa Indonesia (Jakarta : Difa
Publisher), 290 11 www.KamusBahasaIndonesia.org, diakses pada tanggal 16 April
6711. 16 http://thinkquantum.wordpress.com/ diakses pada tanggal 16 April 6711
10 Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai
Pustaka, 6776), 020 11 www.KamusBahasaIndonesia.org, diakses pada tanggal 16
April 6711. 11 definisi operasional dan sistematika penulisan. Bab ini yang
nantinya mengarahkan peneliti pada pembahasan bab-bab selanjutnya. Selanjutnya
Bab II sebagai Kajian Teori, yang berisi tentang penelitian terdahulu, sejarah
dan konsep gender, teori laki-laki dan perempuan, konsep kesetaraan dan
keadilan gender, gender dalam Islam, gender dalam produk perundang-undangan di
Indonesia, serta konsep dasar putusan hakim. Hal ini diletakkan dalam bab ini,
agar dapat dijadikan bekal bagi peneliti untuk menguji dan mengukur kebenaran
teori dengan realitas di lapangan. Bab III sebagai Metode Penelitian, pada bab
ini memuat tentang, jenis penelitian, lokasi penelitian, pendekatan penelitian,
sumber data, metode pengumpulan data serta metode pengumpulan data. Bab ini
bermanfaat bagi peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian berdasar pedoman
penelitian. Bab IV merupakan Paparan Dan Analisis Data yang meliputi gambaran
umum kondisi objek penelitian yang terdiri atas situasi internal para hakim
Pengadilan Agama Mojokerto. Paparan data yang meliputi pandangan hakim
Pengadilan Agama Mojokerto terhadap konsep kesetaraan dan keadilan gender dan
penerapan hukum yang berkeadilan gender dalam putusan majelis hakim Pengadilan
Agama Mojokerto. Bab V merupakan bab terakhir yang berisi tentang Penutup. Bab
ini terdiri dari dua bahasan yaitu kesimpulan dari hasil proses penelitian yang
dilaksanakan mulai dari awal pemilihan judul sampai pada penentuan akhir yaitu
kesimpulan serta berisi tentang saran-saran konstruktif kepada pihak yang
berkaitan dengan penelitian ini.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Pandangan hakim tentang penerapan hukum yang berkeadilan gender dalam putusan: Studi di Pengadilan Agama Mojokerto" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment