Abstract
INDONESIA:
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian perkawinan senantiasa diharapkan berlangsung dengan bahagia dan kekal, namun dalam kondisi dan keadaan tertentu perceraian merupakan hal yang tidak dapat dihindari sebagai suatu kenyataan. Perceraian adalah peristiwa hukum yang akan membawa berbagai akibat hukum, salah satunya adalah berkaitan dengan harta bersama dalam perkawinan.
Pembagian harta bersama menurut ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan tidak ditetapkan secara tegas berapa bagian masing-masing suami atau istri yang bercerai baik cerai hidup maupun cerai mati. Pasal 37 ayat (1) menyebutkan bilamana perkawinan putus karena perceraian maka harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Dalam penjelasan Pasal 37 ayat (1) ini ditegaskan hukum masing-masing ini ialah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya yang bersangkutan dengan pembagian harta bersama tersebut. Selain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, di Indonesia juga berlaku Kompilasi Hukum Islam, yang berkaitan dengan pembagian harta bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana pelaksanaan pembagian harta bersama atau gono-gini di Pengadilan Agama Malang. Metode yang digunakan adalah metode normatif.Dan dapat disimpulkan bahwa Pembagian harta bersama (gono gini) dilakukan atas dasar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, maka harta kekayaan yang diperoleh baik dari pihak suami atau isteri menjadi hak bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan dan jika perkawinan putus, masing- masing berhak 1/2 (seperdua) dari harta tersebut, karena selama perkawinan terdapat adanya harta bersama.
ENGLISH:
In Act No. 1 of 1974 on Marriage Article 1 states that marriage is the emotional and physical bond between a man and woman as husband and wife with the aim of forming a family (household) are happy and everlasting based on God. Thus marriage is always expected to take place with a happy and eternal, but under certain conditions and circumstances of divorce is unavoidable as a reality. Divorce is a legal event that will bring a variety of legal consequences, one of which is related to the joint property in marriage.
The division of joint property in accordance with the provisions of Article 37 of Law No. 1 of 1974 on Marriage does not set forth how many parts each divorced husband or wife both live and divorce divorce die. Article 37 paragraph (1) states when the marriage broke up because of divorce, the joint property governed by the law of each. The elucidation of Article 37 paragraph (1) is confirmed each of these laws is religious law, customary law and other laws concerned with the division of joint property. In addition to Law No. 1 of 1974 on Marriage, in Indonesia also applies Compilation of Islamic Law, which deals with the division of joint property as provided for in Article 96 and 97 Compilation of Islamic Law.
The issues based on such matters, to be discussed is how the implementation of the division of community property or the Gono-gini in the Religious Court of Malang. The method used is a normative method. And it can be concluded that the division of joint property (Gono gini) conducted on the basis of Law No. 1 of 1974 on Marriage and the Compilation of Islamic Law, the wealth derived from either the husband or wife be together all rights not otherwise stipulated in the marriage agreement and if the marriage broke up, each entitled to half (half) of the property, as during the marriage are their joint property.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum.
Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan
diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh
pasangan suami istri yang terikat dalam suatu perkawinan. Akibat hukum yang
ditimbulkan oleh perkawinan tidak 2 hanya sebatas dalam hal hubungan
kekeluargaan, terlebih dari itu juga dalam bidang harta kekayaannya. Akibat
hukum perkawinan dalam hubungan kekeluargaan diatur oleh hukum keluarga,
sedangkan akibat hukum dalam bidang harta kekayaan diatur oleh hukum benda
perkawinan, Hukum keluarga dan hukum benda perkawinan dapat ditemukan di dalam
UU no.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan). Hukum kekeluargaan yang
diatur di dalam UU Perkawinan yaitu tentang status anak, hak dan kewajiban
antara anak dengan orang tua dan tentang perwalian. Sedangkan mengenai hukum
benda perkawinan diatur di dalam pasal 35, 36, dan 37 UU Perkawinan. Pengaturan
mengenai hukum benda perkawinan dapat ditemukan pula dalam pasal 1 ayat f dan
pasal 85 sampai pasal 97 Kompilasi Hukum Islam. Dalam Undang-undang Perkawinan
No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhaan Yang Maha Esa. Dari pengertian perkawinan
tersebut, Islam dalam menetapkan ketentuan untuk mengatur fungsi keluarga
dengan perkawinan yang sah dan dapat memperoleh kedamaian, kecintaan, keamanan
dan ikatan kekerabatan. Unsurunsur tersebut dapat diperlukan dalam mencapai
tujuan perkawinan yang paling besar adalah ibadah kepada Allah. Ibadah dalam
hal ini tidak hanya ucapan ritual belaka, seperti hubungan suami istri
melainkan hakekatnya mencakup berbagai amal yang baik dalam seluruh aspek
kehidupan Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita 3 sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan yang
bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, dapat diartikan
bahwa perkawinan itu haruslah berlangsung seumur hidup dan tidak boleh putus
begitu saja. Berawal dari perkawinan inilah akan terbentuk sebuah keluarga yang
beranggotakan ayah, ibu dan anak-anak, dimana seorang ayah bertindak sebagai
pemimpin keluarga dan memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan semua anggota
keluarga. Ibu bertindak lebih banyak dalam fungsi pengawasan kepada anak-anak
dan membantu suami memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk menjalankan
organisasi kecil yang disebut keluarga ini. Antara semua anggota keluarga satu
sama lainnya memiliki hubungan timbal balik yang tidak terpisahkan. Dalam
keluarga suami dan istri merupakan bagian inti, hubungan mereka mencerminkan
bagaimana satu manusia dengan manusia yang lainnya berbeda jenis kelamin
bersatu membentuk kesatuan untuk mempertahankan hidup dan menciptakan keturunan
yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sehingga bisa dibayangkan jika
tanpa suami ataupun istri keluarga tidak dapat terbentuk dan masyarakatpun
tidak akan pernah ada untuk membentuk kesatuan yang lebih besar yaitu suatu
Negara. Hal ini memperlihatkan kepada kita betapa pentingnya perkawinan dalam
tatanan kehidupan manusia. Semua individu yang sudah memasuki kehidupan berumah
tangga pasti mengiginkan terciptanya suatu rumah tangga yang bahagia, sejahtera
lahir dan batin serta memperoleh keselamatan hidup dunia maupun akhirat
nantinya. Tentu saja dari keluarga yang bahagia ini akan tercipta suatu
masyarakat yang harmonis 4 dan akan tercipta masyarakat rukun, damai, adil dan
makmur. Apabila dalam suatu rumah tangga/keluarga selalu dihiasi rasa aman,
tentram dan damai, maka kebahagiaan hidup akan tercipta. Namun dalam
pelaksanaannya tidak menutup kemungkinan antara suami-istri terjadi salah
paham, atau satu diantaranya tidak melakukan kewajibannya sebagai suami istri,
ataupun antara keduanya saling curiga mencurigai, sehingga akan menimbulkan
kurang percaya antara satu dengan yang lain. Perkawinan merupakan hal yang
sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan terbentuk suatu keluarga
yang diharapkan yang tetap bertahan hingga pasangan tersebut dipisahkan oleh
keadaan, dimana salah satunya meninggal dunia. Perkawinan dianggap penyatuan
antara dua jiwa yang sebelumnya hidup sendiri-sendiri, begitu gerbang
perkawinan sudah dimasuki, masing-masing individu tidak bisa lagi memikirkan
diri sendiri akan tetapi harus memikirkan orang lain yang bergantung hidup
kepadanya. Berawal dari perkawinan inilah akan terbentuk sebuah keluarga yang
beranggotakan ayah, ibu dan anak-anak, di mana seorang ayah bertindak sebagai
pemimpin keluarga dan memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan semua anggota
keluarga. Ibu bertindak lebih banyak dalam fungsi pengawasan kepada anak-anak
dan membantu suami memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk menjalankan organisasi
kecil yang disebut keluarga ini. Antara semua anggota keluarga satu sama
lainnya memiliki hubungan timbal balik yang tidak terpisahkan. Dalam keluarga,
suami dan istri merupakan bagian inti, hubungan mereka mencerminkan bagaimana
satu manusia dengan manusia yang lainnya berbeda 5 jenis kelamin bersatu
membentuk kesatuan untuk mempertahankan hidup dan menciptakan keturunan yang
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sehingga bisa dibayangkan jika tanpa
suami ataupun istri keluarga tidak dapat terbentuk dan masyarakatpun tidak akan
pernah ada untuk membentuk kesatuan yang lebih besar yaitu suatu negara. Hal
ini memperlihatkan kepada kita betapa pentingnya perkawinan dalam tatanan
kehidupan manusia. Semua individu yang sudah memasuki kehidupan berumah tangga
pasti mengiginkan terciptanya suatu rumah tangga yang bahagia, sejahtera lahir
dan batin serta memperoleh keselamatan hidup dunia maupun akhirat nantinya.
Tentu saja dari keluarga yang bahagia ini akan tercipta suatu masyarakat yang
harmonis dan akan tercipta masyarakat rukun, damai, adil dan makmur. Setiap
pasangan suami istri pasti mendambakan keharmonisan berumah tangga, sehingga
diperlukan perjuangan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga sampai ajal
menjemput nantinya, hal ini dikarenakan dalam keluarga akan selalu muncul
permasalahan yang sangat bisa mengoyahkan persatuan yang dibina tadi, bahkan
keutuhan keluarga yang kuat bisa terancam dan berakibat kepada perceraian.
Prinsip perkawinan adalah untuk membentuk suatu keluarga atau rumah tangga yang
tentram, damai dan kekal untuk selama-lamanya, Pada prinsipnya suatu perkawinan
ditujukan untuk selama hidup dan kebahagiaan bagi pasangan suami isteri yang
bersangkutan. Keluarga yang kekal dan bahagia, itulah yang dituju. Banyak
faktor yang memicu keretakan bangunan rumah tangga, dan perceraian menjadi
jalan terakhir. 6 Perkawinan mempunyai akibat hukum tidak hanya terhadap diri
pribadi mereka-mereka yang melangsungkan pernikahan, hak dan kewajiban yang
mengikat pribadi suami isteri, tetapi lebih dari itu mempunyai akibat hukum
pula terhadap harta suami isteri tersebut. Meskipun tujuan perkawinan adalah
untuk menciptakan keluarga yang kekal hingga ajal datang menjemput, namun
seiring berputarnya roda kehidupan dan banyak persoalan serta problematika,
hidup yang harus dihadapi oleh pasangan suami istri dari hal sepele hingga pada
permasalahan yang pokok seperti permasalahan beda agama, prinsip hidup, masalah
ekonomi keluarga hingga bosan yang biasanya menghinggapi pasangan yang telah
berkeluarga bertahuntahun yang semua itu akhirnya bisa mengguncangkan bahtera
rumah tangga yang akhirnya terjadi perceraian.Meskipun Islam mensyariatkan
perceraian, tetapi bukan berarti Islam menyukai terjadinya perceraian.
Perceraian boleh terjadi, tetapi harus didasarkan alasan yang lebih kuat.
Hubungan hukum kekeluargaan dan hubungan hukum kekayaannya terjalin sedemikian
eratnya, sehingga keduanya memang dapat dibedakan tetapi tidak dapat
dipisahkan. Hubungan hukum kekeluargaan menentukan hubungan hukum kekayaannya makanya
proses untuk menuju perceraian itu tidaklah gampang bahkan dipersulit, suami
tidak bisa begitu saja menjatuhkan talak kepada istri demikianpun sebaliknya
istri tidak bisa lansung meminta cerai kepada suaminya. Baik suami ataupun
istri diberikan kesempatan untuk mencari penyelesaian dengan jalan damai yakni
dengan jalan musyawarah, jika masih belum terdapat kesepakatan dan merasa tidak
bisa melanjutkan keutuhan keluarga 7 maka barulah kedua belah pihak bisa
membawa permasalahan ini ke pengadilan untuk dicari jalan keluar yang terbaik.
Hal yang paling sering terjadi pada masyarakat Indonesia yang mayoritas
beragama Islam saat ini adalah setelah terjadinya perceraian, mengenai
kedudukan atau pembagian harta bersama antara suami dan istri yang bercerai tersebut,
banyak masyarakat yang memilih Pengadilan Agama untuk menyelesaikan pertikaian
pembagian harta bersama. Pembagian harta bersama menurut ketentuan Pasal 37
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan tidak ditetapkan secara
tegas berapa bagian masing-masing suami atau istri yang bercerai baik cerai
hidup maupun cerai mati. Keadaan demikian itu, adakalanya dapat diatasi dan
diselesaikan, sehingga hubungan suami-istri tersebut dapat kembali baik, namun
jika keadaan tersebut tidak dapat diselesaikan, maka akan memilih jalan akhir,
yaitu perceraian yang biasanya yang ditandai dengan putusnya hubungan suami
istri. Untuk menjaga hubungan keluarga jangan terlalu rusak dan berpecah belah,
maka Islam mensyari’atkan perceraian sebagai jalan keluar bagi suami istri yang
telah gagal dalam mendayung bahtera keluarga, sehingga dengan demikian hubungan
antara orang tua dengan anak-anaknya, antara famili dengan famili lain,
masyarakat sekelilingnya akan tetap berjalan dengan baik. Putusnya hubungan
perkawinan karena perceraian, akan berpengaruh pula dalam harta bersama yang
diperoleh selama dalam ikatan perkawinan, yang biasanya disebut dengan harta
bersama suami istri atau harta gono-gini, baik yang berupa harta bergerak
maupun harta yang tidak bergerak. Apabila dalam perceraian ada harta bersama
yang harus 8 dibagi dan menjadi perebutan dan tidak bisa diselesaikan secara
musyawarah kekeluargaan, adalah meminta kepada pengadilan untuk menyelesaikan
permasalahan suami istri tadi. Pengadilan akan membuka kembali pintu perdamaian
kepada para pihak dengan cara musyawarah memakai penengah yakni Hakim Mediasi
untuk orang yang beragama Islam akan membawa permasalahan ini kepada Pengadilan
Agama sedangkan untuk agama lainnya merujuk kepada Pengadilan Negeri tempat
mereka tinggal. Pembagian Harta Bersama (Gono Gini) sejauh pemahaman dan
pengalaman penulis ketentuan pembagiannya separoh bagi suami dan separo bagi
isteri hanya sesuai dengan rasa keadilan dalam hal baik suami maupun isteri
sama-sama melakukan peran yang dapat menjaga keutuhan dan kelangsungan hidup
keluarga . Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak
dari suami atau isteri mempunyai harta yang dibawa dan diperoleh sebelum
melakukan akad perkawinan. Suami atau isteri yang telah melakukan perkawinan
mempunyai harta yang diperoleh selama perkawinan yang disebut harta bersama.
Meskipun harta bersama tersebut hanya suami yang bekerja dengan berbagai
usahanya sedangkan isteri berada di rumah dengan tidak mencari nafkah melainkan
hanya mengurus rumah tangga dan anakanaknya .Suami maupun isteri mempunyai hak
untuk mempergunakan harta bersama yang telah diperolehnya tersebut selagi untuk
kepentingan rumah tangganya tentunya dengan persetujaun kedua belah pihak. Dan
ini berbeda dengan harta bawaan yang keduanya mempunyai hak untuk
mempergunakannya tanpa harus ada persetujuan dari keduanya atau masing masing
berhak 9 menguasainya sebagaimana yang diatur dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun
1974 pasal 35. Kasus perceraian dan pembagian harta gono-gini pernah dialami
oleh pasangan Bunga (bukan nama sebenarnya), umur 36 Tahun dan Wawan (bukan
nama sebenarnya), umur 36 Tahun. Pasangan ini menikah secara Islam pada tanggal
3 Oktober 2002. Harta bersama yang disengketakan Bunga adalah Tanah yang
diatasnya berdiri bangunan rumah di Perumahan Kota Malang, Sepeda Motor Yamaha
Mio dan Sepeda Motor Vixion, Bunga beranggapan bahwa Rumah yang ditempati wawan
sekarang adalah harta bersama dimana mereka membelinya ketika mereka sudah
menikah,dan dua sepeda motor yang merupakan harta bersama juga,akan tetapi
Wawan beranggapan bahwa Rumah yang di tempatinya sekarang masih kredit dan
belum lunas dan kepemilikan rumah atas nama PT.Bank Syariah BRI dan 2 sepeda
motor tersebut Wawan mengakui kalau sudah terjual. Perkara tersebut diputus
oleh Hakim Pengadilan Agama Kota Malang dalam putusan Nomor
0733/Pdt.G/2013/PA.Mlg. Dalam putusannya hakim mengabulkan gugatan Bunga
mengenai pembagian harta gono-gini. Dari uraian di atas penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul: DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMUTUSKAN HARTA
GONO-GINI UNTUK MELINDUNGI HAK ISTRI (Studi Perkara Nomor
0733/Pdt.G/2013/PA.Mlg) B.Rumusan Masalah 10 Dari uraian di atas, ada beberapa
pokok masalah yang menjadi bahasan utama, yaitu : Bagaimana pertimbangan hakim
dalam membagikan harta gono-gini untuk melindungi hak istri di PA Malang Studi
Perkara Nomor 0733/Pdt.G/2013/PA.Mlg? C.Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana Pengadilan Agama Malang dalam memproses
perkara gono gini D. Manfaat Penelitian Adapun kegunaan yang diharapkan oleh
penulis dalam penelitian ini adalah memberikan kontribusi keilmuan baik secara
teoritis maupun praktis : 1. Teoritis Pembahasan penelitian ini diharapkan
menjadi tambahan informasi sebagai sumbangan pemikiran untuk memperkaya
keilmuan hukum, khususnya Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Membagikan Harta
Gono-Gini Untuk Melindungi Hak Istri (Studi Di Pengadilan Agama Malang)”
2.Praktis Secara praktis penilitian ini dapat menghindari pola pikir sempit,
yang hanya fanatik pada satu pandangan hukum, serta mampu memberikan sumbangsih
keilmuan dan wawasan hukum bagi ahli hukum maupun masyarakat umum. 11 E.
Penelitian Terdahulu 1. Dila Dasril. 2011. Skripsi. Pembagian harta bersama
akibat perceraian berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Pengadilan Agama Lubuk Basung
no.68/PDT.G/2009/PA/L.B). Di sini pelaksanaan pembagian harta bersama pada
putusan nomor 68/ Pdt.G/ PA.LB ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yaitu harta benda yang
diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sehingga pada saat
terjadinya perceraian harta bersama tersebut dibagi sama rata antara bekas
suami isteri. Jadi untuk pelaksanaan pembagian harta bersama ini dimulai dengan
pengajuan gugatan. Oleh salah satu pihak, pengajuan gugatan dapat dilakukan
melalui 2 (dua) cara, yaitu diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian
ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap. Setelah
syarat-syarat untuk pengajuan gugatan terpenuhi maka proses pembagian harta
bersama diproses. Sehingga sesuai dengan Putusan Pengadilan Agama Lubuk Basung
Nomor : 68/Pdt.G/2009/PA.LB menetapkan pembagian harta bersama tersebut ½ (seperdua)
bagian untuk penggugat dan ½ (seperdua) bagian untuk tergugat. 2. Agung
Nugroho, 2008. Skripsi Pembagian Harta Bersama (Studi Putusan Pengadilan Agama
Kebumen No 13/Pdt.G/2005/P.A Kbm). Penelitian ini membahas tentang istri
menggugat harta bersama setelah bercerai, Suami berdalih sebagian hartanya
merupakan warisan dari orang 12 tuanya,akan tetapi menurut undang undang 1974
dan KHI pasal 97 setiap suami dan istri yang bercerai berhak mendapatkan
seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian
perkawinan. Persamaan dan Perbedaan Persamaan penelitian terdahulu di atas
dengan penelitian yang diteliti adalah sama sama membahas tentang harta gono
gini. Perbedaannya adalah penelitian yang diteliti lebih membahas ke pembagian harta
gono-gininya saja serta dasar pertimbangan hakim yang mendasarinya. Sementara
penelitian terdahulu ada masalah masalah lain yang terjadi antara suami dan
istri yang menyebabkan kedua pihak saling gugat sama lain. F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah Penelitian
normatif. Penelitian normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka (library research). 2. Sumber Data Penelitian Dalam
sebuah penelitian yang dimaksud sumber data adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh. Data-data yang dianalisis dalam penelitian ini diperoleh dari studi
lapang dan beberapa teori, konsep, ide, buku, dan yang ada kaitan dengan
pembahasan dalam penelitian ini meliputi : 13 a. Data Sekunder, yaitu data yang
berisi informasi penunjang yang berkaitan dengan penelitian tersebut,
diantaranya adalah artikel, surat kabar, jurnal yang berkaitan dengan
penelitian ini. Adapun beberapa rujukan yang ada kaitannya dengan penelitian
ini. b. Data Tersier, yaitu data Data tersier adalah data penunjang, yaitu
bahan-bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap sumber data primer
dan sekunder, di antaranya adalah kamus dan ensiklopedi. 3. Metode Pengumpulan
Data a. Dokumentasi Dokumentasi dari asal kata dokumen yang artinya
barang-barang tertulis seperti buku, majalah, catatan dan lain-lain yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Data yang diperoleh dari
dokumentasi ini merupakan data skunder sebagai pelengkap data primer.
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa
catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, agenda dan
sebagainya. 4.Metode Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan dengan lengkap
di lapangan, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk menjawab masalah
penelitian. Adapun untuk menjawab masalah penelitian tentu saja data yang
didapat perlu diorganisasikan dengan menggunakan analisis deskriptif
kualitatif, dimana deskriptif merupakan laporan penelitian yang berisi
kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran 14 penyajian laporan tersebut.
Dalam pengolahan data perlu melalui beberapa tahapan untuk menyimpulkan suatu
realita dan fakta dalam menjawab sebuah persoalan. Tahap-tahap pengolahan data
di antaranya: a. Edit Tahap ini adalah tahap awal setelah data diperoleh. Edit
yang dimaksud adalah langkah untuk memeriksa data yang sudah terkumpul. Tahap
ini di antaranya meliputi pengecekan dan pemilahan data yang benar-benar dapat
menunjang penelitian dan data yang tidak diperlukan. b. Klasifikasi Data yang
sudah diperoleh dengan baik dan sudah diedit dikelompokkan dalam beberapa
kategori. Antara lain data dikelompokkan dalam kategori bahan hukum primer dan
sekunder yang berkaitan dengan penelitian putusan hakim tentang gono-gini ini.
c. Verifikasi Tahap verifikasi merupakan salah satu tahap penting dalam
pengolahan ini karena berkaitan dengan keabsahan data atau disebut validitas
data. Tahap verifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara
melakukan pengecekan kecukupan refensial, yakni memeriksa data-data yang
tertulis dalam literatur secara cukup. d. Analisis 15 Analisis data adalah
proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diinterpretasikan. Analisis data merupakan proses yang tidak pernah selesai. Proses
analisis data itu sebenarnya merupakan pekerjaan untuk menemukan tema-tema dan
merumuskan suatu jawaban permasalahan dalam penelitian. Dalam metode ini
peneliti membuat kesimpulan dari datadata yang diperoleh untuk mempermudah
membaca dan memahami data yang sudah dikumpulkan. b. Conclusi Conclusi adalah
merupakan hasil suatu proses pengambilan kesimpulan dari proses penelitian yang
menghasilkan suatu jawaban yang menjadi generalisasi yang telah dipaparkan
dibagian latar belakang. Dalam metode ini peneliti membuat kesimpulan dari
semua data-data yang telah diperoleh dari semua kegiatan penelitian yang sudah
dilakukan baik melalui wawancara maupun dokumen.
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment