Abstract
INDONESIA:
Secara normatif Talak merupakan perbuatan yang diperbolehkan tetapi dibenci oleh Allah SWT. Secara detail dalam pasal 115 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia dinyatakan bahwasannya keabsahan sebuah peristiwa perceraian hanya dapat dilakukan jika di depan sidang Pengadilan Agama,hal tersebut setelah Pengadilan Agama berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak yang bertikai. Setelah diteliti, persoalan yang muncul adalah bahwa masih banyak terjadi perceraian yang dilakukan di luar sidang Pengadilan, seperti yang terjadi pada masyarakat Desa Sedayulawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan.
Kegelisahan akademik yang muncul dari persoalan tersebut yang mengantarkan penelitian ini dilakukan adalah bagaimana pemahaman masyarakat terhadap penjatuhan talak di luar Pengadilan Agamadan apa saja faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan talak di luar Pengadilan Agama.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis atau empiris dan menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk mengemukakan tentang fenomena-fenomena yang terjadi dengan mengembangkan konsep serta menghimpun fakta sosial yang ada. Data yang ada diperoleh atau dikumpulkan langsung dari observasi lapangan dan wawancara langsung dengan informan yang terkait. Dokumentasi dan referensi lain yang digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian ini.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagian masyarakat memahami bahwa talak di luar Pengadilan Agama adalah sah karena berpedoman pada aturan fikih. Sekalipun sebagian dari informan ada yang beranggapan sebaiknya talak dilakukan dihadapan Pengadilan Agama untuk mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum.Diantara faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan talak di luar Pengadilan Agama antara lain: Pemahaman masyarakat terhadap talak masih fikih orientied, Masyarakat tidak menganggap efektif peraturan yang ada, penghasilan pelaku yang dirasa tidak cukup untuk membayar biaya persidangan, karena melakukan nikah sirri, merasa sudah tidak cocok antara satu sama lain sehingga mengabaikan peraturan yang harus dijalankan.
ENGLISH:
Normatively, divorce is one of the legal actions; however it will be hated by Allah SWT. In detail, specifically on a part Islam law compilation 115 in Indonesia says that the divorce could be done and valid if the action of divorce is done in front of religion court’s meeting. Indeed, the divorce here could be done after the religion court tries to make a peace between both of sides (wife and husband) but means nothing; in short, the religion court will take an action for divorce session if the both sides are cannot be gathered anymore. On the contrary, after the researcher did the research, the problems are founded from the divorce action due the divorce action is done outside of religion court. Like what happen to people in Sedayulawas, Brondong, Lamongan.
The problems from the divorce action outside of religion court are the factor why the researcher does this research. And the purpose of this research is to enhance the understanding of people how to do a divorce pledge outside of religion court and what the factors which could be applied in order to make a divorce pledge outside of religion court.
The type of this research is sociology or empirics law research, whereas the approach of this research is qualitative research. The qualitative research has a purpose for displaying the divorce phenomena which happen in society by elaborating the concepts and collecting fro m the social facts. Then, the collecting of data is done by observation and interview to the informant. Other means of collecting the data is documentation.
The result of this research is some of people assume that the divorce is valid even though the divorce action is done outside of religion court because they are fiqh oriented people, while other people assume that divorce is better done inside the religion court to get the protection and legal certainty. Some factors which causes people do a divorce outside of religion court are: people understanding of divorce action (talak) is still oriented fiqh, people consider that divorced inside of religion court is not effective enough, the divorce action in religion court is expensive enough, the existence of sirri marriage (hidden marriage), and they feel uncomfortable each other till they are brave to break the rule of divorce in religion court.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1
Allah menentukan syariat perkawinan dengan tujuan untuk mewujudkan ketenangan
hidup, menimbulkan rasa kasih sayang antara suami dan istri, antara mereka dan
anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai hubungan besan akibat perkawinan
suami istri itu, dan untuk melanjutkan 1Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974
(Bandung: Citra Umbara, 2012), h. 2. 2 keturunan dengan cara berkehormatan.
Tujuan pernikahan ini akan tercapai apabila baik suami maupun istri dapat
menjalankan hak dan kewajiban masing-masing. Namun, tujuan syariat perkawinan
seperti disebutkan itu terkadang terhalang oleh keadaan-keadaan yang tidak
dibayangkan sebelumnya,2 perjalanan dan fakta sejarah menunjukkan bahwa tidak
semua perkawinan berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Mengingat
kenyataan menunjukkan bahwa banyak pasangan suami istri yang perkawinannya
terpaksa harus berakhir di tengah jalan. Talak merupakan perbuatan yang diperbolehkan
tetapi dibenci oleh Allah SWT, Talak secara harfiah berarti membebaskan seekor
binatang. Ia digunakan dalam syariah untuk menunjukkan cara yang sah dalam
mengakhiri suatu perkawinan.3 Hukum Islam menentukan bahwa hak menjatuhkan
talak ada pada suami, dengan pertimbangan bahwa orang laki-laki pada umumnya
berpembawaan kodrati lebih berpikir mempertimbangkan mana yang lebih baik
antara berpisah atau bertahan hidup bersuami istri daripada orang perempuan.
Orang laki-laki pada umumnya lebih matang berpikir sebelum mengambil keputusan
daripada orang perempuan yang biasanya bertindak atas emosi. Dengan demikian,
apabila hak-hak talak diberikan kepada suami, diharap kejadian perceraian
2Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1999), h.
70. 3Abdul Rahman l, Perkawinan Dalam Syariat Islam (Jakarta: PT RINEKA CIPTA,
1996), h. 80. 3 akan lebih kecil kemungkinannya daripada apabila hak talak
diberikan kepada istri.4 Islam memang tidak melarang umatnya melakukan
perceraian, tetapi itu bukan berarti bahwa Islam membuka jalan selebar-lebarnya
untuk melakukan perceraian dan itu juga bukan berarti bahwa Islam membolehkan
umatnya melakukan perceraian semaunya saja, kapan dan dimana saja, tetapi Islam
memberikan batasan-batasan tertentu kapan antara suami istri baru dibolehkan
melakukan perceraian. Batasan-batasan itu di antaranya adalah setiap perceraian
harus didasarkan atas alasan yang kuat dan merupakan jalan terakhir yang
ditempuh oleh suami istri setelah usaha lain tidak mampu mengembalikan keutuhan
kehidupan rumah tangga mereka.5 Putusnya ikatan perkawinan antara suami-istri
dapat disebabkan karena kematian, perceraian, dan keputusan pengadilan.6 Fikih
membicarakan bentuk-bentuk putusnya perkawinan itu disamping kematian adalah
dengan namaThalâq, khulu’, dan fasakh. Pengertian Thalâq sendiri menurut Pasal
117 KHI adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi
salah satu sebab putusnya perkawinan.7 4Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan, h. 72. 5
Soemiati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Yogyakarta:
Liberty, 1986), h. 104. 6Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia
(Bandung: CV. Mandar Maju, 2007), h. 150. 7Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan
Islam di Indonesia (Jakarta: PRENADA MEDIA, 2006), h. 227. 4 Dalam
perundang-undangan Indonesia telah diatur mengenai beberapa hal yang
dikhususkan pemberlakuannya bagi umat Islam, yaitu tentang perkawinan,
perceraian, kewarisan, dan perwakafan. Materi-materi yang terdapat dalam
perundang-undangan itu tertuang dalam undangundang No. 1 Tahun 1974 dan
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang perkawinan, undang-undang No. 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Inpres No.1 Tahun 1991 tentang kompilasi
hukum Islam. Materi-materi tersebut merupakan materi hukum yang menjadi dasar
penetapan hukum di Pengadilan Agama.8 Dalam pasal 115 Kompilasi Hukum Islam
menyatakan: Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama
setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak. Dari pasal di atas dapat dipahami bahwa aturan perkawinan yang
berlaku di Indonesia mengatur bahwa setiap perceraian baik cerai talak
(diajukan oleh pihak suami) maupun cerai gugat (diajukan oleh pihak isteri)
harus dilakukan di depan sidang Pengadilan dengan adanya alasan yang jelas.
Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
dijelaskan bahwa Undang-Undang Perkawinan bertujuan antara lain untuk
melindungi kaum wanita pada umumnya dan pihak istri pada khususnya. Di samping
itu secara yuridis undang-undang 8Husni Syams, “pengembangan makna talak dalam
perundang-undangan di Indonesia”
http://fikihonline.blogspot.com/2010/04/pengembangan-makna-talak-dalam.html.
diakses tanggal 7 Desember 2013. 5 tersebut bertujuan untuk mendapatkan
kepastian hukum. Suatu perceraian yang dilakukan di luar Pengadilan, sama
halnya dengan suatu perkawinan yang dilakukan dengan tidak mencatatkannya. Ia
tidak diakui oleh hukum dan oleh karenanya tidak dilindungi hukum. Lebih tegas
lagi dapat dikatakan bahwa perceraian yang dilakukan di luar Pengadilan tidak
mempunyai kekuatan hukum (no legal force). Oleh karena itu hukum menganggapnya
tidak pernah ada (never existed). Suatu perceraian yang dilakukan di luar
pengadilan akan menimbulkan kesukaran bagi si suami maupun si istri. Hal itu
karena hampir dapat dipastikan bahwa dalam setiap talak yang dijatuhkan oleh
suami terhadap istrinya di luar pengadilan, si suami tidak pernah
memperhitungkan hak-hak istri sebagai akibat dari perceraian tersebut, semisal
nafkah iddah, nafkah madiyah, mut’ah, dan pembagian harta bersama. Selain dari
itu, tidak ada suatu penilaian tentang apakah talak yang dijatuhkan oleh suami
itu benar-benar didasarkan kepada suatu alasan yang dibenarka oleh agama.9 Bagi
sebagian umat Islam Indonesia prosedur yang mengatur mengenai perceraian ini
merupakan ganjalan yang relatif masih besar atau sekurang-kurangnya masih
menjadi tanda tanya yang belum terjawab, karena dirasakan tidak sejalan dengan
kesadaran hokum yang selama ini berkembang, yaitu aturan fikih. Aturan fikih
mengizinkan perceraian atas dasar kerelaan kedua belah pihak, atau atas
inisiatif suami atau juga 9M. Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia
Masalah-Masalah Krusial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 78-79. 6 inisiatif
istri secara sepihak, bahkan perceraian boleh dilakukan tanpa campur tangan
lembaga peradilan. Aturan perceraian yang tertera dalam UUP ini serta aturan
pelaksanaan lainnya dirasakan terlalu jauh perbedaanya dengan kesadaran hukum
yang ada di tengah masyarakat muslim sehingga menimbulkan kesulitan di
lapangan.10 Walaupun perceraian itu adalah urusan pribadi baik atas kehendak
bersama maupun kehendak salah satu pihak yang seharusnya tidak perlu adanya
campur tangan dari Pemerintah, namun demi menghindarkan tindakan
sewenang-wenang terutama dari pihak suami dan juga demi kepastian hukum, maka
perceraian harus melalui saluran lembaga Pengadilan.11 Perbedaan prosedur talak
yang terdapat dalam fikih dan KHI ini menimbulkan kontroversi dalam masyarakat,
ketentuan tersebut sulit diterima oleh sebagian umat Islam Indonesia. Hal ini
dapat dibuktikan dengan masih adanya daerah yang belum seluruhnya mengindahkan
peraturan yang berlaku di Indonesia saat ini, ada sebagian masyarakat yang
masih tunduk hanya kepada hukum agama saja serta masih ada masyarakat yang
karena sebab-sebab tertentu terpaksa tidak mentaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku. 10Anshary, Hukum Perkawina, h. 82.
11Soemiyati, Hukum Perkawinan, h. 128. 7 Persoalan yang muncul adalah bahwa
masih banyak terjadi perceraian yang dilakukan di luar sidang Pengadilan, hal
ini seperti yang terjadi pada masyarakat Desa Sedayulawas yang notabennya
adalah masyarakat yang masih awam serta memiliki ketaatan yang tinggi pada
aturan yang dibuat agama. Desa Sedayulawas sendiri berjarak 64 Km dari Ibu Kota
Kabupaten dengan luas wilayah 1.063,783 Ha dimana sebagian besar wilayahnya
terdiri dari tanah ladang sehingga sebagian besar masyarakat bermata
pencaharian sebagai petani. Jika dilihat dari data pendidikan yang ada
menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Sedayulawas hanya dari lulusan
SLTP/MTs.12 Dengan keadaan yang demikian, tidak heran apabila masih ada
beberapa dari mereka yang belum sadar hukum serta kurang memiliki pengetahuan
tentang hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia saat ini. Hal yang terjadi
di Desa Sedayulawas, terdapat beberapa suami yang menceraikan istrinya dengan
mengucapkan ikrar talak di luar Pengadilan Agama, dari kasus yang terjadi
terdapat suami yang melakukan perceraian hanya cukup dengan mengatakan “Aku
jatuhkan talak kepadamu dan mulai saat ini kamu bukan istriku lagi”, mereka
beranggapan bahwasannya talak tersebut sudah jatuh dan pernikahan mereka sudah
putus sehingga setelah kejadian tersebut baik suami maupun 12Profil Desa
Sedayulawas Tahun 2013. 8 istri menganggap diantara mereka sudah tidak ada
ikatan perkawinan yang menjadikan keduanya dengan begitu saja meninggalkan dan
melalaikan tugas dan kewajiban mereka sebagai suami-istri.13 Padahal perceraian
tersebut dapat menimbulkan dampak yang negatif salah satunya terhadap status
perceraian mereka karena perceraian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum.
Setelah menjatuhkan talak tersebut para suami lebih memilih untuk pergi begitu
saja meninggalkan istri mereka untuk sekedar mencari pengalaman baru bahkan
sampai menikah lagi dengan wanita lain, sedangkan sang istri memilih untuk
menjalani kehidupannya di rumah serta merawat anak mereka tanpa seorang suami.
Dengan adanya fakta tersebut Peneliti merasa perlu meneliti tentang bagaimana
pemahaman masyarakat terhadap ikrar talak di luar Pengadilan Agama ini, dengan
harapan agar tidak terjadi kesalahfahaman dikalangan masyarakat serta
diharapkan masyarakat lebih mengetahui ketentuan hukum yang berlaku di
Indonesia khususnya masalah perkawinan, sehingga tidak menimbulkan
perkara-perkara yang merugikan nantinya. B. Batasan Masalah Agar kajian masalah
tidak meluas, maka penulis membatasinya pada pemahaman masyarakat Desa
Sedayulawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan terhadap ikrar talak yang di
lakukan di luar 13Hasil Pra Riset Yang Dilakukan Peneliti pada Masyarakat Desa
Sedayulawas. 9 Pengadilan Agama yang didalamnya mencakup bagaimana pemahaman
masyarakat Desa Sedayulawas terhadap penjatuhan talak yang dilakukan di luar Pengadilan
Agama serta apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya talak di luar
Pengadilan Agama. Adapun masyarakat yang akan diteliti hanya pada masyarakat
Desa Sedayulawas yang pernah menjatuhkan talak di luar Pengadilan Agama, dan
dari beberapa Tokoh Masyarakat, tokoh Agama serta masyarakat umum Desa
Sedayulawas. C. Rumusan Masalah Berangkat dari batasan masalah di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pemahaman masyarakat
terhadap penjatuhan talak di luar Pengadilan Agama ? 2. Apa saja faktor yang
menyebabkan masyarakat menjatuhkan talak di luar Pengadilan Agama ? D. Tujuan
Penelitian Tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Untuk
mengetahui pemahaman masyarakat terhadap penjatuhan talak di luar Pengadilan Agama.
2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan masyarakat menjatuhkan talak di
luar Pengadilan Agama. 10 E. Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini
diharapkan bisa bermanfaat secara teoritis maupun secara praktis. 1. Secara
teoritis a. Diharapkan dari penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk
penelitian selanjutnya yang ada kaitannya dengan permasalahan ini dan sekaligus
dapat mencari solusinya. b. Diharapkan dari penelitian ini dapat menambah
kajian kelimuan yang mengulas tentang ikrar talak di luar Pengadilan Agama. 2.
Secara praktis a. Secara sosial, dapat memberikan informasi kepada masyarakat
yang berkepentingan untuk mengetahui hukum dari ikrar talak di luar Pengadilan
Agama. b. Dapat memberikan informasi dan penegetahuan khususnya bagi peneliti
secara pribadi dan masyarakat luas pada umumnya mengenai ikrar talak yang
dilakukan di luar Pengadilan Agama. F. Definisi Operasional Adanyapencantuman
definisi operasional ini adalah untuk lebih memudahkan pembahasan dalam
penelitian ini, yang mana kata yang dijelaskan erat hubungannya dengan apa yang
akan diteliti. Diantaranya adalah sebagai berikut: 11 1. Ikrar Talak Talak
adalah ucapan resmi dari suami untuk menceraikan istrinya didepan penghulu dan
para saksi, umpamanya dengan ucapan, “Aku menalak engkau dengan talak satu
(dua, tiga)”. Talak tiga: talak terakhir yang menjadikan hubungan atau ikatan
suami-istri putus sama sekali, sehingga tidak bisa dirujuk kembali, kecuali
dinikahkan secara lazimnya kembali (bila ingin bersatu kembali).14 Maksud dari
“ikrar talak” dalam penelitian ini adalah suatu perkataan cerai yang dijatuhkan
seorang suami kepada istrinya, baik dengan menggunakan kata sindiran maupun
dengan kata yang jelas seperti “pulanglah kamu ke orang tuamu, karena mulai
saat ini kamu bukan istriku lagi”. Dimana perkataan tersebut dikatakan di rumah
dan tidak dilakukan di hadapan sidang Pengadilan Agama. 2. Luar Pengadilan
Agama Yakni Pelaksanaan atau penjatuhan ikrar talak yang tidak dilakukan di
depan sidang Pengadilan Agama. Talak di luar Pengadilan Agama ini tidak sesuai
dengan apa yang telah diatur dalam pasal 115 Kompilasi Hukum Islam yang
menyatakan bahwa Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan
Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak. 14Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah
Populer (Surabaya: ARKOLA,2001), h.736. 12 G. Sistematika Penulisan Untuk lebih
memudahkan pemahaman dalam penulisan skripsi, maka penulis akan membagi menjadi
lima bab yang susunan operasionalnya berdasarkan sistematika pembahasan sebagai
berikut: Bab I, merupakan pendahuluan. Bab ini memuat beberapa elemen dasar
penelitian ini, antara lain latar belakang yang memberikan landasan berpikir
pentingnya penelitian ini, permasalahan yang menjadi fokus penelitian, tujuan
penelitian yang dirangkaikan dengan manfaat penelitian, penelitian terdahulu
yang menunjukan berbagai penelitian tentang ikrar talak dan sistematika laporan
penelitian. Dengan mencermati bab ini, gambaran dasar dan alur penelitian akan
dapat dipahami dengan jelas. Bab II, pada bab ini untuk memperoleh hasil yang
memuaskan, peneliti memasukan kajian teori serta penelitian terdahulu sebagai
salah satu perbandingan dalam penelitian ini. Dari kajian teori diharapkan
memberikan gambaran atau merumuskan suatu permasalahan yang ditemukan dalam
objek penelitian yang digunakan dalam proses analisis. Bagian tentang kajian
teoritis yang meliputi pengertian Talak, Rukun dan Syarat Talak, Macam-macam
Talak, Hukum Talak, Talak dalam Islam, Talak dalam Perundang-undangan di
Indonesia, putusnya perkawinan menurut KHI, proses putusnya perkawinan menurut
KHI, akibat putusnya perkawinan karena talak. Bab III, Metode penelitian
merupakan suatu langkah umum penelitian yang harus diperhatikan oleh penulis
dan sebagai inti dari 13 skripsi. Pada bab ini terdiri dari jenis penelitian,
pendekatan, Jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode pengolahan
dan teknik analisis data. Bab IV, dalam bab ini akan di uraikan tentang hasil
penelitian dan analisis data, menggambarkan lokasi penelitian yang merupakan
tempat permasalahan serta berisi paparan data, analisis data akan menjawab
masalah yang terdapat pada rumusan masalah tentang pemahaman masyarakat Desa
Sedayulawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan terhadap ikrar Talak yang
dilakukan di Luar Pengadilan Agama. Dalam bab ini pula data akan diolah dengan
memasukkan data dan informasi yang terdapat dalam bab-bab sebelumnya, sehingga
hasil yang diperoleh benar-benar akurat dan tidak diragukan lagi. Bab V, adalah
Penutup. Bab ini merupakan bagian yang memuat dua hal dasar, yakni kesimpulan
dan saran. Kesimpulan merupakan uraian singkat tentang jawaban atas
permasalahan yang disajikan dalam bentuk poin-poin tertentu. Adapun bagian
saran merupakan kritikan yang membangun bagi peneliti agar kedepanya lebih baik
lagi dan demi kesempurnaan penelitian tersebut.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :Pemahaman masyarakat terhadap ikrar talak di luar Pengadilan Agama: Studi kasus di Desa Sedayulawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment