Abstract
INDONESIA:
Tingginya angka perceraian di Desa Songgon Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi, banyak disebabkan oleh kepergian salah satu pasangan (baik suami atau istri) menjadi TKI di luar negeri dan kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan biologis (seksual) menjadi alasan utamanya. Jika salah satu pasangan menjadi TKI secara otomatis frekuensi perjumpaan antara suami dan istri sangat jarang dan menjadikan tidak terpenuhinya kebutuhan biologis (koitus). Jika sang istri atau suami menjadi TKI, maka potensi percerian semakin besar terjadi karena suami atau istri yang ditinggalkan melakukan perselingkuhan. Dari fenomena di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Bagaimana kebutuhan seksual menjadi faktor utama tingginya angka perceraian pasangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Desa Songgon Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi; (2) Bagaimana pandangan masyarakat terhadap tingginya angka percaraian akibat tidak terpenuhinya kebutuhan seksual pasangan Tenaga Kerja Indonesia di Desa Songgon Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, metode yang digunakan adalah wawancara dan observasi, dukumentasi. Yang diteliti adalah 7 pasangan TKI yang sekarang sudah cerai di Desa Songgon Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi, analisa data yang digunakan edit, klasifikasi, verifikasi, analisis dan kesimpulan, sedangkan keabsahan datanya menggunakan teknik triangulasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa: (1) Kebutuhan seksual menjadi faktor utama tingginya angka perceraian pasangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Desa Songgon Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi. Kondisi ini secara umum disebabkan oleh: (a) Tidak terpenuhinya kebutuhan biologis atau hasrat seksual antara masing-masing pasangan suami istri selama mereka berjauhan di tempat kerja menjadi TKI; (b) Salah satu pasangan tidak setia menjaga ikatan pernikahan yang pernah disumpahkan bersama dihadapan penghulu dan saksi atau mereka sedang membina hubungan khusus dengan wanita atau pria idaman lain; (2) Pandangan masyarakat terhadap tingginya angka percaraian akibat tidak terpenuhinya kebutuhan seksual pasangan Tenaga Kerja Indonesia di Desa Songgon Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi, disebabkan oleh beberapa hal yaitu: (a) Rendahnya tingkat pemahaman dan pengetahuan pasangan suami istri tentang makna perkawinan atau pernikahan. Sehingga seringkali ketika ada masalah jalan keluar terbaik yang mereka ambil adalah bercerai; (b) Rendahnya tingkat pendidikan formal maupun non formal pasangan suami istri. Sehingga mereka tidak memahami sikap yang baik dan benar yang harus dilakukan demi keberlangsungan pernikahan; (c) Pengaruh perkembangan budaya dan teknologi yang semakin hari semakin canggih. Sehingga mereka tidak bisa membedakan informasi yang baik atau buruk dan perlu untuk diinternalisasi dan diyakini; (d) Mereka hanya memahami bahwa pernikahan atau perkawinan adalah tempat untuk memenuhi hasrat biologis (seksual). Jadi ketika hal tersebut tidak terpenuhi mereka mencari pelampiasan di luar meskipun dilarang dalam agama; dan (e) Kondisi tempat yang berjauhan dan minimnya pertemuan antara pasangan suami istri, ketika salah satu dari mereka memutuskan untuk bekerja di luar negeri menjadi TKI dan jauh dari keluarga besar.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Peristiwa yang tampak miris dalam perkawinan adalah
perceraian (thalaq). sehingga Allah membencinya. Perceraian sudah menjelma
prahara dashyat yang mampu mengoyak tatanan keluarga muslim. Kalau kita
mengintip perkara-perkara yang ditangani oleh PA (Pengadilan Agama), perkara
perceraian menempati urutan pertama. Baik itu dari perkara yang diajukan secara
cerai talak (di mana si 15 suami yang mengajukan perkara perceraian) maupun
gugat cerai (pihak istri yang menuntut perceraian kepada pihak suami). Dilihat
dari penyebab perkara perceraian yang mengemuka ditangani oleh hakim PA, cukup
beragam. Sehingga, tak ayal angka perkara perceraian dalam tiap tahunnya terus
meningkat. Perceraian seolah menjadi fenomena yang lazim di masing-masing
lingkup keluarga. Data dan fenomena perceraian yang peneliti temukan di PA
(Pengadilan Agama) melalui Hamid (Wakil Panitera Pengadilan Agama Banyuwangi),
bahwa tingginya angka cerai di Banyuwangi dalam dua tahun terakhir ini lebih
banyak disebabkan perginya salah satu pasangan ke luar negeri menjadi tenaga
kerja Indonesia (TKI) untuk meningkatkan kesejahteran ekonomi. Sebagai contoh,
jika perempuan yang berangkat kerja, percerian bisa terjadi karena suami yang
ditinggalkan melakukan perselingkuhan., Ini karena suami merasa tidak terpenuhi
kebutuhan batinnya, sehingga dia melakukan perselingkuhan. Dari tujuh kasus
perceraian di Desa Songgon rata-rata didominasi kaum perempuan yang mengajukan
gugatan, Rata-rata mereka baru datang atau ingin bekerja ke luar negeri. Data
dari Kantor PA Banyuwangi sejak empat tahun terakhir pengajuan perceraian terus
melonjak. Tahun 2006, kasus yang masuk mencapai 3.374 kasus, lalu tahun 2007
naik tajam menjadi 3.602 kasus, sedang tahun 2008 melonjak lagi mencapai 5.582
kasus. Hingga bulan September tahun 2009, pengajuan cerai sudah menembus angka
3.711 kasus.1 1 Hasil wawancara dengan Bapak Hamid (Wakil Panitera Pengadilan
Agama Banyuwangi), 10 Juli 2009. 16 Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuawangi
misalnya, penyebab perkara perceraian tampak tidak lazim. Di mana, penyebab
terbesar perkara perceraian terjadi dikarenakan kepergian salah satu pasangan
(baik suami maupun istri) tatkala menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di luar
negeri.2 Padahal sejatinya, salah satu pasangan yang mentahbiskan dirinya
menjadi pahlawan devisa (TKI) tersebut, disebabkan oleh mendesaknya kebutuhan
ekonomi keluarga agar bisa mapan dan bisa bertahan melanjutkan prosesi
kehidupan. Namun, harapan memperbaiki tatanan ekonomi keluarga dari pasangan
itu membuahkan dan berujung pada perceraian. Lebih dalam peneliti
mengeksplorasi alasan-alasan mendasar dari pasangan (suami ataupun istri) dalam
kehidupan keluarga TKI, kenapa mengakhiri keluarganya dengan bercerai setelah
pasangan pulang dari luar negeri ke kampung halamannya. Mereka (keluarga TKI)
bercerai disebabkan oleh alasan-alasan kebutuhan biologis (seksual) pasangan
yang tidak terpenuhi.3 Karena, bila salah satu pasangan menjadi TKI, otomatis
frekuensi perjumpaan antar suami dan istri sangat jarang sekali. Bisa-bisa
mereka bertemu sekali dalam berapa tahun, yaitu saat hari lebaran Idul Fitri
misalnya, bahkan bisa lebih. Sehingga, minimalnya pertemuan dari pasangan
keluarga tersebut mengakibatkan absennya keberlangsungan kehidupan keluarga
karena kurangnya kebutuhan biologis (baca: seksual) yang tidak terpenuhi.
Padahal, menurut keterangan dari salah satu 2 Hasil wawancara dengan Kepala KUA
(Kantor Urusan Agama), Bapak Isnaini, 9 Juli 2009. 3 Hasil wawancara denga
tokoh agama setempat Bapak Sayid, 11 Juli 2009. 17 pasangan keluarga TKI,
saudara Hariyono4 , dan menurut keterangan dari pihak istri yaitu saudari
Sulikah yang melakoni pekerjaan sebagai TKI membarikan keterangan bahwa
suaminya sudah tidak harmonis lagi semenjak ia pulang dari luar negeri karena
ia sudah mengetahui bahwa suaminya sudah punya selingkuhan (baca: WIL), dan itu
dikarenakan kurangnya intensitas pertenmuan dan membuat suaminya tidak tahan
karena kebutuhan seksualnya selama ia diluar negeri tidak bisa disalurkan,
karena itu suaminya mencari wanita lain untuk menyaluarkan kebutuhan
biologisnya ini dari data yang ada di lapangan karena sebab ini mereka para
pasangan TKI ini bercerai.5 dan dari keterangan bapak Syaroni selaku Mudin Desa
Songgon baliau memberikan keterangan bahwa para TKI yang bercerai di Desa
Songgon yang memang baliau juga bertetangga, beliau mengatakan bahwa yang
terjadinya perceraian para TKI di Sana memang di sebabkan banyaknya
perselingkuhan yang terjadi karena kuarangnya kebutuhan biologis yang tidak
terpenuhi maka para pasangan terutama suami mengambil inisiatif untuk melakukan
selingkuh dari pasanganya masing-masing.6 Misalnya lagi pasangan Fitra Sunday
dan Nurul Azizah, dimana perceraian mereka dari data yang saya dapat di
lapangan perceraian mereka di karenakan pihak dari suami mempunyai wanita
idaman lain, pada waktu istrinya di luar Negeri.7 Sedangkan yang di alami oleh
Rodiyah dan Haeoraji, permasalahan yang dialami yaitu pihak suami pada waktu
Rodiyah di luar negeri Haeroji sebagai suami itu melakukan 4 Saudara Hariyono
bermukim di Desa Songgon Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi. Istrinya
Sulikah sebagai TKI di Taiwan. 5 Keterangan saudari Sulikah dalam wawancara, 28
Desember 2009. 6 Wawancara Bapak Syaroni Selaku Mudin Daerah Songgon, Beliau
juga Bertetangga dengan pasangan Hariyono dan Sulikah, Wawancara 28 Desember
2009. 7 Wawancara dengan bapak Bukhori selaku tetangga dari Fitra Sunday dan
Nurul Azizah, Wawancara 2 Februari 2010. 18 perselingkuhan dengan wanita lain
yang ada di Desa Mangli sampai punya anak satu, dan sama orang Desa Sumur juga
hampir punya anak lagi menurut Ibu Ida selaku tetangga dan saudara mereka,
menurutnya dari pengakuan istrinya Rodiyah nafkah batin dari suaminya tidak
tersalurkan dan tidak kuat mengurus sendiri kebutuhan seks dari suaminya karena
melihat suaminya mempunyai selingkuhan karena sebab itu perceraian tidak dapat
dihindarkan.8 Sedangkan pasangan Maryati binti Conginik yang bermukin di Dusun
Gumuk Candi mengatakan selama menikah dengan Wien Nur Hudin dan selama ia
berada di luar negeri suaminya yang dikirim uang setiap bulan ternyata tidak
bisa menjaga kesetiaannya sebagai suami, dia mempunyai wanita idaman lain, atau
selingkuh.9 Sedangkan perceraian yang dialami oleh saudari Ripatin dari
wawancara yang penaliti lakukan ia mengalami perceraian karena pada waktu ia di
luar Negeri suaminya melakukan perselingkuhan dengan wanita lain dan ia juga
mengatakan selama ia datang lagi ke Songgon suaminya sudah tidak mesra lagi,
dan sepulang ia dari luar negeri suaminya berubah menjadi keras dalam
memperlakukannya.10 Dan memang perceraian yang di hadapi oleh Ripatin dan
Purnamiyantono memang karena keduanya tidak harmonis lagi, dan karena memang
pihak dari suami melakukan perselingkuhan semenjak istri berada di Luar
Negeri.11 Sedangkan masalah keluarga yang dihadapi oleh saudara Suwito dan
Sadiyah, 8 Wawancara dengan Ibu Ida, selaku saudara dan tetangga Rodiyah dan
Haeoraji, 2 Februari 2010. 9 Wawancara dengan Ibu Mariyati selaku TKI/ mantan
istri dari Wien Nur Hudin, 2 Februari 2010. 10 Wawancara dengan Ibu Ripatin
selaku TKI/ mantan istri dari purnamiyantono, 2 Februari 2010. 11 Wawancara
dengan bapak Sayid selaku tokoh Agama setempat dan tetangga dari Ibu Ripatin, 2
Februari 2010. 19 permasalahannya adalah dari pihak suami (suwito) dia
melakukan perselingkuhan ketika istri (Sadiyah) berada di luar Negeri, dan
pihak keluarga mengetahui bahwa suami dari Sadiyah melakukan perselingkuhan,
sehingga perceraian tidak dapat dihindarkan.12 Dan dari keterangan yang ada di
lapangan peneliti memperoleh bahwa masalah yang dihadapi oleh keluarga Tumirah
dan Suinal, mereka mulamula pada waktu Tumirah berada di luar Negeri masih
tetap menjaga hubungan meski melalui telpon, tapi lama kelamaan pihak suami yaitu
Suinal melakukan perselingkuhan dengan orang Desa Bayu kecamatan Songgon,
dimana selama perselingkuhan diam diam Suinal menikah lagi dengan wanita itu.
Sehingga setelah tumirah pulang lagi ke Indonesia dia mengetahui suaminya
menikah lagi dengan wanita lain, sehingga perceraian tidak dapat ditampik
lagi.13 Mereka mulamula bercerai disebabkan jarangnya komunikasi (baik kontak
secara elektronik maupun manual). Dari kurangnya frekuensi pertemuan tersebut
yang terjadi di lapangan salah satu pihak (suami), banyak yang jajan di luar
dan mencari kepuasan biologis kepada selain istrinya. Dan pada akhirnya, pihak
keluarga mengetahui bahwa uang hasil kerja menjadi TKI untuk hal-hal yang tidak
wajar. Sehingga, perlakuan yang demikian itu menyulut amarah pihak istri dan
keluarganya. Al-hasil, perceraian di antara pasangan tersebut tidak dapat
dihindari. Perlu di ketahui pula, pada awalnya kedua suami istri sudah membuat
komitmen tentang bagaimana menjalani hidup setelah ditinggal kerja keluar
negeri dan berkomitmen untuk saling menjaga keutuhan rumah tangga untuk tidak
12 Wawancara dengan Sadiyah, 2 Februari 2010. 13 Wawancara dengan Bapak
Priyantono selaku Ketua RT Setempat dan Tetangga Dekat Tumirah dan Suinal, 2
Februari 2010. 20 saling selingkuh di antara kedua pasangan yaitu komitmen
tentang kesetiaan dan kesabaran. Namun seiring dengan perjalanan waktu dan
kebutuhan seksual yang mendesak, komitmen tersebut akhirnya ditiadakan dengan
sendirinya oleh salah satu pasangan. Yang banyak dilakukan oleh kaum pria (suami).
Dari sini sepertinya dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa kebutuhan seksual
adalah faktor yang paling penting untuk dipenuhi dalam sebuah keluarga. Dan
sebagai faktor penting dalam menjaga keutuhan rumah tangga. Dalam teori Sigmund
Freud memiliki pandangan bahwasannya keinginan sebagai libido, dan memandang
niat untuk mempertahankan hidup ini dari sudut pandang reproduksi, karena tiap
mahluk memiliki keinginan untuk melestarikan jenisnya dari kepunahan, maka seks
dipandang sebagai akar dari segenap keinginan.14 Dalam Islam, pernikahan
merupakan Sunnatullah yang umum dan berlaku pada setiap mahlukn-Nya, nikah
menurut bahasa adalah al-jam’u dan al-dhamu yang artinya kumpul. Maka nikah
bisa diartikan dengan aqdu al-tazwij yang artinya akad nikah. Juga bisa
diartikan menyetubuhi istri.15 Dan juga bisa diartikan ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan
membentuk keluarga sakinah yang bahagian berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
selain itu dengan pernikahan seseorang akan terpelihara dari hawa nafsunya.16
perkawinan sangatlah penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun
kelompok.Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan antara laki-laki dan
perempuan terjadi secara terhormat sesuai 14 C. George Boeree, Psikologi
Sosial, (Jogjakarta, Prima Shophie, 2008). 15 M.A. Tihami dan Sohari Sahrani.
Fikih Munakahat, Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta, Rajawali Pers, 2009). 16
Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Keluarga
Sakinah, Korps Penasihat Perkawinan Dan Keluarga Sakinah, (Departemen Agama RI
2004). 21 dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan.
Pergaulan hidup berumah tangga, sejatinya selalu berada dalam suasana yang
damai, tentram, dan rasa kasih sayang antara suami istri. Oleh karena itu, pada
dasarnya Islam mengatur masalah perkawinman dengan amat teliti dan terperinci,
untuk membawa umat manusia dalam hidup berkehormatan, sesuai kedudukannya yang
mulia di tengah-tengah makhluk Allah SWT yang lain.17 Hubungan manusia
laki-laki dan perempuan ditentukan agar didasarkan atas rasa pengabdian kepada
Allah sebagai al-Kholik (Tuhan Maha Pencipta) dan kebaktian kepada kemanusiaan
guna melangsungkan kehidupan jenisnya. Tujuan dan fungsi perkawinan secara
garis besar dinyatakan oleh Allah adalah untuk mendapatkan mawaddah warahmah
(cinta kasih sayang), serta ketenangan lahir dan batin di kalangan manusia.
Dengan demikian jelaslah bahwa perkawinan merupakan bagian dari ajaran Agama
Islam yang wajib ditaati dan di laksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang terdapat dalam Al-Quran, Dalam Surat Al-Dzariyat 49 Artinya: “Dan segala
sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”
(ad-Dzariyat: 49). 17 Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek
Peningkatan Keluarga Sakinah, Tuntunan Keluarga Sakinah Bagi Usia Nikah (Seri
agama Departemen Agama RI 2004). Hal 112 22
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
di atas, maka rumusan masalahh dalam penelitian ini adalah: 1. Mengapa
kebutuhan seksual menjadi faktor utama tingginya angka perceraian pasangan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Desa Songgon Kecamatan Songgon Kabupaten
Banyuwangi? 2. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap tingginya angka
percaraian akibat tidak terpenuhinya kebutuhan seksual pasangan Tenaga Kerja
Indonesia di Desa Songgon Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi?
C.
Batasan
Penelitian
Batasan masalah berguna agar penelitian yang diteliti oleh seorang
peneliti lebih sepesifik dan terfokus pada inti permasalahan tidak melebar
kepada masalah-masalah yang lain. Adapun batasan masalah dalam penelitian kami
terletak pada masalah Kebutuhan Seksual Sebagai Penyebab Utama Tingginya Angka
Perceraian bagi pasangan Tanaga Kerja Indonesia Di Desa Songgon Kecamatan
Songgon. Nama pasangan Tenaga Kerja Indonesia tersebut, antara lain: (1)
Hariyono Bin Sehar dengan Sulekah Binti Sueb; (2) Fitra Sunday Bin Mujiono
dengan Nurul Azizah Binti Sugiarso; (3) Wien Nurhudin Bin Musamin dengan
Maryati Binti Conginik; (4) Purnamiyantono Bin Supriyadi dengan Ripatin Binti
Hanafi; (5) Haeroji Bin Moh. Anwar dengan Rodiyah Binti Buang Safari; (6)
Suwito Bin 23 Saribun dengan Sadiyah Binti Djaelani; (7) Sujiono Bin Suinal
dengan Tumirah Binti Japar.
D.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian
ini adalah: 1. Mengetahui alasan-alasan bahwa kebutuhan seksual menjadi faktor
utama tingginya angka perceraian 2. Mengatahui pandangan tokoh masyarakat
tentang tingginya angka percaraian akibat tidak terpenuhinya kebutuhan seksual
pasangan TKI di Desa Songgon Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi.
E.
Manfaat
Penelitian
Penelitian
ini dapat digunakan sebagai wacana tambahan tentang bagaimana cara mengatasi
persoalan tingginya angka perceraian Tenaga Kerja Indonesia yang terjadi di
Desa Songgon Kabat dan di Kabupaten Banyuwangi 1. Secara teoritis, di samping
sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan (S-1), hasil penelitian ini
dapat dijadikan referensi dan batu pijakan bagi para peniliti yang ingin
mengkaji tentang kebutuhan seksual sebagai penyebab utama tingginya angka
perceraian Tenaga Kerja Indonesia. 2. Secara praktis penelitian ini dapat
digunakan sebagai wacana tambahan tentang bagaimana cara mengatasi kebutuhan
seksual Tenaga kerja Indonesia dan untuk wacana dalam mencegah banyaknya angka
perceraian Tenaga Kerja 24 Indonesia yang terjadi di Desa Songgon Kecamatan
Songgon dan di Kabupaten Banyuwangi.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Kebutuhan seksual sebagai penyebab utama tingginya angka perceraian Tenaga Kerja Indonesia (TKI): Studi kasus di Desa Songgon Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment