Abstract
INDONESIA:
Salah satu domain hukum Islam (fikih) yang sampai hari ini belum menyentuh titik final adalah pembahasan tentang kawin beda agama (antara orang islam dengan non-muslim). Perdebatan tersebut semakin hangat diantara para pemikir islam tentang status hukum yang ditimbulkannya, apakah boleh atau tidak, mengigat perilaku kawin beda agama bersentuhan dengan sebuah keyakinan (dogtrin) keagamaan.
Kawin beda agama itu sendiri secara terminologi merupakan menjalin hubungan suami-istri yang berbeda keyakinan (agama) satu sama lain untuk membentuk suatu ikatan keluarga. Dalam kodifikasi hukum (fikih) klasik, pembahasan ini terbentur pada terminologi Ahli Kitab dan Musyrik dalam al- Qur an yang sekali lagi menimbulkan perdebatan panjang dikalangan fuqaha, hingga pada akhirnya produk hukum sebagai ketetapan yang diambil terhadap praktek kawin beda agama lebih dominan pada sisi pengharamannya.
Penelitian ini bermaksud mengkaji terhadap pemikiran para tokoh dalam buku fikih lintas agama; membangun masyarakat inklusif-pluralis. Hal ini tidak lain karena gagasan tersebut dianggap baru dalam khazanah pemikiran Islam yang ada selama ini, terlebih lagi adalah gagasan mereka yang membolehkan kawin beda agama, kemudian untuk mengetahui latar belakang dan epistemologi yang dibangun.
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif, karena di dalamnya mengkaji pemikiran para tokoh dalam buku tersebut terutama yang berkaitan dengan pembolehan kawin beda agama. Sumber data yang digunakan adalah data primer, data sekunder, dan data tersier. Metode pengumpulan data disini menggunakan metode studi kepustakaan dan dokumentasi. Dengan menggunakan pendekatan, sumber data, dan teknik pengumpulan data tersebut, diharapkan penelitian ini dapat menggambarkan pokok pikiran dan gagasan para tokoh tentang kawin beda agama..
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, bahwa kawin beda agama menurut buku tersebut (antara orang-orang muslim baik laki-laki dan perempuan) hukumnya boleh, bahkan sangat dianjurkan, untuk menjalin hubungan baik antar-agama melalui sebuah keluarga, mengingat salah satu tujuan keluarga adalah menjalin tali kasih dan sayang. Hal demikian adalah untuk menerjemahkan maksud agama yang tidak membedakan ras, golongan, suku bahkan agama. Sementara latar belakang dan bangunan epistemologinya dipengaruhi oleh tiga faktor; faktor Akademis, faktor Teologis dan faktor Sosiologis. Disamping itu, Nurcholish Madjid melakukan pembaruan pada tiga level; pembaruan level metodologis, etis dan filosofis.
No comments:
Post a Comment