Abstract
INDONESIA :
Pada tahun 2010 Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan No. 46/PUUVIII/2010 terkait kedudukan hukum bagi anak luar Kawin. Putusan tersebut sebagai jawaban atas uji materi UU No. 1 tahun 1974 yang diajukan oleh Machicha Mochtar ke Mahkamah Konstitusi untuk mendapatkan pengakuan tentang status hukum anak kandungnya, yang dilahirkan dari perkawinan secara sirri dengan Moerdiono tanpa dicatatkan sesuai ketentuan hukum yang ada. Dari putusan tersebut, timbulah banyak pendapat dari berbagai kalangan masyarakat tentang Putusan yang di keluarkan oleh Mahkamah Konstitusi tersebut.Banyak opini yang berkembang, baik itu dari kalangan akademisi, peneliti, aktivis, mahasiswa, hakim, dan juga masyarakat pada umumnya.Dari sinilah kemudian penulis tertarik untuk meneliti respon aktivis perempuan dan anak terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang status anak yang lahir di luar perkawinan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman dan pendapat para aktivis perempuan dan anak tentang Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/2010 tentang Status Anak Luar Kawin, Pengaruh yang ditimbulkan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di masyarakat, serta keefektivan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bila di jalankan di masyarakat.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian empiris, dengan mendapatkan data yang bersifat deskriptif kualitatif.Data yang terkumpul lebih banyak berupa data primer, yang didukung dengan beberapa data sekunder untuk kemudian dianalisis dengan data hasil penelitiannya.Perolehan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.
Temuan penelitian ini adalah aktivis perempuan dan anak memiliki tingkatan pemahaman yang berbeda, yaitu sangat paham, paham, dan tidak paham.Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan latar belakang pendidikan dari masing-masing aktivis.Pendapat aktivis tentang putusan tersebut, setuju dan tidak setuju.Perbedaan pendapat tersebut dikarenakan perbedaan fokus dalam penanganan perempuan dan anak yang ditetapkan oleh lembaga yang menjadi tempat aktivis perempuan dan anak tersebut bekerja. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menurut aktivis perempuan dan anak belum bisa efektif dilaksanakan di masyarakat, karena minimnya pengetahuan masyarakat terhadap hukum serta tidak adanya sosialisasi dan edukasi terkait Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/2010 tentang status anak luar kawin, khususnya kepada para aktivis perempuan dan anak.
ENGLISH :
Constitutional Court created decision No. 46/PUU-VIII/2010 related to legal status for illegitimate children in 2010. The decision as the answer of material test UU No. 1, 1974 that have did by Machicha Mochtar to Constitutional Court to get confession about legal status for her child who was born of the sirri(illegitimate) marriage with Moerdiono without license that appropriate with legal requirement. The decision make many opinions from various society about the decision that created by Constitutional Court. Many opinions appear from civitas academica, researchers, activists, student universities, judges, and common people. It makes the writer interest to analyze women and child activist’s response toward Constitutional Court’s decision No. 46/PUU-VIII/2010 about the status of children born outside marriage.
Some of it is the goal of this research is to know understanding and opinion of women and children activists about Constitutional Court’s Decision No. 46/PUU-VIII/2010 about the Status of Illegitimate Children, Influences that appeared by the Constitutional Court’s Decision in society, and the affectivity of the Constitutional Court’s Decision when applied in society.
This research is empirical research that obtain the data that is descriptive qualitative. The collected data are in the form of primary data which is supported by several secondary data that will be analyzed with the data of research result. In acquisitioning data, researcher did three ways; that are through observation, interview and documentation.
The findings of this research is women and children activists have different understanding level , that are very understand, understand and not understand. It caused by the difference of every activist’s education background. Activist's opinion about the decision divided two; agree and disagree. The opinion difference caused focus difference in handling women and children that established by institution where women and children activists working. The last, the Constitutional Court’s Decision according to women and children activist not effective yet applied in society because society’s knowledge less about law and there is no socialization and education concerning Constitutional Court’s Decision No. 46/PUU-VIII/2010 about the status of illegitimate children to society, especially to women and children activists.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam sistem hukum apapun, lembaga
perkawinan selalu memiliki peranan yang sangat penting bagi perjalanan hidup manusia,
baik karena sifatnya yang banyak bersentuhan dengan titah dan perintah agama
atau kewajiban yang ditentukan oleh adat istiadat sehingga mengandung
pengertian yang sakral dan religius, maupun karena konsekuensi dari perkawinan
itu sendiri yang melibatkan pelbagai persoalan dalam ruang lingkup hukum
keluarga.1 Perkawinan merupakan pintu pertama yang dilalui setiap orang untuk
membentuk sebuah keluarga, karena salah satu tujuan perkawinan adalah agar
dapat memperoleh keturunan atau anak.2 Anak merupakan anugerah terindah yang
diberikan oleh Allah SWT kepada pasangan suami dan istri, kerena dengan adanya
anak maka akan sempurna kebahagiaan dalam rumah tangga seseorang. Namun, tidak
semua anak yang dilahirkan di dunia ini mendatangkan kebahagiaan bagi orang
tuanya. Karena datangnya anak tersebut tidak di 1 D.Y. Witanto, Hukum Keluarga:
Hak Kedudukan Anak Luar Kawin (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010), h.22. 2 Abdul
Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2008), h. 22. 2 kehendaki
atau tidak dalam balutan hubungan yang dihalalkan oleh agama maupun negara.
Seperti halnya yang terjadi pada Machica Mohtar dan anaknya yang bernama M.
Iqbal Ramadhan. Sebagaimana telah menjadi pemberitaan media, Machicha pernah
menikah secara sirri dengan mantan Mensesneg Moerdiono pada 20 Desember 1993,
dan dari perkawinan tersebut, Machicha dan Moerdiono dikaruniai seorang anak
laki-laki yang bernama M Iqbal Ramadhan. Namun, perkawinan tersebut tidak
berlangsung lama, berakhir pada tahun 1998 dan Moerdiono tidak mengakui Iqbal
sebagai anak Moerdiono. Hal itu mendorong Machica untuk mengajukan uji materi
UU No. 1 tahun 1974 ke Mahkamah Konstitusi untuk mendapatkan pengakuan tentang
status hukum Iqbal.3 Pada tanggal 27 Februari 2010, Mahkamah Konstitusi (MK)
mengeluarkan putusan No. 46/PUU-VIII/2010 terkait kedudukan hukum bagi anak
luar Kawin.4 Pada dasarnya putusan ini sebagai jawaban atas permohonan uji
materi Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang diajukan oleh
Machica Mochtar. Dengan dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi No.
46/PUUVIII/2010, yang dalam amar putusannya menyatakan bahwa:5 Pasal 43 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan, “Anak
yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan
ibunya dan keluarga ibunya”, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang
dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti 3 Lihat putusan
Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 4 Lihat putusan Mahkamah Konstitusi
No. 46/PUU-VIII/2010 5 Lihat amar putusan Mahkamah Konstitusi No.
46/PUU-VIII/2010 3 lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai
ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luar
perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta
dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai
hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”; maka
konsekuensi dari perkawinan sirri yang termaktub dalam Pasal Pasal 43 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan dalam Pasal Pasal 100 Kompilasi Hukum
Islam (KHI) di atas tidak lagi berlaku, karena sudah dirubah oleh putusan
Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010. Putusan Mahkamah Konstitusi di atas
dikeluarkan dengan berbagai pertimbangan, yaitu pertimbangan moral, hukum dan
kemaslahatan. Pertimbangan untuk menjamin hak setiap warga negara agar tidak
dilanggar oleh pihak lain, terutama oleh negara, karena hak hidup dan mendapat
penghidupan yang layak setiap warga negara dijamin dan dilindungi oleh
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Selain itu juga merupakan
bentuk pembaruan hukum keluarga di Indonesia. Namun, tidak semua pihak setuju
dengan putusan Mahkamah Konstitusi di atas, justru putusan tersebut mengundang
perdebatan di berbagai kalangan. Dari masyarakat awam, akademisi, hingga
pimpinan lembaga negara memberikan tanggapan atas Putusan Nomor
46/PUU-VIII/2010 tersebut. Putusan ini pun akhirnya menuai pro dan kontra di
masyarakat. Bahkan, ada yang berpendapat, putusan ini melegalkan zina. 4
Mahkamah Agung juga mendukung penuh atas putusan Mahkamah Konstitusi
No.46/PUU-VIII/2010 tersebut. Hal itu dibuktikan dengan adanya perintah
Mahkamah Agung kepada hakim di seluruh Indonesia untuk melaksanakan putusan
Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung juga memerintah hakim menghukum pidana bagi
laki-laki yang tidak mau melaksanakan putusan mereka. Hal tersebut disampaikan
Mahkamah Agung pada saat Rapat kerja Nasional Mahkamah Agung dengan jajaran
Pengadilan dari empat Lingkungan Peradilan seluruh Indonesia yang dirangkum
dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No.7 Tahun 2012.6 Hal di atas menurut penulis
merupakan salah satu indikator bahwa putusan Mahkamah Konstitusi di atas telah
berhasil mengundang perhatian banyak kalangan untuk menelaah, meneliti dan
bahkan mengkritisinya, sebab putusan tersebut menuai berbagai opini dalam
masyarakat. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang juga dikuatkan
dengan adanya surat edaran Mahkamah Agung tentang anak yang lahir di luar kawin
tersebut akan memberikan banyak keuntungan kepada setiap perempuan yang
mempunyai anak-anak yang lahir di luar perkawinan. Juga memberi kemudahan
kepada Lembaga-lembaga sosial yang menangani perempuan dan anak karena adanya
alur yang jelas dan tegas untuk mengatasi permasalahan seputar anak yang lahir
di luar perkawinan dan tidak diakui oleh bapak biologisnya. 6 Surat Edaran
Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2012 5 Terkait hal di atas, maka penulis meneliti
putusan Mahkamah Konstitusi dari sudut pandang para aktivis perempuan dan anak
di Kota dan Kabupaten Malang. Mengingat putusan tersebut sangat berdampak pada
perempuan, baik perempuan yang menikah secara sirri dan mempunyai anak ataupun
perempuan yang mempunyai anak dari hubungan zina. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka ada dua rumusun masalah yang
akan dijadikan pokok kajian dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana pendapat
Aktivis Perempuan dan Anak di Malang terhadap implikasi putusan Mahkamah
Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 terhadap Perempuan dan Anak Luar Kawin? 2. Apa
saja pengaruh yang ditimbulkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010
di Masyarakat perspektif Aktivis Perempuan dan Anak di Malang? 3. Bagaimana
efektivitas pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010
menurut Aktivis Perempuan dan Anak di Malang? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk
mengetahui pendapat Aktivis Perempuan dan Anak di Malang terhadap implikasi
putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUUVIII/2010 terhadap Perempuan dan Anak
Luar Kawi. 2. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 di Masyarakat perspektif Aktivis Perempuan dan
Anak di Malang. 6 3. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 menurut Aktivis Perempuan dan Anak di Malang.
4. Manfaat Penelitian Setiap penelitian tentunya harus bermanfaat, begitu juga
dengan hasil penelitian ini nantinya, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
para pembaca: 1. Secara praktis diharapkan menjadi salah satu sumbangan
pemikiran bagi praktisi hukum terkait dengan corak pemikiran hukum
begawan-bahli-ahli hukum yang ada di Mahkamah Konstitusi sebagai bahan masukan
dalam melakukan analisis kasus tententu. 2. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi mereka yang
hendak melakukan penelitian mengenai putusan-putusan yang dikeluarkan oleh
Mahkamah Konstitusi khususnya yang berkaitan dengan masalah-masalah keperdataan
dalam lingkup Peradilan Agama. 5. Definisi Operasional Dalam pembahasan skripsi
ini agar lebih terfokus pada permasalahan yang akan dibahas, sekaligus
menghindari persepsi lain mengenai istilah-istilah yang ada, maka perlu adanya
penjelasan mengenai definisi istilah dan batasanbatasannya. Adapun definisi dan
batasan istilah yang berkaitan dengan judul dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut : 7 1. Pandangan, pandangan merupakan hasil perbuatan
memperhatikan, merasakan, melihat sesuatu.7 Pandangan juga berarti pendapat
seseorang terkait suatu hal. 2. Aktivis, yaitu orang yang bekerja aktif
mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan dalam organisasinya.8
Organisasi disini adalah organisasi atau lembaga khusus yang menangani berbagai
persoalan yang melibatkan perempuan dan juga anak. 3. Putusan Mahkamah
Konstitusi, Putusan merupakan hasil dari memutuskan suatu perkara dalam persidangan.9
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan
kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna
menegakkan hukum dan keadilan.10 4. Anak luar kawin maksudnya adalah anak yang
dilahirkan di luar perkawinan yang sah menurut Undang-Undang. 6. Sistematika
Pembahasan Agar bahasan dalam penelitian ini nantinya tersusun secara baik dan
sistematis, maka peneliti menguraikannya dalam lima bab. Dalam BAB I terdapat
Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
penelitian terdahulu, kerangka teoritik dan sistematika pembahasan. 7
http://kamusbahasaindonesia.org/pandangan, diakses pada tanggal 26 Maret 2014 8
http://kamusbahasaindonesia.org/aktivis, diakses pzda tanggal 26 Maret 2014 9 http://kamusbahasaindonesia.org/putusan,
diakses pada tanggal 23 Maret 2014 10
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.ProfilMK&id=3,
diakses pada tanggal 23 Maret 2014 8 Kemudian, dalam BAB II akan menyajikan
landasan teori tentang putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010, UU
No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pengelompokan Anak me Hak-Hak Anak dalam
Undang-Undang. BAB III memaparkan metode yang menjadi landasan penelitian,
yaitu metode pendekatan, sumber data dan teknik pengumpulannya, dan metode
analisis data. Dalam BAB IV akan diuraikan, hasil penelitian yang relevan
dengan permasalahan dan pembahasannya, yaitu tentang pendapat Aktivis Perempuan
dan Anak di Malang terhadap implikasi putusan Mahkamah Konstitusi No.
46/PUUVIII/2010 terhadap Perempuan dan Anak Luar Kawin, pengaruh yang
ditimbulkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 di Masyarakat
perspektif Aktivis Perempuan dan Anak di Malang, dan efektivitas pelaksanaan
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 menurut Aktivis Perempuan dan
Anak di Malang. Selanjutnya adalah Bab V, dalam BAB V terdapat penutup yang
memuat kesimpulan terkait pembahasan yang ada didalam penelitian ini dan juga
terdapat saran dari penulis agar penelitian ini dapat di sempurnakan oleh siapa
saja yang hendak melakukan penelitian dengan tema yang sama.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :Pandangan aktivis perempuan dan anak Kota dan Kabupaten Malang terhadap putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU VIII/2010 tentang status anak luar kawin." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment