Abstract
INDONESIA:
Poligami merupakan masalah yang kontroversial dalam Islam yang jadi perbincangan tidak pernah ada habisnya. Keadilan menjadi syarat yang paling utama dalam poligami. Kyai merupakan seseorang yang dipandang lebih faham pengetahuannya oleh masyarakat mengenai syariat Islam. Di sini peneliti berbicara mengenai kyai jombang karena Jombang terkenal dengan julukan kota santri jadi ini menarik diteliti bagaimana kyai tersebut bisa adil terhadap istri- istrinya.
Kajian ini difokuskan pada pembahasan poligami yang dilakukan oleh kyai pelaku poligami di Jombang. Penekanannya adalah terkait masalah keadilan terhadap istri-istrinya, mengenai nafkah, giliran waktu, dan bepergian.
Tujuan utama kajian ini adalah untuk memahami secara komprehensif tentang konsep keadilan dalam poligami, dan untuk mengetahui bagaimana penerapannya terhadap istri-istrinya dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun jenis penelitian ini adalah jenis penelitian empiris, dengan perolehan data yang bersifat deskriptif kualitatif, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologis. Sebagian besar data diperoleh dari data primer, yang dikumpulkan langsung dari informan. Kemudian, didukung dengan sumber data sekunder dalam menganalisis hasil penelitiannya.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa para kyai yang melakukan poligami, berpendapat keadilan adalah relatif. Adapun penerapan terhadap istri-istrinya dalam urusan nafkah itu tidak harus sama, karena yang dimaksud adil adalah sesuai dengan kebutuhan si istri. Dalam masalah giliran ada juga yang berpendapat itu wajib sama, ada juga yang fleksibel. Masalah bepergian juga ada yang diundi. Dan ada juga yang fleksibel.
ENGLISH:
Polygamy is a controversial issue of Islam that is never-ending discussed. Justice is the most important requirement in polygamy. Kyai is someone who is viewed by the public has more knowledge about Islamic law. In this study discussed the Jombang Kyai from the aspect of how they can do justice to his wives.
This study focused on the discussion of polygamy conducted by polygamist kyaiin Jombang. The emphasis is related to the issue of justice to his wives, concerning to the necessities of life, time sharing, and traveling.
The main objective of this study is to comprehensively understand the concept of justice in the polygamy, and to determine how the application of it’s to wives in daily life.
The method used in this study is an empirical study, the acquisition of data that is descriptive qualitative, whereas the approach used is a sociological approach. Most of the data obtained from the primary data, collected directly from the informant. Then, in analyzing the results of the study is supported by secondary data sources.
It can be concluded that polygamist Kyai argue that justice is relative. The implementation of this to their wives in the context of the necessities of life is not must be same because the meaning of equitable is accordance with the wife needs. Then, some Ulama’ argue that in the time sharing must be same but some other Ulama’ is only conditionally. In the context of travelling, in practically they are doing based on lottery and there is also a flexible.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Poligami
merupakan masalah yang kontroversial dalam Islam. Para ulama ortodoks
berpendapat bahwa poligami adalah bagian dari syariat Islam dan karenanya pria
boleh mempunyai istri hingga empat. Di pihak lain kaum modernis dan pejuang
hak-hak asasi wanita berpendapat bahwa poligami dibolehkan hanya dalam kondisi
tertentu dengan persyaratan ketat berupa keadilan bagi semua istri. Menurut
kaum modernis, pria tidak bisa begitu saja mengambil lebih dari satu istri
hanya karena dia menyukai wanita-wanita lain atau jatuh cinta dengan
kecantikannya.1 Pada tahun 1974 Undang-undang perkawinan disyahkan yang antara
lain mengatur poligami setelah melalui proses kompromi yang kini poligami
dibolehkan dengan persyaratan 1 Fikri Abu, Poligami yang tak Melukai Hati,
(Bandung PT Mizan Pustaka, 2007), h. 68 2 ketat dan dilanjutkan dengan
disyahkan Kompilasi Hukum Islam pada tahun 1991 yang lebih spesifik mengatur
poligami dalam pasal 55-59 dengan begitu ketatnya yang mana bila seseorang yang
ingin poligami harus izin terlebih dahulu pada Pengadilan Agama dengan adanya
persetujuan dari istri. Meskipun Undang-undang perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam yang mengatur poligami demikian ketat. Namun dalam praktiknya masih
banyak poligami yang dilakukan di bawah tangan melalui mekanisme resmi yang
telah ditentukan.2 Meskipun poligami telah dilegalkan oleh Islam, akan tetapi
bukan berarti tidak diwajibkan kepada seluruh umatnya. Karena orang yang
berpoligami jarang yang mampu membebaskan diri dari kedzaliman yang
diharamkan.Orang yang berpoligami perlu untuk memikirkan hal tersebut secara
sungguh-sungguh agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.3 Menurut
Rasyid Ridha, sebagaimana yang dikutip oleh Masyfuk Zuhdi, bahwa Islam
memandang poligami lebih banyak membawa resiko/ madharat daripada manfaatnya,
karena manusia itu menurut fitrahnya mempunyai watak cemburu, iri hati, dan
suka mengeluh. Watakwatak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika
hidup dalam kehidupan keluarga yang poligami. Dengan demikian, poligami itu
bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan keluarga, baik konflik antara suami
dengan istri-istri dan anak-anak dari istri-istrinya, maupun konflik antara
istri beserta anak-anaknya masing-masing.4 Suami yang poligami tidak dapat
berlaku adil terhadap istri-istrinya, terutama dalam bidang immaterial, meski
dia telah berusaha seoptimal mungkin. Allah telah memberikan perhatian bahwa
poligami itu sungguh berat. Seorang muslim yang melakukan poligami, sementara
dia yakin bahwa dirinya tidak mampu 2Mufidah, Psikologi Keluarga Islam
Berwawasan Gender, ( Malang: Uin Malang Pres, 2008), h. 224 3 Rasyid Muhammad
Ridha, Panggilan Islam terhadap Wanita, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1986), h.
55 4Abd. Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: kencana, 2006), h. 130 3
menerapkan keadilan terhadap istri-istrinya, sesungguhnya dia telah melakukan
dosa besar di hadapan Allah.5 Poligami dalam Islam memang diperbolehkan, akan
tetapi dengan tujuan benar dan mulia. Bukan karena syahwat. Janganlah
berpoligami dengan mengajukan alasan, bahwa kita sudah tidak mampu menahan
dorongan seksual kita.Jangan pula berpoligami dengan alasan agar tidak terjadi
perselingkuhan. Bahwasanya Islam telah memerintahkan umatnya untuk menikah,
salah satu maksudnya untuk menyalurkan hasrat seks.6 Dalam Islam poligami telah
dikenal bangsa-bangsa dunia jauh sebelum Islam lahir. Islam datang untuk
mengatur poligami. QS An-Nisa:3, yang membolehkan perkawinan poligami dalam
konteks ayat sebelumnya, merupakan jalan keluar dari kewajiban berbuat adil
yang mungkin tidak terlaksana terhadap anak-anak yatim. 7 Mengenai keadilan
dalam poligami, Syeikh Muhammad Abduh misalnya mengatakan, “Barangsiapa
merenungkan dua ayat An-nisa tentang ibahah dan ‘adl, tentu mengetahui bahwa
dibolehkannya poligami dalam Islam adalah permasalahan yang dipersempit
sehingga tampak seakan-akan ia hanyalah langkah darurat bagi orang yang sangat
membutuhkannya dengan syarat dapat menegakkan keadilan dan tidak melakukan
penyelewengan.8 Dalam firman Allah disebutkan dasar pokok Islam membolehkan
poligami adalah surat An-Nisa’(4):3) y]»n= è Our 4 Óo_÷WtB Ïä!$|¡ÏiY9$# z`ÏiB N ä3s9 z>$sÛ $tB (#q ß sÅ3R$$sù 4 uK»tGuø9$# Îû (#q ä ÜÅ¡ø) è ? wr& ÷L ä êøÿÅz ÷bÎ)ur ÇÌÈ (#q ä 9q ã ès? wr&# oT÷r& y7Ï9ºs 4 öN ä3ã Y»yJ÷r& ôMs3n=tB $tB ÷rr& ¸ oyÏnºuqsù(#q ä 9Ï÷ès? wr& óO ç FøÿÅz ÷bÎ*sù ( yì»t/ â ur 5Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, (Jakarta: lembaga
kajian Agama dan jender, 1999), h. 46 6 Agus Mustofa, Poligami yuuk, (Surabaya:
padma press), h. 240 7 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta:
UII Press,1999), h. 38 8 Muhammad Baltaji, Ta’adud Az-Zaujatu, (Solo: Media
Insani Publishing, 20007),h. 96. 4 Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil. Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki,
yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS Al- Nisa
(4):3). Ayat ini merupakan kelanjutan tentang memelihara anak yatim, yang
kemudian disebutkan tentang kebolehan beristri lebih dari satu sampai empat. Karena
eratnya hubungan pemeliharaan anak yatim dan beristri lebih dari satu sampai
empat, yang terdapat dalam ayat ini, maka terlebih dahulu akan dipaparkan
secara singkat asal mula turunya ayat ini. Menurut tafsir Aisyah r.a., ayat ini
turun karena menjawab pertanyaan Urwah bin Zubair kepada Aisyah istri Nabi Saw.
Tentang ayat ini. Lalu beliau menjawabnya,” Wahai anak saudara perempuanku,
yatim disini adalah anak perempuan yatim yang berada dibawah asuhan walinya
mempunyai harta kekayaan bercampur dengan harta kekayaannya serta kecantikannya
membuat pengasuh anak yatim itu senang kepadanya, lalu ia ingin menjadikannya
sebagai istri, tetapi tidak mau memberi maskawin dengan adil, yaitu memberi
maskawin yang sama dengan yang diberikan kepada perempuan lain. Karena itu,
pengasuh anak yatim yang seperti ini dilarang menikahi mereka, kecuali kalau
mau berbuat adil kepada mereka. Dan kalau tidak dapat berbuat demikian, maka
mereka diperintahkan untuk menikahi perempuan-perempuan lain yang disenangi.9
Menurut Abduh di singgungnya persoalan poligami dalam konteks pembicaraan anak
yatim bukan tanpa alasan. Hal itu memberikan pengertian bahwa persoalan
poligami identik dengan persoalan anak yatim. Karena dalam persoalan anak yatim
terkandung persoalan yang sangat mendasar, yaitu persoalan ketidakadilan. Anak
yatim seringkali menjadi korban 9 Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, kajian Fikih
Nikah Lengkap,( Jakarta: Rajawali Pres,2009),h. 359 5 ketidakadilan karena
mereka tidak terlindungi. Sementara dalam poligami yang menjadi korban
ketidakadilan adalah kaum perempuan. Dalam al-Quran, kelompok anak-anak dan
perempuan sering disebut sebagai kelompok al-mustadh’afin (yang dilemahkan),
hak-hak mereka lemah karena tidak dilindungi.10 Jika dilihat dari pengertiannya
bahwa poligami adalah pernikahan seorang laki-laki dengan seorang perempuan
yang lebih dari satu. Oleh karena suami tersebut memiliki istri lebih dari
satu, maka pasti membutuhkan berbagai persiapan baik dari materi ataupun
non-materi (psikis) untuk diberikan kepada istri-istrinya. Pada dasarnya
seorang yang hendak berpoligami harus memenuhi berbagai syarat-syarat yang
sudah ditentukan dan dijelaskan baik dalam kitabkitab fikih klasik dan juga
dalam Undang-undang Perkawinan tahun 1974. Pernikahan secara poligami ini sudah
terjadi dari zaman dahulu, hingga sekarang pun masih ada yang melakukan
poligami. Pelaksanaan poligami dilakukan dari berbagai kalangan seperti :
pengusaha, pegawai negeri, masyarakat umum, dan kyai. Ketika berbicara kyai,
maka semua orang sudah pasti memahaminya bahwa yang dimaksud dengan kyai adalah
seorang yang dipandang lebih faham pengetahuaanya oleh masyarakat pada umumnya
mengenai hukum-hukum Islam termasuk juga masalah-masalah fikih. Hal inilah
membuat peneliti tertarik meneliti tentang poligami yang dilakukan oleh kyai,
sudah sesuaikah apa yang dilakukan oleh kyai tersebut dengan hukum yang telah
dijelaskan oleh syari’at Islam terkait masalah poligami. Di kalangan kyai
pelaku poligami tersebut juga banyak memiliki perbedaan pendapat masing-masing
mengenai poligami dan keadilan yang telah diterapkan. Dari sini setelah
peneliti survei langsung ke lapangan peneliti merasa tertarik untuk meneliti
lebih dalam lagi karena objek yang dipakai disini adalah di Jombang. Peneliti
merasa tertarik memakai objek ini karena jombang adalah kota santri yang
terkenal dengan banyak 10 Musdah Mulia, Pandangan Islam tentang Poligami,
(Jakarta: The Asia Foundation, 1999),h. 34 6 pondok pesantren. Apalagi disini
banyak kyai yang melakukan poligami. Disini peneliti sangat tertarik untuk
meneliti mengenai “Implementasi Konsep Keadilan oleh Kyai Pelaku Poligami
(Studi Kasus Kyai Jombang)”. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang
permasalahan yang telah diuraikan di atas, perlu di buat rumusan masalah yang
berhubungan dengan penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk menjawab semua
permasalahan yang ada. Adapun rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pandangan Kyai pelaku poligami terhadap
konsep keadilan dalam poligami? 2. Bagaimana penerapan Kyai pelaku poligami
terhadap konsep keadilan terhadap istri-istri? C. TUJUAN PENELITIAN Sesuai
dengan permalahan yang telah dirumuskan di atas dan agar penelitian ini menjadi
lebih terarah secara jelas maka perlu ditetapkan suatu tujuan penelitian. Dalam
penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui
pandangan Kyai pelaku poligami terhadap konsep keadilan dalam poligami. 2.
Untuk mengetahui penerapan Kyai pelaku poligami terhadap konsep keadilan
terhadap istriistri. 7 D. MANFAAT PENELITIAN 1. Secara teoritis a. Memperkaya
khazanah pemikiran islam serta memberi sumbang-sih pemikiran bagi keilmuan
hukum islam terkait implementasi konsep keadilan oleh Kyai pelaku poligami. b.
Menambah wawasan yang lebih luas agar bisa memahami konsep keadilan yang
diterapkan oleh Kyai pelaku poligami. c. Penelitian ini akan memberikan
kontribusi pemikiran ilmiyah bagi dunia akademisi khususnya pada prodi Al-Ahwal
Al-Syakhshiyyah di bidang hukum poligami serta dapat dijadikan sebagai bahan
acuan untuk penulisan lebih lanjut. 2. Secara praktis a. Dapat membuka wawasan
dan wacana bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya terkait konsep keadilan
yang diterapkan oleh Kyai pelaku poligami yang terjadi dikalangan para Kyai,
khususnya Kyai di Jombang. b. Sebagai bahan acuan untuk memenuhi tugas akhir
masa studi di fakultas Syari’ah Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah UIN-Malang. E.
DEFINISI OPERASIONAL Adapun definisi operasional digunakan untuk menjelaskan
kata-kata yang maknanya masih samar. Kata kunci dalam penelitian ini ialah
keadilan, kyai. 1. Keadilan menurut terminologi adalah mempersamakan sesuatu
dengan yang lain. Baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran. Sehingga
sesuatu itu menjadi tidak berat sebelah dan tidak berbeda satu sama lain, adil
juga berarti berpihak atau berpegang kepada kebenaran. 8 Keadilan disini lebih
dititikberatkan dalam perkawinan bagi suami yang berpoligami.11 Sedangkan
konsep keadilan yang saya maksudkan dalam penelitian ini adalah mengenai adil
dari segala aspek yang terdiri dari dalam hal giliran, pemberian nafkah lahir
ataupun tempat tinggal. 2. Kyai adalah seorang yang dipandang lebih faham
pengetahuaanya oleh masyarakat pada umumnya mengenai hukum-hukum islam termasuk
juga masalah-masalah fikih. Kyai disini semuanya memiliki pondok pesantren. F.
SISTEMATIKA PEMBAHASAN Sistematika penulisan pada skripsi ini secara
keseluruhan terdiri atas lima bab, yang mana masing-masing bab berisi sub bab
yang disusun secara sistematis sebagai berikut: Bab I merupakan bab pendahuluan
yang didalamnya berisi: Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian yang di dalamnya berisi manfaat secara teoritis
dan praktis, definisi operasional, sistematika pembahasan. Bab II berisi
tentang kajian pustaka.Bab ini menjelaskan tentang landasan teoritis yang
berkaitan dengan penelitian. Dalam bab ini memuat tentang penelitian terdahulu
dan kajian pustaka yang berisi. Pertama,Penelitian Terdahulu. Keduapengertian
poligami, syarat-syarat poligami, prosedur poligami, Teori keadilan yang
meliputi tentang adil terhadap istri-istri, masalah pembagian nafkah, giliran,
ekonomi, dan mmengenai teori Kyai dan Poligami. Metode Penelitian ialah pada
bab III yang didalamnya mencakup jenis penelitian, pendekatan penelitian,
lokasi penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode
pengolahan data dan metode analisis data. 11 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi
Hukum Islam,(Jakarta: ichtiar baru van Hoeve, 1996), h.25 9 Bab IV merupakan
bab yang berisi pemaparan data dan hasil analisisnya. Dimana dalam bab ini
ialah ditemukan suatu jawaban dari rumusan masalah yang telah ditentukan
sebelumnya. Dalam bab ini meliputi: paparan data yaitu sejarah kota jombang,
letak geografis dan demografis. Setelah itu analiisis data tentang pandangan
Kyai tentang keadilan dan penerapannya terhadap istri-istrinya. Bab V merupakan
bab penutup. Dimana dalam bab ini dimaksudkan untuk mengakhiri dari proses
penelitian. Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan
beberapa saran-saran peneliti yang ditujukan pada diri sendiri maupun pada
masyarakat umum yang bersangkutan.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :Implementasi konsep keadilan oleh kyai pelaku poligami: Studi kasus kyai Jombangg." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment