Abstract
INDONESIA:
Zakat merupakan ibadah mâliyyah ijtima’iyyah, yaitu ibadah di bidang harta benda yang memiliki fungsi strategis, penting dan menentukan dalam membangun kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu keberadaannya bagi umat Islam adalah selain menjadi doktrin keagamaan (normative religius) yang mengikat dan bahkan dianggap sebagai ma’lûm min al-dîn bi al-dharûrah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang, juga disadari mempunyai dimensi sosial ekonomi umat yaitu sebagai salah satu instrumen untuk menanggulangi problema ekonomi umat Islam.
Adapun ruang lingkup zakat madu yang dimaksud adalah zakat yang dikeluarkan oleh peternak lebah madu dan zakat yang dikeluarkan sesuai dengan kriteria masing-masing, jika madu yang dipanen termasuk ke dalam komoditas pertanian maka zakat yang dikeluarkan sesuai dengan ketentuan zakat pertanian, dan jika dari awal sudah diniatkan ke dalam komoditas perdagangan, maka zakat yang dikeluarkan sesuai dengan ketentuan zakat perdagangan. Sedangkan tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi zakat madu dan juga untuk mengetahui tipe masyarakat peternak lebah madu di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang dalam mengeluarkan zakat madu.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris (empirical law research) dan juga menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Sedangkan data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder yang dilakukan dengan teknik pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi yang kemudian data tersebut diolah dengan cara editing, klasifikasi, verifikasi, yang kemudian di analisis dan sehingga dapat diambil kesimpulan dari data yang telah diolah.
Sebagaimana implementasi zakat madu yang dilaksanakan oleh para peternak lebah di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang terdapat tiga tipe pokok, yaitu peternak lebah yang mengerti tentang ketentuan zakat madu dan mengimplementasikannya berdasarkan pada zakat pertanian atau zakat perdagangan, peternak lebah yang tidak mengerti tentang ketentuan zakat madu dan mengimplementasikannya berdasarkan pada zakat pertanian atau zakat perdagangan serta peternak lebah yang tidak mengerti dan tidak melaksanakan zakat madu. Sedangkan faktor yang mendasari terjadinya perbedaan tipe penerapan dalam masyarakat peternak lebah ini adalah tingkat pengetahuan para peternak lebah terhadap ketentuan zakat madu yang berbeda, sehingga masing- masing peternak lebah menerapkan zakat madu sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing dan hanya satu peternak lebah saja yang menghitung nishab serta kadar zakat yang dikeluarkan secara rinci serta sesuai dengan ketentuan yang ada.
ENGLISH:
Tithe is worship of mâliyyah ijtima’iyyah, that is worship in the area of property that has a strategic function, important and decisive in building a welfare society. Therefore, the existence for muslims is a doctrine other than religious (normative religius) that fasten and even recognized as a ma’lûm min al-dîn bi al- dharûrah or recognized automatically and constitute absolute part of the Islamic one, also based on having the dimensions people of the social economy that is as one instrument to keep from Islam economic problem.
The scope tithe of honey is tithe that paid in accordance with their respective criteria, if the honey is harvested agricultural commodities, then the tithe must be paid appropriate accordance with the provisions from tithe of agricultural and if from beginning was intended to trade of commodities, then the tithe must be paid appropriate accordance with the provisions from tithe of trade.
The research uses empirical law research and also using a qualitative research approach. While the data collected from the primary data and secondary data, collected was done by using interview and documentation data is than processed by way editing, classification, verification and than in the analysis and so it can be concluded from the data that has been processed.
As the implementation tithe of honey had been done by breeder of bee in Tumpang subdistrict in Malang region there are three main types. That the breeder of bee who know about the provisions tithe of honey and they are had been implementation based on tithe of agricultural or tithe of trade, the breeder of bee who do not understand about the provisions tithe of honey, and had been implementation based on tithe of agricultural or tithe of trade and the last that the breeder of bee who do not understand and did not implement tithe of honey. While the factor underlying the different types of implementation in breeder of bee is the level of knowledge about of the provisions tithe of honey, so that each breeder of bee implementation in accordance with their own convictions and only one the breeder of bee to count the nishab and levels of tithe in detail and suitable with the provisions of tithe.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Zakat, di samping membina hubungan dengan
Allah, juga akan menjembatani dan mendekatkan hubungan kasih sayang antara
sesama manusia dan mewujudkan kata-kata bahwa Islam itu bersaudara, saling
membantu dan tolong menolong: yang kuat menolong yang lemah dan yang kaya
membantu yang miskin.1 Di dalam zakat terdapat dua unsur, yaitu ta’abbudi dan
ta’aqquli. Kedua unsur ini wajib serta diaplikasikan secara proporsional. Unsur
ta’abbudi berkaitan erat dengan kemahdhah-an yang sakral, yaitu berupa
ketentuan yang absolut dan cenderung kaku yang terletak pada zakatnya, seperti
adanya zakat itu sendiri, ketentuan jenis zakat, nishab, haul, 1K.N. Sofyan
Hasan, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Surabaya: al-Ikhlas, 1995), 11. 2
persentase, dan sebagiannya ada pada waktu pengeluaran jika ditentukan oleh
syar’i. Adapun unsur ta’aqquli berkaitan dengan ibadah mu’amalah yang cenderung
fleksibel, situasional, dan kondisional (sesuai dengan kebutuhan), rasa
keadilan, mendahulukan terhindarnya kemafsadat-an daripada mendatangkan
manfaat, istihsan atau memilih yang lebih baik menurut akal, dan mengambil yang
baru yang aslah (lebih bermasalah). Zakat meliputi bidang moral, sosial dan
ekonomi. Dalam bidang moral, zakat mengikis habis ketamakan dan keserakahan
bagi si kaya. Dalam bidang sosial, zakat bertindak sebagai alat khas yang
diberikan Islam untuk menghapus kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan si
kaya dan tanggung jawab sosial yang mereka miliki. Dalam bidang ekonomi, zakat
mencegah penumpukan kekayaan yang mengerikan dalam tangan segelincir orang dan
memungkinkan kekayaan untuk disebarkan sebelum sempat menjadi besar dan sangat
berbahaya di tangan pemiliknya, ia merupakan sumbangan wajib bagi kaum
muslimin.2 Zakat merupakan ibadah mâliyah ijtima’iyah (ibadah yang berkaitan
dengan ekonomi keuangan dan kemasyarakatan). Dalam al-Qur’an hanya disebutkan
secara eksplisit tujuh jenis harta benda yang wajib dizakati (nishab) dan jatuh
tempo zakatnya, yakni: emas, perak, hasil tanaman dan buah-buahan, barang
dagangan, ternak, hasil tambang, dan barang temuan (rikaz). Tetapi hal ini
tidak berarti, bahwa selain tujuh jenis harta benda tersebut di atas tidak
wajib dizakati. Misalnya mata uang, sertifikat, saham, 2Mannan, Ekonomi Islam;
Teori dan Praktek Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,
1993), 256. 3 obligasi, dan surat-surat berharga lainnya juga wajib dizakati
dengan dalil qiyas (analogi reasoning), diqiyas-kan dengan emas dan perak,
sebab pada hakikatnya mata uang dan surat-surat berharga itu tidak lain sebagai
pengganti emas dan perak.3 Menurut Abu al-Hasan al-Wahidi bahwa zakat
mensucikan harta dan memperbaikinya, serta menyuburkannya.4 Mengenai syarat
yang berkenaan dengan orang yang wajib zakat, para ulama sepakat bahwa
mengeluarkan zakat itu wajib atas setiap muslim yang sudah baligh dan mampu
melaksanakannya, selain menjadi kewajiban zakat juga dapat mensucikan harta dan
diri seseorang yang mengeluarkannya. Dalam ijtihad fiqh kontemporer mengenai
zakat yang muncul sekarang ini telah membagi kategori zakat kedalam sembilan
kategori, yaitu zakat binatang ternak, zakat emas dan perak yang juga meliputi
uang, zakat kekayaan dagang, zakat hasil pertanian, zakat madu dan produksi
hewani, zakat barang tambang dan hasil laut, zakat investasi pabrik, gedung dan
lainlain, zakat pencarian, jasa dan profesi serta zakat saham dan obligasi.5
Sedangkan madu merupakan salah satu pemberian Allah kepada para hamba-Nya yang
banyak mengandung zat-zat makanan, obat-obatan, dan sari buah. Mengenai hal ini
Allah berfirman dalam “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di
bukitbukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin
manusia", Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke
luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat
yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.”6 Budidaya
madu sebagai suatu upaya peternakan lebah, agar mendapatkan madu untuk
dikonsumsi sendiri atau untuk dikomersilkan. Maka upaya ini harus disertai
dengan keterampilan, modal yang memadai, serta lokasi yang menunjangnya
sehingga mendatangkan hasil yang memuaskan. 7 Madu merupakan salah satu sumber
pendapatan masyarakat untuk mengangkat taraf hidupnya agar menjadi lebih baik.
Upaya manusia untuk mendapatkan tambahan pendapatan dari lebah yang
dibudidayakannya, berarti pula peternak tersebut mendapatkan peluang untuk
menjadikan hasil upayanya sebagai sarana ibadah, yaitu menunaikan 6QS. An-Nahl
(16): 68-69. 7Mahjuddin, Masailul Fiqhiyyah; Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum
Islam Masa Kini, (Jakarta: Kalam Mulia, 2003). 184. 5 kewajiban mengeluarkan
sebagian harta kekayaannya setelah dikeluarkan seluruh biaya perawatan dan gaji
pegawainya.8 Berbicara tentang zakat madu terdapat beberapa perbedaan, yaitu:
1. Pendapat yang mewajibkan seperti Imam Hanafi dan Yusuf Qardhawi yang
diqiyas-kan dengan hasil tanaman dan buah-buahan, yaitu bahwa penghasilan yang
diperoleh dari bumi dinilai sama dengan penghasilan yang diperoleh dari lebah.9
2. Pendapat yang tidak mewajibkan, seperti Imam Syafi’i yang menentukan
kewajiban zakat madu yang dimasukkan dalam komoditas perdagangan didasarkan
pada kewajiban zakat perdagangan. Sedangkan madu yang tidak masuk dalam
komoditas perdagangan, maka Imam Syafi’i mengqiyas-kan kepada susu yang
dihasilkan dari hewan dan sutera yang dihasilkan dari ulat sutera yang tidak
wajib dizakati. Berdasarkan pada perbedaan pendapat para ulama yang telah
disebutkan di atas, maka penulis ingin mengetahui implementasi zakat madu yang
dilakukan oleh para peternak lebah yang ada di Kecamatan Tumpang Kabupaten
Malang dan juga sejauh mana pemahaman mereka terhadap zakat madu yang terkait
dengan adanya perbedaan pendapat para ulama, baik ulama klasik maupun ulama
kontemporer. Selain pada dua hal di atas, penulis juga menganalisis tentang
kesesuaian pelaksanaan zakat madu yang dilaksanakan 8 Mahjuddin, Masail. 197. 9
Yusuf Qardhawi, Fiqh az-Zakat, diterjemahkan Salman Harun, dkk, Hukum Zakat;
Studi Komparatif mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan
Hadits, (Cet. 3; Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa Bogor Baru, 1993), 401.
6 oleh para peternak lebah di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang dengan hukum
Islam. B. Batasan Masalah Batasan masalah dalam ruang lingkup penelitian ini
digunakan untuk menghindari terjadinya persepsi lain mengenai masalah yang akan
dibahas oleh penulis. Penulis hanya membatasi masalah yang akan dibahas pada
implementasi zakat madu pada masyarakat peternak lebah yang ada di Kecamatan
Tumpang Kabupaten Malang serta analisis tentang kesesuaian pelaksanaan zakat
madu yang ada di Kecamatan Tumpang dengan hukum Zakat. C. Rumusan Masalah Dari
latar belakang masalah di atas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi zakat madu di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang? 2.
Bagaimana tipe masyarakat peternak lebah di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang
dalam pelaksanaan zakat madu? 7 D. Definisi Operasional Untuk lebih mudahnya
memahami pembahasan dalam penelitian ini, penulis akan menjelaskan beberapa
kata pokok yang sangat erat kaitannya dengan penelitian ini, diantaranya
adalah: 1. Implementasi adalah pelaksaan atau penerapan dari teori yang sudah
didapatkan yang sudah terwujud dalam bentuk praktek langsung di lapangan.10 2.
Zakat madu adalah zakat yang dikeluarkan oleh pemilik madu atau peternak lebah
atas hasil madu yang digembalakan. 11 E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui
implementasi zakat madu di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. 2. Untuk
mengetahui tipe masyarakat peternak lebah di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang.
F. Manfaat Penelitian Dengan penyusunan dan pembahasan dalam penelitian ini,
diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 10Risa Agustin, Kamus Ilmiah
Poluler Lengkap; dengan EYD dan Pembentukan Istilah serta Akronim Bahasa
Indonesia, (Surabaya, Serba Jaya), 176. 11Khoirun Nisa’ A, Studi Komparatif
tentang Zakat Madu Menurut Imam Syafi’i dan Yusuf Qardhawi, Skripsi S.Hi
(Surabaya, IAIN Sunan Ampel, 2006), 12. 8 1. Secara Teoritik a. Untuk
memperkaya wacana keislaman dalam bidang hukum yang berkaitan dengan tujuan
disyari’at-kannya zakat. b. Untuk menambah wawasan yang lebih luas dalam
memahami makna dan hakekat zakat yang sebenarnya. c. Dengan hasil yang
diperoleh diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah bagi Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang khususnya Fakultas Syari’ah Jurusan
al-Ahwal al-Syakhshiyyah. d. Penelitian ini nantinya dapat memberikan wacana
bagi pembaca dan lebih terbuka hatinya untuk menunaikan zakat, terutama zakat
madu bagi para peternak lebah. e. Sebagai acuan referensi bagi penulis
selanjutnya dan bahan tambahan pustaka bagi siapa saja yang membutuhkan,
terutama tentang implementasi zakat madu di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang.
2. Secara Praktis Dari pembahasan dalam penelitian ini, diharapkan bagi para
mahasiswa dan praktisi hukum yang ingin mengembangkan dan mewujudkan dinamisasi
hukum Islam dalam konteks keilmuan khususnya pada persoalan-persoalan zakat
madu di kalangan masyarakat luas. 9 G. Penelitian Terdahulu Pada penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya, penulis menemukan ada tiga penulis yang
sebelumnya telah memperbincangkan tentang zakat madu, yaitu: 1. ZAKAT AL-‘ASL
(MADU LEBAH) DALAM PERSPEKTIF YUSUF AL-QARDHAWI (Skripsi) Skripsi ini ditulis
oleh Johani (2100287) mahasiswa fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang 2005.
Skripsi ini membahas tentang pandangan Yusuf al-Qardhawi tentang zakat madu.
Menurut Yusuf Qardhawi bahwa zakat madu dianalogikan dengan zakat tumbuhan dan
buah-buahan, karena penghasilan yang diperoleh dari bumi dinilai sama dengan
penghasilan yang diperoleh dari lebah, yaitu madu. 2. MADU SEBAGAI OBYEK ZAKAT
DALAM PERSPEKTIF IMAM HANAFI DAN IMAM SYAFI'I (Skripsi) Skripsi ini ditulis
oleh Farid Kurniawan (C04399345) mahasiswa fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel
Surabaya 2005. Skripsi ini membahas tentang zakat madu dalam pandangan Imam
Hanafi dan Imam Syafi’i. Hasil penelitian dari skripsi ini menunjukkan bahwa:
a. Imam Hanafi menganjurkan supaya madu itu wajib atau ditunaikan zakatnya,
jika sudah sampai waktu panen. Sedangkan Imam Syafi’i tidak mewajibkan. 10 b.
Persamaan Imam Hanafi dan Imam Syafi’i dalam zakat madu: 1) Bahwa Imam Syafi’i
dalam qaul qadimnya sepaham dengan Imam Hanafi bila madu wajib di ambil
zakatnya. 2) Imam Hanafi dan Imam Syafi’i dalam istinbath hukum, zakat madu
sama-sama menggunakan metode qiyas. 3) Imam Hanafi dan Imam Syafi’i sama-sama
berhujjah pada sumber dalil hadits. 4) Imam Hanafi dan Imam Syafi’i sependapat
jika madu wajib zakat, dengan syarat madunya dijadikan sebagai barang dagang.
c. Perbedaan: 1) Dalam status hukum zakat madu, Imam Hanafi mewajibkan,
sedangkan Imam Syafi’i tidak mewajibkan. 2) Dalam sumber hukum, Imam Hanafi
berhujjah pada hadits Ibn Majjah, sedangkan Imam Syafi’i pada hadits riwayat
al-Tirmidzi. 3) Dalam obyek qiyas, Imam Hanafi menganalogikan madu dengan hasil
tanaman dan buah-buahan atau pertanian, sedangkan Imam Syafi’i menganalogikan
dengan susu hewan atau sutra. 4) Imam Hanafi dan Imam Syafi’i berbeda dalam
memahami dan menafsirkan hadits. Dalam hal ini terjadi perbedaan dalam
penulisan skripsi diatas dengan penelitian yang telah penulis lakukan. Dalam
sumber hukum, Imam Hanafi (menganalogikan madu dengan hasil tanaman dan
buahbuahan atau pertanian) berhujjah pada hadits Ibn Majjah dan Imam Syafi’i 11
(menganalogikan madu dengan susu, maka susu tidak wajib dizakatkan dan yang
menjadi wajib zakat apabila madu tersebut diperdagangkan) berhujjah pada hadits
riwayat al-Tirmidzi, sedangkan pada penelitian yang penulis lakukan berdasarkan
pada keumuman nash. 3. STUDI KOMPARASI TENTANG ZAKAT MADU MENURUT IMAM SYAFI'I
DAN YUSUF QARDHAWI (Skripsi) Skripsi ini ditulis oleh Khoirun Nisa’ A
(C04302077) mahasiswa fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya 2006. Skripsi
ini membahas tentang perbandingan terhadap zakat madu menurut Imam Syafi’i dan
Yusuf Qardhawi. Hasil penelitian menunjukkan: a. Imam al-Syafi’i tidak
mewajibkan hukum zakat madu kecuali madu yang diperdagangkan, sedangkan Yusuf
Qardhawi menganjurkan madu itu wajib diambil zakatnya, baik diperdagangkan
maupun tidak. b. Istinbath hukum Imam Syafi’i dalam menentukan kewajiban zakat
madu yang diperdagangkan didasarkan pada kewajiban zakat perdagangan. Sedangkan
madu yang tidak diperdagangkan diqiyaskan kepada susu yang dihasilkan dari
hewan dan sutera yang dihasilkan dari ulat sutera. Kedua hal binatang tersebut
tidak wajib dizakati. Sedangkan istinbath hukum Yusuf Qardhawi dalam menentukan
kewajiban zakat madu diqiyas-kan pada zakat pertanian. c. Persamaan dan
perbedaan Imam Syafi’i dan Yusuf Qardhawi mengenai hukum zakat madu. 12 1)
Persamaan: Imam al-Syafi’i dan Yusuf Qardhawi mengenai zakat madu, sama-sama
mewajibkan zakat madu yang diperdagangkan. 2) Perbedaan: a) Imam Syafi’i tidak
mewajibkan zakat madu yang tidak diperdagangkan, karena dipersamakan dengan
susu hewan dan sutera, sementara Yusuf Qardhawi mewajibkan zakat madu meskipun
tidak diperdagangkan. b) Istinbath hukum Imam Syafi’i tentang kewajiban zakat
madu yang diperdagangkan didasarkan pada kewajiban zakat perdagangan, baik yang
ada dalam al-Qur’an maupun hadits. Sedangkan Yusuf Qardhawi mengqiyas-kan
kepada zakat hasil pertanian. Pada kedua penelitian di atas, membicarakan
tentang zakat madu menurut pandangan para tokoh dan menggunakan metode
penelitian yuridis normatif atau meneliti tentang literatur-literatur yang
berkaitan dengan zakat madu. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis adalah penelitian empiris atau yuridis sosiologis. Dalam penelitian
ini, penulis memfokuskan pada implementasi zakat madu pada peternak lebah di
Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. 13 H. Sistematika Pembahasan Agar
pembahasan dalam penelitian ini mudah dipahami, maka penulis merasa perlu
membatasi pembahasan ini sebagai berikut: Bab Pertama: Merupakan pendahuluan,
yang meliputi beberapa keterangan yang menjelaskan tentang latar belakang
masalah sebagai penjelasan tentang timbulnya ide dan dasar pijakan penelitian
ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
definisi operasional, dan penelitian terdahulu. Bab Kedua : Mencakup kajian
pustaka yang berisi tinjauan umum tentang zakat madu yang meliputi pengertian
dan dasar hukum zakat madu, dalam hal ini pembaca dapat mengetahui pengertian
dan dasar-dasar hukum tentang diberlakukannya zakat madu, baik al-Qur’an,
Hadits maupun qiyas, selain mengenai hal yang tersebutkan di atas, dalam bab
ini juga mencakup tentang pendapat ulama dalam ketentuan zakat madu, baik yang
mewajibkan maupun yang tidak mewajibkan serta pendapat yang dianggap paling
kuat di antara keduanya. Dalam bab ini juga membahas tentang penghitungan zakat
aktifitas produksi madu, besarnya zakat madu dan nishab zakat madu. Selain
membahas tentang zakat madu, dalam bab ini juga membahas tentang zakat
perdagangan dan zakat pertanian karena kedua hal ini berhubungan dengan
pembahasan yang ada pada bab empat. Dalam bab ini berisi tentang penjelasan
secara global dan kajian teoritis dan pemaparannya tentang zakat perdagangan
dan zakat pertanian menurut berbagai referensi yang saling 14 menguatkan,
sehingga terbentuk pengertian yang utuh tentang teori dan peran zakat madu. Bab
Ketiga : Berisi tentang metode penelitian yang bertujuan untuk membantu penulis
dalam menjalankan dan kodifikasi analisis serta penyajian data pada bab empat
yang di dalamnya menjelaskan tentang lokasi penelitian yang dilakukan oleh
penulis, bagaimana penelitian tersebut dilaksanakan, metodemetode pengumpulan
data yang digunakan, serta pengelolaan datanya. Bab Keempat : Mencakup pada
pembahasan tentang penyajian dari hasil penelitian yang meliputi: latar
belakang obyek penelitian, penyajian dan analisis data yang masing-masing
bersumber dari konsep teori yang ada. Dalam hal ini meliputi tentang penerapan
atau implementasi zakat madu di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang serta tipe
masyarakat peternak lebah di Kecamatan tersebut, sekaligus sebagai jawaban dari
rumusan masalah sehingga dapat diambil hikmah dan manfaatnya. Bab Kelima:
Merupakan bab terakhir atau penutup dari penyusunan penelitian ini, yang berisi
tentang kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan ini.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :Implementasi zakat madu d Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment