Abstract
INDONESIA:
Pernikahan yang oleh masyarakat biasa disebut dengan perkawinan merupakan suatu prosesi yang sakral. Di kalangan masyarakat umumnya tidak cukup hanya melakukan perkawinan menurut ketentuan agama saja, melainkan dengan melaksanakan pula upacara-upacara adat. Di kabupaten Banyuwangi, terdapat tradisi yang menarik dalam merayakan pernikahan. Tradisi tersebut adalah adu tumper.
Tradisi adu tumper adalah suatu tradisi temu pengantin anak sulung. Anak sulung yang dimaksud adalah anak yang masing-masing berstatus sebagai anak sulung di dalam keluarganya masing-masing. Ritual ini dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan dalam rumah tangganya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan tata cara dan
simbol-simbol yang digunakan dalam upacara adu tumper serta mendeskripsikan pandangan tokoh agama Islam terhadap tradisi tersebut.
simbol-simbol yang digunakan dalam upacara adu tumper serta mendeskripsikan pandangan tokoh agama Islam terhadap tradisi tersebut.
Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer, data sekunder, dan data tersier. Sedangkan teknik pengumpulan datanya adalah dengan melakukan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dengan menggunakan pendekatan, sumber data, dan teknik pengumpulan data tersebut, diharapkan penelitian ini dapat menggambarkan tradisi adu tumper sesuai dengan yang sesungguhnya.
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan menunjukkan, bahwa tradisi adu tumper dalam tata cara pelaksanaannya telah mengalami akulturasi berbagai bentuk kebudayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu, dan Islam. Dalam pelaksanaannya banyak digunakan sesaji-sesaji dan simbol-simbol yang masing-masing mempunyai makna. Dalam pelaksanaannya juga banyak mengandung kemudharatan dan kemubadziran. Dan di dalam ritual tersebut juga disertai dengan adanya suatu kepercayaan dan keyakinan akan mendapatkan keselamatan apabila menjalankannya, yang menyebabkan timbulnya kesyirikan pada masyarakat. Oleh karena itu tradisi ini dalam Islam dikategorikan ke dalam „urf yang fasid (rusak), karena banyak bertentangan dengan aturan syari‟at Islam.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah
Di manapun kita tinggal di kawasan Nusantara ini, setiap daerah memiliki
adat-istiadat yang berbeda antara satu dengan yang lain. Salah satu di
antaranya tentang perkawinan adat. Ditemukan beraneka ragam keberadaannya
menurut tradisinya masing-masing. Perbedaan tersebut ditunjukkan oleh berbagai
macam alat perlengkapan yang menyertai suatu upacara perkawinan, dari pakaian
mempelai yang bermacam-macam menunjukkan latar belakang hukum perkawinan adat
yang berbeda-beda dikalangan masyarakat Indonesia. Hampir di semua lingkungan
masyarakat adat menempatkan masalah perkawinan sebagai urusan keluarga dan
masyarakat, perkawinan bukan semata-mata urusan pribadi yang melakukan
perkawinan itu saja. Di kalangan masyarakat umumnya tidak cukup hanya melakukan
perkawinan menurut ketentuan agama saja, melainkan dengan melaksanakan pula
upacara-upacara adat, baik dalam bentuk yang sederhana maupun dengan upacara
besar-besaran. Upacara-upacara adat itu dapat berlaku sejak dilakukannya
lamaran, ketika perkawinan dilaksanakan dan beberapa waktu sesudahnya.
Masyarakat Using merupakan kategori masyarakat yang mempunyai keunikan dalam
tingkah laku dan pergaulan hidup mereka sehari-hari, yang membedakan dengan
masyarakat lain yang non Using. Seperti prilaku basanan (saling mengutarakan
pantun) dalam mengutarakan maksud atau dalam obrolan mereka sehari-hari. Hal
ini merupakan kebiasaan yang sudah dilakukan secara turun temurun. Selain itu
mereka juga tetap mempertahankan tata nilai dan adat istiadat setempat. Hal ini
terbukti dengan adanya berbagai macam tradisi warisan leluhur yang masih tetap
dilakukan oleh masyarakat Using. Seperti tradisi perkawinan, yang mana di
dalamnya juga terdapat hal yang menarik, baik dari peralatannya maupun
upacaranya. Masyarakat muslim Using dalam menjalankan tradisinya terbagi
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, adalah masyarakat muslim Using yang
menjalankan segala tradisi warisan leluhur. Sedangkan kelompok kedua, adalah
masyarakat muslim Using yang tidak menjalankan tradisi warisan leluhur, yang
mereka anggap termasuk dalam perbuatan syirik. Adanya kelompok-kelompok
tersebut dikarenakan pemahaman agama mereka yang berbeda dan perkembangan zaman
yang semakin modern. Salah satu dari tradisi perkawinan masyarakat Using adalah
tradisi adu tumper, yakni suatu tradisi temu pengantin anak sulung. Adat
perkawinan adu tumper dilakukan sehubungan dengan adanya kepercayaan masyarakat
Using yang melarang melakukan perkawinan antara sepasang pengantin yang
berstatus sebagai anak sulung di lingkungan keluarganya masing-masing. Apabila
perkawinan tersebut dilakukan, maka masyarakat Using percaya bahwa pasangan
pengantin baru itu akan banyak mengalami halangan dan rintangan dalam
mengarungi hidupnya. Misalkan salah satu dari suami istri itu sering sakit,
banyak mengalami pertengkaran, bahkan perceraian. Akan tetapi, apabila
disebabkan suatu hal, kemudian perkawinan antara sepasang pengantin yang
berstatus anak sulung tetap harus dilakukan, maka untuk mencegah hal-hal yang
tidak diinginkan, secara adat dilakukan upacara adu tumper saat upacara temon
berlangsung. Ritual ini dilaksanakan dengan cara ditemukannya dua batang kayu
dapur yang berbara api, kemudian disiramnya dengan air suci kembang setaman
untuk mematikan apinya. Adat ini melambangkan sebagai suatu harapan semua
keluarga untuk menghilangkan atau mendinginkan suasana yang sama kerasnya di
antara mempelai agar dalam mengarungi hidup barunya kelak akan selalu mengalami
ketenangan dan kebahagiaan. Menurut tradisi masyarakat Using, pelaksanaan
upacara adu tumper ini juga memerlukan beberapa peralatan atau simbol, yakni
unit terkecil dari ritus yang masih mempertahankan sifat-sifat spesifik dari
tingkah laku yang dimilikinya. Artinya, simbol merupakan unit yang paling
fundamental dalam upacara.1 Simbol-simbol tersebut juga mempunyai makna dan
tujuan tertentu. Hal ini disebabkan masyarakat Using mempunyai kebudayaan yang
khas, di mana di dalam sistem atau cara 1 Safrinal Lubis dkk, Jagat Upacara:
Indonesia Dalam Dialektika Yang Sakral Dan Yang Profan (Yogyakarta:
Ekspresibuku Lembaga Pers Mahasiswa Ekspresi,2007), 37. melakukan ritualnya
digunakan simbol-simbol sebagai sarana untuk menitipkan pesan-pesan dan
nasehat-nasehat kepada masyarakat pada umumnya. Beberapa peralatan adat yang
dimaksud dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu, peralatan adat pihak
pengantin pria, peralatan adat pihak pengantin wanita, dan peralatan adat pihak
perias (tukang paes). Simbol-simbol tersebut seperti, tumper yaitu bara api
dari sebuah kayu dapur yang masih menyala hal ini dimaksud sebagai lambang dari
pengantin laki-laki dan pengantin wanita yang membara emosi pribadinya karena
berpredikat sebagai anak sulung. Air tumper yang digunakan untuk siraman adu
tumper, air suci mengandung maksud sebagai pendingin untuk meredakan situasi
panas pada kedua mempelai tersebut. Damar kambang yang mempunyai makna sebagai
penerang hati untuk melangkah menuju hidup barunya. Dan masih banyak lagi yang
lainnya. Tradisi adu tumper bukanlah suatu fenomena yang baru terjadi,
melainkan sudah berjalan sejak beberapa abad yang lalu dan merupakan cikal
bakal kebudayaan masyarakat Using. Sampai sekarang tradisi ini masih tetap
dilaksanakan oleh masyarakat Using yang masih memegang kuat adat “Usingnya”
khususnya di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi yang
masyarakatnya masih memegang teguh tradisi nenek moyangnya yang dibawanya
turun-temurun. Bagi masyarakat Using tradisi ini harus tetap dilaksanakan
karena mereka percaya apabila tradisi ini tidak dilaksanakan maka rumah
tangganya kelak tidak akan mengalami kebahagiaan, banyak mengalami pertengkaran
antara suami istri, sering sakit-sakitan dan bahkan sampai berakibat
perceraian. Tetapi di sisi lain, tradisi ini juga memerlukan biaya yang tidak
sedikit. Dan ini sangat memberatkan bagi masyarakat pada umumnya.2 Di dalam
tradisi adu tumper terdapat nilai kepuasan batin bagi masyarakat Using apabila
mereka mengadakan ritual ini, karena mereka sudah melaksanakan adat istiadat
warisan leluhur yang dipegang teguh untuk setiap generasi.3 Masyarakat Using
menganggap bahwa adat-istiadat warisan leluhur itu harus tetap dilaksanakan dan
dilestarikan. Oleh karena itu, adat yang kuat semacam ini masih tetap hidup
berkembang di masyarakat hingga sekarang termasuk unsur agama Islam masuk di
dalamnya, karena mayoritas masyarakat Using memeluk agama Islam. Hal ini
terbukti dengan adanya doa-doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT dalam
pelaksanaan adu tumper, agar mendapatkan kebahagiaan dalam rumah tangganya.
Pernikahan merupakan kata yang sakral dalam kehidupan. Tatkala mendengarnya
akan terbayang suatu kondisi rumah tangga. Keluarga sakinah mawaddah warahmah4
adalah cita-cita yang selalu ingin digapai oleh sepasang suami istri ketika
mengarungi bahtera rumah tangga.5 Pernikahan yang berintikan ibadah, tentu
diharap tidak hanya berlaku dalam hitungan hari atau bulan, tetapi berlangsung
tahunan hingga maut menjemput. Namun, dalam perjalanan yang dilaluinya penuh
dengan masalah yang harus dihadapi bersama mulai dari soal intern hingga
ekstern. Bila semua itu bisa dihadapi, kesetiaan akan melekat, hidup di rumah
serta bermasyarakat terus berjalan. 2 Sumitro Hadi, Wawancara (Banyuwangi, 28
Maret 2008). 3 Soeroso, Wawancara (Banyuwangi, 29 Maret 2008). 4Keluarga yang
bahagia, tentram, dan penuh kasih sayang. 5Teguh Pamungkas, “Pendamping Hidup
Yang Baik”, http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0304/26/index.htm, (diakses pada
16 Maret 2008), 1. Selain mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, juga tidak
terlepas dari tujuan untuk mendapatkan keturunan dan kebahagiaan. Perkawinan
diharapkan menjadi suatu perkawinan yang bahagia apabila pelaku perkawinan
memiliki rasa saling mencintai serta menyayangi (mawaddah warrahmah) yang
direalisasikan dalam bentuk pelaksanaan segala bentuk kewajiban masing-masing.
Perkawinan seperti inilah yang dapat diharapkan membawa kebahagiaan dan
ketentraman (sakinah). Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Ar-Ruum 21,
yaitu: “Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, agar kamu tenteram hidup bersamanya.
Dan diciptakan-Nya rasa kasih dan sayang di antara kamu”.6 Dalam Islam
terbentuknya keluarga sakinah, bukan dikarenakan suami istri itu telah
melakukan suatu ritual ketika perkawinan berlangsung. Rumah tangga yang bahagia
terwujud, apabila terjalin hubungan suami istri yang serasi dan seimbang,
masing-masing tidak bisa bertepuk sebelah tangan. Proses perkawinan perspektif
Islam tidak terlalu rumit, melainkan cukup sederhana saja. Yang terpenting
dalam pelaksanaan pernikahan itu disesuaikan dengan kemampuannya masing-masing
dan jangan sampai ada keborosan dan menghambur-hamburkan uang. Melaksanakan 6
Fuad Kauma dan Nipan, Membimbing Istri Mendampingi Suami (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 1997), 8. tradisi-tradisi adat juga diperbolehkan, asal pelaksanannya
tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Seiring berkembangnya zaman, tradisi
adu tumper ini juga tidak terlepas dari pro dan kontra dari masyarakat Using
sendiri. Bagi kaum tradisionalis7 yang sifatnya leluhurisme, 8 tradisi ini
merupakan keyakinan kuat dari para leluhur yang harus tetap dilestarikan.
Tetapi bagi masyarakat generasi baru, tradisi ini dianggap syirik dan
memberatkan dari segi ekonomi. Berdasarkan latar belakang di atas yang kemudian
mendorong peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dalam penulisan karya
ilmiah dengan judul “Tradisi Perkawinan Adu Tumper Di Kalangan Masyarakat
Using”. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana prosesi upacara adu tumper di kalangan
masyarakat Using di Banyuwangi? 2. Apa makna dari simbol-simbol yang digunakan
dalam tradisi adu tumper? 3. Bagaimana pandangan tokoh agama Islam terhadap
tradisi adu tumper? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan
mendeskripsikan tata cara upacara adu tumper di kalangan masyarakat Using di
Banyuwangi. 2. Untuk mengetahui simbol-simbol yang digunakan dalam tradisi adu
tumper serta makna dari masing-masing simbol yang digunakan. 7 Penganut adat
kebiasaan dan kepercayaan yang secara turun temurun dipelihara. 8 Sebutan ini
secara khusus diperuntukkan bagi masyarakat yang mempunyai kepercayaan akan
perlunya senantiasa menjalin hubungan dengan para leluhur, hal itu akan dipegang
teguh sebagai norma kehidupan untuk setiap generasi. 3. Untuk mendeskripsikan
pandangan tokoh agama Islam di Banyuwangi terhadap tradisi adu tumper. D.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat,
baik secara teoritis maupun praktis, antara lain: 1. Secara teoritis, sebagai
pelengkap dari konsep-konsep sebelumnya mengenai tradisi perkawinan dan sebagai
rujukan bagi penelitian-penelitian berikutnya yang membahas tentang tradisi
perkawinan adu tumper. 2. Secara praktis, hasil penelitian dapat dijadikan
sebagai sumbangan informasi pemikiran serta bahan masukan dan wacana mengenai
perkawinan adat masyarakat using, yang diharapkan bermanfaat bagi masyarakat
secara umum, pemerhati, dan penelit
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Tradisi perkawinan adu tumper di kalangan masyarakat Using" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment