Abstract
INDONESIA:
Semua pembahasan dalam kitab-kitab fiqih terkait penyelesaian nusyûz begitu jelas dan eksplisit, terlebih lagi nusyûznya isteri, hampir seluruh ulama’ sepakat tentang cara penyelesaiannya, hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 34. Namun dalam realita yang ada, seringkali persoalan nusyûz menjadi lahan subur bagi suami untuk meng-embargo dan memarjinalkan isterinya, sebaliknya dalam surat an-Nisa’ ayat 128, dijelaskan bahwa isteri hanya diberi dua pilihan ketika suami nusyûz, hal tersebut menimbulkan dampak ketidak adilan bagi isteri, dan seringkali menjadi sorotan oleh para kaum feminis sebagai bahan koreksi guna menemukan solusi yang ideal yang sesuai dengan konsep kesetaraan. Melihat kedua perbedaan ini antara pendapat para ulama’ fiqih dan perspektif gender timbul ketertarikan penulis untuk mengkaji lebih lanjut dalam membahas masalah penyelesaian nusyûz isteri.
Penelitian ini ingin menjawab rumusan masalah, yaitu: Bagaimana konsep fiqih islam tentang penyelesaian nusyûz?. Bagaimana penyelesaian nusyûz dalam perspektif gender?. Apa persamaan dan perbedaan kajian nusyûz dalam fiqih islam dan perspektif gender?
Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk kategori penelitian kepustakaan (library research) atau penelitian normatif, yaitu penelitian yang diarahkan dan di fokuskan terhadap penelitian bahan-bahan pustaka yang ada kaitannya dengan fiqih dan gender. Sumber data yang diperoleh adalah dari sumber data primer, sekunder dan tersier, teknik dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik dokumentatif, fokus yang penelitian ini mengenai kajian perbandingan, maka pendekatan yang digunakan bersifat deskriptif analitis komparatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: Pertama, bahwa para fuqoha’ sepakat bahwa dalam menyikapinya terdapat 3 (tiga) tahapan: pertama, memberikan nasihat, kedua,berpisah ranjang, dan ketiga, memukuli isteri. Kedua, bahwa semua persoalan nusyûz dalam penyelesainnya menimbulkan dampak yang merugikan perempuan. Dalam perspektif gender isteri yang nusyûz terhadap suaminya tidak harus dipukul dan masih banyak cara lain yang lebih maslahat bagi isteri tanpa harus di pukul, karena memukuli isteri yang nusyûz merupakan obat pahit baginya. Ketiga, Kedua kajian tentang nusyûz diatas secara garis besar mempunyai persamaan dan perbedaan, terlebih lagi bila kita melihat dari segi substansinya, bahwa mengenai kajian tentang nusyûz sangat berbeda dalam hal sudut pandang. Ulama’ fiqih sepakat dengan tahapan yang telah ditetapkan dalam al-qur’an, sedangkan perspektif gender tahapan pertama dan kedua sepakat dan untuk pemukulan bukanlah jalan terbaik.
ENGLISH:
All the discussion in the book of fiqh related to settlement of nusyûz is clearl and explicite, moreover the nusyûzs of wife is almost all scholars agree to handle it which is accordance to the al-Qur’an surah an-Nisa’ 34. The husbanduses nusyûz to confine and marginalize his wife. On the contrary infact surah an-Nisa’ 128 explaines that his wife is only given two choices when the husband is nusyûz, it results in injustice to the wife and it often the becomes feminists discussion in order to find the solution in accordance to the concept of gender equality. Related tothe differencesof the two opinions betweenof the scholars jurisprudence and gender perspectives, the writer is interested in study and examine is further the nusyûz of wife.
This studying wants to answer the statements of problem name is: What is the concept of Islamic jurisprudence about the settlement of nusyûz?. What is the settlementof nusyûzin a gender perspective?. What are the similarities and differences of nusyûzstudies in Islamic jurisprudence and gender perspective?.
This study is categorized in library research (library research) or normativewhich is driven and focused on the materials of research literature about jurisprudence and gender. The data source are obtained from the data source of the primary, secondary and tertiary. The technique of collecting data study was documentative technique. This research focus on comparative study, soit used comparative descriptive analysis approach.
The results showed that: First, that the fuqoha agreed to react three (3) stages: first, giving advice, second, separating beds, and third, wife beating. Second, all of the problems in the settlement of nusyûz have adverse impacts for women. According to the gender perspective,the husband must not hit his nusyûz wife because there are many better ways. In addition,beating to nusyûz wife will hurt her. Third, the both of nusyûz studies generally have similarities and differences; however, the studies of nusyûz in terms of substance have different view. Scholars agree with the stages set out in the Qur'an, while the gender perspective first and second stages and agreed that beatings is not the best way.
BAB I
P ENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hidup berumah tangga merupakan tuntutan fitrah
manusia sebagai makhluk sosial. Keluarga atau rumah tangga muslim adalah
lembaga terpenting dalam kehidupan kaum muslimin umumnya dan manhaj amal Islami
khususnya. Ini semua disebabkan karena peran besar yang dimainkan oleh
keluarga, yaitu mencetak dan menumbuhkan generasi masa depan, pilar penyangga
bangunan umat dan perisai penyelamat bagi negara.1 Keluarga merupakan pondasi
awal dari bangunan masyarakat dan bangsa. Oleh karenanya, keselamatan dan
kemurnian rumah tangga adalah faktor penentu bagi keselamatan dan kemurnian
masyarakat, serta sebagai penentu kekuatan, kekokohan, dan keselamatan dari
bangunan negara. Dari sini bisa diambil kesimpulan 1 Mustafa Masyhur, Qudwah di
jalan Dakwah, terjemah oleh Ali Hasan, (Jakarta: Citra Islami Press, 1999), 71.
2 bahwa apabila bangunan sebuah rumah tangga hancur maka sebagai konsekuensi
logisnya masyarakat serta negara bisa dipastikan juga akan turut hancur.2
Setiap orang yang ingin berumah tangga, mengharapkan rumah tangganya kelak
tenteram, damai, dan sejahtera. Namun hal itu tidaklah semudah yang dibayangkan
di awal, karena dalam mengarungi rumah tangga pastinya banyak bumbu-bumbu yang
mewarnai kehidupan dengan pasangan kita. Hanya dikarnakan permasalahna sepele
hingga bisa berbuntut pada perselisihan, perdebatan, pertengkaran, atau bahkan
saling mengejek, hal itu lumrah terjadi. Disinilah peranan suami selaku
pemimpin dalam rumah tangga agar bisa menjadi penengah dan peredam suasana demi
terjaganya keutuhan rumah tanggga sehingga terjauh dari sikap yang saling
membenci satu sama lain yang akan memudahkan timbulnya sifat pembangkangan
terhadap pasaangannya, yang dalam Islam disebut dengan nusyûz. Nusyûz berasal
dari kata nasyaza-yansûzu yang berarti tempat tertinggi atau tanah yang
menonjol ke atas. Menurut Slamet Abidin dan Aminuddin, nusyûz berarti durhaka,
yaitu seorang istri melakukan perbuatan yang menentang suami tanpa alasan yang
tidak dapat diterima oleh syara’. 3 Hukum nusyûz yang dilakukan wanita adalah
hukumnya haram. Karena Allah SWT telah menetapkan hukuman bagi wanita yang melakukannya
bila dia tidak mau menerima nasihat suaminya. Diantara hak suami terhadap
istri, ialah ditaati dalam hal-hal yang tidak maksiat, istrinya menjaga dirinya
sendiri dan harta suami, menjauhkan diri dari mencampuri sesuatu yang dapat 2
Maimunah Hasan, Rumah Tangga Muslim (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2001), 7. 3
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap
(Jakarta: Rajawali Pers, 2008), 185. 3 menyusahkan suaminya, tidak cemberut
dihadapannya, tidak menunjukkan keadaan yang tidak disenanginya.4 Selama ini
memang persoalan nusyûz terlalu dipandang sebelah mata. Artinya, nusyûz selalu
saja dikaitkan dengan isteri, dengan anggapan bahwa nusyûz merupakan sikap
ketidakpatuhan isteri terhadap suami. Sedangkan bagi suami seakan-akan
masyarakat kurang begitu mengetahui bahwa pada hakekatnya nusyûz tidak hanya
datang dari isteri saja, suami pun bisa dikatakan nusyûz apabila ia tidak
memenuhi hak dan kewajibannya dalam rumah tangga. Tindakan pertama yang boleh
dilakukan suami apabila isterinya yang nusyûz adalah menasehatinya, dengan
tetap mengajaknya tidur bersama. Tidur bersama ini merupakan simbol masih
harmonisnya suatu rumah tangga. Apabila tindakan pertama ini tidak membawakan
hasil, boleh diambil tindakan kedua, yaitu memisahi tempat tidurnya. Apabila
dengan tidakan kedua isteri masih tetap tidak mau berubah juga, suami
diperbolehkan melakukan tindakan ketiga yaitu memukulya.5 Hal ini sebagaimana
Firman Allah SWT. sebagai berikut: ô`ÏB (#q à )xÿRr& !$yJÎ/ur < Ù÷èt/ 4n?tã óOßgÒ÷èt/ ª !$# @ Òsù $yJÎ/ Ïä!$|¡ÏiY9$# n?tã cqãBº§ qs% ãA%y`Ìh9$# tbq è ù$srB ÓÉL» © 9$#ur 4 ª !$# xáÏÿym $yJÎ/ É=øtóù=Ïj9 × M»sàÏÿ»ym ì M»tGÏZ»s% à M»ysÎ=» ¢ Á9$$sù 4 öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fikih Sunnah Untuk Wanita
(Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2007), 739; Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 7
(bandung: PT. Al-Ma’arif, 1993), 129. 5 Syafiq Hasyim, Hal-hal yang Tak
Terpikirkan tentang Isu-isu Keperempuanan dalam Islam, cet. III, (Yogyakarta:
Mizan, 2001), 183. 4 xsù öN à 6uZ÷èsÛr& ÷bÎ*sù ( £ ` è dqç/ÎôÑ$#ur ÆìÅ_$ÒyJø9$# Îû £ ` è drã à f÷d$#ur Æ è dqÝàÏèsù Æ è dyq à ± è S # Z Î62 $w Î=tã c%x. © !$# ¨ bÎ) 3 ¸ xÎ6y £ `Íkön=tã (#q ä óö7s? Artinya
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka).
wanita-wanita yang kamu khawatirkan Nusyûznya, Maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”6 Begutupun halnya isteri
menyikapi nusyûznya suami dalam surat an-Nisa’ (4): 128-130, isteri di
perkenankan memilih antara dua hal, yakni: pertama, bersabar dan mengikuti
jalan damai, dan kedua, mengajukan khulu’(gugat cerai). $yJæhuZ÷t/ $ysÎ=óÁã br& !$yJÍkön=tæ yy$oYã_ xsù $ Z Ê#{ôãÎ) ÷rr& #· q à ±çR $ygÎ=÷èt/ . `ÏB ôMsù%s{ î or&zöD$# ÈbÎ)ur © !$# cÎ*sù (#q à ) Gs?ur (#qãZÅ¡ós è ? bÎ)ur 4 £ x ±9$# Ú[ à ÿRF{$# ÏNuÅØôm é&ur 3 × öyz ßxù= Á9$#ur 4 $[ sù=ß¹ # Z Î6yz cq è =yJ÷ès? $yJÎ/ c%x.
Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyûz atau sikap tidak acuh
dari suaminya, Maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang
sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia
itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik
dan memelihara dirimu (dari nusyûz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” 7 6 Q.S. an-Nisa’ (4): 34. 7
Q.S. an-Nisa’ (4): 128. 5 Orang-orang sering mengkaitkan konsep nusyûz sebagai
pemicu terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini ada benarnya
juga, karena jika isteri nusyûz suami diberikan berbagai hak dalam
memperlakukan isterinya. Mulai dari hak untuk memukulnya, menjahuinya, tidak
memberinya nafkah baik nafkah lahir maupun batin dan pada akhirnya suami juga
berhak menjatuhkan talak terhadap isterinya. Sedangkan bagi isteri jika
menghadapi suaminya yang nusyûz hanya diberikan hak yakni: pertama, bersabar
dan mengikuti jalan damai, dan kedua, mengajukan khulu‟(gugat cerai). Para
ulama’ fiqih menilai hal diatas sudah sesuai dengan ketetapan dalam al-Qur’ân
dan sudah ideal untuk di laksanakan. Namun tidak demikian dilapangan,
seringkali persoalan nusyûz menjadi lahan subur bagi suami untuk melampiaskan
dendamnya terhadap isteri yang durhaka kepadanya, seringkali hanya gara-gara
anggapan suami terhadap isterinya melakukan nusyûz, suami tanpa belas kasihan
memukuli isteri sampai babak belur, pada hakekatnya memicu KDRT yang berakhir
dengan perceraian. Sebagai contoh sebuah realita dimasyarakat tentang Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang penyebab utamanya adalah anggapan suami tentang
isteri yang nusyûz terhadap suaminya: adalah Airin seorang istri yang tinggal
menjadi pekerja rumah tangga di suatu klinik di Jakarta Selatan. Bersama
suaminya sudah hampir sebulan dia bekerja di klinik, pemilik klinik sangat
toleran dan baik sehingga mengizinkan keluarga kecil ini untuk tinggal sembari
bekerja. Alasan utamanya pasti karena merasa kasihan dengan perekonomian
mereka. Disamping keluarga ini juga telah memiliki seorang bayi laki-laki yang
berusia 8 6 bulan. Suatu hari Arin menangis terisak-isak sembari mengadukan
ulah sang suami yang memukulinya tanpa ampun kepada pemilik klinik. Sang
pemilik klinik lebih banyak mendengarkan dan tidak mampu berbuat banyak karena
alasan menyangkut rumah tangga orang lain, meskipun itu pegawainya sendiri.
Airin menceritakan awalmula terjadinya pemukulan oleh suaminya itu, yaitu
tepatnya tadi malam sang suami minta melakukan hubungan badan, namun Airin
menolak dengan alasan badannya sedang kelelahan luarbiasa dan Airin meminta
kepada suaminya untuk melakukannya besok pagi setelah shalat subuh, namun
suaminya yang tidak terima langsung menganggap Airin telah durhaka kepada suami
dan pantas di sebut nusyûz. Darisinilah awalmula suaminya berani memukuli
isterinya tanpa ampun, karena setelah di telusuri ternyata suami Airin yang
juga alumni Pondok pesantren di sebuah daerah di Jawa Barat itu mengatakan apa
yang diperbuatinya adalah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam syari’at
islam.8 Hal tersebut menimbulkan dampak ketidak adilan bagi isteri, dan
seringkali menjadi sorotan oleh para kaum feminis sebagai bahan koreksi guna
menemukan solusi yang ideal yang sesuai dengan konsep kesetaraan. Dalam konsep
kesetaraan, tujuan perkawinan akan tercapai jika didalam keluarga tersebut
dibangun atas dasar berkesetaraan dan berkeadilan gender. Kesetaraan dan
keadilan gender merupakan kondisi dinamis, dimana laki-laki dan perempuan
sama-sama memiliki hak, kewajiban, peranan, dan kesempatan yang dilandasi oleh
saling menghormati, 8 http://cintasejarahislam.blogspot.com/. di akses tanggal
25 September 2012. 7 menghargai, dan bantu-membantu di berbagai sektor
kehidupan.9 Dari relasi yang berkeadilan gender, muncul peran-peran komunitas
antara keduanya yang dapat dilakukan sepanjang tidak melampaui kodrat keduanya,
baik pada peran domestik maupun peran publik, misalnya merawat dan mendidik
anak, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mencari nafkah, dan pengambilan
keputusan Mengamati dua pendapat diatas antara ulama’ fiqih dan perspektif
gender, timbul ketertarikan penulis untuk mengkaji lebih lanjut tentang
penyelesaian masalah nusyûz, guna mencari solusi yang ideal demi terciptanya
keharmonisan dalam rumah tangga. B. Rumusan Masalah Berangkat dari latar
belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dapat
dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep fiqih Islam tentang
penyelesaian nusyûz? 2. Bagaimana penyelesaian nusyûz dalam perspektif gender?
3. Apa persamaan dan perbedaan kajian penyelesaian nusyûz dalam fiqih Islam dan
perspektif gender? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1.
Memahami konsep penyelesaian nusyûz antara fiqih Islam dan perspektif gender. 9
Mufidah Ch, Paradigma Gender,(Malang: Bayumedia,2003). 18. 8 2. Mengetahui
perbedaan pandangan terhadap penyelesaian nusyûz antara fiqih Islam dan
perspektif gender. D. Manfaat Penelitian Selain tujuan penelitian di atas,
diharapkan penelitian ini memiliki nilai manfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis dalam rangka memperluas dinamika ilmu pengetahuan hukum di
masyarakat. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1.
Secara teoritis a. Memberikan kontribusi pemikiran dalam memandang persoalan
nusyûz antara fiqih Islam dan perspektif gender. b. Untuk memperkaya khazanah
ilmu dalam bidang keluarga Islam, khususnya persoalan nusyûz. 2. Secara praktis
a. Sebagai bahan perbandingan dalam menilai kajian masalah nusyûz, guna
menemukan sebuah solusi yang tepat dan ideal. b. Digunakan sebagai bahan atau
referensi dalam menyikapi permasalahan yang ada di lingkungan masyarakat secara
umum. E. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman dalam
menginterpretasikan arti dan maksud dalam judul yang akan di teliti oleh
penulis. Maka disuni perlu di tegaskan dari kata-kata yang terdapat dalam judul
dengan rincian sebagai berikut: 9 1. Nusyûz mempunyai beberapa pengertian di
antaranya: menurut fuqaha Hanafiyah seperti yang dikemukakan Saleh Ganim
mendefinisikanya dengan ketidaksenangan yang terjadi diantara suami-isteri.
Ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa nusyûz adalah saling menganiaya suami
isteri.Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah nusyûz adalah perselisihan diantara
suami-isteri, sementara itu ulama Hambaliyah mendefinisikanya dengan
ketidak-senangan dari pihak isteri atau suami yang disertai dengan pergaulan
yang tidak harmonis.10 2. Kajian perbandingan adalah bagian dari analisis
horisontal, yaitu suatu tehnik analis dengan cara memperbandingkan antara dua
buah variable yang berbeda. 3. Gender adalah suatu konsep kultural yang
berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, melintas
dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang
dalam masyarakat. Hillary M. Lips dalam bukunya yang terkenal sex dan gender,
an Introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap
laki-laki dan perempuan. Misalnya, perempuan dikenal dengan lemah lembut,
cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional,
jantan dan perkasa. Ciri-ciri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat
dipertukarkan, 10 Dikutip dari Saleh bin Ganim al-Saldani, Nusyûz, alih bahasa
A. Syaiuqi Qadri, cet. VI (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), 25-26. 10
misalnya ada laki-laki yang lemah lembut; ada perempuan yang kuat, rasional dan
perkasa.11 4. Fiqh Islam yaitu hal yang mencakup seluruh perbuatan manusia,
karena kehidupan manusia meliputi segala aspek. Fiqih Islam adalah ungkapan
tentang hukum-hukum yang Allah syari’atkan kepada para hamba-Nya, demi
mengayomi seluruh kemaslahatan mereka dan mencegah timbulnya kerusakan
ditengah-tengah mereka, maka fiqih Islam datang memperhatikan aspek tersebut
dan mengatur seluruh kebutuhan manusia beserta hukum-hukumnya. F. Metode
Penelitian Metode memegang peranan penting dalam mencapai suatu tujuan,
termasuk juga metode dalam suatu penelitian. Metode penelitian yang dimaksud
adalah caracara melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-kegiatan
mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis sampai menyusun laporannya)
berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala secara ilmiah12. Dalam penyusunan
skripsi ini, penyusun menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis
Penelitian Dalam skripsi ini menggunakan sistem penelitian kepustakaan (library
research), metode yang digunakan dengan mengumpulkan data dari berbagai
literatur. Penelitian ini juga bisa dikatakan penelitian hukum normatif, karena
dalam 11 Mufidah Ch, Paradigma Gender, (Malang: Bayumedia, 2003), 3. 12Kholid
Narbukoi dan Abu Achmadi. Metodelogi Penelitia; Memberikan Bekal Teoritis Pada
Mahasiswa Tentang Metode Penelitian Serta Diharapkan Dapat Melaksanakan
Penelitian Dengan Langkah-Langkah Yang Benar, Cet. 9,( Jakarta: Bumu aksara,
2008), 2. 11 penelitian hukum normatif terutama menggunakan bahan-bahan
kepustakan sebagai sumber data penelitian13 . 2. Pendekatan Penelitian Dalam
penelitian hukum normatif, kegiatan untuk menjelaskan hukum tidak diperlukan
dukungan data atau fakta-fakta social, sebab ilmu hukum normatif tidak mengenal
data atau fakta social yang dikenal hanya bahan hukum, jadi untuk menjelaskan
hukum atau untuk mencari makna dan memberi nilai akan hukum tersebut hanya
digunakan konsep hukum dan langkah-langkah yang ditempuh adalah langkah
normatif.14 Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif, jika dilihat dari pendekatan datanya. Penelitian kualitatif
merupakan pendekatan yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati yang tidak
dituangkan ke dalam variable atau hipotesis.15 Karena fokus yang diteliti
mengenai nusyûz dalam kajian perbandingan fiqih Islami dan perspektif gender,
maka pendekatan yang digunakan bersifat deskriptif analitis komparatif. 3.
Bahan Hukum 13 Amirudin dan Zainal Asikin, pengantar Metode Penelitian Hukum
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), 133. 14 Bahder Johan Nasution,
Metode Penelitian Hukum, (Bandung: CV Mandar Maju, 2008), 87. 15 Amiruddin dan
Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), 133. 12 Sumber data seperti didefinisikan oleh Suharsimi
Arikunto adalah subjek dari mana sebuah data bisa diperoleh.16 Inti dari sebuah
penelitian adalah menemukan data, oleh karena itu keberadaannya sangat penting
dalam penelitian. Dalam penelitian hukum normatif. Sumber hukum yang
dipergunakan adalah meliputi data sekunder. Data sekunder adalah data yang
tidak berasal langsung dari sumbernya. Dalam penelitian hukum, data-data
sekunder meliputi, Pertama, bahan hukum primer yang terdiri dari bahan-bahan
hukum yang mengikat, seperti norma, peraturan dasar, yurisprudensi,
undang-undang, traktat dan lain sebagainya. Sedangkan bahan hukum sekunder yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan
undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan
seterusnya. Bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus,
ensiklopedia, indeks dan seterusnya.17 a. Bahan Hukum Primer yaitu: 1) Al-„Umm
karya Muhammad bin Idris as-Syafi’i, al-Umm; 2) Fiqh Sunnah, Jilid II, karya
Sayyid Sabiq; 3) Al-Fiqhu Wa Adillatuh, karya Wahbah Al-Zuhaili; 4) Fiqih
Sunnah untuk Wanita, karya Abu Malik Kamal; 5) Mausu‟ah al-Fiqhiyyah
al-Kuwaitiyyah, Maktabah Syamilah; 16 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian:
Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), 129. 17 Soerjono
Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 13. 13 6) al-Kasysyaf an-Haqaiq At-Tanzil
wa 'Uyun Al-Aqawil, karya AzZamakhsyari; 7) Nida‟ li al Jinsi al Latif, Terj.
A. Rivai Usman, “Perempuan Sebagai Kekasih, karya M. Rasyid Ridha 8) Tafsir
al-Manar, karya Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh; b. Bahan Hukum Sekunder yaitu:
1) Argument Kesetaraan Jender Perspektif Islam karya Dr.Nasaruddin Umar; 1)
Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, karya Tihami dan Sohari Sahrani;
2) Pendoman Hidup Berumah tangga dalam Islam karya M.Ali Hasan; 3) Psikologi
Keluarga Islam Berwawasan Gender karya Mufidah CH; 4) Rekonstruksi Metodologis
Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam karya Dra.Siti Ruhaini Dzuhayatin,M.A; 5)
Kesetaraan Gender dalam Al-Qur‟ân karya Yunahar Ilyas; 6) Gender Dalam
Perspektif Islam, karya Raihan Putri Ali Muhammad; 7) Islam Agama Ramah
Perempuan, karya Husein Muhammad; 8) Kebebasan Wanita, karya Abdul Halim Abu
Syuqqah; 9) Kompilasi Hukum Islam. c. Bahan Hukum Tersier: 1) Lisan al-'Arabi
karya Ibn Manzur; 14 2) Ensiklopedi Hukum Islam susunan Dewan Redaksi
Ensiklopedi Hukum Islam; 3) Kamus al-Munawwir (Arab-Indonesia) karya Ahmad
Warson Munawwir. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik dokumentatif, yaitu dengan
mengumpulkan data primer yang diambil dari buku-buku yang secara lansung
berbicara tentang permasalahan yang diteliti dan juga dari data-data sekunder
yang secara tidak langsung membicarakannya namun relevan untuk dikutip sebagai
pembanding. 5. Analisis Data Metode yang dipakai dalam menganalisa data agar
diperoleh data yang memadai dan valid adalah dengan mengunakan analisa data
kualitatif. Dalam oprasionalnya, data yang telah diperoleh digeneralisir,
diklasifikasikan kemudian dianalisa dengan mengunakan penalaran induktif dan
deduktif. Penalaran induktif dalam prosesnya bertolak dari premisa-premisa yang
berupa norma-norma hukum yang diketahui, dan berakhir (sementara) pada penemuan
asas-asas atau doktrin hukum.18 Aplikasi dari metode tersebut dalam penelitian
ini adalah bertitik pada upaya untuk menemukan asas-asas dan doktrin hukum
tentang nusyûz dalam fiqih Islam dan gender untuk digeneralisir, diklasifikasi
dan dianalisa guna menemukan sebuah perbandingan yang komrehensif dan
sistematis. Sedangkan penalaran deduktif 18 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji,
Penelitian Hukum Normatif . 88. 15 dipakai untuk mengimplementasikan
norma-norma hukum in abstracto yang telah ditemukan tersebut untuk dijadikan
titik tolak dalam melihat dan menilai masalah in concreto, yaitu terjadinya
perlakuan nusyûz terhadap isteri. G. Penelitian Terdahulu Untuk mengetahui
orisinalitas penelitian yang penulis lakukan, dalam hal ini akan dicantumkan
penelitian terdahulu yang satu tema pembahasan. Penelitian dalam bentuk skripsi
dilakukan oleh beberapa mahasiswa berikut dibawah ini: 1. Imam Bagus Susanto
mahasiswa fakultas Syari’ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, tahun 2009 yang
berjudul “Pandangan Imam Syafi’I Tentang Nusyûz Dalam Perspektif Gender”. Hasil
penelitiannya bahwa Imam al-Syafi’i dalam Al- Umm menjelaskan bahwa Nusyûz
dapat muncul baik dari pihak suami atau istri. Perbedaan antara Nusyûz suami
dan Nusyûz istri adalah bahwa Nusyûz suami cenderung diartikan sebagai sikap
ketidaksenangan terhadap istri. Sedangkan Nusyûz istri diartikan sebagai suatu
perilaku pembangkangan terhadap suami. Imam al-Syafi’i berpendapat bahwa jika
seorang istri Nusyûz maka suaminya boleh memberikan nasehat kepadanya, dan
bahkan al- dlarb (memukul yang tidak sampai membahayakan fisik) jika istri
bersikukuh dengan sikapnya. Namun jika sang suami yang Nusyûz maka istri
dianjurkan untuk rela dengan sikap suaminya itu serta dianjurkan untuk tidak
menggugat hakhaknya yang tidak dipenuhi oleh sang suami. 16 2. Lailatul Fitriah
mahasiswi fakultas Syari’ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, tahun 2010 yang
berjudul “Makna Nusyûz Dalam Pandangan Dosen Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang”. Dalam penlitiannya secara umum dijelaskan bahwa
Ketika persoalan Nusyûz muncul, baik yang dari pihak istri maupun dari pihak
suami sering kali menggiring mereka dalam situasi genting dan lepas kontrol
dalam bersikap terhadap pasangannya. Hal ini tentu saja lebih rawan apalagi
bagi posisi perempuan, baik itu saat mereka yang Nusyûz atau ketika ia
berhadapan dengan suami yang Nusyûz. Dalam dua masa transisi semacam ini kerap
kali mereka harus menjadi korban yang sangat tidak diuntungkan. Artinya, ketika
mereka Nusyûz, maka posisi mereka sangat terancam dengan adanya hak-hak suami
yang telah mendapatkan legalitas hukum untuk menindak mereka, yang selama ini
lebih dipahami oleh para lelaki sebagai hak untuk menghukum. Begitu pula di
saat yang Nusyûz pihak suami, pihak isteripun yang kerap kali dijadikan alasan
sebagai faktor pemicunya dan sebagai pihak yang patut dipersalahkan, sehingga
kerap kali pihak istri mendapatkan "getah" yang berupa tindak
kekerasan. 3. Lindra Darnela mahasiswi fakultas Syari’ah UIN Sunan Kali Jaga
Jogja karta, tahun 2000 yang berjudul “Studi Terhadap Ibn Hazm Tentang Nafkah
Isteri Nusyûz”. Sebagai sebuah pokok penelitian atas studinya terhadap Ibn
Hazm, bahwa menurut Ibn Hazm Suami berkewajiban memberi nafkah kepada isterinya
meskipun isterinya itu dalam keadaan 17 Nusyûz. Kerena menurut Ibn Hazm ukuran
kewajiban suami dalam memberikan nafkak kepada isterinya itu adalah karena telah
terjadinya akad nikah semata, jadi selama ikatan perkawinan itu masih ada,
suami masih tetap wajib memberikan nafkah kepada isterinya itu dalam keadaan
apa pun. 4. Isa Ansari mahasiswa fakulta Syari’ah UIN Sunan Kali Jaga Jogja
karta skripsi hasil penelitian lapangan dengan judul, “Nusyûz Sebagai Alasan
Penolakan Memberi Nafkah (Studi Analisis Terhadap Putusan PA. Seleman)” yang
disusun oleh Isa Ansari. Setelah dilakukan penelitian ternyata dalam memutuskan
persoalan nusyûz kreteria yang dipakai oleh PA. Sleman adalah sebagaimana yang
ada dalam Hukum Islam serta penafsiran hakim terhadap prinsip-prinsip yang ada.
Yaitu perbuatan isteri meminta cerai kepada suami tanpa ada uzur (alasan yang
dibenarkan syar’i) dan isteri meninggalkan kediaman bersama tanpa izin dari
suami serta tidak mau diajak tinggal di rumah kediaman bersama. Dan dalam
membuktikan terjadinya nusyûz tersebut PA. Sleman mendasarkan pada alat bukti
saksi-saksi, pengakuan dan alat bukti persangkaan, hal ini sebagaimana disebut
dalam surat keputusanya No. 23 / pdt.G / 94 / PA. Slm. No. 185 / pdt.G / 94 /
PA. Slm. Dan No. 197 / pdt.G / 94 / PA. Slm. Dari keempat penelitian terdahulu
diatas mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh penulis yaitu: Persamaan, 18 semua penelitian diatas subjeknya adalah
nusyûz, begitupun penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yang dalam hal
ini sama-sama bersubjek pada nusyûz. Sedangkan perbedaan dari penelitian ini
adalah penulis lebih fokus kepada kajian perbandingan antara fiqih Islami dan
perspektif gender dalam memandang permasalahan nusyûz. Untuk memperjelas uraian
diatas, penulis dalam hal ini merangkum kesemuanya dalam bentuk tabel, guna
memudahkan pembaca dalam mengambil intisari dari hasil penelitian terdahulu dan
bisa mengetahui titik singgung antara penelitian terdahulu dengan penelitian
ini. NO NAMA JUDUL TEMUAN TITIK SINGGUNG 1. Imam Bagus Susanto Pandangan Imam
Syafi’I Tentang Nusyûz Dalam Perspektif Gender Perbedaan antara Nusyûz suami
dan Nusyûz istri adalah bahwa Nusyûz suami cenderung diartikan sebagai sikap
ketidaksenangan terhadap istri. Sedangkan Nusyûz istri diartikan sebagai suatu
perilaku pembangkangan terhadap suami. Apabila suami Nustuz maka isteri tidk
ada hak untuk menyikapi Nusyûz Titik singgung dengan penelitian ini, yaitu pada
persoalan Nusyûz yang di kaji dengan membandingkan antara fiqih Islam dengan
perspektif gender. sedangkan Imam Bagus Susanto dalam penelitiannya terfokus
pada pandangan Imam Syafi’I tentang Nusyûz saja. 19 sang suami tersebut 2.
Lailatul Fitriah Makna Nusyûz Dalam Pandangan Dosen Universitas Islam Negeri
(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang Posisi perempuan seringkali terancam apabila
pasangan suami isteri terjadi percekcokan, terlebih lagi pada saat isteri
Nusyûz pihak isteripun yang kerap kali dijadikan alasan sebagai faktor
pemicunya dan sebagai pihak yang patut dipersalahkan, sehingga kerap kali pihak
istri mendapatkan "getah" yang berupa tindak kekerasan. Persepsi
dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang tentang
Gender. Sedangkan titik singgung dengan penelitian ini terletak pada persolanan
kanjian nusyûz saja. 3. Lindra Darnela Studi Terhadap Ibn Hazm Tentang Nafkah
Isteri Nusyûz Menurut Ibn Hazm Suami berkewajiban memberi nafkah kepada
isterinya meskipun isterinya itu dalam keadaan Nusyûz. Kerena menurut Ibn Hazm
ukuran kewajiban suami dalam Yaitu pada Nafkah Isteri Nusyûz studi terhadap
pandangan Ibn Hazm, jadi penelitian ini sama halnya dengan penelitian yang
dilakukan oleh Imam Bagus Susanto, akan tetapi Linda darnel 20 memberikan
nafkak kepada isterinya itu adalah karena telah terjadinya akad nikah semata,
jadi selama ikatan perkawinan itu masih ada, suami masih tetap wajib memberikan
nafkah kepada isterinya. terfokus pada nafkah Isteri saja, sedangkan titik
singgungnya terhadap penelitian ini adalah hanya pada persoalan Nusyûz saja. 4.
Isa Ansari Nusyûz Sebagai Alasan Penolakan Memberi Nafkah (Studi Analisis
Terhadap Putusan PA. Seleman) Kreteria yang dipakai oleh PA. Sleman dalam hal
Nusyûz adalah sebagaimana yang ada dalam Hukum Islam serta penafsiran hakim
terhadap prinsipprinsip yang ada, yaitu perbuatan isteri meminta cerai kepada
suami tanpa ada uzur (alasan yang dibenarkan syar’i) dan isteri meninggalkan
kediaman bersama tanpa izin dari suami serta tidak mau diajak tinggal di rumah
kediaman bersama. Hal ini Titik singgung dengan penelitian ini, yaitu hanya
pada persolalan Nusyûz saja, karena penelitian Isa Ansari terfokus pada surat
putusan PA.Sleman tentang Nusyûz sebagai alasan penolakan memberi nafkah kepada
isteri. 21 juga depertegas oleh para saksisaksi yang membenarkan hal tersebut.
5. Ronal Zikrin Batasan Hak Suami Dalam Memperlakukan Isteri Nusyûz Perspektif
Gender Dalam pandangan gender, memukul bukanlah sebuah solusi yang dalam mempertahankan
keharmonisan rumah tangganya. Dalam menyikapi isteri nusyûz ada beberapa konsep
yang di tawarkan kepada suami agar keharmonisan rumah tangganya tetap terjaga.
Posisi penelitian diatas dengan penelitian ini adalah pada pembahasan tentang
nusyûznya, sedangkan perspeftif dan metode penelitian yang di gunakan dari
masingmasing peneliti mempunyai perbedaan. H. Sistematika Pembahasan Agar
penulisan dan pembahasan ini terstruktur dengan baik dan dapat ditelusuri oleh
pembaca dengan mudah, penulisan ini nantinya akan disusun dengan menggunakan
sistematika. Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini sebagai
berikut: Bab I: Pendahuluan, terdiri dari deskripsi latar belakang masalah yang
akan menjelaskan alasan peneliti memilih judul “Nusyûz Dalam Kajian
Perbandingan Fiqih Islami dan Perspektif Gender”. Rumusan masalah yang
merupakan kompas atau inti dalam melakukan penelitian yang akan di teliti. 22
Tujuan penelitian dan manfaat penelitian yang merupakan manfaat dari melakukan
penelitian baik secara teoritis maupun secara praktis. Definisi operasional.
Metodologi penelitian yang menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam
melakukan penelitian ini. Penelitian terdahulu. Sistematika penulisan yang
merupakan gambaran dari isi skripsi. Bab ini akan menjelaskan permasalahan
serta signifikansi penelitian yang akan di teliti. Bab ini adalah bab utama,
yang akan menjadi acuan pembahasan bab-bab selanjutnya. Bab II: Selanjutnya
untuk memeproleh hasil yang maksimal untuk mendapatkan hasil yang baru, maka
peneliti memasukan tinjauan pustaka. Pada bab ini diuraikan mengenai teori dan
konsep yang mendasari dan mengantarkan penulis untuk bisa menganalisis dalam
rangka menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan. Bab ini berisi tentang
Nusyûz dan Gender Perspektif Islam yang diawali dengan Nusyûz dalam Islam;
pengertian Nusyûz, dasar humum Nusyûz, pandangan Ulama tentang Nusyûz,
bentuk-bentuk perbuatas Nusyûz dan akibat yang ditimbulkan. Selanjutnya
menjelaskan tentang Gender dalam Islam; pengertian Gender, pandangan Islam
tentang Gender, keadilan dan kesetaraan Gender dalam Islam dan pola Relasi
Suami Isteri berkesetaraan Gender. Bab III: Bab ini merupakan inti dari
penelitian, karena bab ini akan menganalisis data-data yang telah dikemukanan
pada bab sebelumnya untuk menjawab 23 rumusan masalah yang telah ditetapkan.
Bab ini akan mendeskripsikan tentang nusyûz dalam kajian perbandingan fiqih
Islami dan perspektif gender dengan mengkaji ayat-ayat yang berkaitan dengan
Nusyûz guna memberikan pemahaman yang subyektif terhadap masyarakat agar
nantinya tidak ada lagi pendiskriminasian terhadap hak-hak suami maupun isteri,
dikarnakan kesalahan meninterpretasikan makna ayat. Bab IV:Bab ini merupakan
bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan dalam bab ini bukan
merupakan ringkasan dari penelitian yang dilakukan, melainkan jawaban singkat
atas rumusan masalah yang telah di tetapkan. Saran adalah usulan atau anjuran
kepada pihak-pihak terkait atau memiliki kewenangan lebih terhadap tema yang
diteliti demi kebaikan masyarakat atau penelitian di masa-masa mendatang.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :Nusyûz dalam kajian perbandingan fiqih Islami dan perspektif gender" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment