Abstract
INDONESIA:
Pendayagunaan zakat merupakan bagian yang terpenting dari zakat, oleh karena itu dengan pendayagunaan yang baik maka akan bermanfaat bagi mereka yang berhak menerimanya. Yang mana pendayagunaan tersebut menjadi sumber Dana yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial di Kabupaten Malang, makanya diperlukan sebuah pendayagunaan zakat yang tepat, karena pada sektor ini merupakan sektor yang paling vital, sehingga sektor ini dijadikan sebagai tolak ukur tingkat keberhasilan sebuah BAZ/LAZ.
Prioritas pendayagunaan di BAZ kabupaten Malang ini dibentukkan dalam program bentuk konsumtif dan produktif. Yang mana pada implementasinya masih dominan mendayagunakan dana ZIS pada konsumtif dari pada produktif. Untuk mensejahterakan masyarakat Kabupaten Malang ini tidak bisa dengan hanya yang konsumtif saja. Bahkan lebih perlu produktif dari pada konsumtif, Hal ini terbalik dengan apa yang terjadi di BAZ Kabupaten Malang. Hal ini disebabkan oleh kreatifitas dari pengelola yang kurang optimal dan tidak mau resiko, sehingga pendayagunaan zakat BAZ Kabupaten Malang ini masih 67% konsumtif.
Dari paparan diatas, maka peneliti tertarik untuk menegtahui beberapa permasalahan yang tertuang dalam rumusan masalah, yaitu: pertama, Bagaimana pendayagunaan dana ZIS di BAZ Kabupaten Malang, kedua, Bagaimana Implementasi Undang-undang No. 38 Tahun 1999 Pasal 16 tentang mekanisme pendayagunaan ZIS di BAZ Kabupaten Malang.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologis atau empiris. Dalam pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan dokumentasi sehingga data primernya adalah hasil wawancara dan data-data yang ada di Kantor BAZ Kabupaten Malang. Sedangkan dalam analisa data menggunakan cara deskriptif, yang mana menganalisa pendayagunaan Dana ZIS dengan menela’ah data primernya dan sekundernya yang relevan dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu data-data yang ada dengan implementasinya.
Hasil penelitian dari analisa data dapat disimpulkan bahwa pendayagunaan dana ZIS di BAZ Kabupaten Malang sudah sesuai dengan UU No.38 pasal 16 pasal 1, akan tetapi pada pasal 2 ini BAZ Kabupaten Malang belum maksimal disebabkan kurang adanya kerja sama antar pengelola, kerja sama pengelola dengan mustahik, keterbatasan poersonel, pemberdayaannya yang kurang merata maupun belum ada kegiatan-kegiatan produktif yang mendidik.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Zakat adalah pilar Islam setelah sahadat
dan salat. Setelah orang masuk Islam dengan ditandai pernyataan dua sahadat,
orang itu harus melaksanakan Salat dan mengeluarkan zakat di samping berpuasa
Ramadlan dan berhaji jika mampu. Tali perhubungan dengan Allah diikat dengan
Salat, sedangkan tali perhubungan sesama manusia diikat dengan zakat. Dua
ikatan itulah berkali-kali disebut oleh Allah di dalam Al-Qur’an secara
bersama-sama pada 28 tempat.1 Zakat adalah suatu ibadah maliyah yang lebih
menjurus kepada aspek sosial, untuk mengatur kehidupan manusia dalam hubunganya
dengan Allah, dan dalam hubunganya dengan sesama manusia. Kalau salat lebih
menjurus kepada pembinaan kepribadian yang mulia, maka zakat lebih menjurus
kepada pembinaan kesejahteraan masyarakat.2 Oleh sebab itu tidak diherankan,
jika ibadah zakat ini juga merupakan ibadah bagi umat-umat sebelum Islam,
sebagaimana yang telah diterangkan Allah di dalam Al-Qur’an.3 Sumber pendapatan
negara dalam sejarah Islam yang pertama-tama adalah zakat, tak heran jika zakat
diusahakan untuk ditransformasikan sebagai suatu konsep panacea (obat mujarab)
untuk mengumpulkan pendapatan negara. 1 Sjechul Hadi Permono,”UU Nomor 38 Tahun
1999 dan pemberdayaan pengelolaan Zakat,” makalah, disajikan pada Rapat Kerja
Badan Amil Zakat Kabupaten Malang, tanggal 27 Agustus(Malang: Aula Pemerintah
Kabupaten Malang, 2001), 1. 2 Muhammadiyah Ja’far, Zakat, Puasa dan Haji
(Malang: Kalam Mulia, 1985), 3. 3 Al-Qur’an, surah al-Anbiya’ ayat 73, Maryam
ayat 54-55 dan ayat 30 - 31, dan al-Maidah ayat 12 Padahal, dalam praktek,
zakat dilakukan sekedar untuk memenuhi rukun Islam yang ketiga, dan karena itu
lebih banyak merupakan masalah pribadi, dan dampaknya tidak lebih sekedar
meringankan beban konsumsi seseorang untuk beberapa hari saja. Dengan kata
lain, dampak kesejahteraan dan kemakmuran negara belum nampak, kecuali untuk
beberapa kasus, dimana zakat telah diarahkan sebagai suatu program sosial untuk
kesejahteraan dan kemakmuran negara, tapi ini baru dilakukan dalam skala kecil.
Sejarah Islam telah membuktikan bahwa dengan adanya Zakat yang dikelola secara
optimal, ternyata negara menjadi sejahtera dan rakyat menjadi makmur. Di
Singapura yang jumlah penduduk muslim kurang lebih 450.000 jiwa (kurang lebih
15 % dari jumlah penduduk), pada tahun 1997 perolehan ZIS mencapai kurang lebih
S$ 14.300.000 (kurang lebih Rp 71.500.000.000,00). Di negara tersebut
pelaksanaan ibadah Zakat, Infaq dan Sadaqah telah diatur dalam Undang-Undang
No. 27 tahun 1966 tentang Adeministrasi orang-orang Islam, bahagian 1V pasal 57
sampai 73 tentang Waqaf dan Zakat. Di wilayah persekutuan Malaysia yang jumlah
penduduk muslimnya kurang lebih 650.000 jiwa (kurang lebih 50% dari jumlah
penduduk), pada Tahun 1997 perolehan ZIS mencapai kurang lebih RM 52.800.000
(kurang lebih Rp. 105.600.000.000,00).4 Di Indonesia, sejak akhir tahun 1960
an, telah dirintis upaya-upaya pengelolaan zakat, melalui bermacam-macam usaha
dan berbagai cara, akan tetapi baru tanggal 23 September 1999, dapat diwujudkan
dalam bentuk UndangUndang, yaitu UURI No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan
zakat, sudak 4 Sjechul Hadi Permono,loc.cit.,1 dikeluarkan Kepmenag No. 581
Tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan Zakat, dan Sudah diterbitkan Pedoman teknis pengelolaan zakat
dengan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji,
nomor D/291 Tahun 2001 dengan keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 tentang
Amil Zakat Nasional. Menurut pengamatan sementara, bahwa daerah Kabupaten
Malang memiliki potensi zakat yang tidak kecil. Potensi besar seperti itu,
tampaknya belum bisa ditangkap secara baik oleh lembaga-lembaga
sosial-keagamaan khususnya yang bergerak dalam bidang pengelolaan zakat dimana
selama ini pengelolaan zakat masih banyak dilakukan secara tradisional baik
dalam pengumpulan maupun pendistribusian. padahal jika potensi umat itu dapat
dikelola dengan baik tentu akan sangat membatu dalam kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat, khususnya di bidang ekonomi umat Islam. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Abdusshomad bahwa kecilnya potensi yang tergali, menjadikan
masih minimnya peran zakat dalam mengatasi persoalan ummat, padahal jika
potensi yang besar ini dapat dikelola dengan baik maka permasalahan yang ada di
masyarakat akan segera mendapatkan alternatif pemecahannya.5 Termasuk rangkaian
dari pengelolaan zakat, pendayagunaan zakat merupakan bagian yang sangat
penting, karena merupakan nilai jatuh bangunnya sebuah lembaga zakat, jika
sebuah lembaga bisa mendayagunakannya dengan bagus otomatis pada sektor
pengumpulan akan mengalami peningkatan karena masyarakat sudah tahu hasilnya,
akan tetapi jika pada sektor pendayagunaan zakat 5 Abdusshomad,Pernak-pernik
zakat di jawa Timur,(Surabaya: Depag, 2007), 2 ini tidak jalan maka otomatis
masyarakat tidak akan percaya dan tidak memberikan zakatnya ke lembaga itu.
Menurit Sadewo6 bahwa pada sektor pendayagunaan ini merupakan nilai jatuh
bangunnya bagi sebuah lembaga zakat karena pada sektor ini memerlukan sebuah
kreatifitas yang lebih untuk mengembangkan dana ZIZ , sebagaimana yang telah
dikemukakan oleh Eri Sudewo bahwa sesungguhnya jatuh bangunnya sebuah lembaga
zakat terletak pada kreatifitas divisi pendayagunaan. Boleh-boleh saja lembaga
zakat memiliki sruktur organisasi yang lengkap serta ditunjang oleh fasilitas
yang lengkap dan juga boleh didukung oleh nama-nama besar, tetapi toh pada
akhirnya kembali pada kreatifitas, program pendayagunaan apa saja yang
dikembangkan untuk mustahiq. Karena dari situ pula masyarakat dapat mengetahui
sampai sejauh mana performance lembaga zakat. Sebagaimana dengan UU No 38 tahun
1999 BAB V pasal 16 di situ disebutkan poin (1) “Hasil pengumpulan zakat
didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama. Poin (2)
Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq
dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif. Dari ketentuan pasal
tersebut pendayagunaan juga merupakan nilai bagi pengelola untuk mengetahui
kinerja BAZ sehingga sesuai dengan yang diharapkan oleh UU No 38 Tahun 1999
Karena peran penting itulah, maka berdasarkan hasil pengamatan sementara,
kinerja dari pihak pengelola BAZ yang ada di Malang terkesan kurang optimal
sehingga belum memenuhi sasaran yang diharapkan. Hal ini 6 Eri Sudewo,
Manajemen Zakat (Ciputat: Institut Manajemen Zakat, 2004),218. diperkuat dari
laporan BAZ Bulan Agustus bahwa sisa sejumlah Rp.547.358.706 dari kas dan
pemasukan Bulan Agustus yang diperoleh dari dana ZIS sebanyak Rp.35.877.525
yang totalnya mencapai Rp. 583.236.231 kemudian didayagunakan untuk tukar
tambah hewan ternak di Kecamatan Jabung sebanyak Rp.100.000, bantuan keluarga
tidak mampu di Desa Kendalpayak Kecamatan Pakisaji sebanyak Rp.150.000, bantuan
guru tidak tetap Rp.28.800.000, Beasiswa untuk siswa tidak mampu yang
berprestasi Rp. 4.250.000, bantuan untuk Musafir Rp.25.000, bantuan sembako
sebanyak 160 paket untuk Kecamatan Wonosari dan Kecamatan Wagir Rp.24.684.000
dan bantuan Al-Qur'an, buku Tajwid dan iqro' pada TPQ Al-Amin Desa Sumberpang
Kecamatan Wagir Rp.1.000.000, sehingga saldo 524.227.231 dan terpakai kurang
lebih 10%. Ada semacam kekhawatiran,trauma memberikan kepada mustahik maupun
keragu-raguan dari pengelola dalam mendayagunakan dana ZIS, yang sesuai dengan
sasaran yang bersifat lebih luas, sesuai dengan cita dan rasa syara’, dan
diperkuat lagi dengan kurang optimalnya kinerja BAZ, mengingat beban yang
sangat berat itulah sehingga peran BAZ di Kabupaten Malang terkesan kurang
begitu optimal dalam mendayagunakan ZIS, sehingga muncul kekhawatiran dari
kalangan masyarakat akan kinerja BAZ baik itu di sektor pengumpulan,
pendisrtibusian lebih-lebih di sektor pendayagunaan, sehingga muncul
kekhawatiran kalau Zakat itu tidak akan sampai ke tangan penerima Zakat
(mustahiq) yang sebenarnya berhak.7 7 Data di peroleh dari kantor BAZ Kabupaten
Malang pada tanggal 18-September.2007 Di Indonesia, pengelolaan Zakat diatur
berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dengan Keputusan Menteri Agama
(KMA) no. 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-Undang tentang Pengelolaan
Zakat. Pada Bab III UU No. 38 Tahun 1999 dikemukakan bahwa organisasi pengelola
Zakat terdiri dua jenis, yaitu Badan Amil Zakat (pasal 6) dan Lembaga Amil
Zakat (pasal 7). Selanjutnya pada bab tentang sanksi (Bab VIII) dikemukakan
pula bahwa setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau
mencatat dengan tidak benar tentang zakat, Infaq, Shadaqah, sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 8, pasal 12 dan pasal 11 UU No. 38 Tahun 1999, diancam
dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Sanksi ini tentu
dimaksudkan agar BAZ dan LAZ yang ada di negara kita menjadi pengelola dalam
mendayagunakan zakat yang kuat, amanah dan profesional dan dipercayai
masyarakat, sehingga pada akhirnya masyarakat senantiasa menyerahkan zakatnya
kepada lembaga pengelola zakat. Dana ZIS yang dimaksud pada pembahasan ini
adalah dana zakat, infaq dan bentuk sadaqah serta amalan ibadah yang berbentuk
harta kekayaan lainnya. Karena wilayah kerja BAZ Kabupaten Malang berkaitan dengan
macam-macam sumber dana tersebut. Hal ini sesuai dengan aturan
perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri
Agama RI. Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat, yaitu pasal 27 yang berbunyi, bahwa lingkup
kewenangan pengumpulan Zakat sebagaimana dimaksud pada pasal 25 termasuk harta
selain Zakat seperti Infaq, Hibah, Wasiat, Waris dan Kafarat. Dari latar
belakang di atas peneliti merasa tertarik untuk meneliti dan mengkaji dengan
sengaja menyusun proposal penelitian ini dengan judul. IMPLEMENTASI UU NO 38
TAHUN 1999 PASAL 16 TENTANG PENDAYAGUNAAN ZAKAT DI BAZ KABUPATEN MALANG B.
Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang penulis
ungkapkan diatas, maka permasalahan yang timbul sangatlah banyak. Dan agar
lebih terfokus, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini 1.
Bagaimana pendayagunaan dana ZIS di BAZ Kabupaten Malang? 2. Mengapa
Implementasi Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 Pasal 16 tentang mekanisme
pendayagunaan ZIS di BAZ Kabupaten Malang cenderung konsumtif? C. Tujuan
Penelitian Berkaitan dengan permasalahan di atas, tentunya ada banyak tujuan
yang ingin dicapai sehingga penelitian ini mempunyai nilai standar penelitian,
dan agar penelitian ini tidak terkesan hampa dan memiliki makna yang urgen dan
signifikan yaitu : 1. Untuk mengetahui pendayagunaan ZIS di BAZ Kabupaten
Malang 2. Untuk mengetahui Implementasi Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 Pasal
16 di BAZ Kabupaten Malang D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari pada
penelitian ini adalah : a. Untuk memperkaya khazanah keislaman di bidang Hukum
Islam b. Untuk menambah wawasan tentang aspek hukum yang ada di UU No. 38 Tahun
1999 Tentang Pengelolaan Zakat. c. Dengan hasil penelitian ini diharapkan
menambah wawasan ilmiah bagi Fakultas Syari’ah Jurusan Al-Ahwal As-Syakhsyiah
Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. d. Sebagai acuhan refrensi bagi peneliti
selanjutnya dan bahan tambahan pustaka bagi siapa yang saja yang membutuhkan, terutama
tentang peran Zakat dalam masyarakat. e. Dapat dijadikan pertimbangan dan
masukan bagi para pengelola Zakat
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Implementasi UU no 38 tahun 1999 pasal 16 tentang pendayagunaan zakat di BAZ Kabupaten Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment