Abstract
INDONESIA:
Salah Satu Kewenangan Pengadilan Agama adalah menyelesaikan masalah perceraian antara seorang laki dan perempuan yang beragama Islam, setelah terjadinya perceraian ada ketentuan masa „iddah (masa tunggu) atau tanggang waktu sesudah jatuh talak, dalam waktu si suami boleh merujuk kembali istrinya. „iddah wajib ini di berikan kepada seorang perempuan setelah di ceraikan, namun kemudian persoalan yang muncul adalah bagaimana jika Perempuan yang diceraikan dalam keadaan hamil sebelum pernikahan, dan setelah pernikahan tidak pernah bercampur (Qobla dukhul), apakah tetap di berikan „iddah (masa tunggu) karena dalam hukum Islam Terutama Al-qur’an, sunnah maupun pandangan ulama’ Imam Mazhab, dan juga dalam perundang-undangan yang ada di Indonesia yang dalam hal ini adalah Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam tidak diberikan iddah terdap istri yang dicerai sebelum dicampuri (qobla dukhul), namun karena seorang istri yang setelah diceraikan memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh mantan suami, terutama persoalan nafkah lahir dan tentunya pula jika kondisi istri yang dicerai dalam keadaan hamil jika dalam hukum Islam memiliki masa „iddah sampai melahirkan, namun bagaimana jika istri tersebut dicerai dalam keadaan hamil qobla dukhul? maka dari itu penulis berkeinginan untuk mengulas pandangan Hakim pada Pengadilan Agama Kabupaten Malang, karena peneliti menemukan kasus seperti ini di Pengadilan Agama Kabupaten Malang, dengan mengambil judul; “Pandangan Hakim Dalam Memberikan „Iddah Bagi Perceraian Nikah Hamil Qobla Dukhul”(Studi Kasus Di Pengadilan Agama Kabupaten Malang).
Penelitian ini menggunakan model penelitian Studi Perkara Sedangkan pendekatan penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. yang memfokuskan pada persoalan pandangan Hakim dalam memberikan masa „iddah bagi perceraian nikah hamil qobla dukhul, yang diambil melalui metode wawancara yang peneliti lakukan pada Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapat Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dengan Persoalan pemberian masa ‘iddah terhadap wanita yang hamil diluar nikah ini, Hakim di Pengadilan Agama Kabupaten Malang ini menyarankan agar memberikan masa „iddah, walaupun dalam Hukum yang ada di Indonesia, yakni UU No. 1 Tahun 1974, Kompilasi hukum Islam, maupun dalam Hukum Islam Khususnya Al-qur’an, Hadist Nabi, dan fikih yang menyangkut masalah ‘iddah tidak terdapat pembahasan mengenai diberikannya masa iddah terhadap istri yang dicerai dalam keadaan hamil terutama qobla dukhul, yang di dasarkan pada ijtihad.
ENGLISH:
One of the Authority religious court is to solve the problem of divorce between a man and woman who are Muslims, after the divorce is no provision period 'iddah (waiting period) or time after falling in her hand, in time the husband may refer backto his wife. 'Iddah this must be given to a woman after the divorce, but then the question that arises is what if a divorced woman in a state of pregnancy before marriage and after marriage never mixed (Qobla dukhul), whether to stay in the given' iddah (the waiting period ) because in Islamic law especially the Qur'an, Sunnah and the views of the scholars 'Priest School, and also in the existing legislation in Indonesia, which in this case is the Act No.1 of 1974 and the Islamic Law was not given' iddah terdap wife who divorced before the mixed (qobla dukhul), but due to a wife after divorce have rights that must be met by ex-husband, especially a living issue of birth and of course also the case when the wife who divorced in the state of pregnancy if the Islamic law has period 'iddah until delivery, but what if the wife is divorced in the state of qobla dukhul pregnant? therefore the writer wishes to review the outlook Religious Court Judges in Malang district, because the researchers found such cases in the Court of Malang Regency Religion, by taking the title;
"In view of Judge Gives' iddah For Marriage Divorce Pregnancy Qobla Dukhul" (Case Study On Religious Court of Malang Regency.)
"In view of Judge Gives' iddah For Marriage Divorce Pregnancy Qobla Dukhul" (Case Study On Religious Court of Malang Regency.)
This study uses the model of Case Study Research While research approach using qualitative descriptive research method. which focuses on the views Judge problem\in giving the 'iddah for divorce qobla dukhul wedlock pregnancy, which was taken through the interview method that researchers do in Malang District Court Judge Religion
The results showed that the opinion of the Religious Court Judge Malang Regency with the issue of the 'iddah against women who become pregnant outside marriage, the Religious Court Judges in Malang regency is suggested that gives the' iddah, although the existing law in Indonesia, namely Law No. . 1 of 1974, Compilation of Islamic law, Islamic law and in particular the Qur'an, Hadith of the Prophet, and Islamic jurisprudence regarding the issue of 'iddah there are no discussions about granting the iddah of a divorced wife in a state of pregnancy, especially qobla dukhul, which is based on ijtihad.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menentukan dalam pasal 24 ayat 2, bahwa Peradilan Agama merupakan
salah satu lingkungan yang berada dibawah Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha
Negara, dan Peradilan Militer. Peradilan Agama merupakan salah satu Peradilan
pelaku kekuasaan kehakimanuntuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan
bagi pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yan beragama Islam
dibidang Perkawinan, waris, hibah, wakaf, infaq, shadaqoh dan ekonomi syari‟ah.
1 Salah satu tugas Pengadilan adalah memutus perkara perceraian. Perceraian
merupakan bagian dari perkawinan, sebab tidak ada perceraian tanpa adanya
perkawinan 1 .Undang-Undang Perkawinan Indonesia. (Penerbit Wacana Intelektual:
2009) .438. 2 lebih dahulu. Perkawinan merupakan awal dari hidup bersama antara
seorang pria dengan seorang wanita yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan dalam suatu Negara, sedangkan perceraian merupakan akhir
dari kehidupan bersama suami istri. Setiap orang menghendaki agar perkawinan
yang dilaksanakan itu tetap utuh sepanjang masa kehidupannya, tetapi tidak
sedikit perkawinan yang dibina dengan susah payah itu berakhir dengan suatu
perceraian. Tidak selalu perkawinan yang dilaksanakan itu sesuai dengan
cita-cita, walaupun sudah diusahakan semaksimal mungkin dengan membinanya
secara baik tetapi pada akhirnya terpaksa mereka harus berpisah dan memilih
untuk membubarkan perkawinannya.2 'Iddah adalah masa tunggu, atau tanggang
waktu sesudah jatuh talak, dalam waktu si suami boleh merujuk kembali istrinya
pada masa ini si istri belum boleh menikah dengan pria lain bagi wanita yang
berpisah dengan suami3 . Pada masa 'iddah wanita dilarang meninggalkan rumah,
kecuali untuk keperluan yang sangat penting4 . „Iddah ini juga dikenal pada
masa jahiliyah. Setelah datangnya Islam, „iddah tetap diakui sebagai salah satu
dari ajaran syari'at karena banyak mengandung manfaat, para ulama' sepakat
mewajibkan „iddah ini yang didasarkan pada firman Allah ta'ala 5 , 2 Abdul
Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama. (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2006). 443 3 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam Dan
Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty, 1999), 120. 4 Muhammad Abdul
Aziz Al-Halawi, Fatwa Dan Ijtihad Umar Bin Khattab, (Surabaya: Risalah Gusti,
2003), 212. 5 Syaikh Kamil Muhammad 'Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, (
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), 477 3 masa 'iddah adalah masa dibolehkan
bagi suami untuk merujuk istrinya. Suami mempunyai hak merujuki istrinya, jika
ia menghendaki ishlah6 . Dalam surat A-Baqarah ayat 228 Allah Swt Berfirman Artinya;
"Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa ) itu,
jika mereka menghendaki perbaikan". 7 Dan hadis yang dari Asma‟ binti
Yazid; ٬ ٬ ٬ Artinya; " Dari Asma‟ binti
Yazid As-Sakan Al Anshari; pada masa Rasulullah ia dicerai suaminya, sedangkan
pada saat itu wanita yang dicerai tidak ada „iddahnya. Allah lalu menurunkan
ayat tentang wajibnya iddah bagi wanita yang dicerai, jadi ayat iddah pertama
kali di turunkan kepada „Iddah wajib bagi seorang istri yang dicerai oleh
suaminya, baik cerai karena kematian maupun cerai karena faktor lain9 . Talaq
bagi wanita yang telah dicampuri dan masih mendapatkan haidh (menstruasi) maka
'iddahnya adalah menuggu selama tiga quru‟ atau tiga kali siklus haid.10 Akan tetapi
apabila ia ditalak kemudian tidak lagi melihat adanya pendarahan haid atau
terjadi pendarahan tetapi hanya pada siklus pertama atau pada siklus kedua,
sedangkan untuk siklus selanjutnya tidak terjadi pendarahan lagi, maka
perempuan seperti ini harus menunggu masa „iddahnya selama Sembilan bulan11,
dan jika „iddahnya „iddah beberapa bulan, hitungannya adalah sejak mulai
pisah12 Allah berfirman dalam surat at-Talaq ayat 4; Ï«¯» © 9$#ur 9 ß gô©r& è psW»n=rO £ `åk è E £ Ïèsù óO ç ‟
adalah suci atau masa bersih tidak dalam keadaan haid dengan pertimbangan bahwa
yang menjadi pedoman bagi kekosongan rahimnya adalah masa perpindahan dari suci
ke haid, sedang Imam Abu Hanifah, Ats-Tsauri, Auzai dan Ibnu Abi Lila, sahabat
Ali, Umar bin Khattab, Ibnu Mas‟ud dan Abi Musa Al-Asy‟ari, berpendapat bahwa
arti Quru‟ ialah haid itu sendiri, dengan alasan bahwa di syariatkannya iddah
bertujuan untuk mengetahui kehamilan dan tidak adanya khamilan.. Menurut mazhab
Malik dan Syafi'i, jika talaknya jatuh tengah bulan, ia beriddah pada hari-hari
sisanya kemudian tambah dua bulan dan pada bulan yang ketiganya genap tiga
puluh hari. 5 ”Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di
antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka
masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang
tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah
sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”. 13 Wanita
yang belum dicampuri kemudian di talak istri tersebut tidak perlu menjalani
masa „iddah, dan apabila waktu akad nikah belum ditentukan berapa jumlah
maskawin maka akan diberikan kepadanya, maka suami yang mentalak itu wajib
memberikan sejumlah harta kepada istri yang ditalak sebelum dicampuri itu14 .
Tujuan dan kegunaan „iddah adalah untuk memberi kesempatan berpikir kembali
dengan pikiran yang jernih, setelah mereka menghadapi keadaan rumah tangga yang
panas dan yang demikian keruhnya sehingga mengakibatkan perkawinan mereka
putus. Sedang dalam perceraian karena ditinggal mati suami, „iddah ini diadakan
untuk menunjukkan rasa berkabung atas kematian suami. Dan juga untuk mengetahui
apakah dalam masa „iddah yang berkisar antara 3 (tiga) atau empat bulan itu,
istri dalam keadaan mengandung atau tidak. Hal ini penting untuk ketegasan dan
kepastian hukum mengenai bapak si anak yang seandainnya telah ada dalam
kandungan wanita yang bersangkutan15 . Selain itu hikmah lainnya adalah agar
kebaikan perkawinan dapat terwujud sebelum kedua suami istri sama-sama hidup
lama dalam ikatan akadnya dan jika terjadi sesuatu yang mengharuskan putusnya ikatan
tersebut, untuk mewujudkan tetap terjaganya kelanggengan mereka harus diberi
waktu beberapa saat untuk memikirkan dan memperhatikan apa kerugiannya16 .
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak diatur tentang
perkawinan wanita hamil. Dalam kompilasi Hukum Islam pasal 53 dijelaskan bahwa
(1) seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya, (2) perkawinan dengan wanita hamil dapat dilangsungkan tanpa
menunggu terlebih dahulu kelahiran anaknya, (3) dengan dilangsungkannya
perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperluakan perkawinan ulang saat anak
yang dikandung itu lahir17 . Dalam pasal 153 ayat 1 kompilasi Hukum Islam
disebutkan bahwa, bagi seorang istri yang putus perkawinannya berlaku waktu
tunggu atau iddah, kecuali qobla al dukhul dan perkawinannya putus bukan karena
kematian suaminya.18 Dalam putusan pengadilan agama Kabupaten Malang No.
1519/Pdt.G/PA.Kab Mlg. Yang mengabulkan permohonan cerai talak dalam keadaan
hamil namun setelah pernikahan keduanya belum pernah melakukan hubungan suami
istri, dalam hal ini, penulis berkeinginan untuk mengetahui apakah ketika
terdapat kasus mendapatkan masa tunggu atau „iddah. Mengingat pentingnya masa
tunggu bagi bagi istri setelah di ceraikan. Dari hal ini penulis ingin mencoba
mengemukakan bagaimana pendapat hakim jika memberikan „iddah terhadap istri
yang dicerikan dalam keadaan hamil sebelum pernikahan dan setelah pernikahan
tidak pernah bercampur, karena dalam hokum islam tidak diberikan „iddah terdap
istri yang dicerai sebelum dicampuri (qobla dukhul), namun ada sebagian
pendapat, jika mahar terhadap istri belum dibayar, maka mantan suami di
wajibkan membayar setengah dari jumlah mahar yang akan di bayarkan. tentunya
sorang istri yang setelah diceraikan memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh
mantan suami terutama persoalan nafkah lahir dan tentunya pula jika kondisi
istri yang dicerai dalam keadaan hamil jika dalam hukum islam memiliki masa
„iddah sampai melahirkan, maka dari itu penulis mengambil judul; “Pandangan
Hakim Dalam Memberikan „Iddah Bagi Perceraian Nikah Hamil Qobla Dukhul” (Studi
Kasus Di Pengadilan Agama Kabupaten Malang).
B.
Indentifikasi
Masalah
Tahap permulaan dari penguasaan
masalah dimana suatu objek dalam suatu jalinan situasi tertentu dapat dikenali
dari suatu masalah, yang mana berfungsi mempertegas adanya masalah penelitian
yang juga berkaitan dengan penentuan pada suatu masalah dari suatu bidang
agama. Identifikasi masalah diperlukan supaya peneliti dalam penelitian ini
benar-benar menemukan masalah ilmiah, bukan akibat yang timbul 8 dari
permasalahan lain. Identifikasi masalah yang dimaksudkan adalah untuk
menunjukkan adanya masalah secara jelas lagi tegas, dan juga banyak, serta luas
yang muncul, terutama dalam kerangka teori atau kerangka konseptual.20 Berdasar
pada latar belakang diatas, maka timbul berbagai macam permasalahan di
antaranya adalah: 1. Mengapa harus ada „iddah setelah terjadinya perceraian
perceraian? 2. Bagaimana pandangan Hakim Pengadilan Agama terhadap pemberian
„iddah bagi perceraian nikah hamil qobla dukhul ? 3. Untuk mengetahui dasar hukum
terhadap pemberian „iddah bagi perceraian nikah hamil qobla dukhul?
C.
Ruang
Lingkup
pembahasan Dan Batasan Masalah Membatasi
masalah adalah kegiatan melihat bagian demi bagian dan mempersempit ruang
lingkupnya sehingga dipahami sungguh-sungguh. Pembatasan masalah bertujuan
untuk menetapkan batasan-batasan masalah dengan jelas, sehingga memungkinkan
penentuan faktor-faktor yang termasuk dalam ruang lingkup masalah, dan yang
bukan termasuk didalamnya.21 Dengan demikian, dari pemaparan diatas, maka
pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah, hanya pandangan Hakim
Pengadilan 19 Imam Suprayogo dan Tabrani, Metodologi Penelitian Sosial Agama
(Bandung: Remaja Rosyda Karya, 2005), 45. 20 M.Saad Ibrahim, „ Diktat
Metodologi Penelitian Hukum”, Makalah, disajikan dalam mata kuliah Metodologi
Penelitian Hukum Islam Semester VII (Malang: Universitas Islam Negeri Malang,
t. th.), 27. 21 Husein Sayuti, Pengantar Metodologi Riset (Jakarta: Fajar
Agung, 1989), 28. 9 Agama Kabupaten Malang terhadap pemberian masa „iddah bagi
istri yang dicerai akibat hamil sebelum akad nikah dan belum dicampuri (qobla
dukhul).
D.
Rumusan
Masalah
Perumusan masalah merupakan upaya untuk
menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang akan dipecahkan dalam
sebuah penelitian yang akan dilakukan.22 Oleh karena itu, dari batasan masalah
diatas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana
pandangan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang terhadap pemberian masa
„iddah bagi perceraian nikah hamil qobla dukhul ? 2. Dasar hukum apa yang
dipakai oleh seorang hakim dalam memberikan masa „iddah bagi perceraian nikah
hamil qobla dukhul?
E.
Tujuan
Penelitian
Tujuan penelitian mengungkap sasaran yang
ingin dicapai dalam penelitian pada isi dan rumusan masalah dimana kita mampu
menjabarkan lebih lanjut dari pemahaman peneliti atas permasalahan yang hendak
diteliti Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti paparkan, maka tujuan yang
ingin dicapai oleh peneliti sendiri dalam penelitian yang hendak dilakukan.
Adapun yang menjadi tujuan pokok dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
22 Ibid. 10 1. Untuk mengetahui pandangan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten
Malang terhadap pemberian masa „iddah bagi perceraian nikah hamil qobla dukhul
E. Untuk mengetahui alasan atau dasar dan pertimbangan yang digunakan hakim
Pengadilan Agama Kabupaten Malang dalam memberikan masa „iddah bagi perceraian
nikah hamil qobla dukhul. F. Manfaat Penelitian Dengan adanya tujuan yang ingin
dicapai dalam sebuah penelitian, maka tentunya penelitian ini mampu memberikan
manfaat bagi beberapa pihak antara lain: 1. Manfaat teoritis a. Sebagai bahan
Studi lanjut, penelitian ini berguna bagi pengembangan Pengetahuan, terutama
dapat menambah khazanah pemikiran tentang „iddah dalam hal ini adalah tentang
pandangan hakim dalam memberikan „iddah terhadap perceraian hamil qobla dukhul.
b. Untuk dijadikan bahan referensi bagi penelitian yang sejenis dimasa yang
akan datang. c. Sebagai wahana pengkajian ilmu dan wawasan yang baru bagi
pengembangan hukum „iddah khususnya tentang pandangan hakim dalam memberikan
„iddah terhadap perceraian hamil qobla dukhul, terutama dikalangan akademisi
sebagai barometer tingkat pendidikan. Sehingga hasil 11 penelitian ini dapat
dijadikan sebagai kontribusi kajian dan pemikiran mahasiswa fakultas hukum,
khususnya pada fakultas syari‟ah. 2. Manfaat praktis a. Bagi fakultas Syari‟ah,
hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif dalam
pengembangan fakultas syari‟ah kedepan, dan menjadi salah satu cara untuk
mewujudkan visi, misi, dan tujuan fakultas Syari‟ah. b. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan rujukan dan bahan pertimbangan bagi semua pihak,
khususnya bagi Hakim Pengadilan Agama. c. Sebagai bahan pertimbangan terhadap
Hakim Pengadilan Agama mengenai „iddah, khususnya masalah pemberian „iddah
terhadap perceraian hamil qobla dukhul dan bagi penulis pribadi sebagai
aplikasi keilmuan yang selama ini diperoleh dalam sumbangsih pemikiran. G.
Sistematika Pembahasan Untuk lebih mempermudah pembahasan masalah secara garis
besar terhadap penyusunan skripsi ini maka penulis menyusun dalam lima bab,
yang masing-masing dibagi dalam sub-sub, dengan perincian sebagai berikut : BAB
I : PENDAHULUAN Merupakan bab pendahuluan yang di dalamnya memuat tentang latar
belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, batasan masalah,
tujuan penelitian, 12 manfaat penelitian, penegasan istilah atau kata kunci,
dan penelitian terdahulu, serta sistematika pembahasan. Bab ini untuk yang
pertama, berbicara mengenai aspek-aspek yang menjadi latar belakang pentingnya
penelitian ini dilakukan. Selanjutnya dari latar belakang tersebut peneliti
berusaha mengidentifikasi masalah-masalah yang dimaksudkan untuk menunjukkan
adanya masalah secara jelas dan tegas, serta luas yang muncul, terutama dalam
kerangka teori atau kerangka konseptual.23 BAB II : KAJIAN TEORI Bab II Bab ini
berisi tentang kajian ontologis dan epistimologi dari permasalahan yang menjadi
obyek kajian.24 Oleh karena, pada bab ini masih terbatas pada kajian pustaka
belum sampai pada pokok permasalahan yang diteliti, sehingga pada bab ini
berisi, Seputar Kewenangan Peradilan Agama, Kewenangan Hakim, Nikah hamil,
Cerai, cerai talak dalam keadaan Ba‟da dukhul dan Qabla dukhul, pengertian
„Iddah maupun dasar hukum „Iddah, dalam fiqih dan perundang-undangan di
Indonesia, dalam hal ini adalah KHI maupun Undang-Undang No.1 tahun 1974,
maupun peraturan lain yang berhubungan dengan pemberian masa „iddah bagi
perceraian nikah hamil qobla dukhul. BAB III : METODE PENELITIAN Bab III dalam
bab ini penulis akan memaparkan tentang metode yang digunakan dalam melakukan
penelitian, diantaranya adalah mengenai lokasi penelitian, jenis penelitan,
paradigma penelitian, pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, 23 M.Saad
Ibrahim, Op, Cit. 27. 24 Tim Dosen Fakultas Syari‟ah, Buku Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Malang: Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang,
2005), 52. 13 sumber data, dan pengolahan serta analisis data. BAB IV :
PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA Bab IV berisi penyajian dari paparan dan
analisis data yang diperoleh dari lapangan. Pada bab ini akan disajikan
data-data hasil interview dan dokumentasi yang diperoleh dari hakim pengadilan
Agama Kabupaten Malang tentu saja hal ini untuk menjawab masalah-masalah yang
telah dirumuskan. Kemudian dilanjutkan dengan proses analisis data dengan
melalui proses edit, klasifikasi, verifikasi, analizing, concluding, pengecekan
keabsahan data dan kesimpulan. BAB V : PENUTUP Bab V dalam bab ini akan
berusaha memberikan kesimpulan dari permasalahan yang diangkat yang berdasarkan
hasil dari sebuah penelitian, serta memberiakan saransaran yang tentunya sangat
dibutuhkan. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Pandangan hakim dalam memberikan iddah bagi perceraian nikah hamil qobla dukhul: Studi kasus di Pengadilan Agama Kabupaten Malang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment