Abstract
INDONESIA:
Panggilan Ghaib ialah panggilan yang ditujukan kepada pihak tergugat atau termohon yang tidak diketahui alamatnya. Panggilan ini disampaikan melalui salah satu atau berapa media massa sebagaimana yang tercantum dalam PP. No. 9 Tahun 1975 pasal 27. Sebagaimana yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Lamongan, setiap kali ada perkara ghaib yang masuk, pemanggilannya dilakukan melalui Radio Suara Lamongan. Namun kini, radio sudah jarang peminatnya, karena tergeser oleh beberapa teknologi yang lebih canggih dan menarik minat kalangan luas.
Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui Pandangan Jurusita Pengadilan Agama Lamongan tentang efektivitas pelaksanaan panggilan ghaib melalui media massa radio dan upaya yang dilakukan oleh Jurusita Pengadilan Agama Lamongan untuk memaksimalkan panggilan ghaib tersebut supaya sampai pada pihak yang dituju.
Adapun penelitian ini berlokasi di Pengadilan Agama Lamongan, dengan jenis penelitian empiris, menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder yang diperoleh melalui teknik wawancara dan dokumentasi, yang kemudian dioleh melalui proses editing, coding, verifikasi, analisis data, dan kemudian disimpulkan.
Menurut pendapat Jurusita Pengadilan Agama Lamongan, bahwasanya panggilan ghaib yang diumumkan melalui radio ini lebih efektif dan masih efektif dibandingkan dengan pengumumkan lewat media yang lainnya seperti koran. Dikatakan masih efektif karena masih ada yang datang ke persidangan karena mendengar dari radio, meskipun jumlahnya masih terpaut jauh dibandingkan dengan yang tidak menghadiri persidangan. Adapun radio yang dipilih adalah radio Suara Lamongan, karena radio tersebut milik Pemerintah Daerah Lamongan. Selain itu biayanya juga lebih murah dibandingkan dengan yang lainnya. Akan tetapi terdapat kekurangan jika diumumkan lewat radio, yaitu dari segi waktu pengumumannya beserta jangkauan Radio Suara Lamongan yang tidak begitu luas. Sehingga orang yang berada jauh di luar lamongan tidak mendengar panggilan ini. Maka dari itu, kemudian dari pihak Pengadilan Agama Lamongan kembali berinovasi dengan menggunakan aplikasi SMS perkara . Selain itu, pada relaas panggilan ghaib juga diadakan pembaharuan dengan disertakan tanggal dan waktu panggilan disiarkan, supaya bisa dipertanggung jawabkan lagi.
ENGLISH:
Invisible call is a call that tended to a people who unknown the address. These calls are delivered through by one or more of the mass media, as stated in the government regulation number 9, 1975. As was done by the Court of Religion Lamongan. Whenever there is a case that entered, the calling will be announce in the Suara Lamongan Radio’s. But now, the radio is rarely demand, because displaced by the mass media that more sophisticated and more attracted interest.
The focus of this research are to know how the bailiff’s opinion about the effectiviveness of the implementation of the invisible call if announced by a a radio. Finally how the efforts of the bailiff’s to being made to maximize this disappear call in order to people who are targeted.
This Location of the research is in Lamongan Religion Court, used a qualitative approacah and the type of empirical research. While the data used is from of primary and secondary data were conducted by an interview and documentation, than will be processing by an editing, coding, verification, data analysis, dan finally is conclude.
The Bailiff opinions is the invisible call that announce in the radio is still effective dan more effective than announce in the other media.look like in a newspapaer. The reason is if the invisible calls are still effective because there are present in the court because of them listen this announcement from radio. The radio that use to announce is Suara Lamongan Radio’s. Because this radio is a radio’s government of Lamongan, and the cost is more cheap than other. But there is a shortage from a announcement’s time and the range is not so wide. So the people who are far outside of lamongan did not hear this call. Therefore the Court of Religion Lamongan use the Short Mesengger Case to impressed the day of session. Beside that, in the call relaas do renewal with include date and time when this call was announce.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian hukum merupakan hal penting dalam usaha mewujudkan perikehidupan yang
aman, tentram, dan tertib dalam menatap hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Sehingga untuk mewujudkan hal-hal tersebut dibutuhkan adanya
lembaga penyelenggara kekuasaan kehakiman guna menegakkan hukum dan keadilan.
Salah satu lembaga penegak hukum tersebut adalah Pengadilan Agama2 . Pengadilan
Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari 2
Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012), h.26. 2 keadilan yang beragama Islam. Kewenangan Pengadilan
Agama meliputi memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat,
hibbah, wakaf, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah3 . Di dalam kehidupan
bermasyarakat ada kalanya kepentingan orang yang satu dengan lainnya saling
bertentangan, sehingga tak jarang menimbulkan persengketaan diantara mereka.
Begitupula kehidupan didalam berkeluarga, seringkali terjadi pertikaian antara
suami istri yang sering berujung pada perceraian. Pengadilan Agama merupakan
salah satu tempat untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi, khususnya untuk
orang yang beragama Islam dengan melalui proses persidangan. Proses persidangan
di pengadilan merupakan salah satu usaha untuk menyelesaikan persengketaan
dengan menemukan suatu kebenaran. Dengan demikian, kehadiran para pihak yang
tengah bersengketa menjadi penting untuk di dengarkan keterangannya. Dengan
kehadiran semua pihak, akan memperlancar proses persidangan dan memudahkan
hakim dalam memutus perkara. Agar para pihak yang bersengketa menghadiri
persidangan maka dibuatlah surat panggilan untuk para pihak, atau yang biasa
disebut dengan relaas panggilan. Kemudian relaas panggilan ini dikirimkan
kepada pihak yang bersengketa. Dengan adanya relaas panggilan ini, para pihak
yang berperkara akan mengetahui, hari, tanggal dan jam berapa mereka akan
mengikuti proses persidangan di pengadilan. 3 Mujahidin, Pembaharuan Hukum
Acara Peradilan Agama, h.25. 3 Relaas panggilan dalam hukum acara perdata
dikategorikan sebagai akta autentik. Dalam pasal 165 HIR dan pasal 285 R.Bg
serta pasal 1868 BW disebutkan bahwa akta autentik adalah suatu akta yang
dibuat dihadapan pegawai umum dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang
yang berlaku, demikian juga relaas panggilan. Dengan demikian apa yang termuat
dalam relaas panggilan harus dianggap benar, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya4 . Ada dua asas yang harus diperhatikan dalam melakukan pemanggilan
yaitu, pertama harus dilakukan secara resmi. Maksudnya adalah sasaran atau
objek pemanggilan harus tepat menurut tata cara yang telah ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua harus memenuhi tenggang waktu
yang patut. Artinya dalam menetapkan tanggal dan hari persidangan hendaklah
memperhatikan letak jauh dekatnya tempat tinggal pihak-pihak yang berperkara.
Tenggang waktu yang ditetapkan tidak boleh kurang dari tiga hari sebelum acara
persidangan dimulai dan didalamnya tidak termasuk hari besar atau hari libur5 .
Panggilan disampaikan langsung kepada pribadi para pihak yang berperkara di tempat
kediamannya. Maka dari itu di dalam surat gugatan, alamat para pihak haruslah
jelas. Untuk memudahkan jurusita dalam melaksanakan tugasnya, yaitu melakukan
pemanggilan kepada para pihak. Namun adakalanya, ketika terjadi pertikaian
antara suami, salah satu pihaknya kemudian meninggalkan tempat kediamannya
selama bertahun-tahun tanpa ada kabar dan kejelasan keberadaannya. 4 Abdul
Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta :
Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 136. 5 Manan, Penerapan Hukum Acara
Perdata, h.136. 4 Terkadang pula karena salah satu pihaknya baik itu suami
maupun istri telah lama pergi dengan tanpa disertai pertikaian sebelumnya. Dia
pergi begitu saja meninggalkan keluarganya, tidak ada kabar selama bertahun-tahun,
tidak pula diketahui keberadaannya juga menjadi salah satu penyebab terjadinya
perceraian. Dalam menangani perkara yang salah satu pihaknya dighaibkan ini,
pastinya membutuhkan kejeliannya yang lebih, untuk memutuskan apakah pihak
tergugat ini benar-benar tidak diketahui alamatnya. Karena tidak jarang
terjadi, ketika sudah di ghaibkan, ternyata pihak yang dighaibkan tersebut
datang, dan mengaku bahwa dia selama ini tidak hilang. Hal seperti ini bisa
jadi di sengaja oleh pihak penggugat, dengan menganggap hilang pihak tergugat
tujuannya agar perkaranya tidak berbelit dan cepat diputus. Sedangkan para
pihak yang bersengketa juga mempunyai kedudukan yang sama dan memiliki hak yang
sama dan sederajat untuk mengajukan dalil-dalil atau menyampaikan keterangan
beserta alat bukti yang menguatkannya. Maka dari itu, meskipun pihak tergugat
atau termohon tidak diketahui keberadaannya, bukan berarti pihak yang ghaib
tersebut tidak dipanggil. Pihak tersebut tetap dikirimkan relaas panggilan.
Namun tata cara pemanggilannya berbeda dengan pemanggilan biasa. Panggilan
ghaib ini, dilaksanakan dengan berpedoman pada pasal 27 Peraturan pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 139 Kompilasi Hukum Islam, yakni cara
mengumumkannya melalui satu atau beberapa media massa sebagaimana yang
ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama secara resmi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Panggilan ini dilaksanakan sebanyak dua kali dengan tenggang
waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua. 5 Tenggang waktu antara
panggilan terakhir dengan persidangan ditetapkan sekurangkurangnya tiga bulan6
. Berdasarkan keterangan diatas, bahwasanya pemanggilan bagi pihak yang tidak
diketahui alamatnya atau ghaib dilaksanakan melalui salah satu media massa,
bisa berupa radio maupun koran. Meskipun pasal tersebut tidak menjelaskan
secara substantif bahwa pengumuman harus dilakukan melalui koran atau radio,
namun kebanyakan pengadilan menggunakan media tersebut, sebagai sarana untuk
menyampaikan informasi kepada pihak yang dituju. Radio menjadi pilihan bagi
pengadilan agama untuk menyampaikan informasi adanya panggilan ghaib, karena
radio merupakan salah satu media massa yang dianggap paling murah dan sederhana
dibandingkan media massa yang lainnya. Sebagaimana pelaksanaan pemanggilan
ghaib yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Lamongan, juga menggunakan media
massa radio yaitu Radio Suara Lamongan yang terletak di Jalan Kombes Pol M.
Duriat No.20 Lamongan. Mengingat bahwa yang dijadikan pedoman adalah Peraturan
Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975, maka menjadi hal yang wajar ketika pada waktu
itu pemanggilan bagi para pihak yang tidak diketahui alamatnya secara jelas
dilakukan melalui radio. Karena pada waktu itu radio merupakan salah satu media
massa yang digandrungi oleh masyarakat luas. Radio juga mempunyai peran besar
dalam sejarah kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Radio memang menjadi media
massa andalan pada masa-masa itu. 6 Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata,
h.142. 6 Namun seiring dengan perkembangan zaman, kini mulai mengalami
pergeseran. Sudah jarang ditemukan orang yang menjadikan radio sebagai sarana
media informasi utama. Karena, kini media televisi, internet,smartphone yang
semakin berkembang dilengkapi dengan berbagai fitur yang semakin canggih, dan
lain sebagainya lebih menarik perhatian masyarakat luas daripada mendengarkan
radio. Hal yang demikian juga terjadi di daerah kabupaten Lamongan. Berdasarkan
informasi umum dari berbagai rekan-rekan dari berbagai daerah, mulai dari kota
hingga pedesaan yang berbeda yang masih berada di lingkup wilayah kabupaten
Lamongan, bahwa kini radio sudah bukanlah kebutuhan utama untuk mendapatkan
informasi atau berita, meskipum belum ada penelitian resmi yang menunjukkan
bahwa pengguna radio kini mulai menurun. Memang bukan berarti radio telah
benar-benar kehilangan pendengar. Masih dijumpai di warungwarung makan, atau
warung kopi orang yang masih menggunakan radio sebagai media hiburannya. Namun,
berdasarkan beberapa pengakuan dari mereka yang masih mendengarkan radio itu,
mengaku bahwa tidak mendengarkan ada panggilan untuk sidang di pengadilan,
khususnya di Pengadilan Agama Lamongan. Menurut peneliti, hal ini menarik untuk
diteliti, untuk pembaharuan hukum acara khususnya dibidang tata cara
pemanggilan ghaib perkara perceraian. Sebagaimana juga yang pernah di ungkapkan
oleh salah satu hakim dari Pengadilan Agama Tulungagung, yaitu Drs. Suyad, M.H.
Dia menulis dalam sebuah artikel dengan judul “ Meninjau Ulang Tenggang
Pemanggilan Perkara Ghaib Perceraian” yang diterbitkan pada tanggal 3 Februari
2012 di website Pengadilan Agama 7 Tulungagung. Dalam artikel tersebut, Dia
mengkritik mengenai batas waktu pemanggilan ghaib yang dirasa cukup lama yaitu
empat bulan. Menurut beliau tenggang waktu empat bulan untuk masa kini dirasa
sudah tidak relevan lagi, karena zaman sudah serba modern. Perkara tata cara
pemanggilan ghaib ini, yang kini dirasa aman-aman saja sebenarnya terdapat
dilema di dalamnya. Jika ditinjau dari segi asas cepat, biaya ringan dan
sederhana, juga menimbulkan problem tersendiri. Asas cepat, problem nya
panggilan ghaib menyebabkan perkara lama diputus, karena tenggang waktu untuk
pemanggilan saja, sudah membutuhkan waktu empat bulan lamanya, dan pada
kenyataannya banyak pula yang tidak menghadiri persidangan meskipun telah
dipanggil melalui radio. Hal ini juga menjadi problem, apakah masih relevan
jika dipanggil melalui radio, mengingat bahwa kini radio, sudah jarang diminati
oleh kalangan luas. Disamping itu pula, radio yang digunakan cakupannya juga
hanya meliputi daerah Lamongan dan sekitarnya. Lantas bagaimana dengan pihak
yang ghaib yang berada jauh di luar wilayah Lamongan. Bagaimana mereka bisa
mengetahui kalau mendapat panggilan sidang. Selain itu pula, perkara ghaib yang
masuk ke Pengadilan Agama Lamongan tidaklah sedikit. Perkara ghaib tiap
tahunnya mencapi ribuan perkara, sekitar 40 % dari jumlah perkara percerain
yang masuk. Seperti pada tahun 2014, perkara ghaib yang terdaftar mencapai 1254
perkara dari 2860 perkara perceraian yang masuk. Kemudian pada tahun 2015, dari
total perkara perceraian yang masuk sebanyak 2860, perkara ghaibnya mencapai
1244 perkara. Terakhir pada tahun 2016, 8 dari total keseluruhan perkara
perceraian yang terdaftar, kasus perkara ghaibnya mencapai 919 perkara. Karena
putusnya perceraian di pengadilan ini menyangkut hak dan kewajiban dan
berkonsekuensi hukum, kemudian jika ada salah satu pihak yang tidak hadir
karena tidak mengetahui adanya panggilan ini, orang tersebut kehilangannya
haknya untuk membela kepentingannya di depan hukum. Terlebih lagi jika alamatnya
sengaja dipaslukan atau dianggap hilang oleh pihak penggugat atau pemohon,
sehingga pihak tergugat atau termohon benar tidak mengetahui kalau suami atau
istrinya mengajukan perceraian ke persidangan. Hal yang demikian dianggap
merugikan pihak yang di gahibkan tersebut. Apalagi jika hal ini terjadi pada
perkara cerai talak, dari pihak suami sengaja menghaibkan istrinya supaya tidak
dibebani nafkah, banyak hak-hak seorang isrti yang dilanggar disini. Oleh
karena itu, menurut peneliti perlu adanya tinjauan ulang untuk pelaksanaan
panggilan ghaib ini, agar panggilan ini benar-benar tersampaikan kepada pihak
yang bersangkutan. Berangkat dari fenomena-fenomena seperti itulah peneliti
ingin mengetahui lebih lanjut, bagaimana pandangan para jurusita selaku petugas
yang melaksanakan panggilan ghaib ini tentang efektifitas panggilan ghaib
melalui media radio,yang kini sudah jarang pemintanya dengan masih berpedoman
pada Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 untuk tetap diterapkan di masa
kini.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang
sebagaimana di paparkan diatas, maka dapat dirumusakn masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pandangan Jurusita Pengadilan Agama Lamongan tentang efektifitas
panggilan ghaib yang dilakukan melalui media massa radio ? 2. Bagaimana upaya
yang dilakukan oleh Jurusita Pengadilan Agama Lamonagn untuk memaksimalkan
pelaksanaan panggilan ghaib agar sampai pada pihak yang dituju ?
C. Tujuan Berdasarkan
paparan rumusan masalah diatas,
tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk memaparkan pandangan Jurusita
Pengadilan Agama Lamongan tentang efektifitas panggilan ghaib melalui media
massa radio. 2. Untuk memaparkan upaya yang dilakukan Jurusita Pengadilan Agama
Lamongan untuk memaksimalkan pelaksanaan panggilan ghaib agar sampai pada pihak
yang dituju.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis, secara
teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi
positif dalam bidang hukum, khususnya 10 hukum acara perdata Islam di Indonesia
yang berkaitan dengan efektifitas pelaksanaan panggilan ghaib melalui media
massa ini. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan bisa memberikan
informasi kepada masyarakat pada umumnya dan para pembaca penelitian ini
sebagai sumbangan pikiran dari penelitia bagi kemajuan hukum acara perdara Islam
di Indonesia.
No comments:
Post a Comment