Abstract
INDONESIA :
Pengangkatan anak merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mendapatkan anak, bagi yang belum memiliki keturunan upaya yang dilakukan untuk mengangkat anak harus melalui lembaga pengadilan. Tetapi dengan berlakunya UndangUndang
Nomor 3 tahun 2006 perubahan atas undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama, bahwa pengadilan agama diberi kewenangan untuk memeriksa dan mengadili permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam. tetapi dalam SEMA No 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan SEMA No 2 Tahun 1979 tentang pengangkatan anak mengatur prosedur hukum mengajukan permohonan pengesahan atau permohonan pengangkatan anak, memeriksa dan mengadilinya oleh Pengadilan yaitu tetap dalam pilihan hukum Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama. Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri setelah diberlakukannya UU No 3 Tahun 2006
Jenis penelitian yang yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.Adapun metode pengumpulan datanya adalah metode wawancara dan dokumentasi, sedangkan metode analisis data, peneliti menggunakan analisis deskriptif analisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permohonan pengangkatan anak baik di Pengadilan Agama maupun di Pengadilan Negeri prosesnya dan prosedur penetapannya hampir sama, hanya saja di Pengadilan Negeri perlu memperoleh salinan dari kantor catatan sipil, karena nantinya anak angkat putus hubungan perdata dengan orang tua kandung dan mendapatkan hak waris, di Pengadilan Agama karena berdasarkan hukum Islam maka anak angkat tidak mendapat hak waris, kecuali wasiat wajibah dan tidak perlu mendapat salinan dari kantor sipil. Sedangkan kaitannya dengan dasar hukum pengangkatan anak yang digunakan di Pengadilan Negeri berbeda dengan di Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri berdasar pada SEMA, UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No 4 Tahun 1979 pasal 12 ayat 1, UU No 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Sedangkan di Pengadilan Agama berdasarkan Pasal 49 Ayat 1 huruf (a) Undang-undang No 7 tahun 1989 perubahan atas Undang-undang No 3 tahun 2006 dan berdasarkan Al-Qur’an Al-Ahzab ayat 4-5. Penulis menyimpulkan bahwa setelah berlakunya UU No 3 tahun 2006 Pengadilan Negeri hanya berwenang mengadili permohonan bagi selain islam, sedangkan pemohon yang beragama islam sudah menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Namun oleh karena pengaturan tentang pembagian kewenangan antara Pengadilan Agama dan Pegadilan Negeri tidak tegas dan jelas serta adanya pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan buku edisi II 2007 tentang Badan Peradlan Umum terbitan Mahamah Agung RI tahun 2009 pada Alinea 2 Angka 7 yang dikeluarkan Mahkamah Agung memberi peluang kepada Pemohon yang beragama islam ke Pengadilan Negeri, apabila pengangkatan anak dilakukan dengan maksud memperlakukan anak angkat seperti anak kandung dan dapat mewarisi maka pengadilan negeri masih menerima permohonan pengangkatan anak bagi yang beragama islam.
ENGLISH :
Adoption is an attempt done by human to have children to those who have not had any offspring. This effort to adopt a child must go through the courts. However, with the enactment of Law No. 3 of 2006 amendments to the Act No. 7 of 1989 concerning religious courts, that the religious courts were given the authority to investigate and adjudicate the petition of adoption based on Islamic law. But in SEMA No. 6 of 1983 on improvements SEMA No. 2 of 1979 on child adoption laws governing the procedure to apply for endorsement or adoption application, check and judge them is still in district court legal options and Religious Courts. Religious Court and the District Court after the enactment of Law No. 3 of 2006 have been announced and applied.
This type of research that researchers use in this research is descriptive research approach used is a qualitative approach. The method of data collection were interviews and documentation, while the method of data analysis, the researcher used descriptive analysis.
The results showed that both the adoption petition through Religious Court and
the District Court which are seen from the process and establishment procedure are almost the same, except that the District Court should obtain a copy of the registry office, because then, the adopted son/daughter break up with the biological parents and get inheritance rights from them where its process is in the Religious Court because according to Islamic law, the adopted child does not receive inheritance rights, except was borrowed and do not need to have a copy of the civil office. While the relationship to the legal basis of adoption used in District Court and the Religious Court is differ, the District Court based on SEMA, No. 23 of 2002 of Law on the Protection of Children as No. 4 of 1979 of Law, section 12, paragraph 1. Law No. 2 of 1986 on Justice general. While in the Religious Courts under section 49 Paragraph 1 point (a) Law No. 7 of 1989 amendments to Law No. 3 of 2006 and based on Al-Quran Al-Ahzab verse 4-5. The author concluded that after the enactment of Law No. 3 of 2006, the District Court only has authority to hear a request for other than Islam, while the Moslem applicant has become its jurisdiction. However, because of the setting of the division of authority between the Islamic Court and District Court is not firm and clear as well as the guidelines Implementation and Administration of Justice second edition of 2007 on Public Court as in Agency publication Supreme in 2009, paragraph 2 Figures 7 issued by the Supreme Court gave an opportunity to the applicant Moslem to District Court. If adoption is done with the intent to treat the adopted children as biological children and can inherit, the district court is still receiving a request for children Moslem adoption.
the District Court which are seen from the process and establishment procedure are almost the same, except that the District Court should obtain a copy of the registry office, because then, the adopted son/daughter break up with the biological parents and get inheritance rights from them where its process is in the Religious Court because according to Islamic law, the adopted child does not receive inheritance rights, except was borrowed and do not need to have a copy of the civil office. While the relationship to the legal basis of adoption used in District Court and the Religious Court is differ, the District Court based on SEMA, No. 23 of 2002 of Law on the Protection of Children as No. 4 of 1979 of Law, section 12, paragraph 1. Law No. 2 of 1986 on Justice general. While in the Religious Courts under section 49 Paragraph 1 point (a) Law No. 7 of 1989 amendments to Law No. 3 of 2006 and based on Al-Quran Al-Ahzab verse 4-5. The author concluded that after the enactment of Law No. 3 of 2006, the District Court only has authority to hear a request for other than Islam, while the Moslem applicant has become its jurisdiction. However, because of the setting of the division of authority between the Islamic Court and District Court is not firm and clear as well as the guidelines Implementation and Administration of Justice second edition of 2007 on Public Court as in Agency publication Supreme in 2009, paragraph 2 Figures 7 issued by the Supreme Court gave an opportunity to the applicant Moslem to District Court. If adoption is done with the intent to treat the adopted children as biological children and can inherit, the district court is still receiving a request for children Moslem adoption.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Keinginan untuk mempunyai
anak adalah naluri manusiawi dan alamiah. Akan tetapi kadang-kadang naluri ini
terbentur pada takdir Ilahi, dimana kehendak mempunyai anak tidak tercapai.
Artinya tidak semua manusia yang ingin memiliki anak dapat tercapai sesuai
keinginannya tersebut, karena Tuhan berkehendak lain. Pada umumnya manusia
tidak puas dengan apa yang dialaminya, sehingga berbagai usaha dilakukan untuk
memenuhi kepuasan atau kebutuhan tersebut. Dalam hal ini salah satu upaya yang
dilakukan banyak orang untuk mendapatkan anak, salah satunya dengan cara
mengangkat anak. 2 Seperti yang banyak terjadi di Indonesia bahwa pada
kenyataannya untuk dapat dikaruniai seorang anak merupakan impian dan harapan
yang besar dari setiap pasangan suami istri. Karena Indonesia adalah negara
hukum (rechtstaat), sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945. Sebagai konsekuensi dari negara hukum, maka semua tindakan yang
dilakukan baik oleh penyelenggara negara maupun oleh warganegara harus
didasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Apabila terjadi
pelanggaran hukum, hukum harus ditegakkan dengan menindak pelaku sesuai dengan
ketentuan, dan apabila terjadi sengketa, maka sengketa itu harus diselesaikan
secara hukum pula. Untuk mewujudkan tercapainya negara hukum tersebut,
diperlukan adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan, guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan
tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Masing-masing badan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung mempunyai kewenangan mengadili
sendiri-sendiri. - Peradilan Umum berwenang memeriksa, mengadili dan memutus
perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan. 3 - Peradilan Agama berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan
menyelesaikan perkara antara orang - orang yang beragama Islam sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. - Peradilan Militer berwenang
memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan. - Peradilan Tata Usaha Negara berwenang
memeriksa, mengadili memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengadilan Negeri sebagai
salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada dalam lingkup badan
peradilan umum mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus
perkara pidana dan perdata ditingkat pertama. Kewenangan Pengadilan Negeri
dalam perkara pidana mencakup segala bentuk tindak pidana, kecuali tindak
pidana militer yang merupakan kewenangan peradilan militer. Sedangkan dalam
perkara perdata, Pengadilan Negeri berwenang mengadili perkara perdata secara
umum, kecuali perkara perdata tertentu yang merupakan kewenangan Pengadilan
Agama. Kewenangan Pengadilan Negeri mengadili perkara perdata mencakup perkara
perdata dalan bentuk gugatan dan perkara permohonan. Perkara perdata gugatan
dalah perkara yang mengandung sengketa antara dua pihak atau lebih yang disebut
Penggugat dan tergugat. Sedangkan perkara permohonan adalah perkara yang tidak
mengandung sengketa dan 4 hanya ada satu pihak, yang disebut pemohon. Perkara
yang tidak mengandung sengketa disebut juga dengan perkara volunter, sedangkan perkara
yang mengandung sengketa disebut perkara contensius. Perkara permohonan banyak
macamnya tergantung dari apa yang dimohonkan oleh pemohon sesuai dengan
kewenangan pengadilan dan permohonan tersebut harus ada urgensi dan dasar
hukumnya. Salah satu permohonan yang sering diajukan ke pengadilan adalah
permohonan pengesahan pengangkatan anak. Pada awalnya, lembaga peradilan yang
berwenang memeriksa permohonan pengangkatan anak adalah Pengadilan Negeri.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama mengakibatkan
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang
perkawinan, salah satunya adalah penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan
pengangkatan anak dan memberi kewenagan baru pada pengadilan agama berkaitan
dengan pengangkatan anak. Kewenangan itu diatur dalam penjelasan Pasal 49 huruf
A angka 20, yang menyebutkan bahwa pengadilan agama berwenang mengadili
“penetapan asal-usul anak seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam”. 5 Dengan adanya Undang-undang tersebut, kewenangan
mengadili permohonan pengangkatan anak bagi pemohon beragama Islam beralih dari
Pengadilan Negeri ke Pengadilan Agama. Namun ternyata bahwa Pengadilan Negeri
kota Malang dari penulis menemukan ketika melakukan prapenelitian dengan
melihat perkara-perkara yang ada di Pengadilan Negeri, Pengadilan Negeri kota
Malang masih menerima dan mengadili permohonan pengangkatan anak bagi pemohon
beragama Islam. Hal ini menimbulkan permasalahan tentang kewenangan Pengadilan
Negeri terhadap permohonan pengangkatan anak yang diajukan oleh pemohon
beragama Islam setelah berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 di Pengadilan Negeri Kota
Malang. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis berasumsi bahwa kasus
tersebut layak untuk diteliti dan dikaji lebih lanjut dalam bentuk skripsi.
Maka penulis mengangkat judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENGANGKATAN
ANAK SETELAH DIBERLAKUKAN UU NO 3 TAHUN 2006 (Studi di Pengadilan Agama dan
Pengadilan Negeri Kota Malang).” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang
di atas, penelitian ini akan dilaksanakan dengan mengacu pada rumusan masalah
sebagai berikut: 1. Bagaimana kewenangan Pengadilan Negeri dalam mengadili
permohonan pengangkatan anak setelah diberlakukan UU No. 3 Tahun 2006 perubahan
atas UU No. 7 Tahun 1989 bagi pemohon beragama islam? 6 2. Bagaimana prosedur
pengangkatan anak di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri Kota Malang? C.
Batasan Masalah Karena luasnya pertanyaan yang timbul dari pertanyaan tersebut,
maka perlu diadakan batasan masalah agar pembahasan tidak melebar dan meluas,
sehingga memudahkan pembaca dalam memahami isi penelitian ini. Maka peneliti
akan lebih mengkaji tentang kewenangan Pengadilan Negeri dalam mengadili
permohonan pengangkatan anak setelah berlakunya Undang-undang No. 3 Tahun 2006
perubahan atas Undangundang No. 7 Tahun 1989 bagi pemohon yang beragama islam
serta pengangkatan anakdi lingkungan Pengadilan Agama. D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas maka tujuan
dari penelitian yang akan dilakukan adalah: 1. Untuk mengetahui dan memahami
kewenangan Pengadilan Negeri dalam mengadili permohonan pengangkatan anak bagi
yang beragama islam setelah berlakunya Undang-undang No. 3 Tahun 2006 perubahan
atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989. 2. Untuk mengetahui dan memahami prosedur
pengangkatan anak di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri Kota Malang. 7 E.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat yang bersifat
teoritis maupun praktis, antara lain: 1. Secara Teoritis a. Penelitian ini
dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan dalam menyikapi realita
yang terjadi di masyarakat maupun di suatu lembaga tertentu. b. Dapat menjadi
landasan bagi penelitian selanjutnya demi pengembangan khazanah keilmuan yang
berkaitan dengan ajaran islam sebagai fenomena dan realita di masyarakat.
Terutama peneliti ini menfokuskan terhadap pengangkatan anak di lingkungan
peradilan. 2. Secara praktis a. Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat
tentang bagaimana hukum sesungguhnya fenomena-fenomena yang ada nyata dalam
masyarakat. b. Menjadi bahan informasi kepada masyarakat umum, khususnya kepada
peneliti sendiri. Sebagai bahan dan referensi dalam menyikapi permasalahan yang
terjadi di masyarakat terhadap kultur. 8 F. Definisi Operasional 1. Anak angkat
adalah anak orang lain yang diambil atau dipelihara serta disahkan secara hukum
sebagai anak sendiri. Pengangkatan anak disebut juga adopsi yaitu penciptaan
hubungan orang tua anak oleh perintah pengadilan antara dua pihak yang biasanya
tidak mempunyai hubungan keluarga. Anak yang tadinya tidak mempunyai hubungan
darah dengan ayah atau ibu angkatnya setelah adopsi dianggap sebagai anak
sendiri. 2. Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan
seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang
lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak
tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.1 3. Tinjaun yuridis
adalah metode penelitian sejarah yang ingin menyelidiki hal-hal yang
berhubungan dengan hukum, baik hukum formal maupun hukum nonformal pada masa
lampau. G. Sistematika Pembahasan Dalam penelitian ini disusun sebuah
sistematika pembahasan, agar dengan mudah diperoleh gambaran yang jelas dan
menyeluruh, secara global yang akan dipaparkan sebagai berikut: 1 Pasal 1
Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak 9 Bab I, merupakan pendahuluan yang memuat beberapa aspek
yang sangat penting dalam sebuah penelitian, diantaranya latar belakang, yang
berisi hal-hal yang melatarbelakangi pengambilan judul dan alasan pentingnya
dilakukan penelitian, juga berisi rumusan masalah, tujuan dan manfaat yang
ingin dicapai dalam penelitian ini, selain itu juga berisi sistematika
pembahasan untuk memberi gambaran sistematika skripsi. Bab II, memuat
penelitian terdahulu, sebagai perbandingan dan menjelaskan perbedaannya dengan
penelitian ini, juga menjelaskan kajian pustakan secara global yang berkaitan
tinjauan yuridis dan dasar hukum terhadap pengangkatan anak di lingkungan
pengadilan agama maupun pengadilan negeri, kemudian mengenai prosedur atau
proses pengangkatan anak di pengadilan agama dan pengadilan negeri dan
kewenangan pengadilan negeri bagi pemohon yang beragama islam setelah
berlakunya Undang-undang No 3 Tahun 2006 perubahan Undang-undang No. 7 Tahun
1989. Yang didalam pembahasannya memuat pengertian pengangkatan anak, sejarah
pengangkatan anak dalam islam, dasar hukum pengangkatan anak, sejarah
pengangkatan anak di Indonesia, pengangkatan anak menurut Staatsblad,
pengangkatan anak menurut peraturan perundang-undangan indonesia, pengangkatan
anak menurut hukum adat, menurut hukum islam, serta prosedur-prosedur
pengangkatan anak di Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri. 10 Bab III,
merupakan metode penelitian, memuat lokasi penelitian, jenis dan pendekatan
penelitian, paradigma, metode pengumpulan data tentang bagaimana memperoleh
data-data yang berkenaan dengan penelitian, sumber data, dan metode yang
digunakan untuk menganalisis data-data yang telah di dapatkan dari wawancara
atau dokumentasi. Bab IV, merupakan bab yang berisi paparan data dan analisis
data, yang memuat data-data mentah yang diperoleh peneliti dari hasil wawancara
dengan subjek maupun informan penelitian dan melalui observasi secara langsung,
atau secara pustaka dengan meneliti buku buku yang bersangkutan dan yang
kemudian data-data tersebut dianalisis. Bab V, merupakan bab terakhir, berisi
penutup meliputi kesimpulan, dan sara-saran. Dalam kesimpulan dijelaskan hasil
yang didapat dari penelitian yang dilakukan. Kesimpulan ini juga menjawab
rumusan masalah. Selain itu dalam bab ini juga dijelaskan saran-saran yang
diperlukan sebagai masukan untuk perbaikan-perbaikan bagi penelitian
selanjutnya. Selanjutnya merupakan lampiran-lampiran. Lampiran-lampiran ini
disertakan sebagai tambahan informasi dan bukti kemurnian data.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Tinjauan yuridis terhadap proses pengangkatan anak setelah diberlakukan UU no 3 Tahun 2006 di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri Kota Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment