Abstract
INDONESIA:
Hibah adalah pemberian yang dilakukan secara sukarela dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT tanpa mengharapkan balasan apapun. Hibah dibolehkan diberikan kepada ahli keluarga (Waris) atau bukan ahli keluarga, harta kepada bukan Islam. Islam juga tidak menetapkan kadar atau had tertentu bagi harta yang hendak dihibahkan karena harta yang hendak dihibahkan daripada milik pemberi hibah. Adapun rumusan : 1. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Tuban tentang pembatalan akta hibah. 2. Kajian Hukum Islam dan Hukum Positif dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor : 1995/pdt.G/2006/Pa.tbn. Adapun Metode Penelitian yang digunakan Library Reseach dan pendekatan penelitannya adalah Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama dengan salah satu Hakim yang menangani perkara yang sedang diteliti sebagai Hakim anggota Majelis Hakim, Selanjutnya data diolah dan dianalisis dengan Metode Deskriptif Analitis.
Kasus ini terjadi pada Tanggal 30 Mei 2001 Kdh menghibahkan seluruh hartanya sebanyak 11 obyek, 9 obyek berupa tanah dan 2 obyek berupa rumah kepada anak-anaknya kecuali Trj karena hanya dia yang tidak diberitahu dalam proses penghibahan tersebut oleh saudara/inya. Pemberian Akta Hibah itu sendiri tidak sesuai dengan aturan yang ada sehingga akibat hukum yang ditimbulkannya merugikan pihak lain yang berhak atas harta Hibah.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Nu’man bin Basyir, bahwa ayah Nu’man (Basyir) pernah datang bersama Nu’man ke hadapan Rasulullah saw., lantas berkata: Sesungguhnya saya akan menghibahkan barang milikku kepada anakku Nu’man yang masih kecil ini. Lalu Rasulullah saw berkata : Artinya: Apakah kamu juga memberi kepada semua anak-anakmu seperti yang kamu berikan kepada Nu’man bin Basir menjawab: Tidak. Lalu Rasulullah saw. Bersabda : Artinya : “Hendaklah kamu sekalian menyamakan suatu pemberian di antara anak-anakmu. Dan andaikan kamu mengutamakan seseorang (diantara anak-anakmu),niscaya kamu lebih mengutamakan (anak) perempuan.”.Kemudian Basyir pun mengambil kembali hibah tersebut.( Subulus Salam Juz 3 hal. 89 dan fiqhus sunnah jilid 3 hal 544). Dalam pasal 211 KHI disebutkan Hibah orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Pasal 212 KHI disebutkan Hibah kepada anak dapat ditarik kembali. Ketentuan ini merupakan garis Hukum Islam berdasarkan Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Ibnu Abbas yang pada intinya dapat dicabut secara sepihak. pasal 213 KHI Hibah yang diberikan pada pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematiannya harus mendapat persetujuan ahli warisnya. 726 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang mengatakan bahwa apabila penghibah dalam keadaan sakit keras maka Hibah itu harus dapat persetujuan dari Ahli Warisnya.
ENGLISH:
Grant is a voluntary gift to get closer to God without expecting anything in return. Grants awarded to experts allowed the family (Inheritance) or not expert family, of property to non-Muslims. Islam also does not set a specific level for the property or had to be granted for the property to be granted than the grantor owned. The formulation: 1. Religious Court Judge Tuban consideration of the cancellation deed of grant. 2. Islamic Law and Legal Studies in the Court Decision Religious Positive Number: 1995/pdt.G/2006/Pa.tbn. The Research Methods and approaches used Reseach Library The observations are Religious Court Judges Decision Analysis with one judge who handles the case is being investigated as a judge member of the panel of judges, then the data is processed and analyzed with descriptive Analytical Methods.
The incident occurred on May 30, 2001 Date of KDH donated his entire estate as much as 11 objects, 9 objects in the form of land and a house 2 object to their children unless TRJ because only he is not told in the grant process by brother / inya. Giving Grant Deed itself incompatible with the existing rules so that the legal consequences resulting harm others who are entitled to a property Grants.
By Bukhari and Muslim, from Nu'man bin Bashir, that the father Nu'man (Bashir) never came together before the Prophet Nu'man., Then said: Behold I will donate my things to my young Nu'man this. Then the Messenger of Allah said: It means: Do you also give to all your children as you give to Nu'man bin Basir replied: No. Then the Messenger of Allah. Said: It means: "Be ye liken a gift among your children. And suppose you put someone (among your children), you undoubtedly prefer the (child) women. ". Then Bashir was taking back the grant. (Subulus Greetings Juz 3 things. Fiqhus 89 and Sunnah vol 3 544 terms). KHI mentioned in Article 211 grants the parents to their children can be considered as legacy. Article 212 Grants to children KHI mentioned may be withdrawn. This provision is based on the lines of Islamic law Hadith of the Prophet narrated by Ibn Umar and Ibn Abbas, which in essence can be unilaterally revoked. KHI Article 213 grants given to the grantor in a state hospital near his death his heir shall be approved. 726 Compilation of Islamic Economics Law which says that if penghibah in a state of serious illness then it must be able to grant the consent of his heir.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Allah SWT menciptakan Manusia sebagai Khalifah
(penjaga) di muka bumi, keberadaan dari waktu ke waktu membuat manusia yang
terus berkembang (memiliki banyak keturunan) sehingga menjadi sebuah kelompok
yang sekarang disebut dengan masyarakat, maka Allah SWT juga mengajarkan untuk
saling tolong-menolong, bersosial dengan manusia yang lain sehingga tercipta
Aman, Tentram dan Sejahtera. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari manusia
mengumpulkan harta benda dengan cara yang berbeda, ada yang petani, ada yang
nelayan dan ada juga yang peternak, hal ini yang membuat manusia saling
membutuhkan satu sama lain dalam istilah ekonomi Barter (pertukaran barang
dengan barang) sekarang lebih dikenal Jual-Beli. Hibah merupakan pemberian yang
dilakukan oleh seorang kepada orang lain baik itu memiliki hubungan saudara
ataupun tidak, hal ini terjadi karena terjadi ketimpangan sosial ekonomi
sehingga terjadilah perbuatan sosial yang disebut hibah (Bahasa Arab) yang
pemberian. Fungsi harta manusia sangat banyak, harta dapat menunjang kegiatan
manusia baik dalam kegiatan yang Human Sociality (sifat sosial kemanusian)
ataupun Religy Sociality (sifat sosial keagamaan) dalam saling memberi ataupun
berbagi sedikit kebahagian dengan orang lain. Namun tidak semua orang memiliki
pandangan untuk itu, manusia sering kali memiliki keinginan dan menguasai
sesuatu dari pada memberikan sesuatu sehingga tidak jarang dari mereka
menghalalkan segala macam cara, yang terkadang melanggar Syariat. Selain dari
agama islam mengajarkan kepada kita untuk saling berbagi dengan sesama manusia
baik memiliki hubungan keluarga sedarah ataupun hubungan keimanan (Se-Agama)
sehingga disyariatkan hibah sebagai bentuk tolong-menolong dalam kebaikan, yang
disebut Wataawanu Alal Birri Wa Taqwa (dan saling berbuat baik kalian dalam
kebaikan dan Taqwa). Bentuk tolong-menolong ini bermacam-macam yaitu ada yang
berupa Jasa, Jual-Beli, Hadiah dan lain sebagainya dan salah satu wujud
tolong-menolong itu ada yang berupa Hibah. Didalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata maupun dalam Kompilasi Hukum Islam Hibah tidak boleh ditarik kembali
secara sepihak tanpa persetujuan dari si penerima Hibah, Meskipun Hibah itu
terjadi antara dua orang yang bersaudara atau suami istri.1 Adapun Hibah yang
boleh ditarik kembali adalah Hibah yang dilakukan oleh orang tua kepada
anak-anaknya (Pasal 212 Kompilasi Hukum Islam).2 Ketentuan ini merupakan garis
Hukum Islam berdasarkan Hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan
Ibnu Abbas yang pada intinya dapat dicabut secara sepihak, tetapi ketentuan ini
tidaklah mudah dilaksanakan apabila barang yang dihibahkan sudah berganti
tangan. Ulama Fiqh berpendapat apabila benda Hibah masih dimiliki anak atau
masih bergabung dengan milik 1 Chairuman Pasaribu, dan Suhrawardi K. Lubis,
Hukum Perjanjian Dalam Islam, Cetakan Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 1996. Hal.
119. 2 Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI Tahun 2000,hal 92 orang tuanya
dapat dicabut, tetapi apabila sudah bercampur dengan harta miliknya, istrinya
atau dengan harta orang lain tidak dapat dicabut kembali. Undang-undang
memberikan kemungkinan bagi si penghibah untuk dapat menarik kembali Hibah yang
telah di berikan kepada seseorang dengan alasan-alasan tertentu dan dalam
keadaan tertentu. Adapun Kasus Pembatalan Akta Hibah ini bermula dari pasangan
Suami-Isteri (SsKrd) yang memiliki 5 anak ; 4 diantara Perempuan 1 Laki-Laki
sebagai berikut: Trj (Penggugat) perempuan, Tsm (Tergugat) perempuan, Mdm
(Tergugat) laki-laki, Taslimah (Tergugat) perempuan dan Sjn (Tergugat)
perempuan. Dalam hal ini kedua pasangan ini telah menghibahkan tanah kepada
ketiga putri dan seorang putranya namun hanya seorang putri mereka yang tidak
diberikan jatah Hibah sehingga anak yang bernama Trj merasa diperlakukan tidak
adil oleh kedua orang tuanya dan mengajukan pembatalan akta Hibah.3 Upaya hukum
yang dapat dilakukan untuk membuat sebuah tuntutan hak adalah dengan mengajukan
surat Gugatan ke Pengadilan sebagai bentuk tuntutan hak yang dilanggar, yaitu
meminta kepada Hakim untuk memeriksa dan memutus perkara yang sudah terdaftar
dan sudah menempuh proses persidangan pada umumnya Agar Hibah yang telah
diberikan oleh penghibah ini dibatalkan oleh Hakim untuk dibagikan kepada para
Ahli Waris Penghibah secara merata. Sehingga setiap sesuatu yang diperlukan
bisa memahami dari prosedur pencabutan atau pembatalan berjalan berbarengan
yakni dalam gugatan pembatalan Hibah dan pencabutan Hibah dari penerima Hibah
untuk dibagikan kepada para Ahli Waris penghibah. 4 Dalam Praktek, Majelis
Hakim memerlukan Ketelitian dan Kebijaksanaan untuk 3 Hasil wawancara dengan
hakim Pengadilan Agama yang bernama bapak Ashor pada tanggal 11 oktober 2012,
di Pengadilan Agama Tuban. 4 Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian,
Bandung: Alumni, 1986. hal. 278. menentukan pihak mana yang perlu diberi beban
pembuktian lebih dahulu dan sesuai dengan Pasal 163 HIR, 283 Rbg mengatur beban
pembuktian, tetapi tidak begitu jelas apa yang terdapat pasal 163 HIR sehingga
sulit untuk diterapkan secara tegas apakah beban pembuktian ada pada Penggugat
atau Tergugat. Terlepas dari hal tersebut tujuan membuktikan itu sendiri baik
dalam ilmu pengetahuan maupun dalam bidang Hukum pada hakikatnya selalu memberi
dasar kepastian akan suatu yang dibuktikan. Khususnya bertujuan untuk
membuktikan perkara secara hukum dan sesuai dengan Ketentuan-Ketentuan
Pembuktian dalam menentukan kepastian Hukum yang pasti dalam memberikan
keyakinan kepada seorang Hakim tentang adanya peristiwaperistiwa tertentu juga
untuk memberikan Putusan. Semua hak-hak perdata yaitu hak-hak yang berdasarkan
Hukum Perdata atau Hukum Sipil yang dijadikan perselisihan adalah semata-mata
termasuk kekuasaan atau Kewenangan Hakim Pengadilan Agama atau Pengadilan
Negeri Dalam Perkara Perdata bagi Non Muslim. Hakim dan Pengadilan ini
merupakan perangkat dalam suatu negara hukum yang ditugaskan menetapkan
hubungan Hukum yang sebenarnya antara dua pihak yang terlibat dalam
perselisihan atau persengketaan tadi. Dalam sengketa yang diajukan dimuka
persidangan tersebut para pihak yang bersengketa memajukan dalil-dalil yang
saling bertentangan. Hakim harus memeriksa dan menetapkan Dalil-Dalil manakah
yang benar atau yang tidak benar, Dalam melaksanakan pemeriksaan ini pula harus
mengindahkan Peraturan dan Undang-Undang tentang Pembuktian yang merupakan
Hukum Pembuktian. Pengadilan sebagai Lembaga Peradilan Pelaksana Hukum dalam
hal adanya tuntutan hak harus berdiri sendiri dan bebas dari pengaruh apa atau
siapapun dengan cara memberikan Putusan yang bersifat mengikat dan bertujuan
mencegah terjadinya main hakim sendiri sehingga Seorang Hakim harus bebas dari
pengaruh apa dan siapapun untuk memberikan Putusan yang Adil dan Bijaksana.
Penggugat harus membuktikan kebenaran dari peristiwa yang telah diajukannya,
baik Penggugat maupun Tergugat memiliki kedudukan yang sama dimuka pengadilan. Hal
itu ditujukan supaya dalam Pembuktian dan dalam menjatuhkan Putusan yang
dilakukan oleh Seorang Hakim bisa memberikan keadilan bagi para pihak yang
berperkara di pengadilan yang tujuannya adalah untuk mendapatkan kepastian
Hukum, karena Pengadilan dianggap sebagai tempat terakhir bagi pencari Keadilan
dan dianggap dapat memberikan suatu Kepastian Hukum, karena keputusan
Pengadilan itu mempunyai kekuatan Hukum tetap dan mengikat para pihak.
Berdasarkan uraian diatas, dengan mengingat pentingnya proses Hukum dalam
menyelesaikan perkara Pembatalan Akta Hibah di Pengadilan Agama maka Peneliti
terdorong dan tertarik untuk mengangkat dan menjadikannya sebuah penelitian
Skripsi dengan judul : Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Tuban Tentang
Pembatalan Akta Hibah (Study 1995/Pdt.G/2006/PA.Tbn) B. RUMUSAN MASALAH Rumusan
masalah dalam suatu penelitian sangatlah penting karena rumusan masalah ini
memberikan arahan yang penting dalam membahas masalah yang diteliti, sehingga
penelitian dapat dilakukan secara Sistematis dan Terarah sesuai dengan sasaran
yang ditentukan. Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka
peneliti merumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Tuban Dalam Pembatalan Akta
Hibah Perkara Nomor 1995/Pdt.G/2006/Pa.Tbn ? 2. Bagaimana Kajian Hukum Islam
dan Hukum Positif dalam Putusan No. 1995/Pdt.G/2006/Pa.Tbn ? C. TUJUAN
PENELITIAN Berdasarkan Latar Belakang dan Rumusan Masalah yang telah diuraikan
dimuka maka penelitian ini mempunyai tujuan, sebagai berikut : 1. Untuk
mengetahui Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Tuban dalam dalam memutuskan
perkara Nomer 1995/Pdt.G/2006/PA.Tbn. 2. Untuk mengetahui Kajian Hukum Islam
dan Hukum Positif dalam Perkara nomer 1995/Pdt.G/2006/Pa.Tbn. D. MANFAAT
PENELITIAN Dari tujuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
peneliti pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini antara lain. 1. Bagi ilmu pengetahuan Dengan adanya penelitian
skripsi ini, maka peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi Ilmu Pengetahuan yang berguna untuk perkembangan Ilmu
Pengetahuan Hukum dan khususnya Hukum yang mengatur cara beracara perdata
terutama mengenai penyelesaian perkara Pembatan Akta Hibah. 2. Bagi masyarakat
Dari hasil penelitian skripsi ini, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan untuk menambah ilmu pengetahuan Pembaca/Masyarakat serta dapat membantu
memecahkan masalah yang mungkin sedang dihadapi oleh pembaca terutama
menyangkut penyelesaian perkara Pembatalan Akta Hibah. 3. Bagi peneliti Dengan
ditulisnya Skripsi ini semoga dapat menambah ilmu pengetahuan dibidang hukum
khususnya Hukum acara perdata yang berlaku di Pengadilan agama serta tata cara
penyelesaian perkara yang menyangkut Pembatalan Akta Hibah. E. DEFINISI
OPERSIONAL 1. Pertimbangan ialah berawal dari kata timbang dengan tambahan
per-an yang memiliki arti memikirkan secara baik untuk menentukan atau
memutuskan sesuatu.5 2. Hakim berasal dari kata حاكم
يحكم حكم : sama artinya dengan
qadhi yang berasal dari kata قاض يقضي قضي artinya memutus. Sedangkan menurut bahasa
adalah orang yang bijaksana atau orang yang memutuskan perkara dan
menetapkannya. Adapun pengertian menurut Syar'a Hakim yaitu orang yang diangkat
oleh kepala Negara untuk menjadi Hakim dalam menyelesaikan gugatan,
perselisihan-perselisihan dalam bidang Hukum Perdata oleh karena penguasa
sendiri tidak dapat 5 Susilo Riwayadi, Suci Nuanisyah, Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia, Surabaya, PT Sinar Terang, hal 666 menyelesaikan tugas peradilan.6
Sebagaimana Nabi Muhammad SAW telah mengangkat Qadhi untuk bertugas
menyelesaikan sengketa diantara manusia di tempat-tempat yang jauh, sebagaimana
ia telah melimpahkan wewenang ini pada sahabatnya. Hakim sendiri adalah pejabat
peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.
Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomer 48 tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman bahwa yang dimaksud dengan Hakim adalah hakim pada Mahkamah
Agung dan Hakim pada badan peradilan yang berada dibawah dalam lingkungan
Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer,
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan Hakim pada pengadilan khusus yang
berada dalam lingkungan Peradilan tersebut.7 3. Pengadilan Agama suatu lembaga
(instansi) tempat mengadili atau menyelesaikan sengketa hukum di dalam rangka
kekuasaan kehakiman yg mempunyai kewenangan Absolut dan Relatif sesuai dng
Peraturan Perundang-undangan yang menentukannya membentuknya, Pengadilan Agama
ialah lembaga yang bertugas menyelesaikan perkara untuk dan atas nama Hukum
demi tegaknya Hukum dan keadilan. sedangkan Pengadilan Agama menurut Zaini
Ahmad Noeh ialah Godsdientige Rechtspraak, Godsdient berarti Pengadilan sedangkan
Rechtspraak berarti agama belanda pengadilan agama sering pula disebut dengan
Mahkamah Syar’iyah artinya Pengadilan atau Mahkamah yang menyelesaikan
perselisihan Hukum Islam atau Hukum Syara’.8 4. Pembatalan ialah kata yang
berawalan pem-an yang memiliki arti hilangnya sebuah kesahan atau tidak sah
lagi. 6 Muhammad Salam Madkur, Peradilan Dalam islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu
1993). hlm. 29 7 Undang-Undang RI No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
8 Bisri, Cik Hasan, Peradilan Agama Di Indonesia Edisi Revisi, Jakarta, Pt Raja
Grafindo Persada, Hal 4 5. Akta memiliki arti surat tanda pengesahan atau
pengakuan tentang kelahiran, kepemilikan dan lain-lain.9 Menurut R. Subekti :
Acta merupakan bentuk jamak dari actum yang berasal dari Bahasa Yunani yang
berarti perbuatan-perbuatan. A. Pilato mendefinisikan Akta itu sebagai
surat-surat yang ditandatangani, dibuat untuk sebagai bukti, dan untuk
dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu dibuat. Sedangkan
Mertokusumo Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat
peristiwa-peristiwa, yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan, yang
dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.10 6. Hibah pemberian;
suatu persetujuan dari seseorang yang semasa hidupnya memberikan sesuatu kepada
orang lain dengan cuma-cuma. F. PENELITIAN TERDAHULU No. NAMA JUDUL SKRIPSI
PERBANDINGAN 1. Rizki Wannur Asmara PANDANGAN HAKIM PENGADILAN TULUNGAGUNG
TENTANG PEMBATALAN HIBAH PASAL 212 KHI (STUDY KASUS NO 27/PDT.P/2006) Adapun
kesamaannya ialah lembaga tempat meneliti yaitu Pengadilan Agama dan Topik
Pembatalan Hibah, Perbedaannya terletak pada wilayah pengadilan yang diteliti
dan kasus ini (PA TULUNGAGUNG) hibah yang dibatalkan oleh pemberi hibah
sedangkan penelitian saya lebih pada pembatalan yang diajukan oleh ahli waris
pemberi hibah (PA TUBAN). 2. Muhammad Abduh HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS
ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM Skripsi ini
membahas tentang perbandingan Hibah dan Wasiat dalam KUHPERDATA dengan Kompilasi
Hukum Islam dan lebih 9 Pius A Partanto, Al-Barry M Dahlan, Kamus Ilmiah
Populer, Surabaya, Penerbit Arkola, hal 17 10 Naja, Daeng H.R. Teknik Pembuatan
Akta, Yogyakarta, Penerbit Pustaka Yustisia, Hal 9 fokus pada teoritis,
sedangkan penelitian yang saya kerjakan memuat tentang pembatala Akta Hibah dan
pertimbangan yang digunakan oleh Hakim dalam memutuskan perkara Pembatalan Akta
Hibah. 3. Muhammad Bahruddin IMPILIKASI LEGALITAS AKTA HIBAH TERHADAP HAK ANAK
ANGKAT MENDAPATKAN WASIAT WAJIBAH DALAM HARTA WARISAN Letak persamaannya ialah
pada Akta Hibah sebagai alat bukti sedangkan Skripsi ini membahas tentang Hibah
yang diberikan sebagai Warisan kepada anak angkat sedangkan penelitian yang
saya lakukan lebih pada Hibah orang tua kepada anak kandung meski terdapat
ketidak adilan dalam Hibah tersebut karena ada salah Ahli Waris yang tidak
mendapatkan Hibah. 1. RIZKI WANNUR ASMARA (06210001) Pandangan Hakim Pengadilan
Agama Tulungagung Tentang Pembatalan Hibah Pasal 212 Khi (Study Kasus
No.27/Pdt.P/2006). Tentang alasan orang tua ingin menarik Hibah yang telah
diberikan kepada anaknya. Pemohon menghibahkan tanah seluas 30 ru atau 420 m 2
kepada putrinya yang bernama Nurjiati (alm), Hibah ini dilakukan pada tahun
1999 dan telah diurus Akta Hibahnya pada Tahun 2002. Namun terjadi musibah pada
Tahun 2003 Nurjiati (alm) jatuh sakit hingga akhirnya meninggal dunia. Setelah
Nurjiati (alm) meninggal obyek Hibah tidak ada yang mengurus sehingga kembali
dikuasai oleh pemohon, karena suami Nurjiati (alm) yang bernama Rokib dan
anak-anaknya ikut tinggal bersama oramg tua Rokib. Bahwa karena khawatir obyek
Hibah akan jatuh pada yang orang yang tidak berhak, karena Rokib memiliki
kebiasaan menjual barang-barang perabot rumah serta harta Warisan. Karena
hal-hal tersebut maka pemohon ingin menarik Hibah yang pernah diberikan kepada
Nurjiati (alm) dengan tujuan ingin dibagikan kepada cucu-cucunya. Tentang Dasar
Putusan Hakim Pengadilan Agama Tulungagung melakukan pembatalan hibah.
Penetapan Majelis Hakim bertentangan dengan pasal 212 KHI, berbunyi: “Hibah
tidak dapat ditarik kembali, kecuali Hibah Orang Tua kepada anaknya.”. 2.
MUHAMMAD ABDUH (nim 032100079) Hibah Dan Wasiat Dalam Analisis Perbandingan
Antara Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Kompilasi Hukum Islam. Dalam
Skripsi ini dijelaskan tentang persamaan dan perbedaan antara Hibah dan Wasiat,
hanya pembahasan materi berkenaan dengan Perbandingan antara Persamaan dan
Perbedaan Hibah dengan Wasiat, Adapun Persamaan Wasiat menurut KUH Perdata dan
KHI, yaitu : Dalam melaksanakan Wasiat harus dilaksanakan setelah si pemberi
Wasiat meninggal dunia dan Dalam melaksanakan Wasiat harus ada bukti Autentik
baik menurut KUH Perdata maupun KHI. Adapun Perbedaan Hibah dan Wasiat menurut
Kitab UndangUndang Hukum perdata dan Kompilasi Hukum Islam, sebagai berikut :
Pasal 1666-1693 menjelaskan tentang Hibah adalah suatu persetujuan, dengan mana
seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat
menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang
itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang
yang masih hidup. Jadi Hibah seperti yang telah dijelaskan tersebut terdapat
syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu : Dalam hidupnya si penghibah,
Kemurahan hati si penghibah terhadap pihak yang diberi hibah, Pemberian itu
harus dengan Cuma-Cuma, dan Ketiadaan untuk menarik kembali sesuatu yang telah
dihibahkan.Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah. Semua orang boleh
memberikan dan menerima Hibah, kecuali mereka yang oleh undang-undang
dinyatakan tidak mampu untuk itu. Anak-anak di bawah umur tidak boleh
menghibahkan sesuatu, kecuali dalam hal yang ditetapkan pada Bab VII Buku
Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini. penghibahan antara suami-istri,
selama perkawinan mereka masih berlangsung, dilarang. Tetapi ketentuan ini
tidak berlaku terhadap Hadiah atau pemberian berupa barang bergerak yang
berwujud, yang harganya tidak mahal kalau dibandingkan dengan besarnya kekayaan
penghibah. Dalam melaksanakan hibah orang tersebut bukan orang muslim saja,
akan tetapi orang non muslim bisa melaksanakan hibah. Dalam KUHPerdata tidak di
jelaskan, tetapi barang yang dihibahkan berupa barang yang sudah ada Dalam
melaksanakan Hibah bukan harta pusaka saja, tetap bisa berupa harta yang
lainnya, Ada unsur jual beli, Di dalam KUH Perdata tidak di jelaskan tentang
bentuk hibah. Pasal 210 (1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21
Tahun berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya
1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi
untuk dimiliki. (2) Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari
penghibah. Pasal 211 Hibah dan orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan
sebagai warisan. Pasal 212 Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali Hibah
orang tua kepada anaknya. Pasal 213 Hibah yang diberikan pada saat pemberi
hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat
persetujuan dari ahli warisnya. Pasal 214 Warga negara Indonesia yang berada di
negara asing dapat membuat surat Hibah dihadapan Konsulat atau Kedutaan
Republik Indonesia setempat sepanjang isinya tidak bertentangan dengan
ketentuan pasal-pasal ini. 3. MUCHAMMAD BAHRUDIN (Nim 07210048) “Implikasi
Legalitas Akta Hibah Terhadap Hak Anak Angkat Mendapatkan Wasiat Wajibah Dalam
Harta Warisan”. Implikasi Akta Hibah terhadap pembagian Warisan dianggap sah
apabila didalamnya tidak terdapat hak orang lain termasuk anak angkat, sehingga
tak perlu pembuktian lagi apabila Akta Hibah asli atau tak ada kebenarannya
dapat diuji sesuai dengan pasal 165 dan 1870 HIR dan 285 Rbg karena telah
memiliki kekuatan Hukum yang mutlak dan mengikat, adanya kepastian Hukum dalam
ketetapan Hakim Pengadilan Agama sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 209,
sesuai dengan Yurisprudensi Putusan MA RI No. K/Pdt/1987 tanggal 27 April 1989
untuk hubungan kekerabatan sangat dekat. G. METODE PENELITIAN Untuk memperoleh
data serta penjelasan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan
permasalahan diperlukan suatu metode penelitian. Hal ini dikarenakan dengan
menggunakan metode penelitian yang benar akan didapat data yang benar serta
memudahkan dalam melakukan penelitian terhadap suatu permasalahan. Untuk itu
Peneliti menggunakan metode guna memperoleh data dan mengolah data serta
menganalisanya. Adapun mengenai metode penelitian yang digunakan Peneliti
adalah sebagai berikut : 1. Metode pendekatan Pendekatan penelitian adalah
suatu pola pemikiran secara ilmiah dalam suatu penelitian. Pendekatan
penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan normatif sosiologis,11
karena dalam penelitian ini Pendekatan Normatif sosiologis yaitu suatu
pendekatan dengan cara pandang dari aspek hukum mengenai segala sesuatu yang
terjadi didalam masyarakat yang mempunyai akibat hukum untuk dihubungkan dengan
ketentuan perundang-undangan yang ada yang berlaku saat ini.12 yang dicari
adalah aspek-aspek hukum dari penyelesaian perkara pembatalan akta hibah yang
sesuai dengan aturan hukum 11 Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia,
Cet. Ketujuh, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 15. 12 Soerjono Soekanto,
Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI, 1986, hal. 250 yang berlaku sehingga
dapat diketahui kedudukan hukumnya, dan dari sudut pandang sosial dan
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari kasus ini terjadi dalam masyarakat. 2.
Jenis penelitian Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini,
maka Peneliti menggunakan jenis penelitian diskriptif, yakni suatu penelitian
yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang keadaan subyek dan/atau
objek penelitian sebagaimana adanya sehingga penelitian ini memberikan data
sedetail atau serinci mungkin dalam memberikan gambaran secara logis dan
sistematais tentang penyelesaian perkara pembatalan akta hibah di pengadilan
agama. 3. Sumber Data Penelitian Dalam Penelitian skripsi ini Peneliti Peneliti
menggunakan data sebagai berikut: 3.1.Penelitian kepustakaan Penelitian
kepustakaan ini digunakan untuk mendapatkan data sekunder, untuk memperoleh
dasar teori dalam memecahkan masalah yang timbul dengan menggunakan bahan-bahan
: 3.1.1. Bahan Hukum Primer 3.1.1.1.Perkara no 1995/pdt.g/2006/pa.tbn. 3.1.2.
Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan hukum yang berasal dari bahan pustaka yang
berhubungan dengan objek penelitian yang diperoleh dari buku-buku bacaan,
artikel ilmiah, dan hasil penelitian hukum yang ada hubungannya dengan
penyelesaian perkara pembatalan akta hibah. Dengan sumber data-data diatas
diharapkan dapat menunjang serta melengkapi data-data yang diperlukan oleh Peneliti
dalam menyusun skripsi ini. 3.1.2.1.1.1.KUHPerdata 3.1.2.1.1.2.Kompilasi Hukum
Islam 3.1.2.1.1.3.Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah 3.1.2.1.1.4.Fiqhus Sunnah
3.1.2.1.1.5.Subulus Salam 4. Metode pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data
yang digunakan diatas, maka Peneliti akan menggunakan data sebagai berikut:
4.1. Study Kepustakaan Yaitu suatu metode pengumpulan data dengan cara
mempelajari buku-buku kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang dilakukan
dengan cara menginventarisasi dan mempelajari serta mengutip dari buku-buku dan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan skripsi ini. 4.2. Analisis
Data Metode analisis data yang digunakan oleh Peneliti yang sesuai dengan
penelitian diskriptif adalah menggunakan metode pendekatan kuantitataif yaitu
analisis data yang mengungkapkan dan mengambil kebenaran yang diperoleh dari
keperpustakaan yang yurisprudensi, literatur, serta ketentuan-ketentuan yang
memiliki hubungan dengan penyelesaian perkara pembatalan akta hibah di
pengadilan agama tuban dipadukan dengan pendapat responden dilapangan,
dianalisis secara kuantitataif dan dicari pemecahannya, disimpulkan kemudian
digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada. H. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Untuk
memberikan gambaran secara menyeluruh isi dari penelitian skripsi ini dan
memudahkan pembaca untuk mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka
garis besar sistematika penelitian skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab,
yaitu sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Adapun Bab I berisi tentang Latar
Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat penelitian,
Definisi Operasional, Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika
Pembahasan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Adapun Bab II berisi tentang : Pengertian
Hibah, Syarat Dan Rukun Hibah, Dasar Hukum Hibah, Macam-Macam Hibah, Pembatalan
Hibah, dan Pengertian Pertimbangan Hakim. BAB III HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN Adapun Bab III berisi tentang : Deskripsi perkara
1995/Pdt.G/2006/PA.Tbn, Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Tuban, Kajian Hukum
Islam Dalam Putusan 1995/Pdt.G/2006/PA.Tbn, dan Pembahasan. BAB IV PENUTUP
Adapun Bab IV berisi tentang : Kesimpulan dan Sara
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment