Abstract
INDONESIA:
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Akan tetapi apabila terjadi masalah pelik sampai mengharuskan dipisahkan dengan jalan cerai, itu pun tetap harus dilakukan dengan cara baik.
Perceraian dengan cara baik-baik itu dengan mengikuti prosedur peradilan Agama. Dalam perkara nomor 53/Pdt.G/2008/PA.Mlg terjadi penundaan putusan pembacaan ikrar talak dikarenakan suami belum membayar nafkah di depan persidangan. Ini adalah termasuk mengulur waktu beracara dan hal ini berbeda dengan prinsip beracara di pengadilan tentang sederhana, cepat dan biaya ringan. Asas ini tertera di dalam Pasal 57 ayat (3) UU No.7 Tahun 1989, dan pada dasarnya berasal dari ketentuan pasal 4 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1970.
Berangkat dari fakta lapangan, penelitian ini mengambil rumusan tentang apa dasar hakim menetapkan penundaan sidang ikrar talak karena suami belum membayar nafkah di depan persidangan. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini lebih banyak menggunakan data wawancara sebagai data primer dan dokumen-dokumen sebagai data sekunder, meskipun tidak menutup kemungkinan dokumen menjadi data primer seperti salinan putusan perkara.
Dari perjalanan penelitian ini mendapati jawaban bahwa : 1) Memberikan perlindungan kepada istri dan anak dari suami yang tidak bertanggung jawab, 2) Menghindari eksekusi nafkah di belakang hari ketika nafkah tidak diberikan di depan persidangan sebelum ikrar talak, 3) Artinya : “menolak segala bentuk kemafsadatan lebih didahulukan dari pada mengambil kemaslahatan”, 4) Kepastian hukum itu tetap diperlukan, akan tetapi harus tetap memperhatikan moral, rasa keadilan dan kemanfaatannya dalam ketetapan ikrar talak.
No comments:
Post a Comment