Abstract
INDONESIA:
Dalam Pasal 57 ayat 3 disebutkan bahwa Peradilan dilakukan secara cepat, sederhana dan biaya ringan.Untuk itu, segala perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dalam upaya mempertahankan serta meningkatkan mutu dan kualitas dalam memberi pelayanan kepada para pencari keadilan harus memperhatikan asas sederhana, cepat dan biaya ringan, agar semua perkara dapat diselesaikan tepat waktu.
Berdasarkan Laporan Akhir Tahun 2011 Pengadilan Agama Lumajang dari 3456 perkara yang diterimamenyisakan perkara sebanyak 828 perkara atau sebesar 23,96%.Kenyataan ini menjadi kegelisahan akademik bagi peneliti, hingga perlu kiranya dipertanyakan.Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Lumajang?Bagaimana solusinya?
Apabila ditinjau dari lokasi penelitian, penelitian ini termasuk dalam penelitian Hukum Empirisdengan pendekatan kualitatif.Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer, sumber data sekunder dan sumber data tersier yang dikumpulkan melalui metode wawancara dan dokumentasi. Kemudian diolah dalam empat tahap yaitu editing,organizing, analizing,concluding.
Adapun hasil dari penelitian ini adalah bahwa sebagian besar pencari keadilan di Pengadilan Agama Kabupaten Lumajang belum siap dengan surat gugatan/permohonan untuk itu pihak Pengadilan Agama membantu membuatkan dengan sistem komputerisasi, jika salah satu pihak berada/ beralamat diluar negeri atau alamat salah satu pihak tidak diketahui maka Pengadilan Agama Lumajang melakukan pemanggilan melalui mass media, dan jika para pihak tidak mengerti tata urutan atau aturan Hukum Acara Pengadilan Agama maka Hakim akan menjelaskan sesederhana mungkin agar mudah dipahami,selain itu perkara PNS, TNI, POLRI, yang ingin bercerai menunggu surat ijin atasan pejabat yang berwenang kurang lebih selama 6 bulan oleh karena itu persidangan ditunda selama 6 bulan.Kurangnya jumlah pegawai pihak Pengadilan Agama Lumajang melakukan rangkap jabatan.Pengadilan Agama Lumajang jumlah pegawai ada 39 orang dengan Hakimnya.Idealnya sebagai Pengadilan Agama kelas IA seharusnya ada 67 orang.Untuk itu Pengadilan Agama Lumajang mengusulkan kepada Mahkamah Agung untuk menambah pegawai agar semua perkara bisa tertangani dengan baik dan tepat waktu.
ENGLISH:
In Article 57, paragraph 3 states that Justice is proceeded fast, simple and with low cost. Therefore, all planning, organizing, supervision in order to maintain and to improve the quality of providing services to those who are seeking justice must consider the principle of simplicity, fast and low cost, so that all cases can be completed on time.
Based on 2011 Year-End Report of the Religious Court Lumajang, from 3456 cases had been received, there are still 828 cases or 23.96% are unfinished. This fact became the academic anxiety for researcher, it is important to be questioned. What factors are the obstacles of cases completion in the Religious Court of Lumajang? What are the solutions?
If it is viewed from the research location of this study, it is included into Empirical Legal Studies with a qualitative approach. Data source are used in this study are primary data, secondary data and tertiary data which are collected through interviews and documentation. Then, the data are proceeded In four steps: editing, organizing, analyzing, and concluding.
Result of this study is most of those who are seeking justice in Religious Court of Lumajang district are not ready with the lawsuit/petition, so that the religious court helped them to make the petition with computerized system, one of the parties is/in overseas address or unknown address then the Religious Court of Lumajang will call them through the mass media, that the parties who did not understand the order or rule of the Religious Law, the judge will explain as simple as possible to be easily understood, besides the case of Civil Servants, Army and Police who want to divorce should waits the permission of the authorized officer for about6 months therefore the trial delayed for 6months.The lack of the number of staff officer of the Religious Court in Lumajang posits them to take double position. The Religious Court of Lumajang has 39officerswiththe Judge. Ideally, as the Religious Court of class IA there should be67officers. Therefore, the Religious Court of Lumajang proposes to the Supreme Court to add the staff so all cases can be handled properly and are based on schedule.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Lahirnya UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah membawa perubahan besar
terhadap fungsi, kedudukan dan kewenangan Peradilan Agama di Indonesia. Salah satu
sektor yang mengalami perubahan mendasar adalah beralihnya fungsi dan kedudukan
lembaga Peradilan Agama dari peradilan semu (quasi rechtspraak) menjadi lembaga
kekuasaan kehakiman yang mandiri (court of law) dalam Tata Hukum Indonesia,
sehingga mempunyai kedudukan yang sejajar dengan lembaga Peradilan yang lain.
Lembaga Peradilan yang mandiri (court of law) mempunyai ciri – cirri yaitu : 1)
Tertibnya administrasi peradilan, baik dalam bidang administrasi umum maupun
dalam bidang administrasi teknis yustisial. 2) Adanya penerapan hukum acara
dalam proses berperkara yang harus dilaksanakan dengan baik dan benar. 3)
Putusan yang telah dijatuhkan oleh Hakim terhadap suatu perkara dapat
dieksekusi oleh Lembaga Peradilan yang memutuskan perkara tersebut. 1 Ketiga
hal tersebut harus berjalan secara simultan, seiring dan sejalan dengan gerak
lajunya proses berperkara di Lembaga Peradilan tersebut sehingga setiap putusan
yang dijatuhkan mempunyai nilai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
Berdasarkan Pasal 2 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama disebutkan bahwa “Peradilan Agama merupakan salah
satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama
Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam UU ini”2 Kekuasaan
kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama
Tingkat Pertama yang berkedudukan di Ibu Kota Kabupaten / Kota, Pengadilan
Tinggi Agama yang berkedudukan di Ibu Kota Propinsi dan berpuncak pada Mahkamah
Agung Republik Indonesia (MARI) sebagai Pengadilan Negara Tertinggi di
Indonesia. Seluruh pembinaan, baik pembinaan teknis peradilan, organisasi,
administrasi dan finansial pengadilan dilakukan oleh 1 Hensyah Syahlani,
dkk.,Penerapan dan Pelaksanaan Pola Pembinaan dan Pengendalian Administrasi
Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama (Jakarta: Mahkamah
Agung RI, 1994), 1. 2Lihat Undang-undang RI. No. 3 Tahun 2006 Pasal (2) Tentang
Perubahan Atas Undang-undang RI.No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Disahkan melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 No. 22 Mahkamah
Agung Republik Indonesia (Pasal 5 Ayat (1) UU No. 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989). Mahkamah Agung RI dalam berbagai
kesempatan telah memberi petunjuk terhadap masalah hukum acara kepada seluruh
jajaran Peradilan Agama agar segala kendala dan rintangan dalam pelaksanaan
hukum tersebut dapat dihilangkan. Hukum acara yang berlaku di lingkungan
Peradilan Agama adalah hukum yang berlaku dalam lingkungan Peradilan Umum
sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 54 UU No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama. Oleh karena itu praktek yang dilakukan para praktisi hukum di
lingkungan Peradilan Agama harus sesuai dengan hukum formil / sumber hukum acara
yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum, sebagaimana disebutkan dalam HIR,
R.Bg., B.Rv, BW, Buku ke IV dan berbagai macam peraturan perundang-undangan
lainnya yang sekarang berlaku di Indonesia. Disamping itu, para Praktisi Hukum
di lingkungan Peradilan Agama harus menguasai Hukum Acara Peradilan Islam yang
tersebar dalam berbagai kitab fiqh tradisional yang masih relevan untuk
diterapkan dalam praktek beracara di Peradilan Agama. Sejak dikeluarkannya UU
No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama yang baru, wewenang Pengadilan Agama semakin jelas sebagaimana telah
disebutkan dalam Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yaitu : “Peradilan Agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : a) Perkawinan b)
Waris c) Wasiat d) Hibah e) Wakaf f) Zakat g) Infaq h) Shadaqah dan i) Ekonomi
Syari’ah“3 Untuk itu, segala perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dalam
upaya mempertahankan serta meningkatkan mutu dan kualitas dalam memberi
pelayanan kepada para pencari keadilan harus memperhatikan asas sederhana,
cepat dan biaya ringan, agar semua perkara dapat diselesaikan tepat waktu.
Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya dalam meningkatkan mutu dan efektifitas
pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan dimasa mendatang.Maka, Peradilan
Agama perlu kiranya melakukan evaluasi terhadap permasalahan-permasalahan serta
faktor-faktor penghambat penyelesaian perkara agar mampu menyelesaikan tugas
secara tuntas dan tidak memiliki tanggungan.Salah satu praktek yang harus
diperhatikan dan diterapkan berdasarkan UU No. 7 Tahun 1989 Pasal 57 ayat (3)
adalah : “Peradilan dilakukan secara sederhana, cepat dan biaya ringan”. 4 3
Lihat Undang-undang RI. No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang
RI.No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, dalam Undang-undang terbaru ini
kewenangan Pengadilan Agama ditambah infaq dan ekonomi syari’ah Disahkan
melalui lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 No. 22 dan tambahan
Lembaran Negara Negara Republik Indonesia No. 4611 4Lihat Pasal 57 ayat (3)
Undang-Undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.Disahkan Melalui Lembaran
Negara Republik Indonesia. Sedangkan dalam Pasal 58 ayat (2) disebutkan bahwa :
“Pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeraskerasnya
mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat, dan biaya ringan.”5 Berdasarkan pasal tersebut di atas,
bahwasannya dalam setiap lembaga peradilan harus dapat menyelesaikan setiap
berkas perkara yang masuk dengan cepat dan tepat serta dengan biaya yang
ringan, karena lembaga peradilan itu dibentuk bukan untuk menyengsarakan
masyarakat tapi demi memberikan keadilan kepada masyarakat dan melayaninya
dengan biaya yang seringanringanya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pengadilan Agama Lumajang sebagai Pengadilan Agama Tingkat Pertama yang
berkedudukan di wilayah Lumajang merupakan salah satu pelaksana kekuasaan
kehakiman yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara-perkara di tingkat pertama. Pengadilan Agama Lumajang memiliki tugas
dan wewenang khusus dalam bidang peradilan dan dalam pelaksanaannya harus
berjalan berdasarkan program dan rencana kegiatan yang telah disusun dalam
menyelesaikan perkaraperkara yang diterima. Serta selalu memegang teguh azas
sederhana, cepat dan biaya ringan.Akan tetapi fakta dilapangan terdapat
fenomena yang menurut pandangan peneliti sangatlah layak untuk dilakukan kajian
lebih mendalam yaitu fenomena tidak selesainya perkara yang terjadi di
Pengadilan Agama Lumajang. Berikut kami paparkan data-dataProsentase Tingkat
Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Lumajang Tahun 2011 sebagai berikut :
5Lihat Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Disahkan Melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tabel I Data Prosentase
Tingkat Penyelesaian Perkara Tahun 2011 Pada Pengadilan Agama Lumajang Uraian
Perkara Masuk 2011 Selesai 1 Bln Selesai 2 Bln Selesai 3 Bln Selesai 4 Bln
Selesai 5 Bln Selesai 6 Bln Selesai Lebih 6 Bln Sisa perkara Jumlah 4173 33
1097 1142 303 256 328 186 828 Prosentase - 1 % 32,7 % 34 % 9 % 7.6 % 9,8 % 5,5
% 23,96 % Data :Laporan Pelaksanaan Tugas Pengadilan Agama Lumajang Tahun 2011
Dari data tersebut, jumlah perkara yang harus diselesaikan Pengadilan Agama
Lumajang pada Tahun 2011 sebanyak 3456 perkara ditambah dengan sisa perkara
tahun 2010 yaitu sebesar 717 perkara jadi perkara yang harus diselesaikan
Pengadilan Agama Lumajang pada tahun 2011 adalah sebanyak 4173 perkara. Perkara
yang diputus tahun 2011 adalah 3345 perkara.Sisa perkara yang belum
terselesaikan di akhir Tahun 2011 sebanyak 828 perkara atau 23,96 %. Berdasarkan
paparan data yang didapat dari Pengadilan Agama Lumajang di atas, menimbulkan
sebuah pertanyaan besar dalam benak kita, terutama bagi peneliti khususnya,
tentang banyaknya kasus yang belum bisa diselesaikan oleh Pengadilan Agama
Lumajang. Ini tentu menjadi keprihatinan kita semua karena sangatlah bertolak
belakang dengan semangat yang terkandung dalam UU No. 7 Tahun 1989 Pasal 57
ayat (3) adalah Peradilan dilakukan secara sederhana, cepat dan biaya ringan.
Sebagai Badan Peradilan yang mandiri seharusnya Pengadilan Agama Lumajang mampu
melaksanakan tugasnya dalam menyelesaikan berbagai macam masalah terutama
masalah mengenai tidak terselesaikannya perkara di setiap tahunnya agar
memenuhi harapan para pencari keadilan untuk beracara secara cepat dan tidak
berbelit-belit mulai dari proses pengajuan perkara sampai dengan dikeluarkannya
putusan / penetapan. Pertanyaan selanjutnya yang kemudian muncul dibenak kita
adalah apa yang menjadi penyebab sehingga Pengadilan Agama tidak bisa secara
maksimal menyelesaikan semua permasalahan yang masuk, sehingga kemudian banyak
kasus-kasus atau permasalahan yang tidak terselesaikan berdasarkan laporan
akhir tahun 2011, masih ada sisa perkara yaitu sebanyak 828 perkara atau 23,96
%. Angka ini cukup besar jika kita bandingkan dengan Pengadilan Agama Pasuruan
, sisa perkara di akhir tahun 2011 hanya sebesar 369 perkara. Oleh karena itu
dalam hal ini peneliti akan melakukan kajian-kajiantentang
permasalahan-permasalahan umum yang dihadapi Pengadilan Agama Lumajang di Tahun
2011 dan secara mendalam akan meneliti tentang faktor-faktor yang menghambat
penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Lumajang dalam penyelesaian perkara di
Tahun 2011. Penelitian ini berupaya untuk mengetahui dan mempelajari
permasalahan-permasalahan umum dari faktor-faktor yang menghambat penyelesaian
perkara di Pengadilan Agama Lumajang agar dapat diantisipasi dimasa mendatang
sehingga perkara-perkara yang ada dapat diselesaikan secara tepat, cepat dan
biaya ringan. Maka dari itu peneliti juga ingin mempertanyakan upaya-upaya yang
dilakukan Pengadilan Agama Lumajang untuk mengatasi hambatan-hambatan tidak
terselesaikannya perkara di akhir tahun 2011 serta merujuk dan menganalisis
Laporan Akhir Tahun 2011 agar supaya dapat digambarkan dengan jelas permasalahan
yang dihadapi Pengadilan Agama Lumajang. Dari latar belakang tersebut,
penelitian ini berjudul “STUDI TERHADAP BANYAKNYA PERKARA YANG BELUM
TERSELESAIKAN SETIAP TAHUN (Di Pengadilan Agama Lumajang)”. B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Faktor apa saja yang
menghambat penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Lumajang Tahun 2011? 2)
Bagaimana solusi penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Lumajang Tahun 2011 ?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui dan
mendeskripsikan faktor-faktor penghambat penyelesaian perkara di Pengadilan
Agama Lumajang Tahun 2011 2. Mengetahui solusi penyelesaian perkara di
Pengadilan Agama Lumajang Tahun 2011 D. Batasan Penelitian Pembahasan
dalampenelitian ini adalah tentang banyaknya perkara yang belum terselesaikan
disetiap tahun yang banyak terjadi pada Pengadilan Agama di Indonesia, terutama
Pengadilan Agama Lumajang. Pada tahun 2011 sisa perkara yang belum
terselesaikan di Pengadilan Agama Lumajang adalah sebesar 828 perkara atau
23,96 %. E. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan
berguna dalam mengembangkan wacana keilmuan, terutama seputar topik-topik yang
berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu seputar
problem dan solusi penyelesaian masalah, penghambat penyelesaian perkara di
Pengadilan Agama Lumajang sebagai Pengadilan Agama Tingkat Pertama. 2. Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan atau sebagai bahan renungan dan
berfikir bagi para pembaca, baik dari kalangan akademisi, praktisi maupun bagi
masyarakat dalam memahami seputar permasalahan yang diuraikan dalam penelitian
ini. F. Sistematika Pembahasan Dalam penelitian ini terbagi dalam 5 (lima) bab
pembahasan, yaitu : BAB I: Pendahuluan menyebutkan tentang Konteks Penelitian,
Fokus Penelitian, Batasan Penelitian, Manfaat Penelitian. BAB II: Bab ini
merupakan pembahasan kajian teori sebagai jembatan menuju pembahasan
selanjutnya yang lebih khusus, dalam bab ini memuat tentang Penelitian
Terdahulu, penjelasan tentang konsep-konsep mengenai Kewenangan dan Kekuasaan
Peradilan Agama,tahap-tahap penyelesaian perkara (a. penerimaan perkara. b.
pemeriksaan perkara. c. proses pengambilan keputusan. d. sita / eksekusi), dan
asas–asas umum Peradilan Agama yang meliputi asas personalitas keislaman, asas
kebebasan, asas wajib mendamaikan, asas sederhana, cepat dan biaya ringan, asas
persidangan terbuka untuk umum, asas legalitas, asas equality dan asas aktif
memberi bantuan. BAB III : yaitu tentang metode penelitian yaitu meliputi
lokasi penelitian, jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, teknik pengolahan data dan analisa data sebagai alat untuk
menganalisis penelitian ini. BAB IV :yaitu berisikan tentang data hasil
penelitian dan pembahasan yang didapatkan dari Pengadilan Agama Lumajang, yang
terdiri dari deskripsi umum yang menjelaskan tentang kelas, daftar hakim dan
kompetensinya , dalam bab ini juga membahas tentang pandangan hakim Pengadilan
Agama Lumajang, Panitera, Kesekretariatan tentang Penghambat serta Solusi
Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Lumajang Tahun 2011. BAB V yaitu
Penutup yang menyebutkan tentang kesimpulan dan saran.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Studi terhadap banyaknya perkara yang belum terselesaikan setiap tahun di Pengadilan Agama Lumajang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment