Abstract
INDONESIA:
KUA Kauman Kabupaten Tulungagung menolak menikahkan janda di bawah umur padahal dia sudah mendapatkan dispensasi kawin dari Pengadilan Agama pada pernikahannya yang pertama. Berdasarkan surat penolakan dari KUA tersebut, kemudian orang tua calon mempelai mengajukan dispensasi kawin yang kedua kepada Pengadilan Agama Kabupaten Tulungagung. Setelah melalui proses persidangan, majelis hakim kemudian menetapkan untuk mengabulkan permohonan dispensasi kawin terhadap calon mempelai yang ditolak pernikahannya tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui landasan pihak KUA menolak menikahkan janda di bawah umur padahal sudah pernah mendapat dispensasi kawin, selain itu juga untuk mengetahui langkah hukum yang dilakukan janda di bawah umur setelah ditolak pernikahannya oleh KUA. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan data yang dikumpulkan berupa data primer dan data skunder yang dilakukan dengan teknik wawancara dan dokumentasi yang kemudian data tersebut diedit, diperiksa, dan disusun secara sistematis serta diatur sedemikian rupa yang kemudian dianalisis.
Hasil penelitian ini adalah, pertama pihak KUA menolak untuk menikahkan janda di bawah umur karena KUA merupakan pelaksana Undang-undang dan harus melaksanakan apa yang ada dalam Undang-undang tersebut, alasan KUA tersebut mengacu kepada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa batas minimal melakukan perkawinan bagi wanita adalah 16 tahun. Selain itu KUA juga beralasan karena tidak menemukan Undang-undang lain yang menjelaskan bahwa janda di bawah umur yang pernah mendapat dispensasi kawin dari Pengadilan Agama bisa langsung dinikahkan atau harus mengajukan permohonan dispensasi kawin lagi. Oleh Karena itu KUA bermaksud ingin lebih hati-hati dan tidak ingin mengambil resiko sehingga menyerahkan kasus tersebut ke Pengadilan Agama Tulungagung guna memperoleh dispensasi kawin kedua. Kedua, langkah hukum yang dilakukan oleh janda di bawah umur adalah dengan memenuhi permintaan pihak KUA yakni dengan meminta dispensasi kawin yang kedua kalinya. Dalam hal ini orangtuanya selaku pemohon mengajukan upaya permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Tulungagung, sehingga setelah melalui proses persidangan akhirnya majelis hakim mengabulkan permohonan pemohon dengan memberi penetapan dispensasi kawin yang kedua.
ENGLISH:
KUA (Religion Affair Court) Kauman Tulungagung rejects to marry under age widow, in fact she has already obtained marriage dispensation from religion court for his first marriage. According to the letter of rejection, the parents deliver second marriage dispensation to Religion Court of Tulungagung. After process of assembly, then judge proposes to permit marriage dispensation for bridge candidate who has marriage rejection.
This research proposes to find out the foundation of KUA (Religion Affair Court) rejects widow under age marriage even she has ever acquired marriage dispensation. Besides, it is used for analyzing law effort done by the widow under age after marriage rejection from KUA (Religion Affair Court). This research employs qualitative approach, while collected data are primary and secondary which are collected by interview and documentation. After that, the data are edited, checked, and arranged systematically. Then, those are analyzed.
The result of this research, firstly, KUA (Religion Affair Court) obviously rejects under age widow because KUA (Religion Affair Court) is implementation of law and it must apply the existing of the law. That reason is related to Law Number 1 Year 1974 Verse 7 which states that minimum age for marriage is 16 years old. Moreover, KUA (Religion Affair Court’s) agues that it does not find other law which explains under age widow obtained marriage compensation from religion court. She can have marriage or applies application of remarriage dispensation. Therefore, KUA (Religion Affair Court) has to be more careful and does not take a risk with the marriage as well as delivers this case to Tulungagung Religion Court for getting dispensation of marriage. Secondly, Law effort done by the widow under age is to fill KUA (Religion Affair Court’s) requests by asking marriage dispensation twice. The parents of bridge ask the marriage dispensation to Tulungagung Religion Court twice. After session process, the judge grants their request by deciding twice marriage dispensation
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pengertian perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Atas dasar pengertian tersebut tentunya ada beberapa
persyaratan yang tidak boleh dilanggar dalam pelaksanaan perkawinan tersebut,
salah satunya adalah mengenai batas usia minimum untuk seseorang dapat
melakukan 2 perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 ayat (1) menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak
pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
tahun.1 Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan dalam Pasal 15 ayat (1)
bahwa “untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh
dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7
Undang-undang No.1 tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19
tahun dan calon isteri sekurangkurangnya berumur 16 tahun” dan ayat (2) bahwa
“bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapati izin
sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2),(3),(4) dan (5) UU No.1 Tahun
1974”.2 Pernikahan di bawah umur merupakan praktik pernikahan yang dilakukan
oleh pasangan yang salah satu atau keduanya berusia masih muda. Praktik
pernikahan ini dipandang perlu memperoleh perhatian dan pengaturan yang jelas.3
Perlu diketahui bahwa pembatasan umur minimal untuk kawin bagi warga negara
pada prinsipnya dimaksudkan agar orang yang akan menikah diharapkan sudah
memiliki kematangan berfikir, kematangan jiwa dan kekuatan fisik yang memadai,
sehingga kemungkinan keretakan rumah tangga yang berakhir dengan perceraian
dapat dihindari, karena pasangan tersebut sudah memiliki kesadaran dan
pengertian yang lebih matang mengenai 1Kustini, Menelusuri Makna di Balik
Fenomena Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat (Jakarta:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI,
2013), h. 73. 2Kompilasi Hukum Islam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Tentang
Calon Mempelai. 3Asep Saepudin Jahar, Euis Nurlaelawati, Jaenal Aripin, Hukum
Keluarga, Pidana dan Bisnis: Kajian Perundang-Undangan Indonesia, Fikih dan
Hukum Internasional (Jakarta: Kencana, 2013), h. 43. 3 tujuan perkawinan yang
menekankan pada aspek kebahagiaan lahir bathin. Dalam beberapa buku fiqh
konvensional menjelaskan tentang batas minimal usia nikah adalah setelah baligh
itu terjadi pada zaman Rasulullah, Sahabat dan Tabi’in yang memang benar-benar
memenuhi standar kemampuan seseorang untuk melakukan perkawinan. Akan tetapi
pada zaman sekarang sangatlah berbeda dengan zaman dahulu dimana dampak
kemajuan zaman yang modern saat ini mengakibatkan banyak hal menjadi cepat
(instan) dan tanpa dibarengi oleh kesiapan mental dan spiritual (jiwa dan raga)
sehingga menimbulkan ketidakseimbangan antara kesiapan lahir dan kesiapan batin
seseorang. Oleh karena itu terdapat beberapa alternatif dari Undang-Undang
Perkawinan yang dapat memberikan jalan yang mudah dan lurus bagi masyarakat
Indonesia sesuai dengan norma-norma yang ada. Undang-undang perkawinan tidak
menghendaki pelaksanaan perkawinan di bawah umur, dimaksudkan agar suami istri
dalam masa perkawinan dapat menjaga kesehatannya dan keturunannya. Akan tetapi
pada tataran implementasi di lapangan, ketentuan tersebut masih mengalami
banyak kendala dan permasalahan.4 Hal ini terbukti masih banyaknya kasus
pernikahan anak di bawah umur di berbagai daerah termasuk di kabupaten
Tulungagung. Dari tahun ke tahun permohonan dispensasi kawin di Pengadilan
Agama Tulungagung dapat dikatakan termasuk dalam jumlah yang besar. Pasangan
pengantin usia dini yang telah diberikan dispensasi oleh majelis hakim
Pengadilan Agama Tulungagung pada tahun 2008 terdapat 79 4Kustini, Menelusuri
Makna di Balik Fenomena Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat,
h. 75. 4 perkara, tahun 2009 terdapat 144 perkara, tahun 2010 terdapat 188
perkara, tahun 2011 terdapat 249, tahun 2012 terdapat 244 perkara, tahun 2013
terdapat 267 perkara, dan tahun 2014 terdapat 228 perkara.5 Dari data tersebut
terlihat begitu banyaknya kasus dispensasi kawin di Pengadilan Agama
Tulungagung sehingga sangat diperlukannya sebuah perhatian terhadap penyebab
banyaknya fenomena dispensasi kawin. Salah satu fenomena pernikahan di bawah
umur di kabupaten Tulungagung adalah pernikahan seorang janda yang umurnya
belum mencapai batas minimal melangsungkan pernikahan yaitu 16 tahun. Pada
mulanya, dipensasi kawin pertama diajukan oleh pemohon (orangtua gadis) yang
mana umur gadis tersebut masih 14 tahun. Sehingga ketika mengajukan pernikahan,
Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Kauman selaku lembaga yang berwenang secara
otomatis menolak kehendak pernikahan tersebut dengan alasan gadis yang akan
dinikahkan masih di bawah umur. Penolakan KUA tersebut ditandai dengan Nomor
Surat Penolakan: Kk.13.04.13/PW.01/103/09 pada tanggal 09 Juni 2009. Setelah
mendapat surat penolakan dari KUA, pemohon mengajukan dispensasi kawin di
Pengadilan Agama Tulungagung dan permohonan tersebut dikabulkan oleh majelis
hakim berupa penetapan Nomor: 0096/Pdt.P/2009/PA.TA. Dengan dikabulkannya
permohonan tersebut, pada tanggal 02 Juli 2009 pemohon menikahkan anaknya
dengan calon suaminya dan telah dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor
Urusan Agama 5 Pengadilan Agama Tulungagung, Perkara Masuk,
http://pa-tulungagung.go.id, diakses pada tanggal 03 Juli 2015. 5 Kauman
sebagaimana tercatat dalam Kutipan Akta Nikah Nomor: 244/04/VII/2009 tanggal 02
Juli 2009. Selang waktu 6 bulan, tepatnya bulan November 2009 rumah tangga
mereka mulai goyah dan sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang
mengakibatkan pengajuan permintaan cerai (cerai talak) oleh suaminya di
Pengadilan Agama Tulungagung. Setelah menjalani proses di pengadilan, pada
tanggal 30 Maret 2010 majelis hakim memutuskan dan mengabulkan permohonan suami
yang ditandai dengan Putusan Cerai Nomor: 0412/Pdt.G/2010/PA.TA. Dalam putusan
tersebut terdapat keterangan bahwa selama menikah keduanya telah berhubungan
suami istri (ba’da dukhul) tapi belum punya anak. Jadi tercatat pada tanggal 30
Maret 2010, wanita tersebut telah menyandang status janda dan pada tanggal 02
Februari 2011 orang tuanya mengajukan kehendak nikah yang kedua ke Kantor
Urusan Agama (KUA) Kauman dan kemudian di tolak dengan alasan calon mempelai
masih di bawah umur dan harus mengajukan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama
Tulungagung kedua kalinya. Penolakan KUA tersebut di tandai dengan Nomor:
Kk.13.04.13/PW.01/17/2011. Dengan diberikannya Surat Penolakan tersebut, maka
orang tua calon mempelai sebagai pemohon mengajukan Dispensasi kawin yang kedua
di Pengadilan Agama Tulungagung. Tepat tanggal 23 Februari 2011 majelis hakim
mengabulkan permohonan dispensasi kawin oleh pemohon yang ditandai dengan
Penetapan Nomor: 0026/Pdt.P/2011/PA.TA, sehingga 6 penetapan tersebut digunakan
pemohon untuk memenuhi syarat pernikahan calon mempelai wanita yang umurnya
masih 15 tahun 9 bulan. Dari latar belakang tersebut, dapat diambil kesimpulan
bahwa wanita yang dimaksud dalam penelitian ini telah memiliki dua penetapan
dispensasi kawin dari Pengadilan Agama Tulungagung karena pernikahan pertama
dan pernikahan kedua umurnya masih belum mencapai 16 tahun. Penulis merasa
tertarik untuk mengkaji sebuah fenomena dispensasi kawin ini. Selain kasus ini
sangat jarang terjadi, penulis ingin mengetahui tentang seseorang calon
mempelai janda di bawah umur yang pernah berperkara di Pengadilan Agama
sebanyak dua kali dengan pelaku dan jenis perkara yang sama sehingga memiliki
dua salinan penetapan dispensasi kawin. Dalam hal ini, Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kauman Tulungagung berperan penting terhadap lahirnya sebuah fenomena
perkawinan dini oleh seorang janda ini karena KUA Kauman merupakan lembaga yang
melakukan penolakan terhadap perkawinan janda yang umurnya belum mencapai 16
tahun. Berkaitan dengan perkawinan janda di bawah umur, terdapat sebuah hadits
yang memberikan makna bahwa seorang janda atau yang sudah pernah menikah
dianggap dewasa dan berhak atas dirinya sendiri tanpa harus meminta izin wali
untuk menikah. Hadits tersebut diriwayatkan dalam Kitab Shahih Muslim Juz 9
Halaman 172: 6 6 Shahih Muslim, Juz 9, h. 172. 7 و ِن
الْف ْ ب ِ اللّه ِ د ْ ب ع ْ ن ع ٍ ْد ع ِن س ْ ب ِ اد ِزي ْ ن ُن ع ا ي ْ ف ُ ا
س َّدث ن : ح ٍ يد ِ ع س ُ بن ُ ة ب ْ ي ت ُ حّدثنا
ق ْن ب ع ِ اف ن ع ْضِل َسِ ا ل ق َّا ٍس ، أ َّن النَِِّبَّ ب ِن ع ْ ِن اب ع ُ ِِب
ُُيْ ٍ ْ ْي ب ُ ج » ، ُ ر تأْم ْ ُس ت ُ
ْكر ِ الْب ا ، و ه ِّ ي ِ ل و ْ ن ِ ا م ه ْسِ ف ن ِ ق ب ُّ أ ح ُ ب ِّ الث َّي ا
ُه ُكوت ُ ا س ُه ْذن ِ إ و Artinya: Qutaibah bin Said
menceritakan/mengabarkan kepada kami: Sufyan menceritakan kepada kami dari
Ziyad bin Sa‟d dari Abdulloh bin Fadhl, Abdullloh bin Fadhl mendengar dari
Nafi‟ bin Jubair, Nafi‟ bin Jubair mendapat berita/khobar dari Ibnu „Abbas, sesungguhnya
Nabi telah bersabda “Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya,
sedangkan perawan (gadis) harus dimintai izin darinya, dan diamnya adalah
izinnya”. Dari hadits tersebut, dapat dimaknai bahwa seorang janda dianggap
dewasa dan berhak atas dirinya sendiri daripada walinya ketika akan
melangsungkan pernikahan. Jadi, penolakan KUA Kecamatan Kauman yang kedua dalam
kasus yang di alami wanita dalam penelitian ini belum jelas keterangannya jika
dikaitkan dengan hadits diatas, dalam arti apakah janda di bawah umur itu
tergolong belum dewasa atau tergolong telah dewasa sesuai dengan maksud hadits.
Jika dilihat dari penolakannya yang kedua, seakan-akan pihak KUA menganggap
bahwa seorang janda walaupun belum mencapai umur 16 tahun masih dianggap di
bawah umur dan belum dewasa. Dengan demikian, penulis bermaksud untuk meneliti
bagaimana kasus ini terjadi dan bagaimana landasan Kantor Urusan Agama
Kecamatan Kauman Tulungagung menolak menikahkan wanita janda yang masih di
bawah umur tersebut. Dalam hal ini, penulis akan melakukan penelitian dengan
redaksi 8 judul penelitian Penolakan Kantor Urusan Agama Atas Pernikahan Janda
Di Bawah Umur Yang Pernah Mendapat Dispensasi Kawin Dari Pengadilan Agama
(Studi di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kauman Tulungagung) sehingga dalam
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan renungan dan manfaat bagi kita semua.
B. Rumusan Masalah 1. Mengapa Kantor Urusan Agama (KUA) menolak menikahkan
janda di bawah umur yang pernah mendapat dispensasi kawin dari Pengadilan Agama?
2. Bagaimana langkah hukum yang dilakukan janda di bawah umur setelah ditolak
pernikahannya oleh Kantor Urusan Agama? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk
mengetahui landasan Kantor Urusan Agama (KUA) menolak menikahkan janda di bawah
umur yang pernah mendapat dispensasi kawin dari Pengadilan Agama. 2. Untuk
mengetahui langkah hukum yang dilakukan janda di bawah umur setelah ditolak
pernikahannya oleh Kantor Urusan Agama. D. Manfaat Penelitian 1. Secara
teoritis dapat menambah pengetahuan khazanah tentang pernikahan, syarat, rukun
pernikahan, khususnya tentang dipensasi kawin dalam kasus pernikahan dini.
Serta penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian yang
sejenis dimasa yang akan datang. 9 2. Secara praktis memberikan pemahaman lebih
mendalam kepada semua kalangan supaya memahami tentang makna dispensasi kawin
pernikahan dini dan supaya memahami tentang tujuan pembatasan umur
melangsungkan pernikahan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. E. Definisi
Operasional 1. Dispensasi Kawin Dispensasi kawin ialah dispensasi yang
diberikan Pengadilan Agama kepada calon mempelai yang belum cukup umur untuk
melangsungkan perkawinan, bagi pria yang belum mencapai (sembilan belas) tahun
dan wanita belum mencapai 16 (enam belas tahun).7 Maksud dispensasi kawin dalam
penelitian ini ialah tentang pemberian izin dari Pengadilan Agama Kabupaten
Tulungagung yang kedua kali terhadap seorang janda yang pernah mendapat
dispensasi kawin dan umurnya belum mencapai batas minimal melakukan pernikahan
yaitu 16 tahun. 2. Janda Yang dimaksud janda adalah wanita yang dicerai suami
atau ditinggal mati suami.8 Janda yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
janda yang ditolak kehendak pernikahannya oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kauman, Kabupaten Tulungagung. 7Ahrum Hoerudin, Pengadilan Agama (Jakarta: PT.
Citra Aditya Bakti, 1999), h.11. 8Ahmad A.K Muda, Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia (Bandung, 2006), h. 275. 10 3. Perkawinan Pasal 1 Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 menegaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.9 4.
Kantor Urusan Agama (KUA) Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan ujung tombak
pelaksanaan tugas-tugas Departemen Agama di daerah. Ia menempati posisi sangat
strategis dalam upaya pengembangan dan pembinaan kehidupan keagamaan di
masyarakat. Selain karena memang letaknya di tingkat kecamatan yang notabene
langsung berhadapan dengan masyarakat, juga karena peran dan fungsi yang
melekat pada diri KUA itu sendiri.10 Kantor Urusan Agama (KUA) yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah KUA kecamatan Kauman Tulungagung sebagai lembaga
yang menolak perkawinan janda di bawah umur. F. Sistematika Pembahasan Untuk
melengkapi penjelasan dalam pengembangan penulisan skripsi ini dan supaya mudah
untuk memahaminya, maka pembahasan dalam penelitian ini dipaparkan dalam 5 bab
yang disusun secara sistematis dan berhubungan dari bab satu dengan bab
lainnya. Bab I berisi pendahuluan yang merupakan deskripsi secara umum tentang
rancangan penelitian dan merupakan kerangka awal penelitian, 9 Pasal 1 Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1Tentang Perkawinan. 10Imam
Syaukani, Optimalisasi Peran KUA Melalui Jabatan Fungsional Penghulu (Jakarta:
Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2007), h. 3. 11
didalamnya dipaparkan tentang latar belakang masalah yang merupakan deskripsi
permasalahan-permasalahan yang diteliti, serta dipaparkan rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan sistematika
pembahasan mulai dari bab I sampai bab V. Bab II berisi penelitian terdahulu
dan kerangka teori. Penelitian terdahulu dalam penelitian ini berisi informasi
tentang penelitian yang telah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya dan
bertujuan untuk memberikan perbedaan antara penelitian yang telah diteliti
sebelumnya dengan penelitian yang diteliti sekarang. Sedangkan kerangka teori
berisi tentang teori atau konsep-konsep yuridis sebagai landasan teoritis untuk
pengkajian dan analisis masalah dalam penelitian ini. Teori atau konsep-konsep
dalam penelitian ini dipergunakan penulis untuk membahas dan menganalisis
permasalahan yang dibahas, yakni mengkaji tentang dispensasi kawin pada
perkawinan janda di bawah umur. Bab III berisi metode penelitian yang digunakan
oleh penulis untuk meneliti sehingga dapat diketahui secara jelas oleh pembaca
bahwa metode apa saja yang dipakai oleh penulis untuk menuangkan hasil
penelitiannya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian
lapangan (empiris) yang hasilnya diperoleh dari wawancara maupun dokumentasi.
Selain itu, dibahas letak atau lokasi penelitian, jenis penelitian, pendekatan
penelitian, sumber data, teknik pengmpulan data, serta teknik analisis data.
Bab IV berisi paparan dan analisis hasil data yang telah diperoleh penulis dari
lapangan, yakni Kantor Urusan Agama (KUA) Kauman 12 Tulungagung serta pelaku
atau pihak yang mengajukan dispensasi kawin janda di bawah umur di Pengadilan
Agama Tulungagung. Bab V berisi tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan
dan saran. Kesimpulan dalam penelitian ini merupakan kesimpulan hasil jawaban
dari rumusan masalah yang dipaparkan secara singkat. Sedangkan saran merupakan
sebuah usulan atau masukan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan pembahasan
ini dan kepada peneliti selanjutnya yang membahas tema yang berkaitan dengan
penelitian ini.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Penolakan Kantor Urusan Agama atas pernikahan janda di bawah umur yang pernah mendapat dispensasi kawin dari Pengadilan Agama: Studi di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kauman Tulungagung." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment