Abstract
INDONESIA:
Perkawinan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang normal, Islam sendiri membolehkan seorang suami memiliki isteri lebih dari satu (berpoligini) tetapi tidak mewajibkannya atau menganjurkanya. Adapun kebolehan poligini merupakan pintu darurat kecil yang dilalui saat amat diperlukan atau dengan kata lain dapat dijadikan emergency exit yang bersifat prefentif dan dengan syarat yang tidak ringan. Ada berbagai macam bentuk perkawinan dalam masyarakat yaitu perkawinan monogami, poligini, poliandri dan perkawinan kelompok (group marriage). Adapun beberapa syarat dan konsiderasi yang harus dipenuhi seorang suami bila hendak melakukan poligini, diantaranya adalah sang suami harus memberikan tempat tinggal yang layak dan memisahkan tempat tinggal itu dari isteri pertama, memberi nafkah yang adil di antara keduanya, membagi waktu secara adil diantara mereka, dan memperlakukan mereka dengan adil pula.
Penelitian ini dilakukan di Desa Tapaan Kecamatan Bugul Kidul Kota Pasuruan. Rumusan masalah penelitian ini adalah faktor apa yang melatar belakangi terjadinya poligini dengan jalan nikah siri dan bagaimana problem psikologis isteri akibat poligini dengan jalan nikah sirri. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut diharapkan dapat mengetahui faktor apa yang melatar belakangi terjadinya poligini dengan jalan nikah sirri dan bagaimana problem psikologis isteri akibat poligini dengan jalan nikah siri. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi, untuk menganalisis data peneliti menggunakan deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian lapangan dapat diketahui bahwa faktor yang melatar belakangi terjadinya poligini dengan jalan nikah sirri adalah faktor legalitas yakni tidak adanya izin dari isteri pertama, faktor harga diri, faktor agama dan faktor ekonomi serta pendidikan. Sedangkan dampak psikologis dari isteri pertama adalah sakit hati, merasa jengkel dan kesal, merasa bersalah terhadap diri sendiri, tidak enak makan, sering melampiaskan kekesalannya kepada anaknya, sering menceritakan kisahnya kepada tetangga tentang hal-hal yang terjadi dalam rumah tangganya, cemburu, komunikasi terputus, dan timbul persaingan sesama isteri. Sedangkan dampak psikologis dari isteri kedua adalah sakit hati, merasa jengkel dan kesal, cemburu, timbul persaingan sesama isteri, sering curiga, kehilangan kepercayaan diri, merasa tidak berdaya, dan sering khawatir.
ENGLISH:
Marriage can not be separated from a normal human life, Islam allows a husband to have more than one wife (polygyny), but not require it or recommend it. The permissibility of polygyny is a small emergency door through which the current is very necessary or in other words can be used as emergency exit that is preventive and not a light to those terms. There are various sorts forms of marriage within society namely marital monogamy, polygyny, polyandry and marriage groups of (group marriage). As for some of the terms and considerations that must be met a husband if you want to make polygyny, such as the husband must provide adequate housing and separates the living from the first wife, gave a fair living among them, divide their time equally between them, and treat them fairly well.
This research carried in the village of South Bugul Tapaan Pasuruan District. Formulation of the problem of this study is what factors are the background for the occurrence of polygynous marriage by siri and how psychological problems due to polygynous wives by marriage Sirri. The answer to these questions are expected to know what factors are the background for the occurrence of polygyny by siri marriage and how the wife of psychological problems due to polygynous marriage by Sirri. This research uses qualitative research, while the data collection method used in this study is the observation, interviews, and documentation, to analyze the data use descriptive qualitative research.
Based on the results of field research can be seen that the background factors of polygyny by siri marriage is a factor that is not the legality of the consent of the wife's first, self-esteem factors, religious factors and economic factors as well as education. While the psychological impact of the first wife was hurt, feeling irritated and annoyed, feel guilty about yourself, no good meal, often venting his frustration to his son, often told his story to a neighbor about the things that happen in the household, jealousy, communication is lost, and the resulting competition among wives. Whereas psychological impact from wife second one is sick the liver, feel irritated and annoyed, jealous, arise rivalry fellow wife of, often suspiciously, lose confidence of self, feel not helpless, and often worried
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkawinan
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang normal. Perjodohan adalah
ikatan yang paling mesra dari segala macam ikatan dan hubungan manusia.
Perkawinan dirumuskan secara leksikal dalam Undang-Undang perkawinan (UUP) No.1
Tahun 1974, sebagai “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga )
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”1 . Sementara dalam
Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) dirumuskan lebih spesifik, bahwa “ perkawinan
menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
miitsaaqan goliidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah”. Ungkapan kalimat miitsaaqan goliidhan yang diambil dari firman Allah
AlQuR’an Surat Al-Nisa ( 4:21 ) yang artinya “perjanjian yang kokoh” itu,
menurut pendapat sebagian mufasir maksudnya adalah perjanjian yang telah
diambil oleh Allah dari para suami, sesuai dengan maksud ayat dalam Al-Qur’an
Surat Al-Baqarah (2:231) “istri harus diperlakukan dengan baik, tetapi jika
tidak hendaknya diceraikan dengan baik pula”. Dari ayat ini hanya ada dua
pilihan bagi suami yaitu pertama; hidup bersama istri dan memperlakukanya
dengan baik atau kedua; menceraikanya dengan cara yang baik pula. Tidak ada
pilihan lain. Karena itu, hidup bersama istri dengan menyengsarakanya baik
secara lahir maupun batin tidak dikenal dalam ajaran Islam, dan harus memilih
dua hal tersebut.2 1 Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta,1991), hal 165. 2 Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligini,
(Jakarta: Lembaga Kajian Agama Dan Jender, 1999), hal 10. Adapun setiap orang
mendambakan keluarga yang bahagia. Kebahagiaan harus didukung oleh rasa cinta
kepada pasangan, cinta yang sebenarnya menuntut agar seseorang tidak mencintai
orang lain kecuali pasangannya. Cinta dan kasih sayang merupakan jembatan dari
suatu pernikahan dan dasar dalam pernikahan adalah memberikan kebahagiaan.
Namun kenyataannya dalam menjalani kehidupan perkawinan pasti selalu ada
permasalahan-permasalahan yang muncul yang mana hal ini dapat memicu timbulnya
keinginan suami untuk melakukan poligini. Persoalan yang muncul biasanya
mencakup tiga hal yaitu kekurangan ekonomi, hubungan keluarga yang kurang
harmonis, seks dan perselingkuhan. Ada berbagai macam bentuk perkawinan dalam
masyarakat yaitu perkawinan monogami, poligini, poliandri dan perkawinan
kelompok (group marriage). Dari keempat bentuk perkawinan ini perkawinan
monogami dianggap paling ideal dan sesuai untuk dilakukan dan ini juga sejalan
dengan asas yang di anut dalam UUP No. 1 Tahun 1974 yaitu asas monogami
sebagaimana tercantum dalam pasal 3 (1), yang mengatakan: “pada asasnya dalam
suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang
wanita hanya boleh mempunyai seorang suami”3 . Walaupun perkawinan monogami
merupakan perkawinan yang paling sesuai untuk dilakukan tetapi banyak juga
masyarakat yang melakukan perkawinan poligini, hal ini dapat dilihat dari
banyaknya public figur yang melakukan poligini. Sehingga istilah poligini
semakin mencuat dan menjadi perbincangan di berbagai media baik itu media massa
ataupun media elektronik dan juga diberbagai diskusi dan seminar-seminar.
Begitu juga di kalangan birokrasi pemerintah, kaum agamawan, LSM, dan
masyarakat umum. Mereka ada yang setuju dan menerima adanya praktik poligini
dengan berbagai persyaratannya dan sebagian lainnya ada yang menolaknya. 3 UU
No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan KHI, Bandung, Citra Umbara, 2007. hal
2. Poligami sendiri berasal dari bahasa yunani. Kata ini merupakan penggalan
dari kata Poli atau Polus yang artinya banyak, dan kata Gamein atau Gamos yang
berarti kawin atau perkawinan. Dengan demikian poligini adalah sistem
perkawinan yang menempatkan seorang laki-laki atau perempuan yang memiliki
pasangan lebih dari satu dalam satu waktu. Para ahli membedakan poligami
kedalam dua peristilahan, poligini dan poliandri. Poligini (polus-gune)
merupakan kondisi seseorang laki-laki yang memiliki istri lebih dari seorang,
sedangkan poliandri (polus-andros) merupakan situasi seorang perempuan memiliki
lebih dari satu suami.4 Merujuk definisi istilah tersebut, penulis akan
menggunakan istilah spesifik, poligini dengan maksud memberikan titik tekan
yang khusus kepada model perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki
dengan lebih dari seorang istri dalam satu waktu. Dalam Islam sendiri
membolehkan seorang suami memiliki istri lebih dari satu (berpoligini) tetapi
tidak mewajibkannya atau menganjurkanya adapun kebolehan poligini merupakan
pintu darurat kecil yang dilalui saat amat diperlukan atau dengan kata lain
dapat dijadikan emergency exit yang bersifat prefentif dan dengan syarat yang
tidak ringan. Oleh karena itu Islam tidak dengan mudah membolehkan poligini.
Ada beberapa syarat dan konsiderasi yang harus dipenuhi seorang suami bila
hendak melakukan poligini, diantaranya adalah sang suami harus memberikan
tempat tinggal yang layak dan memisahkan tempat tinggal itu dari istri pertama,
memberi nafkah yang adil di antara keduanya, membagi waktu secara adil diantara
mereka, dan memperlakukan mereka dengan adil pula. Dengan kata lain diantara
syarat melakukan poligini adalah kesanggupan berlaku adil terhadap
masing-masing istri dalam berbagai hal. Perkawinan poligini pasti mengundang
reaksi dari pihak lain terutama keluarga dan masyarakat sekitar. Sikap tanggung
jawab penuh tanpa ada sesuatu yang 4 Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam, (
Malang: UIN-Malang Press, 2008 ) hal 220. merasa ada yang kehilangan maka efek
yang muncul juga bersifat kebaikan, namun jika yang terjadi sebaliknya maka
poligini akan melahirkan banyak persoalan yang mengancam keutuhan bangunan
mahligai rumah tangga dan belum lagi efek bagi perkembangan psikologi anak yang
lahir dari pernikahan poligini. Poligini telah menjadi bagian gaya hidup laki-laki
dan karenanya di lingkungan tertentu dan praktik ini telah membudaya. Faktanya
poligini telah ada sejak zaman dulu bahkan sebelum adanya agama Islam dan terus
terpelihara hingga kini dengan berbagai pembenaran dan legitimasi kultural,
sosial, ekonomi dan agama. Poligini sebelum Islam mengambil bentuk yang tidak
terbatas, dimana seorang suami boleh saja memiliki istri sebanyak mungkin
sesuai keinginan nafsunya. Selain itu, poligini tidak mesti memperhatikan unsur
keadilan sehingga terjadi perampasan hak-hak perempuan yang pada gilirannya
membawa kesengsaraan dan ketidakadilan. 5 Pada hakikatnya tidak ada perempuan
yang rela dan bersedia untuk dipoligini. Secara psikologis semua istri akan
merasa sakit hati bila melihat suaminya berhubungan dengan perempuan lain. Ini
disebabkan karena permasalahan ini biasanya menjadi pemicu hancurnya sebuah
keluarga, sehingga banyak ungkapan- ungkapan yang muncul di masyarakat mengenai
poligini. Mereka mengatakan bahwa poligini merupakan eksploitasi atas nasib
perempuan, egoisme pria berharta dan bertolak belakang dengan kesetaraan gender
bahkan poligini diasumsikan sebagai penghinaan terhadap perempuan. Pandangan
buruk mengenai poligini ini muncul karena praktik-praktik poligini yang terjadi
ditengah-tengah masyarakat lebih banyak dampak negatifnya daripada dampak
positifnya. Beberapa dampak negatif dari perkawinan poligini ini adalah
perceraian, suami akan meninggalkan istri dan anak-anak dari perkawinan
sebelumnya, suami tidak berlaku adil antara keluarga yang satu dengan keluarga
yang lainnya dimana suami yang 5 Musdah Mulia, Op, Cit, hal 7. berpoligini
lebih mementingkan istri mudanya daripada istri tuanya sehingga suami yang
berpoligini tersebut cenderung memperlihatkan sikap yang tidak bertanggung
jawab sebagai suami yang berpoligini dan juga tidak jarang keluarga yang
berpoligini ini akan mengalami ketidakharmonisan di dalam keluarganya. Dari
Tabel 1.1. dapat dilihat beberapa dampak poligini terhadap istri pertama. Tabel
1.1. Dampak Poligini Terhadap Istri Pertama No. Jenis Dampak Jumlah 1 Tidak
memberi nafkah 37 2 Tekanan psikis 21 3 Penganiayaan fisik 7 4 Diceraikan suami
6 5 Ditelantarkan suami 23 6 Pisah ranjang 11 7 Mendapat teror dari istri ke-2
2 Jumlah 107 Sumber: LBH APIK Jakarta Tahun 2003-2005 Menurut data dari
LBH-APIK tersebut banyak sekali akibat atau dampak dari praktek poligini yang
dilakukan oleh seorang suami terhadap istri pertama, yaitu mulai dari tidak
memberikan nafkah, tekanan psikis, penganiayaan fisik, diceraikan suami,
ditelantarkan suami, pisah ranjang dan mendapat teror dari istri kedua. Oleh
sebab itu poligini hanya menguntungkan satu pihak saja yaitu suami sedangkan
istri merupakan pihak yang sangat dirugikan dalam masalah ini. Setelah melihat
paparan diatas yang banyak sekali membahas tentang poligami nampak jelas
bahwasanya poligaini menjadi suatu momok yang sangat menakutkan serta merugikan
bagi kaum perempuan pada khusunya dan keluarga pada umumnya. Terlebih poligini
yang dilakukan oleh suami tersebut dilakukannya secara sirri, besar kemungkinan
akan menimbulkan lebih banyak lagi mengenai dampak yang diakibatkannya baik
terhadap isteri-isterinya serta anak-anaknya. Secara logika poligini sudah
menimbulkan begitu banyak permasalahan terhadap keluarga apalagi poligini
dilakukan secara sirri. Perihal tentang poligami yang dilakukan secara sirri
oleh suami penulis temukan dan menjadi objek dalam penelitian peneliti di Desa
Tapaan Kecamatan Bugul Kidul. Ketentuan mengenai masalah poligini diatur dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia. Walaupun
sudah ada UU Perkawinan tersebut, kenyataannya poligini tetap saja terjadi dan
terkadang poligini terjadi tanpa memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh UU
Perkawinan dan Peraturan Peradilan. Praktek poligini yang tidak sesuai dengan
aturan-aturan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan tersebut baik itu dalam
hukum perkawinan di Indonesia dan juga dalam ajaran agama khususnya Islam akan
menimbulkan berbagai masalah yang serius dalam keluarga. Dalam penelitian ini
ada beberapa alasan yang membuat peneliti merasa tertarik untuk mengangkat
masalah dampak psikologis istri yang di poligini secara sirri tersebut.
Diantaranya adalah : 1. Pada dasarnya tujuan dari pernikahan adalah menciptakan
hubungan yang bahagia dan harmonis diantara anggota keluarga yang dilandasi
oleh rasa cinta dan kasih sayang. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan dari
perkawinan itu sendiri perlu digali lebih dalam mengenai faktor-faktor yang
mengakibatkan terjadinya keretakan dalam rumah tangga. 2. Praktek poligini saat
ini telah banyak menimbulkan dampak negatif baik terhadap isteri pertama,
isteri kedua serta anak-anaknya walaupun yang mempraktekkan orang yang kaya
dalam segi ilmu keagamaan. Terlebih praktek poligami yang dilakukan oleh
masyarakat awam. 3. Poligini yang ditemukan oleh peneliti di Desa Tapaan
Kecamatan Bugul Kidul Kota Pasuruan dilakukan secara sirri. B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor
apa yang melatar belakangi terjadinya poligini secara nikah sirri di Kec. Bugul
kidul? 2. Bagaimana problem psikologis istri akibat poligini secara nikah sirri
di Kec. Bugul kidul? B. Batasan Penelitian Dalam penelitian ini untuk
menghindari pembahasan yang terlalu melebar dan kurang mengarah dari pokok
permasalahan yang sulit untuk mendapatkan satu kesimpulan yang konkrit, maka
penulis rasa perlu adanya batasan-batasan yang jelas yaitu hanya
mendeskrifsikan dampak psokologis istri akibat poligini nikah sirri yang
merupakan studi kasus di kelurahan Tapaan kec. Bugul Kidul Kota Pasuruan. C.
Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini
adalah: 1. Untuk mengetahui faktor yang melatar belakangi terjadinya poligini
secara nikah sirri di Kec. Bugul Kidul. 2. Untuk mengetahui bagaimana dampak
psikologis istri akibat poligini secara nikah sirri. C. Manfaat Penelitian
Secara teoritis penelitian ini mempunyai kegunaan sebagai berikut: 1. Dengan
hasil yang diperoleh diharapkan bisa menambah wawasan yang lebih luas mengenai
dampak psikologis istri akibat poligini nikah sirri yang terjadi di Kec. Bugul
kidul Pasuruan. Dan Penelitian ini bisa memberikan sumbangan ilmiah dalam
disiplin ilmu ibadah dan memberikan kontribusi ilmiah pada Fakultas Syari’ah
Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah. 2. Bagi masyarakat, supaya bisa menambah
pemahaman dan memberikan gambaran mengenai dampak yang dialami oleh istri yang
diakibatkan terjadinya poligini nikah sirri, agar bisa dijadikan sebagai bahan
pertimbangan. 3. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan menjadi bahan
pertimbangan penelitian lanjutan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka
menempuh studi akhir kesarjanaan (S-1) di Fakultas syari’ah Universitas Islam
Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Selain itu diharapkan dengan
penelitian ini, pengetahuan, kemampuan dan pengalaman peneliti dapat bertambah,
sehingga dapat mengamalkan dan mengembangkannya ditengah-tengah masyarakat. D.
Definisi Operasional Definisi operasional digunakan untuk memudahkan pembaca
dalam memahami kosa kata atau istilah-istilah asing yang ada dalam judul
skripsi peneliti, adapun istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut;
Dampak Psikologis, adalah suatu dampak pada diri manusia yang berkaitan dengan
aspek kejiwaan terkait di dalamnya adalah aspek emosi, mental, kemauan, sifat,
prilaku, kepribadian, kebutuhan dan keadaan moral. Poligini, Adalah model
perkawinan yang terdiri dari satu suami dan dua istri atau lebih. Poligini
dalam kamus merupakan antonim dari poliandri yang diartikan sebagai seorang
istri mempunyai suami lebih dari satu.6 6 Mufidah Ch, Op, Cit, hal 220. Sirri,
yang mana kata sirri sendiri berasal dari bahasa Arab sirri, israar yang
berarti rahasia.7 pernikahan sirri menurut arti katanya adalah nikah yang
dilakukan dengan sembunyi-sembunyi atau rahasia. Sedangkan dalam prakteknya di
masyarakat pernikahan sirri adalah pernikahan yang tidak disaksikan oleh orang
banyak dan tidak dilakukan dihadapan PPN serta tidak dicatat di KUA setempat.
E. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah penyusunan dan pemahaman dalam
penelitian maka peneliti membuat sistematika pembahasan sebagai berikut: Bab I:
Memaparkan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, mamfaat penelitian, defenisi operasional, metode penelitian
berisi tentang pengumpulan data, pengolahan data, pengecekan keabsahan data,
analisis data dan penyajian data dan sistematika pembahasan. Bab II: Dalam bab
ini terdiri dari : Kajian pustaka, penelitian terdahulu, konsep psikologi
keluarga, dan juga penjelasan hukum Islam tentang perkawinan. Kajian pustaka
diperlukan untuk menegaskan, melihat kelebihan dan kekurangan teori tersebut
terhadap apa yang terjadi di lapangan atau dalam prakteknya. Dan sebagai
pijakan penulis untuk mengelola dan menganalisa data yang didapatkan dilapangan.
Bab III: Bab ini peneliti akan memaparkan metode penelitian yang memuat jenis
dan pendekatan penelitian, kondisi objektif lokasi penelitian, metode
pengumpulan data, serta analisis data. Hal ini bertujuan agar dapat dijadikan
pedoman dalam penelitian dan mengantarkan peneliti untuk membahas pada bab
selanjutnya Bab IV: paparan data dalam bab ini peneliti akan memaparkan semua
data yang diperoleh dari lapangan dengan seluas-luasnya 7 Mahmud Yunus, Kamus
Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Qur’an,
1973), hal. 167. Bab V Analisa data merupakan bagian dari bab ini, dengan
menyajikan seputar analisis dari hasil penemuan data dilapangan dengan
menggunakan kajian pustaka dan konsep psikologi keluaga Islam dan dampak psikologis
istri yang diakibatkan poligini nikah sirri serta latar belakang historis yang
meberikan dampak pada sang istri di kecamatan bugul kidul pasuruan Bab VI:
Penutup yang memuat kesimpulan dari semua pembahasan hasil penelitian yang
telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya dan disertakan pula saran-saran yang
berkaitan dengan hasil penelitian yang dapat untuk menjadi pertimbangan lebih
lanjut.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Dampak Psikologis isteri akibat poligami secara siri: Studi di Desa Tapaan Kecamatan Bugul Kidul Kota Pasuruan" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment