Abstract
INDONESIA:
Perkawinan di bawah umur sekarang merupakan suatu fenomena yang terjadi pada masyarakat Indonesia. Hampir disetiap wilayah memiliki potensi dan alasan tersendiri dalam mendorong tumbuhnya fenomena ini. Dalam hal ini dapat dibuktikan melalui data yang masuk menunjukkan pada Pengadilan Agama Kabupaten Lamongan, bahwa permohonan pengajuan Dispensasi Perkawinan pada tahun 2010 terdapat 74 permohonan, kemudian pada tahun 2011 terdapat 87 perkara dispensasi perkawinan, pada tahun2012 meningkat menjadi 118 permohon pengajuan dispensasi perkawinan.
Penelitian ini di fokuskan pada masyarakat Kelurahan Blimbing Kecamatan Paciran Kabupaten Lamonganyang melakukan Dispensasi Perkawinan untukdiajukan ke Pengadilan Agama Kabupaten Lamongan. Jenis penelitian ini menggunakan metode penilitian empiris dengan pendekatan kualitatif. Sebagian besar data primer dikumpulkan melalui metode wawancara dan observasi lapangan. Literatur yang terkait dalam persoalan ini, digunakan sebagai data sekunder. Setelah terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan metode deskriptif analitif.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada masyarakat di Kelurahan Blimbing Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan memang banyak mengajukan Dispensasi Perkawinan.Pengajuan dispensasi tersebutdisebabkan oleh hubungan pranikahdan ada sebagian masyarakat yang mengajukan sebelum terjadi hamil pranikah, karena orang tua merasa khawatir dengan anaknya yang akan terjerumus dalam hal yang tidak diinginkan. Dengan hasil tinjauan dari hukum Islam bahwasannya dalam hukum Islam itu diperbolehkan karena hukum Islam sendiri tidak mengatur batas usia perkawinan, akan tetapi dalam hukum Islam mengatur tentang batas usia kebalighan seorang anak. Jika dilihat dari Medis dan Psikologi bahwasannya pernikahan di bawah umur tidak dianjurkan untuk dilaksanakan karena masih di anggap rentan terhadap kondisinya yang belum matang, baik itu kematanggan kepribadiannya untuk membina rumah tangga dan juga pada usia tersebut masih rentan untuk melahirkan seorang bayi ketika usia mereka belum mencapai 20 tahun.
ENGLISH:
Underage marriage now is a phenomenon that occurs in Indonesian society. Almost every region has the potential, and the reasons of its own, in supporting the emergence of this phenomenon. In this case, it can be proven through the incoming data revealed by Lamongan Religious Court, that the request Dispensation marriage lawsuit in 2010 there were 74 lawsuit, then in 2011 there were 87 lawsuit, and then in
2012 increased to 118.
2012 increased to 118.
This study focuses on the Blimbing Village, District Paciran, Lamongan of which the people perform marriage dispensation to be submitted to the Religious Lamongan. This research uses empirical research methods with a qualitative approach. Most of the primary data collected through interviews and field observations. Literature related to this issue, used as secondary data. Having accumulated then analyzed using descriptive analysis method.
The results of this study it can be concluded that the Society in the Village Blimbing, Paciran District, Lamongan district, there are many proposal of marriage dispensation, most of the dispensations are motivated by the filing of premarital relations, but there are some people who filed before the premarital pregnancy, because the parents was worried about his son who would fall into unwanted things. With the results of a review of Islamic law that it is allowed under Islamic law regulates the legal age limit of a child’s age. If it is viewed from the Medical and psychology rasons that underage marriage are not recommended to be implemented because it is still considered vulnerable to an immature condition, whether it is the maturity of her personality to build a new family and also at that age is still prone to give birth when the spouse has not reached the age of 20 years old.
BABI
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkawinan merupakan tali ikatan
yang melahirkan keluarga sebagai salah satu unsur dalam kehidupan
bermasayarakat dan bernegara, yang telah diatur oleh aturan-aturan hukum baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri hukum yang
mengatur mengenai masalah perkawinan ada beberapa macam, diantaranya diatur
dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Instruksi Presiden
Nomor 1 tahun 1991 yang selanjutnya disebut dengan Kompilasi Hukum Islam, dan
hukum adat di beberapa daerah yang merupakan hukum tidak tertulis.1 Pada
dasarnya dalam melangsungkan sebuah perkawinan seorang pasangan menginginkan
sebuah keluarga yang tentram dan berlangsung lama, hal ini sesuai dengan salah
satu prinsip perkawinan yang terkandung dalam Undang-undang Perkawinan yaitu
untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Salah satu usaha dalam
mewujudkan prinsip tersebut adalah melalui pembatasan usia untuk mempersiapkan
kematangan calon mempelai. Maksud dari kematangan calon mempelai dalam hal ini
yaitu calon suami atau istri harus matang baik secara jasmani maupun rohani
untuk melangsungkan perkawinan, agar dapat memenuhi tujuan luhur dari
perkawinan dan mendapat keturunan yang baik dan sehat, hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam QS. al-Rum ayat : 21 sebagai berikut : @yèy_ur $ygøs9Î) (#þq ã Z ä3ó¡tFÏj9 %[ `ºurør& öN ä3Å¡à ÿRr& ô`ÏiB / ä3s9 t,n=y{ ÷br& ÿ¾ÏmÏG»t#uä ô`ÏBur ÇËÊÈ tbr ã © 3xÿtGt 5 Qöqs)Ïj9 ; M»tUy y7Ï9ºs Îû ¨ bÎ) 4 º pyJômuur Z o ¨ uq ¨B N à 6uZ÷t/ Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(Al-Rum Ayat :
21)2 Pernikahan anak di bawah umur merupakan salah satu bentuk pernikahan yang
dilangsungkan oleh seorang pasangan yang usianya belum mencapai batas usia yang
ditetapkan oleh undang-undang. Batas umur yang 1 URI, ,Pelaksanaan Perkawinan
Menurut Hukum Adat dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,
http://www.skripsi-tesis.com, diakses tanggal 20 Februari 2013. 2Departemen
Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Tarjamahannya,(Bandung : CV. Penerbit Jumanatul
Ali, 2004), h. 406. lebih rendah bagi wanita untuk menikah, akan mengakibatkan
laju kelahiran yang lebih tinggi, oleh karena itu ditentukan batas umur untuk
perkawinan. Pasal 7 ayat (1) undang-undang perkawinan menyebutkan batasan usia
menikah bagi seseorang yaitu 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk
perempuan, sedangkan KHI memberikan batasan usia 21 tahun bagi laki-laki dan 19
tahun bagi perempuan, karena usia minimum yang telah ditetapkan oleh
undang-undang perkawinan dianggap belum mencapai usia yang matang oleh KHI.
Namun demikian dalam keadaan tertentu yang sangat memaksa, perkawinan di bawah
batas umur minimum seringkali dilangsungkan, sehingga undang-undang nomor 1
tahun 1974 dan KHI juga mengatur ketentuan bagi mereka yang belum mencapai usia
minimum dan hendak melangsungkan pernikahan harus mendapatkan izin dari
orangtua dan Pengadilan Agama. Izin dapat diberikan oleh orangtua ketika
pasangan tersebut kurang dari usia 21 tahun yaitu batas minimum yang diberikan
KHI, dan izin atau dispensasi harus diajukan kepada Pengadilan Agama, jika
pasangan belum mencapai usia 19 tahun bagi lakilaki dan bagi perempuan yang
belum mencapai usia 16 tahun.3 Muhammad Fauzil Adhim dalam bukunya Indahnya
Pernikahan dini menyatakan bahwa masa remaja bergerak antara usia 13 sampai 18
tahun dengan dimungkinkan terjadinya percepatan sehingga masa remaja datang
lebih awal. Percepatan ini disebabkan oleh stimulasi sosial melalui pendidikan
yang lebih baik, lingkungan sosial yang lebih mendewasakan serta rangsangan-rangsangan
media masa, utama media masa audio-visual 3Departemen Agama Republik Indonesia
2008, Persetujuan, Izin dan Dispensasi,http://www.depag.go.id, diakses tanggal
21 februari 2013. pada usia sekitar 18 tahun sampai 22 tahun seseorang berada
pada tahap perkembangan remaja akhir, jika perjalanannya berjalan normal
seharusnya dewasa selambat-lambatnya pada usia 22 tahun, dan usia menikah yang
relatif adalah pada 20-24 tahun.4 Bagi seseorang pemuda, usia untuk memasuki
gerbang perkawinan dan kehidupan berumah tangga pada umumnya dititik beratkan
pada kematangan jasmani dan kedewasaan pikiran orang serta kesanggupannya untuk
memikul tanggung jawab sebagai suami dalam rumah tangganya, itu merupakan
patokan umur bagi para pemuda kecuali ada faktor lain yang menyebabkan harus
dilaksanakannya pernikahan lebih cepat, bagi seorang gadis usia perkawinan itu
karena berkaitan dengan kehamilan dan kemungkinan besar setelah melangsungkan
perkawinan akan terjadi kehamilan maka perlu memperhitungkan kematangan jasmani
dan rohaninya yang memungkinkan ia dapat menjalankan tugas sebagai seorang
istri dan sekaligus sebagai ibu yang sebaik-baiknya. Jika diambil patokan yang
paling bagus bagi seorang gadis untuk menjalankan perkawinan yang sesuai dengan
keadaan yang sesuai di Indonesia batas terendah bagi seorang gadis adalah 18
tahun, karena pada umur 18 seorang wanita sudah mencapai tingkat kematanggan
biologis bagi seorang wanita.5 Pernikahan anak di bawah umur saat ini menjadi
sebuah fenomena yang unik untuk dikaji, karena pernikahan semacam ini hingga
saat ini masih sering terjadi meskipun sudah banyak regulasi di Indonesia yang
melarangnya. Hal ini memicu keprihatinan dari Komisi Perlindungan Anak
4Muhammad Fauzil Adhim, Indahnya Pernikahan Dini, (Jakarta : Gema Insani 2002)
h. 21. 5 Sutan Marojo Nasaruddin Latif, Problematika Seputar Keluarga dan Rumah
Tangga (Bandung : Pusataka Hiddayah, 2001), h. 23. Indonesia (KPAI) yang
mengutip data dari kementrian agama pada tahun 2009, bahwa sekitar 34,4% dari
2,5 juta perkawinan atau sekitar enam ratus ribu pasangan yang melangsungkan
pernikahan adalah pasangan usia muda.6 Hampir pada setiap lingkungan masyarakat
mempunyai potensi dan alasan tersendiri dalam mendorong tumbuhnya fenomena ini.
Pernikahan di bawah umur yang diidentikkan banyak terjadi di kalangan pedesaan
ternyata marak terjadi juga di kalangan perkotaan, tentunya dengan alasan dan
faktor-faktor pendorong yang berbeda sesuai dengan tingkat kesadaran dan
pendidikan masyarakat. Salah satu daerah di Indonesia yang tercatat mempunyai
angka pernikahan pada usia muda adalah daerah Lamongan yang terletak di
Provinsi Jawa Timur. Menurut data yang dihimpun oleh Pengadilan Agama Lamongan
pada tahun 2010-2012, permohonan pernikahan dini yang masuk terus menunjukkan
angka peningkatan. Pada tahun 2010 terdapat sekitar 74 permohonan yang masuk
terhitung dari bulan Januari hingga bulan Desember.7 Kemudian pada tahun 2011
meningkat menjadi 87 permohonan,8 dan mencapai angka yang tertinggi pada tahun
2012 yakni mencapai 118 permohonan. Pada tahun 2013 ini yang terhitung sejak
bulan Januari hingga bulan April sudah masuk lagi sebanyak 27 permohonan 6
http://www.hukumonline.comberita/lt50c8994ba00f3/ancaman-sanksi-bagi-pencatat-pernikahananak.
Di akses pada tanggal 21 Februari 2013 . 7Laporan Tahunan Pengadilan Agama
Lamongan tentang perkara yang diterima tahun 2010. 8Laporan Tahunan Pengadilan
Agama Lamongan tentang perkara yang diterima tahun 2011. mengenai perkara yang
sama.9 Data ini menunjukkan bahwa tingkat permohonan dispensasi perkawinan di
daerah lamongan semakin meningkat dan bertambah setiap tahunnya, hal ini
membuktikan bahwa pernikahan dini yang terjadi di daerah ini juga mengalami
peningkatan pula. Sedangkan batas umur melangsungkan perkawinan menurut hukum
Islam tidak disebutkan secara pasti, hanya saja disebutkan baik pria maupun
wanita supaya sah melakukan perkawinan atau akad nikah harus sudah akil baligh
serta mempunyai kecakapan yang sempurna. Jadi walaupun hukum Islam tidak
menyebutkan secara pasti batas umur tertentu, bukan berarti bahwa hukum Islam
membolehkan perkawinan usia dini. Karena berdasarkan pertimbangan maslahah
mursalah, maka perkawinan harus dilaksanakan pada seorang yang sudah dianggap
mampu dalam segala hal, dewasa dan matang jiwanya.10 Ada beberapa faktor yang
melatarbelakangi sebuah pasangan di daerah ini untuk melangsungkan pernikahan
pada usia muda. Diantara faktor yang berkembang di masyarakat Lamongan pada
umumnya adalah faktor ekonomi yang lemah dan dorongan dari tradisi nenek moyang
untuk menikah pada usia muda agar terlepas dari status “perawan tua”. Tradisi
yang ada melahirkan statemen apabila status tersebut telah melekat pada diri
seorang anak pada sebuah keluarga, maka keluarga tersebut akan menjadi keluarga
yang terkucil dan memalukan, sehingga memicu timbulnya beban psikologis pada
keluarga tersebut dalam bermasyarakat. 9Data Perkara yang diterima dan diputus
di Pengadilan Agama Lamongan. 10Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan
Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty, 1991), h 71. Hal seperti ini
mendorong orangtua untuk segera menikahkan anak-anak dalam keluarga mereka
tanpa memikirkan lebih jauh dampak yang akan ditimbulkannya pada keluarga
mereka kelak. Kedua faktor tersebut di atas apabila dibandingkan dengan
meningkatnya angka pernikahan dini ternyata masih belum dapat mewakili alasan
banyaknya fenomena pernikahan dini yang telah terjadi di daerah ini, karena
apabila melihat kondisi masyarakat Lamongan sendiri adalah masyarakat yang
modern dan mempunyai status ekonomi yang baik, sehingga perkembangan pemikiran
pasti telah terjadi di daerah ini. Terlebih lagi setelah adanya beberapa kasus
kriminalisasi pelaku nikah dini yang mencuat dan fakta mengenai gangguan
reproduksi perempuan yang telah banyak disuluhkan pada masyarakat daerah Lamongan,
memungkinkan adanya beberapa faktor lain yang masih tersembunyi dalam keluarga
dan belum terungkap dalam masyarakat secara luas mengenai pengajuan izin
dispensasi atas pernikahan dini tersebut. Banyaknya kasus pernikahan di bawah
umur yang terjadi di daerah Lamongan sebenarnya tidak lepas dari adanya
tanggungjawab pihak pemerintah pula, yakni pihak Pengadilan Agama Lamongan yang
telah memberikan izin berupa dispensasi perkawinan kepada masyarakat yang
mengajukan permohonan tersebut. Ketentuan mengenai pengajuan dispensasi
perkawinan kepada Pengadilan Agama ini diatur dalam pasal 7 ayat (2)
undang-undang nomor 1 tahun 1974, namun dalam undang-undang tersebut tidak
dibatasi mengenai hal-hal yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan untuk
dikeluarkan izin dispensasinya, sehingga pertimbangan hakim tentang
alasan-alasan pengajuan tersebut juga menjadi faktor utama dalam pengabulan
permohonan ini. Berdasarkan pemaparan di atas, maka penelitian dengan judul
“ALASAN-ALASAN PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (Studi Kasus Kelurahan Blimbing
Kecamatan Paciran kabupaten Lamongan)” merupakan sebuah penelitian yang patut
untuk dikaji melihat bahwa fenomena pernikahan dini karena adanya dispensasi
perkawinan yang semakin meningkat ini merupakan salah satu keadaan yang akan
menimbulkan dampak untuk berbagai pihak terutama pasangan yang melangsungkan
pernikahan pada usia muda. Oleh karena itu kajian dalam penelitian ini juga
akan menganalisis alasan-alasan tersebut menggunakan regulasi hukum yang ada di
Indonesia meliputi aspek kesehatan dan undang-undang perkawinan itu sendiri. B.
Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka dalam
penelitian ini dapat ditarik dua rumusan masalah, yaitu : 1. Apa alasan-alasan
yang melatarbelakangi terjadinya pengajuan dispensasi perkawinan di Kelurahan
Blimbing Paciran Lamongan? 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam dan undang-undang
perkawinan terhadap alasan-alasan tersebut? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui alasan-alasan
yang diajukan oleh masyarakat Desa Kelurahan Blimbing Kecamatan Paciran
Kabupaten Lamongan dalam memperoleh izin dispensasi perkawinan. 2. Untuk
mengetahui tinjauan hukum Islam dan undang-undang Perkawinan terhadap
alasan-alasan pengajuan dispensasi perkawinan oleh masyarakat Kelurahan
Blimbing Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan tersebut. D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian
akademik yang berhubungan dengan alasan-alasan pengajuan dispensasi perkawinan
oleh masyarakat Kelurahan Blimbing Kecamatan Paciran Lamongan. 2. Manfaat
praktis. Adapun Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1. Sebagai bahan referensi dan kajian bagi peneliti selanjutnya
yang mengadakan penelitian lebih jauh terhadap masalah dispensasi perkawinan.
2. Bagi penulis , hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu
persyaratan dalam proses penyelesaian studi pada Fakultas Syari’ah Universitas
Islam Negri Maulana Malik Ibrahim Malang. E. Sistematika Penulisan Sistematika
penulisan dalam skripsi ini rencananya akan disusun dalam lima bab dengan
beberapa subbab sebagai berikut: Bab I berisi tentang latar belakang yang
menjadi dasar dari penulis melakukan penelitian terhadap dispensasi perkawinan
atau yang disebut dengan perkawinan pada usia muda dan mengulas tentang dasar
permasalahan serta fakta pendukung dari kasus di masyarakat, kemudian
permasalahan tersebut akan terangkum dalam rumusan masalah yang menjadi fokus
penelitian ini. Selanjutnya rumusan masalah tersebut akan dikaitkan dengan
bagian penting yang menjelaskan hasil yang ingin dicapai dalam penulisan
penelitian ini yaitu dalam tujuan penelitian. Setelah terurai beberapa hal
diatas, maka penting pula diuraikan tentang manfaat penelitian yang berisi
tentang kebergunaan dan kontribusi penelitian ini untuk masyarakat maupun pihak
yang dimaksudkan dalam penelitian ini. Kemudian pada subbab terakhir bagian ini
akan ditemui sistematika pembahsan yang menguraikan secara singkat runtutan
pembahsan yang ada di dalam skripsi ini. Adapun pada bagian selanjutnya akan
dipaparkan tinjauan berisi kutipan penelitian terdahulu tentang masalah yang
sama namun dalam cakupan yang berbeda sehingga akan terlihat dengan jelas titik
singgung antara penelitian tersebut dengan penelitian ini. Kemudian bagian
tersebut akan dirangkai dengan tinjauan beberapa teori-teori sebelumnya tentang
hukum permasalahan yang dikaji dalam berbagai literatur. Kedua bagian ini akan
ditemui dalam BAB II. Setelah semua persiapan didapat, maka yang diperlukan
selanjutnya adalah alat penelitian berupa metode penelitian yang akan dipakai
dalam penelitian ini. Adapun metode penelitian ini mencakup beberapa hal
seperti jenis penelitian untuk menentukan ruang gerak penelitian dan pendekatan
sebagai tempat penggalian informasi utama penelitian sehingga kedua poin
tersebut akan dicantumkan pula pada bab ini. Data-data yang diperoleh baik dari
lokasi, subyek maupun literatur membutuhkan sebuah metode dalam pengumpulan
data. Setelah data dikumpulkan, alat yang diperlukan selanjutnya adalah metode
untuk mengolah data yang dipaparkan dalam metode pengolahan data. Semua tata
cara dan alat penelitian yang telah disebutkan di atas terangkum dalam BAB III.
Pada BAB IV penelitian akan menyajikan paparan data yang telah diperoleh
melalui berbagai metode pengumpulan dan berbagai sumber data terkait. Bagian
ini juga akan menguraikan tentang pengolahan data yang telah diperoleh yang
dipadukan dengan alat penelitian. Selanjutnya hasil pengolahan data tersebut
dan segala pembahasannya akan disajikan dalam Hasil penelitian. Pada bagian
terakhir penelitian, akan dicantumkan BAB V yang berisi kesimpulan, yaitu
tentang jawaban singkat atas rumusan masalah yang ditetapkan serta saran yang
berisi anjuran kepada pihak terkait atau memiliki kewenangan lebih terhadap
tema yang diteliti demi kebaikan masyarakat atau penelitian di masa mendatang.
No comments:
Post a Comment